Anda di halaman 1dari 16

lucy novella

[Company name]

[Document title]
Asam urat sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Asam urat merupakan
substansi akhir dari hasil metabolisme purin dalam tubuh. Asam urat yang berlebihan
tidak akan tertampung dan termetabolisme seluruhnya dalam tubuh yang
mengakibatkan peningkatan kadar asam urat dalam darah yang disebut juga
hiperurisemia.
Penyakit asam urat berkaitan dengan pola asupan makanan, sehingga salah
satu cara pencegahan dengan mengontrol pola asupan makanan. Jika tidak mengontrol
pola asupan, kadar asam urat dalam darah akan berlebihan dan menimbulkan
penumpukan kristal asam urat yang apabila terbentuk pada cairan sendi, maka akan
terjadi penyakit asam urat.
Faktor risiko yang mempengaruhi tingginya asam urat adalah umur, genetik,
asupan purin yang berlebihan, kegemukan, penyakit jantung dan konsumsi obat-obatan
tertentu (diuretika) dan gangguan fungsi ginjal. Konsumsi purin yang terdapat dalam
daging dan seafood berhubungan terhadap risiko peningkatan kadar asam urat, sedangkan
produk susu dapat menurunkan risiko gout dan konsumsi purin dari tumbuh-tumbuhan
tidak berpengaruh terhadap risiko gout. Sedangkan konsumsi karbohidrat kompeks seperti
nasi, roti, ubi jalar dan ketela dapat memacu pembuangan kelebihan asam urat dalam
darah(Sustrani, 2004).
Angka kejadian penyakit artritis gout cenderung memaski usia semakin muda,
yaitu usia produktif dimana diketahui prevalensi asam urat di Indonesia yang terjadi pada
usia di bawah 34 tahun yaitu sebesar 32% dengan kejadian tertinggi pada penduduk
Minahasa sebesar 29,2%. Obesitas juga bisa menjadi salah satu faktor pendukung
terjadinya asam urat. Penyakit asam urat erat kaitannya dengan obesitas. konsumsi
makanan berlemak, santan jeroan serta pola hidup. Orang yang gemuk cenderung memiliki
kadar asam urat yang tinggi dalam darah. Sampai saat ini belum ada teori yang bisa
menjelaskan mengapa kadar asam urat pada orang obesitas tinggi. Namun pada sebagian
besar penelitian, kadar asam urat pada orang obesitas cenderung lebih tinggi dari normal.

Hubungan Pengetahuan Diet Purin dengan Kadar Asam Urat Pasien Gout
Arthritis
Gout Arthritis adalah penyakit akibat kelainan metabolisme asam urat yang
disebut hiperurisemia. Prevalensi gout arthritis di Indonesia 1,6-13,6 per seribu
penduduk. Hiperurisemia adalah kadar asam urat > 7 mg/dl pada pria dan > 6 mg/dl
pada wanita. Hiperurisemia disebabkan oleh produksi asam urat yang meningkat dan
ekresi asam urat yang rendah. Diet purin adalah salah satu faktor yang meningkatkan
kadar asam urat. Pengetahuan diet purin merupakan hal yang membutuhkan perhatian.
mengetahui hubungan antara pengetahuan diet purin dengan kadar asam urat pasien
gout arthritis.
Hiperurisemia adalah terjadi peningkatan kadar asam urat di atas normal.
Dikatakan hiperurisemia apabila kadar asam urat > 7 mg/dl pada pria dan > 6 mg/dl
pada wanita. Hiperurisemia merupakan salah satu tanda awal tubuh terserang
peradangan sendi akut. Nyeri sendi dengan latar belakang hiperurisemia masih menjadi
masalah serius karena manifestasinya tidak hanya terbatas pada sendi, namun juga
menimbulkan gangguan fungsi ginjal, jantung dan mata. Prevalensi gout di Amerika
Serikat 2,6% dalam 1000 kasus, dan 10% kasus gout terjadi pada hiperurisemia
sekunder. Dari 90% pasien gout primer adalah laki-laki berusia diatas 30 tahun dan
diperkirakan 15 dari setiap 100 pria Amerika Serikat itu berada dalam resiko gout.
Prevalensi gout di Indonesia 1,6-13,6 per seribu penduduk.

Penyebab hiperurisemia dan gout adalahproduksi asam urat dalam tubuh yang
meningkat akibat gangguan metabolismepurin bawaan dan kelebihan konsumsi
makanan berkadar purin tinggi. Penyebab lainnya pembuangan asam urat yang
berkurang. Ini disebabkan karena mengkonsumsi obat-obatan seperti obat
antituberkulosis, diuretik dan salisilat. Olahraga terlalu berat, keracunan, hipertensi dan
gagal ginjal juga merupakan penyebab peningkatan asam urat. Peningkatan kadar asam
urat bisa terjadi karena gabungan antara produksi berlebih dan pembuangan yang
berkurang.

Beberapa penelitian epidemiologi tahun 2008 memperkirakan prevalensi dan


insidensi hiperurisemia dan gout akan terus meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh
Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES-III), menyatakan
bahwa hal ini akan meningkat sebanding dengan peningkatan konsumsi daging dan
seafood sebagai salah satu makanan dengan kandungan purin tinggi. Selain
pengontrolan kadar asam urat, pengendalian diet purin menjadi bagian penting dari
tatalaksana hiperurisemia dan gout. Penelitian Zhang pada 2006 menyatakan bahwa
pengetahuan pasien dan gaya hidup yang tepat mengenai diet purin adalah aspek inti
dari manajemen pengelolaan gout. Shulten (2008) juga membahas pengetahuan dan
sikap gizi professional memberi pengaruh pada pengelolaan makanan pasien gout.
Hubungan antara Penyakit Gout dengan Jenis Kelamin dan Umur pada Lansia

Perkembangan manusia tahap akhir adalah lanjut usia. Pengertian lanjut usia
menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia,
yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun
ke atas. Proses penuaan penduduk tentunya berdampak pada berbagai aspek kehidupan,
baik sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan. Keberhasilan pembangunan mempunyai
indikator. Salah satunya adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk.
Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah
penduduk lanjut usia terus meningkat daritahun ke tahun. Diseluruh dunia penduduk

Lansia (usia 60 +) tumbuh dengan sangat cepat, bahkan tercepat dibanding


kelompok usia lainnya. Diperkirakan mulai tahun 2010 akan terjadi ledakan jumlah
penduduk lanjut usia. Hasil prediksi menunjukkan bahwa persentase penduduk lanjut
usia akan mencapai 9,77 persen dari total penduduk pada tahun 2010 danmenjadi 11,34
persen pada tahun 2020 (Badan Pusat Statistik, 2012). Permasalahan yang timbul pada
lansia adalah gangguan kesehatan baik disebabkan karena fisiologis lansia maupun
patofisiologis akibat penyakit tertentu. Pada studi pendahuluan di panti wredha dengan
melakukan pemeriksaan asam urat didapatkan 12 orang dari 35 lansia yang diperiksa
menunjukkan adanya peningkatan asam urat. Lansia yang mengalami peningkatan
purin dalam darah (asam urat) akan merasakan nyeri pada daerah yang mengalami
penimbunan purin, biasanya di persendian.

Gout adalah kumpulan penyakit yang bersifat heterogen disebabkan oleh


pengendapan kristal purin dalam jaringan, akibat kadar asam urat dalam cairan ekstra-
seluler yang lewat jenuh. Manifestasi klinis dapat berupa 1) Artritis gout akut, 2)
Deposit kristal Na-urat dalam jaringan (tofus), 3) Batu asam urat pada traktus urinarius
dan 4) Nefropati interstitialis atau nefropati gout. Beberapa faktor yang mempengaruhi
adalah faktor genetik, diet tinggi purin, alkohol, obesitas, usia. Insiden gout sebesar 1-
2% terutama pada pria.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kadar Asam Urat (Gout) pada Laki-laki Dewasa
Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin yaitu salah satu
komponen asam nukleat yang terdapat dalam inti sel tubuh. Peningkatan kadar asam
urat dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia seperti perasaan linu-linu di
daerah persendian dan sering disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat bagi
penderitannya. Penyakit ini sering disebut penyakit gout atau lebih dikenal dengan
penyakit asam urat (Andry, 2009). Penyakit gout adalah penyakit akibat gangguan
metabolisme purin yang ditandai dengan hiperurisemia dan serangan sinovitis akut
berulang-ulang. Kelainan ini berkaitan dengan penimbunan kristal urat monohidrat
monosodium dan pada tahap yang lebih lanjut terjadi degenerasi tulang rawan sendi,
insiden penyakit gout sebesar 1-2%, terutama terjadi pada usia 30-40 tahun dan 20 kali
lebih sering pada pria daripada wanita (Muttaqin, 2008). Secara biokomiawi akan
terjadi hipersaturasi yaitu kelarutan asam urat di serum yang melewati ambang
batasnya. Keadaan hiperurisemia akan beresiko timbulnya artritis gout, nefropati gout,
atau batu ginjal.

Insiden gout di Indonesia menduduki urutan kedua setelah osteoartritis


(Dalimartha, 2008 dikutip dari penelitian Festy dkk). Prevalensi gout di Indonesia
diperkirakan 1,6-13,6/100.000 orang, prevalensi ini meningkat seiring dengan
meningkatnya umur (Tjokroprawiro, 2007). Prevalensi gout di Jawa Timur sebesar
17%, prevalensi gout di Surabaya sebesar 56,8% (Festy, 2010). Berdasarkan studi
pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Simomuloyo Baru Surabaya, didapatkan
laki-laki yang menderita gout di RT 04 sebanyak 4 orang. Faktor yang memengaruhi
kadar asam urat digolongkan menjadi tiga: Faktor primer, faktor sekunder dan faktor
predisposisi. Pada faktor primer dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor sekunder dapat
disebabkan oleh dua hal, yaitu produksi asam urat yang berlebihan dan penurunan
ekskresi asam urat. Pada faktor predisposisi dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan
iklim (Muttaqin, 2008). Faktor sekunder dapat berkembang dengan penyakit lain
(obesitas, diabetes melitus, hipertensi, polisitemia, leukemia, mieloma, anemia sel sabit
dan penyakit ginjal) (Kluwer, 2011).
Faktor risiko yang menyebabkan orang terserang penyakit asam urat, Vitahealth
(2007) adalah genetik/riwayat keluarga, asupan senyawa purin berlebihan, konsumsi
alkohol berlebih, kegemukan (obesitas), hipertensi, gangguan fungsi ginjal dan
obatobatan tertentu (terutama diuretika). Faktorfaktor tersebut di atas dapat
meningkatkan kadar asam urat, jika terjadi peningkatan kadar asam urat serta di tandai
linu pada sendi, terasa sakit, nyeri, merah dan bengkak keadaan ini dikenal dengan
gout. Gout termasuk penyakit yang dapat dikendalikan walaupun tidak dapat
disembuhkan, namun kalau dibiarkan saja kondisi ini dapat berkembang menjadi artritis
yang melumpuhkan (Charlish, 2009). Gout berpotensi menyebabkan infeksi ketika
terjadi ruptur tofus, batu ginjal, hipertensi dan penyakit jantung lain (Kluwer, 2011).

Penanganan pada penderita gout dibagi menjadi 2 yaitu secara farmakologi dan
nonfarmakologi. Untuk farmakologi menggunakan obat, seperti: NSAIDs, colchicine,
corticosteroid, probenecid, allopurinol dan urocisuric (Helmi, 2012), sedangkan
nonfarmakologi dengan membatasi asupan purin atau rendah purin, asupan energi
sesuai dengan kebutuhan, mengonsumsi lebih banyak karbohidrat, mengurangi
konsumsi lemak, mengonsumsi banyak cairan, tidak mengonsumsi minuman
beralkohol, mengonsumsi cukup vitamin dan mineral, mengonsumsi buah dan sayuran,
dan olahraga ringan secara teratur (Ardhilla, 2013). Angka kejadian penyakit gout yang
meningkat inilah yang menjadi alasan mengapa penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kadar
asam urat (gout) pada laki-laki dewasa, guna mencegah dan mengendalikan jumlah
penderita gout serta meminimalkan komplikasi yang terjadi dari gout.

Profil Penggunaan Obat pada Pasien Gout dan Hiperurisemia

Saat ini gout menjadi salah satu penyakit artikular yang umum ditemukan di
masyarakat dengan insidensi dan prevalensi yang semakin meningkat pada dekade
terakhir (Choi, et al., 2005 dan Roddy and Doherty, 2010). Insidensi gout lebih tinggi
pada lakilaki dibandingkan pada wanita dan meningkat seiring pertambahan usia
(Roddy dan Doherty, 2010 dan Smith, et al., 2010). Prevalensi gout yang ditemukan
pada laki-laki 4 kali lebih besar dibandingkan wanita, pada usia dibawah 65 tahun
(Wallace, et al., 2004). Secara keseluruhan, prevalensi gout bervariasi antara 0.03% –
15.2% dengan persentase kejadian pada laki-laki mencapai 1 – 2% (Smith, et al.,2010).
Selama ini, anjuran diet yang disarankan dan banyak diterapkan di masyarakat
bagi pasien hiperurisemia dan gout adalah menghindari dan membatasi makanan tinggi
purin baik lauk hewani maupun sayuran.Diet tersebut merupakan salah satu manajemen
yang dapat dilakukan, tapi efektifitas diet tersebut masih harus kembali dikaji. Choi,et
al. (2005).Selain itu Penanganan gout dengan obat dilakukan untuk menangani
serangan akut, mencegah serangan selanjutnya, dan penatalaksanaan gout tophaceous
kronik (Johnstone, 2005).Terapi serangan akut dapat menggunakan kolkisin, obat anti
inflamasi non-steroid (NSAIDs), dan/atau steroid (Weselman dan Agudelo, 2002;
Mandel dan Simkin, 2007).

Pedoman Diet bagi Penderita Asam Urat (Gout)


Penyakit Asam Urat sangat erat kaitannya dengan pola makan. Penyakit ini
terjadi akibat pola makan yang tidak seimbang dengan jumlah protein yang sangat
tinggi. Meskipun begitu, bukan berarti penderita asam urat tidak boleh mengkonsumsi
maknaan yang mengandung protein. Boleh saja, tetapi jumlahnya dibatasi. Penderita
asam urat sebaiknya melakukan diet dengan mematuhi beberapa prinsip berikut ini:
1. Batasi asupan purin/ rendah purin
Pada diet normal, asupan purin biasanya mencapai 600-1000 mg/hari namun,
penderita asam urat harus membatasinya menjadi 120-150 mg/hari. Purin
merupakan salah satu bagian dari protein. Membatasi asupan purin berarti juga
mengurangi konsumsi makanan yang berprotein tinggi. Asupan protein yang
dianjurkan bagi penderita asam urat sekitar 50-70 g bahan mentah / hari atau 0,8 – 1
g per kg BB per hari.
2. Asupan energi sesuai dengan kebutuhan
Jumlah asupan energi harus disesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan
pada tinggi dan berat badan.
3. Mengonsumsi lebih banyak karbohidrat
Jenis karbohidrat yang dianjurkan untuk di konsumsi penderita asam urat
adalah karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti, dan ubi. Karbohidrat
kompleks ini sebaiknya di konsumsi tidak kurang dari 100 g/hari, yaitu sekitar 65-
75 % dari kebutuhan energ tota. Sedangkan karbohidrat sederhana jenis fruktosa
seperti gula permen, arum manis, gulali, dan sirup sebaiknya dihindari karena akan
meningkatkan kadar asam urat dalam darah.
4. Mengurangi konsumsi lemak
Lemak bisa menghambat ekskresi asam urat melalui urin. Makanan yang
mengandung lemak tinggi seperti jeroan, seafood, makanan yang di goreng,
makanan yang bersantan, margarin, mentega, avokad, dan durian sebaiknya
dihindari. Konsumsi lemak sebaiknya hanya 10-15% dari kebutuhan energi total.
5. Mengonsumsi banyak cairan
Penderita rematik dan asam urat disarankan untuk mengonsumsi cairan
minimum 2,5 l atau 10 gelas/hari. Cairan ini bisa diperoleh dari air putih, teh, kopi,
dan cairan dari buah-buahan yang mengandung banyak air seperti apel, pear, jeruk,
semangka, melon, blewa, dan belimbing.

6. Tidak mengonsumsi minuman beralkohol


Alkohol akan meningkatkan asam laktat plasma. Asam laktat ini bisa
menghambat pengeluaran asam urat dari tubuh. karena itu, orang yang sering
mengkonsumsi minuman beralkohol memiliki kadar aam urat yang lebih tinggi
dibandingkan dengan orang yang tidak mengonsumsinya.
7. Mengonsumsi cukup vitamin dan mineral
Konsumsi vitamin dan mineral yang cukup, sesuai dengan kebutuhan tubuh
akan dapat mempertahankan kondisi kesehatan yang baik.

Kelompok Bahan Makanan Berdasarkan Kadar Purin (per 100 gram bahan
mentah)
Bahan makanan ang mengandung purin tinggi.
 Ikan sarden dan makarel
 kerang, remis, udang, cumi
 Daging unggas terutama bebek, angsa, dan burung
 Jeroan dari berbagai jenis ternak seperti hati, ampela, usus, jantung, paru, limfa,
babat, dan otak.
 Ekstrak daging atau kaldu istant
 Makanan atau minuman yang dibuat menggunakan ragi, seperti roti, donat,
tapai, brem, aneka kue tradisional yang difermentasikan menggunakan ragi.

Bahan makanan yang mengandung purin sedang


 Beberapa jenis sayuran, diantanya asaragus, kacang polong, buncis, kembang
kol, brokoli, kol, bayam, daun singkong, daun pepaya, kangkung, jamur, serta
daun dan biji melinjo.
 daging sapi dan ayam.
 Ikan seperti gurame, kakap, tongkol, tenggiri, bawal, dan bandeng.
 Kacang-kacangan kering seperti kacag hijau, kacang tanah, kacang tolo, kacang
merah, dan kacang kedelai beserta hasil olahannya (tempe, tahu, dan oncom).

Bahan makanan yang mengandung purin rendah


 sayuran segar selain yang disebutkan diatas contohnya wortel,jagung manis,
labu siam, sawi putih, oyong, mentimun, dan terong ungu.
 buah-buahan seperti pepaya sirsak, stoberi, mangga, melon, blewa, belimbing,
semangka, pisang, apel, jeruk manis, tomat, jambu biji, dan pear.
 Susu, keju, dan telur
 Padi-padian atau serealia, umbi-umbian, jagung, tepung beras, terigu, bihun, dan
mie.
Penderita rematik dan asam urat harus membatasi konsumsi purin, hanya boleh
120-150 mg/ hari. Jumlah ini jauh dibawah kadar purin makanan sehari-hari
yang umumnya mencapai 600-1000 mg.
Penderita asam urat sebaiknya menghindari atau tidak mengonsumsi bahan
makanan yang mengandung purin tinggi. Boleh mengkonsumsi bahan makanan
yang mengandung purin sedang, tetapi dibatasi konsumsinya. Daging sapi, ikan
dan ayam boleh dikonsumsi sebanyak 50-75 g/ hari. Sayuran berpurin sedang
boleh dikonsumsi sebanyak 100 g/ hari. Kacang-kacangan kering boleh
dikonsumsi sebanyak 25 g/hari. Sedangkan tahu, tempe dan oncom boleh
dikonsumsi sebanyak 50 g/hari. Bahan makanan yang mengandung purin
rendah bebas dikonsumsi setiap hari.
Sajian sehat untuk penderita asam urat
Penyebab Penyakit Asam Urat
Gout (Arthhritis Pirai) sebenarnya berbeda dengan rematik. Perbedaanya adalah
rematik disebabkan oleh peradagan sendi sehingga terjadi arthritis sedangkan gout
disebabkan oleh kelainan metabolisme. Dalam perkembangannya penyakit ini
bermanifestasi terhadap peningkatan konsentrasi asam urat dalam serum. Akibat lebih
lanjutnya adalah pembentukan tofi disekitar sendi dan kelainan ginjal yang meliputi
glomerulus, tubulus, jaringan intertesial, pembuluh darah, serta pembentukan batu urat.
Selama berabad-abad gout dianggap sebagai penyakit keturunan yang terjadi dalam
lingkungan keluarga. Anggapan itu benar karena faktor genetik menyebabkan faktor
yang menentukan hiperurisemia. Namun timbulnya penyakit tersebut masih didukung
oleh faktor lingkungan, seperti konsumsi makanan, alkohol, dan obat-obatan. Pada
tahun 1967, kelley menemukan adanya kelainan pada sejenis enzim yang khas pada
penderita gout. Ternyata, gout merupan salah satu penyakit yang disebabkan oleh
adanya kelainan bawaan dalam proses metabolisme purin sehingga terjadi kelebihan
asam urat.

Asam urat merupakan bagian yang normal dari darah dan urin. Asam urat dihasilkan dari
pemecahan dan sisa-sisa pembuangan dari bahan makanan tertentu yang mengandung
nukleotida purin atau berasal dari nukleotida purin yang diproduksi oleh tubuh. Mekanisme
yang menyebabkan terjadinya kelebihan asam urat dalam darah yaitu adanya kelebihan
produksi asam urat di dalam tubuh dan penurunan ekskresi asam urat melalui urin.
Sekitar 20-30% penderita gout terjadi akibat kelinan sintesa purin dalam jumlah besar
sehingga asam urat dalam darah berlebihan. Sementara itu, sisanya kurang lebih 75%, adanya
kelebihan produksi asam urat karena pengeluaran asam urat yang tidak sempurna. Dengan
peningkatan produksi asam urat / retensi asam urat, kadar asam urat serum menjadi
meningkat. Biasanya kadar asam urat serum pada penderita gout lebih dari 6,5 – 7,0 mg/dl.

Metabolismr Purin dan Asam Urat


Metabolismr puri dan asam urat merupakan hal penting yang sangat berkaitan dengan
penyakit gout. Kelainan metabolisme purin dan asam urat dapat menyebabkan
pemyakit gout. Oleh karena itu, metabolisme purin dan asam urat perlu dijelaskan
secara rinci.
1. Metabolisme purin
Purin adalah molekul yang terdapat didalam sel yang berbentuk nukleotida.
Bersama asam amino, nukleotida merupakan unit dasar dalam proses kimiawi
penurunan sifat genetik. Nukleotida yang paling dikenal perannya adalah purin dan
pirimidin. Kedua nukleotida tersebut berfungsi sebagai pembentuk asam
ribonukleat (RNA) dan asam deoksiribonukleat (DNA). Adapun basa purin yang
terpenting adalah adenin, guanin, hipoxatin, dan xiatin.
Didalam bahan pangan, purin terdapat dalam asam nukleat berupa nukleoprotein.
Diusus, asam nukleat dibebaskan dari nukleoprotein oleh enzin pencernaan.
Selanjutnya, asam nukleat ini akan dipecah lagi menjadi mononukleotida.
Mononukleotida tersebut dihidrolisis menjadi nukleosida yang dapat secara
langsung diserap oleh tubuh. Sebagian lagi nukleotida dipecah lebih lanjut menjadi
purin dan pirimidin. Purin kemudian teroksidasi menjadi asam urat.
2. Pembentukan Purin didalam tubuh
Zat gizi yang digunakan dalam pembentukan purin didalam tubuh, yaitu glutamin,
glisin, format, aspartat, dan CO2. Sintesi nukleotida purin tidak tergantung pada
sumber eksogen asam nukleat dan nukleotida dari bahan pangan. Mamalia dan
sebagian besar hewan vertebrata yang lebih rendah mampu menyintesis nukleotida
purin didalam tubuhnya. Oleh karena itu, makhluk tersebut disebut sebagai
prototrofik.
Sintesis purin pada manusia dan mamalia bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
terhadap pembentukan asam nukleat. Selain itu, nukleotida purin juga berperan
dalam adenosin trifosfat (ATP), adenosin monofosfat siklik (cAMP), dan guanosin
monofosfat siklik (cGMP) sebagai koenzin pada plavin adenin dinukleotida (FAD),
nikotinomida adenin dinukleotida (NAD) dan nikotimida adenin dinukleotida fosfat
(NADP). Adapun tempat terpenting dalam sintesis urin, yaitu hati.
Pada beberapa organisme seperti burung, amfibi dan reptilia, sintesis purin
mempunyai fungsi tambahan, yaitu bertugas sebagai alat pembuangan sisa-sisa
pemecahan asam amino atau nitrogen dalam bentuk asam urat. Organisme tersebut
disebut urikotelik. Adapun organisme yang membuang sisa-sisa pemecahan
nitrogen dalam bentuk urea disebut ureotelik (misalnya manusia). Organisme
urikotelik menyintesis nukleotida purin dengan kecepatan relatif lebih besar
daripada organisme ureotelik.
3. Pembentukan asam urat
Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin, baik yang berasal dari
bahan pangan maupun dari hasil pemecahan purin asam nukleat tubuh. Dalam
serum, urat berbentuk natrium urat, sedangkan dalam saluran urin, urat berbentuk
asam urat. Pada manusia normal, 18-20% dari asam urat yang hilang dipecah oleh
bakteri menjadi CO2 dan amonia (NH3) diusus serta dieksresikan melalui feses.
Asam urat dapat diabsorbsi melalui mukosa usus dan dieksresikan melalui urun.
Pada manusia, sebagian besar purin dalam asam nukleat yang dimakan langsung
diubah menjadi asam urat tanpa terlebih dahulu digabung dengan asam nukleat
tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2016


JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor 1 April 2013
The 6th University Research Colloquium 2017 Universitas Muhammadiyah Magelang.
Kluwer, Wolters et al. 2011. Kapita Selekta Penyakit. Jakarta: EGC.
GALENIKA Journal of Pharmacy Vol. 2 (2) : 118 - 123 ISSN : 2442-8744 October 2016.
Choi, H.K., Mount, D.B., Reginato, A.M.(2005). Pathogenesis of Gout. American College of
Physicians : Internal Medicine, 143(7), 499-516.
Depkes. (2006). Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Arthritis Reumatik, Depertemen
Kesehatan, Jakarta.
Wallace, S.L., Robinson, H., Masi, A.T., et al.(2004). Preliminary criteria for the
classification of the acute arthritis of primary gout. The Journal of Rhematology,
31(11), 2290-2294.
Weselman, K. O., & Agudelo, C.A. (2002). Is it Gout? Tap the Joint!. Medicine Journal, 18-
22.
Jurnal Gizi Klinik Indonesia, Vol. 11, No. 1, Juli 2014
Yenrina, rina dkk. 2014. Diet sehat untuk penderita asam urat. Jakarta. Penebar Swadaya.
K D Febri, ayu 2008. Sajian sehat & lezat untuk penderita asam urat. Jakarta. DeMedia
Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai