Anda di halaman 1dari 21

GOUT ARTHRITIS

REFERAT

Oleh :

Sandra Miladyna
18710157

Pembimbing :

dr. Achmad Syaiful Ludfi, Sp. PD

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA


SMF/LAB. ILMU PENYAKIT DALAM
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
2019

DAFTAR ISI
1
JUDUL i

DAFTAR ISI ii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

BAB II. PEMBAHASAN

A. Definisi 3
B. Epidemiologi 4
C. Etiologi 5
D. Patologi 6
E. Patofisiologis 7
F. Menifestasi Klinis 8
G. Diagnosis 10
H. Pemeriksaan Penunjang 11
I. Diagnosa Banding 14
J. Penatalaksanaan 14
K. Komplikasi 17
L. Prognosa 18

DAFTAR PUSTAKA 19

BAB I

2
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan
suatu penyakit yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat di
dalam tubuh dimana penyakit degeneratif ini akan menyerang persendian, dan
paling sering dijumpai di masyarakat terutama dialami oleh lanjut usia (lansia).
Namun tak jarang penyakit ini juga ditemukan pada golongan pralansia. Asam
urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin yaitu salah satu komponen
asam nukleat yang terdapat dalam inti sel tubuh. Peningkatan kadar asam urat
dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia seperti perasaan nyeri di
daerah persendian dan sering disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat
bagi penderitanya. Penyebab penumpukan kristal di daerah tersebut diakibatkan
tingginya kadar asam urat dalam darah. Bahan pangan yang tinggi kandungan
purinnya dapat meningkatkan kadar urat dalam darah antara 0,5 – 0,75 g/ml purin
yang dikonsumsi. Konsumsi lemak atau minyak tinggi seperti makanan yang
digoreng, santan, margarin atau mentega dan buah-buahan yang mengandung
lemak tinggi seperti durian dan alpukat juga berpengaruh terhadap pengeluaran
asam urat. Perubahan gaya hidup tradisional ke gaya hidup modern merupakan
pemicu utama artritis gout. Sebagian besar kasus artritis gout mempunyai latar
belakang penyebab primer, sehingga memerlukan pengendalian kadar asam urat
jangka panjang. Perlu komunikasi yang baik dengan penderita untuk mencapai
tujuan terapi. Hal itu dapat diperoleh dengan edukasi dan diet rendah purin yang
baik. Pencegahan lainnya berupa penurunan konsumsi alkohol dan penurunan
berat badan. (Zahara,2013)
Saat ini gout menjadi salah satu penyakit yang umum ditemukan di
masyarakat dengan insidensi dan prevalensi yang semakin meningkat pada
dekade terakhir. Insidensi gout lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada
wanita dan meningkat seiring pertambahan usia. Prevalensi gout yang ditemukan
pada laki-laki 4 kali lebih besar dibandingkan wanita, pada usia dibawah 65

3
tahun. Secara keseluruhan, prevalensi gout bervariasi antara 0.03% – 15.2%
dengan persentase kejadian pada laki-laki mencapai 1 – 2%. Hal ini dikarenakan
kadar asam urat pada pria meningkat sejalan dengan peningkatan usia seseorang.
Hal ini terjadi karena pria tidak memiliki hormon estrogen yang dapat membantu
pembuangan asam urat sedangkan pada perempuan memiliki hormon estrogen
yang ikut membantu pembuangan asam urat lewat urin. (Rahma,2016)

BAB II

4
PEMBAHASAN

A. Definisi
Penyakit asam urat atau artritis gout merupakan salah satu kategori
penyakit kronis tidak menular (PTM) yang ditandai dengan adanya
hiperurisemia atau peningkatan kadar asam urat dalam darah. Hiperurisemia
terjadi apabila kadar asam urat serum >5,7 mg/dl pada wanita dan 7,0 mg/dl
pada laki-laki. Asam urat yang merupakan produk akhir metabolisme purin
saat mencapai batas fisiologis kelarutannya dapat berubah menjadi kristal
monosodium urat di jaringan sehingga artritis gout merupakan suatu penyakit
yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat tersebut di
dalam tubuh dimana penyakit ini akan menyerang persendian. Atritis gout ini
adalah salah satu penyakit metabolik yang terkait dengan pola makan diet
tinggi purin dan minuman beralkohol. Penimbunan kristal monosodium urat
(MSU) pada sendi dan jaringan lunak merupakan pemicu utama terjadinya
keradangan atau inflamasi pada gout artritis. Artritis gout adalah jenis artritis
terbanyak ketiga setelah osteoartritis dan kelompok rematik luar sendi
(gangguan pada komponen penunjang sendi, peradangan, penggunaan
berlebihan). Penyakit ini mengganggu kualitas hidup penderitanya.
Peningkatan kadar asam urat dalam darah atau hiperurisemia merupakan
faktor utama terjadinya artritis gout. Masalah akan timbul jika terbentuk
kristal-kristal monosodium urat (MSU) pada sendisendi dan jaringan
sekitarnya. Kristal-kristal berbentuk seperti jarum ini mengakibatkan reaksi
peradangan yang jika berlanjut akan menimbulkan nyeri hebat yang sering
menyertai serangan artritis gout. (Hastuti et al,2018)
Menurut hasil survei WHO-ILAR Copcord (World Health Organization–
International League of Associations for Rheumatology Community Oriented
Program for Control of Rheumatic Disease) menemukan hubungan asam urat
menahun dengan pola konsumsi dan gaya hidup, diantaranya konsumsi
alkohol dan kebiasaan makan makanan kaya purin. Selain itu, kebiasaan
minum obat jenis diuretika (hidroklorotiazide) yaitu obat untuk menurunkan

5
tekanan darah tinggi dapat meningkatkan kadar asam urat serum. Selain itu,
perubahan gaya hidup tradisional ke gaya hidup modern merupakan pemicu
utama artritis gout. Sebagian besar kasus artritis gout mempunyai latar
belakang penyebab primer, sehingga memerlukan pengendalian kadar asam
urat jangka panjang. Perlu komunikasi yang baik dengan penderita untuk
mencapai tujuan terapi. Hal itu dapat diperoleh dengan edukasi dan diet
rendah purin yang baik. Pencegahan lainnya berupa penurunan konsumsi
alkohol dan penurunan berat badan. (Widiyanto,2014)

B. Epidemiologi
Artritis gout menyebar secara merata di seluruh dunia. Prevalensi
bervariasi antar negara yang kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan
lingkungan, diet, dan genetik. Di Inggris dari tahun 2000 sampai 2007
kejadian artritis gout 2,68 per 1000 penduduk, dengan perbandingan 4,42
penderita pria dan 1,32 penderita wanita dan meningkat seiring bertambahnya
usia. Di Italia kejadian artritis gout meningkat dari 6,7 per 1000 penduduk
pada tahun 2005 menjadi 9,1 per 1000 penduduk pada tahun 2009. Sedangkan
jumlah kejadian artritis gout di Indonesia masih belum jelas karena data yang
masih sedikit. Hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki berbagai macam
jenis etnis dan kebudayaan, jadi sangat memungkinkan jika Indonesia
memiliki lebih banyak variasi jumlah kejadian artritis gout. Pada tahun 2009 di
Maluku Tengah ditemukan 132 kasus, dan terbanyak ada di Kota Masohi
berjumlah 54 kasus (Talarima et al, 2012). Prevalensi artritis gout di Desa
Sembiran, Bali sekitar 18,9%, sedangkan di Kota Denpasar sekitar 18,2%.
Tingginya prevalensi artritis gout di masyarakat Bali berkaitan dengan
kebiasaan makan makanan tinggi purin seperti lawar babi yang diolah dari
daging babi, betutu ayam/itik, pepes ayam/babi, sate babi, dan babi guling.
(Widiyanto,2014)

C. Etiologi

6
Etiologi dari artritis gout meliputi usia, jenis kelamin, riwayat medikasi,
obesitas, konsumsi purin dan alkohol. Pria memiliki tingkat serum asam urat
lebih tinggi daripada wanita, yang meningkatkan resiko mereka terserang
artritis gout. Perkembangan artritis gout sebelum usia 30 tahun lebih banyak
terjadi pada pria dibandingkan wanita. Namun angka kejadian artritis gout
menjadi sama antara kedua jenis kelamin setelah usia 60 tahun. Prevalensi
artritis gout pada pria meningkat dengan bertambahnya usia dan mencapai
puncak antara usia 75 dan 84 tahun. Wanita mengalami peningkatan resiko
artritis gout setelah menopause, kemudian resiko mulai meningkat pada usia
45 tahun dengan penurunan level estrogen karena estrogen memiliki efek
urikosurik, hal ini menyebabkan artritis gout jarang pada wanita muda.
Pertambahan usia merupakan faktor resiko penting pada pria dan wanita. Hal
ini kemungkinan disebabkan banyak faktor, seperti peningkatan kadar asam
urat serum (penyebab yang paling sering adalah karena adanya penurunan
fungsi ginjal), peningkatan pemakaian obat diuretik, dan obat lain yang dapat
meningkatkan kadar asam urat serum. Penggunaan obat diuretik merupakan
faktor resiko yang signifikan untuk perkembangan artritis gout. Obat diuretik
dapat menyebabkan peningkatan reabsorpsi asam urat dalam ginjal, sehingga
menyebabkan hiperurisemia. Dosis rendah aspirin, umumnya diresepkan
untuk kardioprotektif, juga meningkatkan kadar asam urat sedikit pada pasien
usia lanjut. (Widiyanto,2014)
Hiperurisemia juga terdeteksi pada pasien yang memakai pirazinamid,
etambutol, dan niasin. Obesitas dan indeks massa tubuh berkontribusi secara
signifikan dengan resiko artritis gout. Resiko artritis gout sangat rendah untuk
pria dengan indeks massa tubuh antara 21 dan 22 tetapi meningkat tiga kali
lipat untuk pria yang indeks massa tubuh 35 atau lebih besar. Obesitas
berkaitan dengan terjadinya resistensi insulin. Insulin diduga meningkatkan
reabsorpsi asam urat pada ginjal melalui urate anion exchanger transporter-1
(URAT1) atau melalui sodium dependent anion cotransporter pada brush
border yang terletak pada membran ginjal bagian tubulus proksimal. Dengan
adanya resistensi insulin akan mengakibatkan gangguan pada proses

7
fosforilasi oksidatif sehingga kadar adenosin tubuh meningkat. Peningkatan
konsentrasi adenosin mengakibatkan terjadinya retensi sodium, asam urat dan
air oleh ginjal. Konsumsi tinggi alkohol dan diet kaya daging serta makanan
laut (terutama kerang dan beberapa ikan laut lain) meningkatkan resiko artritis
gout. Sayuran yang banyak mengandung purin, yang sebelumnya dieliminasi
dalam diet rendah purin, tidak ditemukan memiliki hubungan terjadinya
hiperurisemia dan tidak meningkatkan resiko artritis gout. Mekanisme biologi
yang menjelaskan hubungan antara konsumsi alkohol dengan resiko terjadinya
serangan gout yakni, alkohol dapat mempercepat proses pemecahan adenosin
trifosfat dan produksi asam urat . Metabolisme etanol menjadi acetyl CoA
menjadi adenin nukleotida meningkatkan terbentuknya adenosin monofosfat
yang merupakan prekursor pembentuk asam urat. Alkohol juga dapat
meningkatkan asam laktat pada darah yang menghambat eksresi asam urat.
Alasan lain yang menjelaskan hubungan alkohol dengan artritis gout adalah
alkohol memiliki kandungan purin yang tinggi sehingga mengakibatkan over
produksi asam urat dalam tubuh. Asam urat merupakan produk akhir dari
metabolisme purin. Dalam keadaan normalnya, 90% dari hasil metabolit
nukleotida adenine, guanine, dan hipoxantin akan digunakan kembali
sehingga akan terbentuk kembali masing-masing menjadi adenosine
monophosphate (AMP), inosine monophosphate (IMP), dan guanine
monophosphate (GMP) oleh adenine phosphoribosyl transferase (APRT) dan
hipoxantin guanine phosphoribosyl transferase (HGPRT). Hanya sisanya yang
akan diubah menjadi xantin dan selanjutnya akan diubah menjadi asam urat
oleh enzim xantin oksidase. (Widiyanto,2014)

D. Patologi
Histopatologis dari tofus menunjukkan granuloma dikelilingi oleh butir
kristal monosodium urat (MSU). Reaksi inflamasi di sekeliling kristal
terutama terdiri dari sel mononuklir dan sel giant. Erosi kartilago dan korteks
tulang terjadi di sekitar tofus. Kapsul fibrosa biasanya prominen di sekeliling
tofus. Kristal dalam tofus berbentuk jarum (needle shape) dan sering

8
membentuk kelompok kecil secara radier. Komponen lain yang penting dalam
tofus adalah lipid glikosaminoglikan dan plasma protein. Pada artritis gout
akut cairan sendi juga mengandung kristal monosodium urat monohidrat pada
95% kasus. Pada cairan aspirasi dari sendi yang diambil segera pada saat
inflamasi akut akan ditemukan banyak kristal di dalam lekosit. Hal ini
disebabkan karena terjadi proses fagositosis. (Widiyanto,2014)

E. Patofisiologis
Penyakit arthritis gout merupakan salah satu penyakit inflamasi sendi yang
paling sering ditemukan, ditandai dengan adanya penumpukan kristal
monosodium urat di dalam ataupun di sekitar persendian. Asam urat
merupakan kristal putih tidak berbau dan tidak berasa lalu mengalami
dekomposisi dengan pemanasan menjadi asam sianida (HCN) sehingga cairan
ekstraseslular yang disebut sodium urat. Jumlah asam urat dalam darah
dipengaruhi oleh intake purin, biosintesis asam urat dalam tubuh, dan
banyaknya ekskresi asam urat. Kadar asam urat dalam darah ditentukan oleh
keseimbangan antara produksi (10% pasien) dan ekskresi (90% pasien). Bila
keseimbangan ini terganggu maka dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
kadar asam urat dalam darah yang disebut dengan hiperurisemia.
(Sholihah,2014)
Monosodium urat akan membentuk kristal ketika konsentrasinya dalam
plasma berlebih, sekitar 7,0 mg/dl. Kadar monosodium urat pada plasma
bukanlah satu-satunya faktor yang mendorong terjadinya pembentukan kristal.
Hal ini terbukti pada beberapa penderita hiperurisemia tidak menunjukkan
gejala untuk waktu yang lama sebelum serangan artritis gout yang pertama
kali. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya serangan artritis gout pada
penderita hiperurisemia belum diketahui pasti. Diduga kelarutan asam urat
dipengaruhi pH, suhu, dan ikatan antara asam urat dan protein plasma. Kristal
monosodium urat yang menumpuk akan berinteraksi dengan fagosit melalui
dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah dengan cara mengaktifkan sel-sel
melalui rute konvensional yakni opsonisasi dan fagositosis serta

9
mengeluarkan mediator inflamasi. Mekanisme kedua adalah kristal
monosodium urat berinteraksi langsung dengan membran lipid dan protein
melalui membran sel dan glikoprotein pada fagosit. Interaksi ini mengaktivasi
beberapa jalur transduksi seperti protein G, fosfolipase C dan D, Srctyrosine-
kinase, ERK1/ERK2, c-Jun N-terminal kinase, dan p38 mitogen-activated
protein kinase. Proses diatas akan menginduksi pengeluaran interleukin (IL)
pada sel monosit yang merupakan faktor penentu terjadinya akumulasi
neutrofil. Pengenalan kristal monosodium urat diperantarai oleh Toll-like
receptor TLR 2 dan TLR 4, kedua reseptor tersebut beserta TLR protein akan
mendorong terjadinya fagositosis. Selanjutnya proses pengenalan TLR 2 dan 4
akan mengaktifkan faktor transkripsi nuclear factor-kB dan menghasilkan
berbagai macam faktor inflamasi. Proses fagositosis kristal monosodium urat
menghasilkan reactive oxygen species (ROS) melalui NADPH oksidase.
(Sholihah,2014)

F. Menifestasi Klinis
Gambaran klinis artritis gout terdiri dari hiperurisemia asimptomatik,
artritis gout akut, interkritikal gout, dan gout menahun dengan tofus. Nilai
normal asam urat serum pada pria adalah 5,1 ± 1,0 mg/dl, dan pada wanita
adalah 4,0 ± 1,0 mg/dl. Nilai-nilai ini meningkat sampai 9-10 mg/ dl pada
seseorang dengan artritis gout. Pada tahap pertama hiperurisemia bersifat
asimptomatik dimana kadar asam urat tingi dalam darah namun tidak
menimbulkan gejala, kondisi ini dapat terjadi untuk beberapa lama dan
ditandai dengan penumpukan asam urat pada jaringan yang sifatnya silent.
Tingkatan hiperurisemia berkolerasi dengan terjadinya serangan artritis gout
pada tahap kedua. (Kharisma,2017)
Pada gout Arthritis Stadium Akut radang sendi timbul sangat cepat dalam
waktu singkat. Dimana saat pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa namun pada
saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya
bersifat monoartikuler dengan keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa
hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa

10
lelah. Lokasi yang paling sering pada metatarsophalangeal (MTP-1) yang
biasanya disebut podagra. Apabila proses penyakit berlanjut, dapat terkena
sendi lain yaitu pergelangan tangan/kaki, lutut, dan siku. Faktor pencetus
serangan akut antara lain berupa trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan
fisik, stress, tindakan operasi, pemakaian obat diuretik dan lain-lain.
(Kharisma,2017)
Selanjutnya pada Stadium Interkritikal ini merupakan kelanjutan stadium
akut dimana terjadi periode interkritik asimptomatik. Walaupun secara klinik
tidak dapat ditemukan tanda-tanda radang akut, namun pada aspirasi sendi
ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan masih
terus berlanjut, walaupun tanpa keluhan. (Kharisma,2017)
Terakhir yaitu Gout Arthritis Kronik atau gout menahun dengan tofus ini
umumnya terdapat pada pasien yang mampu mengobati dirinya sendiri (self
medication). Sehingga dalam waktu lama tidak mau berobat secara teratur
pada dokter. Artritis gout menahun biasanya disertai tofi yang banyak dan
poliartikular. Tofi ini sering pecah dan sulit sembuh dengan obat, kadang-
kadang dapat timbul infeksi sekunder. Lokasi tofi yang paling sering pada
aurikula, MTP-1, olekranon, tendon achilles dan distal digiti. Tofi sendiri
tidak menimbulkan nyeri, tapi mudah terjadi inflamasi disekitarnya, dan
menyebabkan destruksi yang progresif pada sendi serta dapat menimbulkan
deformitas. Pada stadium ini kadang-kadang disertai batu saluran kemih
sampai penyakit ginjal menahun. Pada artritis gout kronis yang menyerang
banyak sendi dapat menyerupai artritis reumatoid. Penderita dapat timbul
tofus subkutaneus pada area yang mengalami gesekan atau trauma. Tofus
tersebut dapat serng diduga sebagai nodul rheumatoid. (Kharisma,2017)

G. Diagnosis

11
Subkomite The American Rheumatism Association menetapkan bahwa
kriteria diagnostik untuk gout adalah: (Sholihah,2014)
1. Adanya kristal urat yang khas dalam cairan sendi.
2. Tofi terbukti mengandung kristal urat berdasarkan pemeriksaan
kimiawi dan mikroskopik dengan sinar terpolarisasi.
3. Diagnosis lain, seperti ditemukan 6 dari beberapa fenomena klinis,
laboratoris, dan radiologis yaitu lebih dari sekali mengalami serangan
arthritis akut, terjadi peradangan secara maksimal dalam satu hari,
serangan artrtis monoartikuler, Kemerahan di sekitar sendi yang
meradang, sendi metatarsophalangeal pertama (ibu jari kaki) terasa
sakit atau membengkak, serangan unilateral pada sendi tarsal (jari
kaki), Serangan unilateral pada sendi MTP 1, Dugaan tophus (deposit
besar dan tidak teratur dari natrium urat) di kartilago artikular (tulang
rawan sendi) dan kapsula sendi, dan Hiperurikemia, yaitu
pembengkakan sendi secara asimetris (satu sisi tubuh saja)

Perubahan radiologis hanya terjadi setelah bertahun-tahun timbulnya


gejala. Terdapat predileksi pada sendi MTP pertama, walaupun pergelangan
kaki, lutut, siku, dan sendi lainnya juga dapat terlibat. Foto polos dapat
memperlihatkan:

1. Efusi dan pembengkakan sendi


2. Erosi: hal ini cenderung menimbulkan penampakan “punched out”,
yang berada terpisah dari permukaan artikular. Densitas tulang tidak
mengalami perubahan.
3. Tofi: mengandung natrium urat dan terdeposit pada tulang, jaringan
lunak, dan sekitar sendi. Kalsifikasi pada tofi juga dapat ditemukan,
dan tofi intraoseus dapat membesar hingga menyebabkan destruksi
sendi

12
Gambar 1.Tampak pembengkakan jaringan
lunak dengan erosi yang sangat berbatas tegas
dan asimetris pada penderita gout.

Gambar 2.Gout yang mengenai sendi metatarsofalang


pertama. Terjadi pembengkakan jaringan lunak yang
disertai erosi luas (tanda panah)

H. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis atritis gout adalah sebagai berikut : (Wiraputra,2017)
1. Pemeriksaan Laboratorium
Seseorang dikatakan menderita asam urat ialah apabila
pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar asam urat dalam darah
diatas 7 mg/dL untuk pria dan lebih dari 6 mg/dL untuk wanita. Bukti
adanya kristal urat dari cairan sinovial atau dari topus melalui
mikroskop polarisasi sudah membuktikan, bagaimanapun juga

13
pembentukan topus hanya setengah dari semua pasien dengan gout.
Pemeriksaan gula darah dilakukan untuk mendeteksi ada dan tidaknya
penyakit diabetes mellitus. Ureum dan kreatinin diperiksa untuk
mengetahui normal dan tidaknya fungsi ginjal. Sementara itu
pemeriksaan profil lemak darah dijadikan penanda ada dan tidaknya
gejala aterosklerosis.
2. Pemeriksaan Cairan Sendi
Pemeriksaan cairan sendi dilakukan di bawah mikroskop.
Tujuannya ialah untuk melihat kristal urat atau monosodium urate
(kristal MSU) dalam cairan sendi. Untuk melihat perbedaan jenis
artritis yang terjadi perlu dilakukan kultur cairan sendi. Dengan
mengeluarkan cairan sendi yang meradang maka pasien akan
merasakan nyeri sendi yang berkurang. Dengan memasukkan obat ke
dalam sendi, selain menyedot cairan sendi tentunya, maka pasien akan
lebih cepat sembuh. Mengenai metode penyedotan cairan sendi ini,
ketria mengatakan bahwa titik dimana jarum akan ditusukkan harus
dipastikan terlebih dahulu oleh seorang dokter. Tempat penyedotan
harus disterilkan terlebih dahulu, lalu jarum tersebut disuntikkan dan
cairan disedot dengan spuite. Pada umunya, sehabis penyedotan
dilakukan, dimasukkan obat anti-radang ke dalam sendi. Jika
penyedotan ini dilakukan dengan cara yang tepat maka pasien tidak
akan merasa sakit. Jarum yang dipilih juga harus sesuai kebutuhan
injeksi saat itu dan lebih baik dilakukan pembiusan pada pasien
terlebih dahulu. Jika lokasi penyuntikan tidak steril maka akan
mengakibatkan infeksi sendi. Perdarahan bisa juga terjadi jika tempat
suntikan tidak tepat dan nyeri hebat pun bisa terjadi jika teknik
penyuntikan tidak tepat. Selain memeriksa keadaan sendi yang
mengalami peradangan, dokter biasanya akan memeriksa kadar asam
urat dalam darah. Kadar asam urat yang tinggi adalah sangat sugestif
untuk diagnosis gout artritis. Namun, tidak jarang kadar asam urat
ditemukan dalam kondisi normal. Keadaan ini biasanya ditemukan

14
pada pasien dengan pengobatan asam urat tinggi sebelumnya. Karena,
kadar asam urat sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh pengobatan
maka kadar standar atau kadar normal di dalam darah adalah berkisar
dari 3,5 – 7 mg/dL. Pemeriksaan cairan sendi ini merupakan
pemeriksaan yang terbaik. Cairan hasil aspirasi jarum yang dilakukan
pada sendi yang mengalami peradangan akan tampak keruh karena
mengandung kristal dan sel-sel radang. Seringkali cairan memiliki
konsistensi seperti pasta dan berkapur. Agar mendapatkan gambaran
yang jelas jenis kristal yang terkandung maka harus diperiksa di bawah
mikroskop khusus yang berpolarisasi. Kristal-kristal asam urat
berbentuk jarum atau batangan ini bisa ditemukan di dalam atau di luar
sel. Kadang bisa juga ditemukan bakteri bila terjadi septic artritis.
3. Pemeriksaan dengan Roentgen
Pemeriksaan ini baiknya dilakukan pada awal setiap kali
pemeriksaan sendi. Dan jauh lebih efektif jika pemeriksaan roentgen
ini dilakukan pada penyakit sendi yang sudah berlangsung kronis.
Pemeriksaan roentgen perlu dilakukan untuk melihat kelainan baik
pada sendi maupun pada tulang dan jaringan di sekitar sendi. Seberapa
sering penderita asam urat untuk melakukan pemeriksaan roentgen
tergantung perkembangan penyakitnya. Jika sering kumat, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan roentgen ulang. Bahkan kalau memang tidak
kunjung membaik, kita pun dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
magnetic resonance imaging (MRI). Tetapi demikian, dalam
melakukan pemeriksaan roentgen, kita jangan terlalu sering. Sebab,
pemeriksaan roentgen yang terlalu sering mempunyai risiko terkena
radiasi semakin meningkat. Pengaruh radiasi yang berlebihan bisa
mengakibatkan kanker, kemandulan, atau kelainan janin dalam
kandungan pada perempuan. Oleh karena itu, kita harus ekstra hati-
hati dan harus bisa meminimalisasi dalam melakukan pemeriksaan
roentgen ini untuk menghindari kemungkinan terjadinya berbagai
risiko tersebut.

15
I. Diagnosa Banding
Artritis gout sendiri memiliki diagnosis banding seperti artritis septik,
psoriasis, calcium pyrophosphate deposition disease (CPPD), dan artritis
rematik. Untuk diagnosis definitif artritis gout dikonfirmasikan dengan
analisis cairan sendi dimana pada penderita artritis gout mengandung
monosodium urat yang negatif birefringent (refraktif ganda) yang juga ditelan
oleh neutrofil (dilihat dengan mikroskop sinar terpolarisasi). Analisis cairan
sinovial dan kultur sangat penting untuk membedakan artritis septik dengan
artritis gout. Artritis gout cenderung tidak simetris dan faktor reumatoid
negatif, sedangkan pada artritis rematik cenderung terjadi simetris dan lebih
dari 60% kasus memiliki faktor reumatoid positif. Hiperurisemia juga sering
terjadi pada penderita psoriasis dan adanya lesi kulit membedakan kasus ini
dengan artritis gout. (Widiyanto,2014)

J. Penatalaksanaan
Secara umum penanganan artritis gout yang utama adalah memberikan
edukasi lifestyle, pengaturan diet, istirahat sendi. Beberapa lifestyle yang
dianjurkan antara lain menurunkan berat badan, mengkonsumsi makanan
sehat, olahraga, menghindari merokok, dan konsumsi air yang cukup. Untuk
pengaturan diet pada penderita obesitas diusahakan untuk mencapai indeks
masa tubuh yang ideal, namun diet yang terlalu ketat dan diet tinggi protein
atau rendah karbohidrat (diet atkins) sebaiknya dihindari. Pada penderita
artritis gout dengan riwayat batu saluran kemih disarankan untuk
mengkonsumsi 2 liter air tiap harinya dan menghindari kondisi kekurangan
cairan. Untuk latihan fisik penderita artritis gout sebaiknya berupa latihan
fisik yang ringan, karena dikhawatirkan akan menimbulkan trauma pada
sendi. Selain itu pengobatan juga di perlukan untuk penderita gout atritis.
Pengobatan ini dilakukan dini agar tidak terjadi kerusakan sendi ataupun
komplikasi lain. Tujuan pengobatan pada penderita artritis gout adalah untuk
mengurangi rasa nyeri, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah
terjadinya kelumpuhan. Terapi yang diberikan harus dipertimbangkan sesuai

16
dengan berat ringannya artrtitis gout. Pengobatan artritis gout bergantung pada
tahap penyakitnya. Hiperurisemia asiptomatik biasanya tidak membutuhkan
pengobatan. Serangan akut artritis gout diobati dengan obat-obatan
antiinflamasi nonsteroid atau kolkisin. Obat-obat ini diberikan dalam dosis
tinggi atau dosis penuh untuk mengurangi peradangan akut sendi. Berikut
adalah obat yang digunakan untuk gout atritis antara lain : (Kharisma,2017)
1. Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAINs).
OAINS dapat mengontrol inflamasi dan rasa sakit pada penderita
gout secara efektif. Efek samping yang sering terjadi karena OAINS
adalah iritasi pada sistem gastroinstestinal, ulserasi pada perut dan usus,
dan bahkan pendarahan pada usus. Penderita yang memiliki riwayat
menderita alergi terhadap aspirin atau polip tidak dianjurkan
menggunakan obat ini. Contoh dari OAINS adalah indometasin. Dosis
obat ini adalah 150- 200 mg/hari selama 2-3 hari dan dilanjutkan 75-100
mg/hari sampai minggu berikutnya.
2. Kolkisin
Kolkisin efektif digunakan pada gout akut, menghilangkan nyeri
dalam waktu 48 jam pada sebagian besar pasien. Kolkisin mengontrol
gout secara efektif dan mencegah fagositosis kristal urat oleh neutrofil,
tetapi seringkali membawa efek samping, seperti nausea dan diare. Dosis
efektif kolkisin pada pasien dengan gout akut berhubungan dengan
penyebab keluhan gastrointestinal. Obat ini biasanya diberikan secara oral
pada awal dengan dosis 1 mg, diikuti dengan 0,5 mg setiap dua jam atau
dosis total 6,0 mg atau 8,0 mg telah diberikan. Kebanyakan pasien, rasa
sakit hilang 18 jam dan diare 24 jam; peradangan sendi reda secara
bertahap pada 75-80% pasien dalam waktu 48 jam. 10 Pemberian kolkisin
dosis rendah dapat menurunkan efek samping gastrointestinal ataupun
efek toksisitas dari kolkisin itu sendiri. AGREE (Acute Gout Flare
Receiving Kolkisine Evaluation) membandingkan efektivitas pemberian
kolkisin dalam dosis tinggi (4,8 mg dalam 6 jam) dan dalam dosis rendah
(1,8 mg dalam 1 jam) dalam sebuah studi acak. Penelitian tersebut

17
menunjukkan bahwa kolkisin dosis rendah lebih superior dalam hal efikasi
maupun tingkat keamanannya dibandingkan kolkisin dosis tinggi.
Pemberian kolkisin lebih dari 1,8 mg dalam 1 jam (AUC0 43.8 nanograms
x jam/ml) akan meningkatkan efek sampingnya tanpa meningkatkan efek
klinisnya.
3. Kortikosteroid
Kortikosteroid biasanya berbentuk pil atau dapat pula berupa
suntikan yang lansung disuntikkan ke sendi penderita. Efek samping dari
steroid antara lain penipisan tulang, susah menyembuhkan luka dan juga
penurunan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Steroids digunakan pada
penderita gout yang tidak bisa menggunakan OAINS maupun kolkisin.
Prednison 20-40 mg per hari diberikan selama tiga sampai empat hari.
Dosis kemudian diturunkan secara bertahap selama 1-2 minggu. ACTH
diberikan sebagai injeksi intramuskular 40-80 IU, dan beberapa dokter
merekomendasikan dosis awal dengan 40 IU setiap 6 sampai 12 jam untuk
beberapa hari, jika diperlukan. Seseorang dengan gout di satu atau dua
sendi besar dapat mengambil manfaat dari drainase sendi diikuti dengan
injeksi intraartikular dengan 10-40 mg triamsinolon atau 2-10 mg
deksametason, kombinasi dengan lidokain.

Gout dapat dicegah dengan mengurangi konsentrasi asam urat serum <
6,0 mg/dL. Penurunan kurang dari 5,0 mg/dL mungkin diperlukan untuk
resorpsi dari tofi. Terapi dengan obat yang menurunkan konsentrasi asam urat
serum harus dipertimbangkan, ketika semua kriteria sebagai berikut yaitu
penyebab hiperurisemia tidak dapat dikoreksi atau, jika diperbaiki, tidak
menurunkan konsentrasi serum asam urat kurang dari 7,0 mg/dL dan pasien
memiliki dua atau tiga serangan pasti gout atau memiliki tofi serta pasien
dengan kebutuhan untuk minum obat secara teratur dan permanen. Dua kelas
obat yang tersedia: obat urikosurik (misalnya probenesid) dan xanthine
oxidase inhibitor (misalnya Allopurinol). Obat urikosurik meningkatkan
ekskresi asam urat, sehingga menurunkan konsentrasi asam urat serum. Risiko
utama yang terkait dengan obat ini melibatkan peningkatan ekskresi asam urat

18
kemih yang terjadi segera setelah terapi inisiasi. Sebaliknya, inhibitor xantin
oksidase memblokir langkah terakhir dalam sintesis asam urat, mengurangi
produksi asam urat sekaligus meningkatkan prekursornya, xanthine dan
hipoksantin (oksipurin). Secara umum, inhibitor xantin oksidase diindikasikan
pada pasien dengan peningkatan produksi asam urat (overproducers), dan obat
urikosurik pada mereka dengan ekskresi urat yang rendah (underexcretors).
Beberapa pasien, memiliki kedua factor misalnya, pasien dengan clearance
asam urat rendah dan asupan makanan tinggi purin dan alkohol. Allopurinol
lebih sering direkomendasikan karena menawarkan kenyamanan dengan dosis
tunggal harian dan efektif dalam overproducers atau underexcretors atau
keduanya. Allopurinol, pirazolopirimidin dan analog dari hipoksantin, adalah
satusatunya inhibitor xanthine oxidase dalam penggunaan klinis. Allopurinol
adalah obat pilihan untuk orang dengan kelebihan asam urat, pembentukan
tophus, nefrolitiasis, atau kontraindikasi untuk terapi urikosurik lain.
(Kharisma,2017)

K. Komplikasi
Komplikasi dari artritis gout meliputi severe degenerative arthritis, infeksi
sekunder, batu ginjal dan fraktur pada sendi. Sitokin, kemokin, protease, dan
oksidan yang berperan dalam proses inflamasi akut juga berperan pada proses
inflamasi kronis sehingga menyebabkan sinovitis kronis, dekstruksi kartilago,
dan erosi tulang. Kristal monosodium urat dapat mengaktifkan kondrosit
untuk mengeluarkan IL-1, merangsang sintesis nitric oxide dan matriks
metaloproteinase yang nantinya menyebabkan dekstruksi kartilago. Kristal
monosodium urat mengaktivasi osteoblas sehingga mengeluarkan sitokin dan
menurunkan fungsi anabolik yang nantinya berkontribusi terhadap kerusakan
juxta artikular tulang. Artritis gout telah lama diasosiasikan dengan
peningkatan resiko terjadinya batu ginjal. Penderita dengan artritis gout
membentuk batu ginjal karena urin memilki pH rendah yang mendukung
terjadinya asam urat yang tidak terlarut. Terdapat tiga hal yang signifikan
kelainan pada urin yang digambarkan pada penderita dengan uric acid
nephrolithiasis yaitu hiperurikosuria yang disebabkan karena peningkatan

19
kandungan asam urat dalam urin), rendahnya pH yang mana menurunkan
kelarutan asam urat), dan rendahnya volume urin yang menyebabkan
peningkatan konsentrasi asam urat pada urin. (Widiyanto,2014)

L. Prognosis
Artritis gout yang diterapi lebih dini dan benar akan membawa prognosis
yang baik jika kepatuhan penderita terhadap pengobatan juga baik. Jarang
artritis gout sendiri yang menyebabkan kematian atau fatalitas pada
penderitanya. Sebaliknya, artritis gout sering terkait dengan beberapa penyakit
yang berbahaya dengan angka mortalitas yang cukup tinggi seperti hipertensi,
dislipidemia, penyakit ginjal, dan obesitas. Penyakit-penyakit ini bisa muncul
sebagai komplikasi maupun komorbid dengan kejadian artritis gout. Dengan
terapi yang dini, artritis gout dapat dikontrol dengan baik. Jika serangan
artritis gout kembali, pengaturan kembali kadar asam urat (membutuhkan
urate lowering therapy dalam jangka panjang) dapat mempengaruhi aktivitas
kehidupan penderita. Selama 6 sampai 24 bulan pertama terapit artritis gout,
serangan akut akan sering terjadi. Luka kronis pada kartilago intraartikular
dapat mengakibatkan sendi lebih mudah terserang infeksi. Tofus yang
mengering dapat menjadi infeksi karena penumpukan bakteri. Tofus artritis
gout kronis yang tidak diobati dapat mengakibatkan kerusakan pada sendi.
Deposit dari kristal monosodium urat di ginjal dapat mengakibatkan inflamasi
dan fibrosis, dan menurunkan fungsi ginjal. (Widiyanto,2014)

20
DAFTAR PUSTAKA

Kharisma,Yutiana.2017.Tinjauan Umum Penyakit Hiperusemia dan Gout.Fakultas


Kedokteran Universitas Islam Bandung

Rahmah, Nur Fadhiatul.2016.Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Gout dan


Hiperurisemia di RSU Anutapura Palu.Universitas Tadulako Palu

Sholihah, Fatwa M.2014.Diagnosis and Treatment Gout Arthritis.Fakultas Kedokteran


Universitas Lampung

Widiyanto, Fandi Wahyu.2014.Artristis Gout dan Perkembangannya.Rumah Sakit


Aminah Blitar

Wiraputra, Ida Bagus Andy.2017.Gout Arthritis.Fakultas Kedokteran Universitas


Udayana

Zahara,R.2013.Artritis Gout Metakarpal dengan Perilaku Makan Tinggi Purin


Diperberat Aktivitas Mekanikik Pada Kepala Keluarga Posisi Menggegam Statis.Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung

21

Anda mungkin juga menyukai