Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suiraoka (dalam Fadlilah, S dan Sucipto, A., 2018) menyatakan bahwa

asam urat (gout) adalah penyakit kelainan metabolisme dimana terjadi produksi

asam urat berlebihan atau penumpukan asam urat dalam tubuh secara berlebihan.

Penyakit asam urat (gout arthritis) masih menjadi masalah utama dalam dunia

kesehatan, dibuktikan dari berbagai kasus komplikasi dari penyakit asam urat

seperti gagal ginjal, batu ginjal dan lain sebagainya masih cukup tinggi.

Menurut Sandjaya (dalam Fadlilah, S dan Sucipto, A., 2018) zat asam

urat dikeluarkan oleh ginjal melalui urin dalam kondisi normal. Namun dalam

kondisi tertentu, ginjal tidak mampu mengeluarkan zat asam urat secara

seimbang sehingga terjadi kelebihan dalam darah (hiperurisemia). Kelebihan zat

asam urat ini akhirnya menumpuk dan tertimbun pada persendian-persendian dan

organ lain sendiri dalam bentuk kristal-kristal.

Yunita, E., Fitriana, D.I., Gunawan, A., (2018) menyatakan nilai normal

asam urat adalah 0,18–0,42 mmol/L (3,0–7,0 mg/dL) untuk laki-laki dan 0,13–

0,34 mmol/L (2,2–5,7 mg/ dL) untuk wanita.

1
WHO (World Health Organization) (2015) (dalam Jaliana, Suhadi, Sety

2018) menyatakan bahwa, di dunia prevalensi penyakit asam urat mengalami

kenaikan jumlah penderita hingga dua kali lipat antara tahun 1990- 2010. Pada

orang dewasa di Amerika Serikat penyakit gout mengalami peningkatan dan

mempengaruhi 8,3 juta (4%) orang Amerika. Penyakit asam urat diperkirakan

terjadi pada 840 orang dari setiap 100.000 orang.

Thayibah, R., dkk (2018) menyatakan bahwa prevalensi penyakit asam

urat di Indonesia terjadi pada usia di bawah 34 tahun sebesar 32 % dan di atas 34

tahun sebesar 68 %. Sebanyak 72,7% penyebab remaja usia di bawah 34 tahun

yang terkena hiperurisemia adalah dikarenakan mereka sering mengkonsumsi

minuman ringan (soft drink).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (2013) menunjukkan bahwa

penyakit sendi di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan (nakes)

sebesar 11,9% dan berdasarkan diagnosis dan gejala sebesar 24,7%. Di Jawa

Tengah, prevalensi penyakit sendi berdasar diagnosis nakes mencapai 11,2% dan

berdasar diagnosis dan gejala sebanyak 25,5%. Prevalensi angka kejadian

penyakit sendi di Kabupaten Banyumas selama lima tahun terakhir sebanyak

10,7% berdasarkan diagnosis nakes dan 28,9% berdasarkan diagnosis dan gejala.

Menurut Notoatmodjo (dalam Fadlilah, S dan Sucipto, A 2018) terlalu

banyak mengkonsumsi makanan yang tinggi kandungan nukleotida purin akan

meningkatkan produksi asam urat. Sebagian besar penyebab dari peningkatan

2
asam urat dapat dimodifikasi dengan adanya pengetahuan. Pengetahuan adalah

hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui

indera yang dimilikinya mata, hidung, telinga dan sebagainya. Pengetahuan

tentang penyakit asam urat diperlukan untuk mencegah peningkatan kadar asam

urat dalam darah.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan (Jaliana, dkk., 2017)

menyatakan bahwa 88 responden (80,3%) yang menderita asam urat, memiliki

pola konsumsi purin yang beresiko meningkatkan inensitas kekambuhan asam

urat. Sebanyak 22 responden (36,1%) memiliki pola konsumsi purin yang tidak

beresiko, dan mereka tidak menderita asam urat. Hasil penelitian menunjukkan

responden yang memiliki asupan konsumsi makanan tinggi purin berisiko

mengalami kenaikan kadar asam urat, selain itu dikarenakan kebiasaan makan

responden tidak banyak berubah setelah mengetahui bahwa dirinya didiagnosa

menderita asam urat dan responden masih tetap mengkonsumsi makanan sumber

purin yang seharusnya dilarang.

Berdasarkan data rekam medik Puskesmas 1 Purwokerto Timur angka

kejadian penyakit gout arthritis tahun 2017 mencapai 163 orang. Sebanyak

0,04% berdasarkan diagnosis nakes dan 0,58% berdasar diagnosis dan gejala

penyakit gout. Sebagian besar dari pasien penderita gout arthritis memeriksakan

diri ke puskesmas karena kekambuhan, dan sebelumnya sudah di diagnosa

mengalami penyakit gout. Tindakan yang sudah diberikan perawat adalah

3
kolaborasi dengan tenaga kesehatan memberikan terapi obat untuk mengurangi

nyeri dan mengingatkan pasien untuk mengurangi makanan tinggi purin yang

berisiko meningkatkan asam urat dalam tubuh. Namun hasil dari tindakan

tersebut masih belum efektif karena 155 dari 163 orang adalah pasien lama yang

sudah pernah memeriksakan diri mereka mengenai penyakit gout arthritis.

Berdasarkan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan dengan

defisiensi pengetahuan tentang diet tersebut, maka penulis tertarik untuk

mengangkat proposal laporan kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan

Keluarga Pasien Gout Arthritis dengan Fokus Studi Defisiensi Pengetahuan

tentang Diet di Wilayah Kerja Puskesmas”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan Keluarga Pasien

yang Mengalami Gout Arthritis dengan Fokus Studi Defisiensi Pengetahuan

tentang Diet?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Melaksanakan Asuhan Keperawatan Keluarga pada pasien yang mengalami

Gout Arthritis dengan Fokus Studi Defisiensi Pengetahuan.

4
2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian keperawatan defisiensi pengetahuan pada pasien

yang menderita gout arthritis.

b. Menetapkan diagnosa keperawatan defisiensi pengetahuan pada pasien

yang menderita gout arthritis.

c. Menyusun perencanaan keperawatan defisiensi pengetahuan pada pasien

yang menderita gout arthritis.

d. Melaksanakan tindakan keperawatan defisiensi pengetahuan pada pasien

yang menderita gout arthritis.

e. Melakukan evaluasi keperawatan defisiensi pengetahuan pada pasien

yang menderita gout arthritis.

f. Menganalisa dan membandingkan teori dengan hasil pengkajian, masalah

keperawatan, perencanaan, dan evaluasi pada pasien dengan gout arthritis.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi pihak keluarga

Memberikan informasi tentang diet pada pasien gout arthritis dan

pencegahan kambuhnya gout arthritis.

2. Bagi profesi keperawatan

Memberikan informasi, dan pengetahuan bagi profesi keperawatan

khususnya keperawatan komunitas dalam pengelolaan keperawatan keluarga

dengan defisiensi pengetahuan pasien gout arthritis.

5
3. Bagi Institusi pelayanan Kesehatan

Memberikan informasi, inovasi, dan peningkatan kualitas program

pelayanan kesehatan yang terkait dengan pemberian pelayanan pada

keluarga dengan defisiensi pengetahuan pasien gout arthritis.

4. Bagi Penulis

Dapat menambah wawasan, pengalaman serta memberikan informasi kepada

masyarakat khususnya dalam pengelolaan keperawatan keluarga dengan

defisiensi pengetahuan pasien gout arthritis.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Gout Arthritis

1. Definisi

Menurut Sari, M (2010) asam urat merupakan akibat tingginya kadar

asam urat di tubuh. Gout adalah jenis radang sendi/arthritis yang disebabkan

oleh penumpukan kristal asam urat pada sendi. Asam urat merupakan produk

pemecahan dari purin yang merupakan bagian dari makanan yang kita

makan. Kelainan dalam menangani asam urat dan kristalisasi dari senyawa

ini dalam sendi dapat menyebabkan serangan radang sendi yang

menyakitkan.

Salgal & Agrawal (dalam Fariz, A., dkk., 2018) menyatakan bahwa gout

adalah keadaan penumpukan kristal yang berasal dari gangguan metabolisme

asam urat di dalam sendi, jaringan periartikular, tulang dan organ lainnya.

Yunita, E, dkk., 2018 menyatakan nilai normal asam urat adalah 0,18–

0,42 mmol/L (3,0–7,0 mg/dL) untuk laki-laki dan 0,13–0,34 mmol/L (2,2–

5,7 mg/ dL) untuk wanita.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan asam urat merupakan hasil

metabolisme purin. Dalam jika metabolism purin tidak berlangsung normal

asam urat akan menumpuk dalam jaringan tubuh. Jika nilai asam urat

7
mencapai lebih dari 7,0 mg/dL untuk laki-laki dan lebih dari 5,7 mg/ dL

untuk wanita, akan mengakibatkan terjadinya penumpukan kristal asam urat

pada daerah persendian sehingga menimbulkan rasa sakit yang luar biasa

2. Klasifikasi Gout Arthritis

Menurut NANDA (2015) klasifikasi gout dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Gout primer

Pada gout primer dipengaruhi oleh faktor genetik dan terdapat

produksi/sekresi asam urat yang berlebihan dan tidak diketahui

penyebabnya.

b. Gout sekunder

Gout sekunder terbagi menjadi 2 yaitu:

1) Pembentukan asam urat yang berlebihan, dapat terjadi karena:

- Kelainan mieloproliferatif (polisitemia, leukemia, mieloma

retikularis)

- Sindroma Lech-Nyhan yaitu suatu kelainan akibat defisiensi

hipoxantin guanine fosforibosil transferase yang terjadi pada anak-

anak dan sebagian orang dewasa

- Gangguan penyimpanan glikogen

- Pada pengobatan anemia pernisiosa oleh karena maturasi sel

megaloblastik menstimulasi pengeluaran asam urat

2) Sekresi asam urat yang berkurang, misalnya pada:

- Kegagalan ginjal kronik

8
- Pemakaian obat salisilat (aspirin, ibuprofen), beberapa macam

diuretik (klorotiazid, hidroklorotiazid, furosemid) dan sulfonamide

(sulfamethoxazole, trimethoprim).

- Keadaan alkoholik, asidosis laktik, hiperparatiroidisme dan pada

miksedema.

3. Etiologi dan Faktor Resiko Gout Arthritis

Helmi, Z N., (2012) menyatakan bahwa penyakit gout arthritis ini

dikaitkan dengan adanya abnormalitas kadar asam urat dalam serum darah

dengan akumulasi endapan kristal monosodium urat, yang terkumpul di

dalam sendi. Keterkaitan antara gout dengan hiperurisemia yaitu adanya

produksi asam urat yang berlebih, menurunnya ekskresi asam urat melalui

ginjal, atau mungkin karena keduanya.

Menurut Praharnanto, M. A (2014) faktor-faktor yang berpengaruh

sebagai penyebab gout antara lain:

a. Faktor keturunan dengan adanya riwayat gout dalam keluarga.

b. Meningkatnya kadar asam urat karena diet tinggi protein dan makanan

kaya senyawa purin lainnya. Purin adalah senyawa yang akan dirombak

menjadi asam urat dalam tubuh.

c. Konsumsi alkohol berlebih, karena alkohol merupakan salah satu

sumber purin yang juga dapat menghambat pembuangan metabolism

purin melalui ginjal. Minuman dan makanan yang mengandung alkohol

seperti bir (3,5-5%), wine (10-14%), vodka (40%), fermentasi tape beras

9
(8,94%), fermentasi tape ketan hitam dan singkong (6,92%), buah-

buahan seperti durian, nangka, sirsak, lengkeng mengandung 4-8%

alkohol.

d. Hambatan dari pembuangan asam urat karena penyakit tertentu,

terutama gangguan ginjal. Pasien disarankan meminum cairan dalam

jumlah banyak minum air sebanyak 2 liter atau lebih tiap harinya

membantu pembuangan urat, dan meminimalkan pengendapan urat

dalam saluran kemih.

e. Penggunaan obat tertentu yang meningkatkan kadar asam urat, terutama

diuretika (furosemid dan hidroklorotiazida).

f. Penggunaan antibiotika berlebihan yang menyebabkan berkembangnya

jamur, bakteri dan virus yang lebih ganas.

g. Penyakit tertentu dalam darah (anemia kronis) yang menyebabkan

terjadinya gangguan metabolism tubuh, missal berupa gejala polisitomia

dan leukemia.

h. Faktor lain seperti stress, diet ketat, cidera sendi, darah tinggi dan

olahraga berlebihan.

Salgal & Agrawal (dalam Fariz, A., dkk., 2018) menyatakan bahwa gout

dapat diakibatkan penggunaan obat-obatan, peningkatan asam urat dan

penurunan dari asam urat. Penurunan asam urat dapat terjadi karena penyakit

ginjal kronis, hipertensi, dan intoksikasi timbal. Faktor resiko yang

10
menyebabkan seseorang terkena gout yaitu adanya penggunaan obat-obatan

dan alkohol.

Choi & Gary (dalam Fariz, A., dkk., 2018) menyatakan selain itu data

prospektif menunjukkan bahwa konsumsi minuman ringan yang

mengandung fruktosa dapat meningkatkan resiko gout pada pria.

4. Manifestasi Klinis

NANDA (2015) menyatakan terdapat empat stadium perjalanan klinis gout

yaitu:

a. Stadium pertama

Stadium pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Pada stadium ini

asam urat meningkat tanpa gejala selain peningkatan asam urat serum.

b. Stadium kedua

Gout arthritis akut terjadi mendadak, pembengkakan dan nyeri yang luar

biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan sendi metatarsophalangeal.

c. Stadium ketiga

Setelah serangan gout akut adalah tahap interkritis. Tidak terdapat

gejala-gejala pada tahap ini, dapat berlangsung dari beberapa bulan

sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang

dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.

d. Stadium keempat

Tahap gout kronik dengan timbunan asam urat yan terus meluas selama

beberapa tahun. Peradangan kronik terjadi akibat penumpukan kristal-

11
kristal asam urat, mengakibatkan nyeri, sakit, kaku, dan juga

pembengkakan pada sendi.

5. Patofisiologi

Helmi, Z. N., (2012) menyatakan bahwa peningkatan kadar serum asam

urat dapat disebabkan oleh pembentukan berlebihan atau penurunan ekskresi

asam urat, ataupun keduanya. Penimbunan kristal asam urat dan serangan

yang berulang akan menyebabkan terbentuknya endapan seperti kapur putih

yang disebut tofi/ tofus (tophus) di tulang rawan dan kapsul sendi. Pada

tempat tersebut endapan akan memicu reaksi peradangan granulomatosa,

yang ditandai dengan massa urat amorf (kristal) dikelilingi oleh makrofag,

limfosit, fibroblast, dan sel raksasa benda asing.

Peradangan kronis dapat menyebabkan fibrosis sinovium, erosi tulang

rawan, dan dapat diikuti oleh fusi sendi (ankilosis). Tofus dapat terbentuk di

tempat lain (misalnya: tendon, bursa, jaringan lunak). Pengendapan kristal

asam urat dalam tubulus ginjal dapat mengakibatkan penyumbatan dan

nefropati gout.

12
6. Pathway

Gambar I Pathway Gout Arthritis

(gout primer) (gout sekunder) Defisiensi Pengetahuan

Faktor kelainan metabolisme purin Faktor:

- Diet

- Obat-obatan

- Proses penyakit

Pembentukan asam urat berlebihan, Penurunan ekskresi asam urat

Kadar serum asam urat meningkat

Gangguan filtrasi di ginjal

Darah Urin
Hiperurisemia Peningkatan asam urat
Penumpukan asam urat dalam urin
pada kapsul sendi
Pembentukan thopus Deformitas sendi
Gangguan Citra Tubuh
Peradangan (inflamasi)

Nyeri kaku pada sendi


Hambatan Mobilitas Fisik

Sumber: Helmi, Z. N., (2012), NANDA (2015)

13
7. Pemeriksaan Penunjang

Helmi, Z. N., (2012) menyatakan ada dua pemeriksaan penunjang pada

pasien gout arthritis yaitu pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan

radiodiagnostik.

a. Laboratorium:

1) Pemeriksaan cairan sinovia didapatkan adanya kristal monosodium

urat intraselular.

2) Pemeriksaan serum asam urat meningkat >7 mg/dL.

3) Urinalisis 24 jam didapatkan ekskresi >800 mg asam urat.

4) Urinalisis untuk mendeteksi risiko batu asam urat.

5) Pemeriksaan kimia darah untuk mendeteksi fungsi ginjal, hati,

hipertrigliseridemia, tingginya LDL, dan adanya diabetes mellitus.

6) Leukositosis didapatkan pada fase akut (lebih dari 15.000/mm3)

b. Radiodiagnostik:

1) Radiografi untuk mendeteksi adanya klasifikasi sendi.

2) Radiografi didapatkan adanya erosi pada permukaan sendi dan

kapsul sendi.

3) Radiografi untuk mendeteksi pengapuran sendi.

8. Penatalaksanaan

Sari, M (dalam Praharnanto, M. A., 2014) menyatakan penatalaksanaan

gout arthritis yang bertujuan untuk mengakhiri serangan akut secepat

mungkin, mencegah serangan berulang, dan pencegahan komplikasi yaitu:

14
a. Sendi diistirahatkan (imobilisasi pasien)

b. Kompres menggunakan air hangat

c. Diet rendah purin dan rendah lemak

d. Terapi farmakologi (Analgesik dan antipiretik)

e. Perbanyak asupan cairan

f. Kompres menggunakan parutan jahe

B. Konsep Dasar Defisiensi Pengetahuan

1. Definisi

Herdman, T. H dan Kamitsuru, S., (2015) menyatakan bahwa defisiensi

pengetahuan adalah ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang

berkaitan dengan topik tertentu.

2. Batasan Karakteristik pada Defisiensi pengetahuan

Menurut Herdman, T. H dan Kamitsuru, S., (2015) batasan karakteristik

pada defisiensi pengetahuan meliputi:

a. Ketidakakuratan melakukan tes

b. Ketidakakuratan mengikuti perintah

c. Kurang pengetahuan

d. Perilaku tidak tepat (misalnya, hysteria, bermusuhan, agitasi, apatis)

3. Faktor yang berhubungan dengan Defisiensi Pengetahuan

Herdman, T. H dan Kamitsuru, S., (2015) menyatakan faktor yang

berhubungan dengan defisiensi pengetahuan meliputi, gangguan fungsi

15
kognitif, gangguan memori, kurang informasi, kurang minat untuk belajar,

kurang sumber pengetahuan, dan salah pengertian terhadap orang lain.

C. Konsep Dasar Diet Pasien Gout Arthritis

1. Definisi

Helmi, Z. N., (2012) menyatakan bahwa penyebab kelebihan asam urat/

hiperurikemia adalah diet tinggi purin, obesitas, konsumsi alcohol, dan

penggunaan beberapa obat seperti tiazid dan diuretik kuat akan menghambat

ekskresi asam urat di ginjal, serta aspirin dosis rendah <3 gram memperburuk

hiperurisemia.

2. Syarat Diet Pasien Gout Arthritis

Menurut Helmi, Z. N., (2012) diet bagi para penderita gangguan asam

urat mempunyai syarat – syarat sebagai berikut:

a. Pembatasan purin. Apabila telah terjadi pembengkakan sendi, maka

penderita gangguan asam urat harus melakukan diet bebas purin.

Namun, karena hamper semua bahan makanan sumber protein

mengandung nukleoprotein, maka hal ini hamper tidak mungkin

dilakukan. Tindakan yang harus dilakukan adalah membatasi asupan

purin menjadi 100–150 mg purin per hari (diet normal biasanya

mengandung 600–1.000 mg purin per hari).

b. Kalori sesuai dengan kebutuhan. Jumlah asupan kalori harus benar

disesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi dan berat

badan. Penderita gangguan asam urat yang kelebihan berat badan, berat

16
badannya harus diturunkan dengan tetap memperhatikan jumlah

konsumsi kalori. Asupan kalori yang terlalu sedikit juga bisa

meningkatkan kadar asam urat karena adanya badan keton yang akan

mengurangi pengeluaran asam urat melalui urine.

c. Tinggi karbohidrat. Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti,

dan ubi sangat baik dikonsumsi oleh penderita gangguan asam urat

karena akan meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urine.

Konsumsi karbohidrat kompleks ini sebaiknya tidak kurang dari 100

gram per hari. Karbohidrat sederhana jenis fruktosa seperti gula,

permen, arum manis, gulali, dan sirop sebaiknya dihindari karena

fruktosa akan meningkatkan kadar asam urat dalam darah.

d. Rendah protein. Protein terutama yang berasal dari hewan dapat

meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Sumber makanan yang

mengandung protein hewani dalam jumah yang tinggi, misalnya hati,

ginjal, otak, paru, dan limpa. Asupan protein yang dianjurkan bagi

penderita gangguan asam urat adalah sebesar 50–70 g/hari atau 0,8–1

g/kg berat badan/hari. Sumber protein yang disarankan adalah protein

nabati yang berasal dari susu, keju, dan telur.

e. Rendah lemak. Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat melalui

urine. Makanan yang digoreng, bersantan, serta margarine dan mentega

sebaiknya dihindari. Konsumsi lemak sebaiknya sebanyak 15% dari

total kalori.

17
f. Tinggi cairan. Konsumsi cairan yang tinggi dapat membantu mebuang

asam urat melalui urine. Oleh karena itu, disarankan untuk

menghabiskan minum minimal sebanyak 2,5 liter atau 10 gelas sehari.

Air minum ini berupa air putih masak. Selain dari minuman, cairan bisa

diperoleh melalui buah-buahan segar yang mengandung banyak air.

Buah-buahan yang disarankan adalah semangka, melon, blewah, nanas,

belimbing manis, dan jambu air. Selain buah-buahan tersebut, buah-

buahan lain juga boleh dikonsumsi apabila mengandung sedikit purin.

Buah-buahan yang sebaiknya dihindari adalah alpukat dan durian karena

keduanya mempunyai kandungan lemak yang tinggi.

g. Tanpa alkohol. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kadar asam urat

mereka yang mengonsumsi alkohol lebih tinggi dibandingkan mereka

yang tidak mengonsumsi alkohol. Hal ini karena alkohol akan

meningkatkan asam laktat plasma. Asam laktat ini menghambat

pengeluaran asam urat dari tubuh.

D. Pengelolaan Defisiensi Pengetahuan tentang Diet Pasien Gout Arthritis

Pengelolaan defisiensi pengetahuan pada klien yang menderita penyakit

Gout Arthritis merupakan upaya dalam meningkatkan kualitas kesehatan klien

supaya terhindar dari kekambuhan dan terhidar dari gangguan rasa nyaman atau

nyeri.

Menurut David dan Andreson (2008) untuk meminimalkan kekambuhan

Gout Arthritis, klien dianjurkan untuk menghindari mengonsumsi makanan dan

18
minuman yang mengandung kadar purin tinggi. Makanan yang sebaiknya

dihindari adalah jeroan seperti hati, ginjal, limpa, babat, usus, otak, paru, jantung.

Ekstrak daging terutama daging berwarna merah, ikan sarden, salmon, angsa,

kerang dan udang kecil. Penderita harus membatasi makanan yang digoreng dan

bersantan serta menghindari penggunaan margarin (berasal dari produk nabati)

atau mentega (berasal dari produk hewan).

E. Asuhan Keperawatan Keluarga Pasien Gout Arthritis dengan Defisiensi

Pengetahuan tentang Diet

Taher, A., dkk., (2016) berpendapat bahwa keluarga adalah suatu lembaga

yang merupakan satuan (unit) terkecil dari masyarakat, terdiri atas ayah, ibu,

dan anak. Keluarga yang seperti ini disebut rumah tangga atau keluarga inti,

sedangkan keluarga yang anggotanya mencakup juga kakek dan atau nenek atau

individu lain yang memiliki hubungan darah, bahkan juga tidak memiliki

hubungan darah (misalnya pembantu rumah tangga), disebut keluarga luas

(extended family).

Menurut Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan

Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, keluarga adalah adalah unit

terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan

anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

1. Pengkajian

Menurut Friedman (2010) (dalam Prahananto, M. A., 2014) secara

garis besar data yang digunakan untuk mengkaji proses perawatan keluarga

19
dengan masalah gout arthritis meliputi data dasar keluarga, lingkungan

keluarga, struktur keluarga, fungsi keluarga, stress dan koping keluarga dan

fungsi perawatan kesehatan.

Menurut Prahananto, M. A., (2014) pengkajian keperawatan keluarga

berfokus pada lima tugas perawatan keluarga, yaitu mengenal masalah

kesehatan setiap anggota keluarga, mengambil keputusan mengenai

tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah gout arthritis, merawat

anggota keluarga dengan asam urat, memelihara lingkungan rumah yang

sehat, memanfaatkan fasilitas kesehatan.

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan keluarga dianalisis dari hasil pengkajian

terhadap adanya masalah dan dihubungkan dengan etologi dari pengkajian

fungsi keperawatan keluarga.

Mubarak, Santoso, Rozikin, & Patonah, (2006) menyatakan bahwa

tipologi dari diagnosa keperawatan keluarga terdiri dari aktual (terjadi

gangguan kesehatan), resiko tinggi (ancaman kesehatan), dan potensial

(keadaan sejahtera). Prioritas masalah kesehatan keluarga ditentukan

berdasarkan proses skoring.

Sementara Ningsih, S. W (2016) merumuskan diagnosa keperawatan

pasien gout arthritis salah satunya yaitu defisiensi pengetahuan. Oleh

karena itu penulis memilih untuk mengambil diagnosa defisiensi

pengetahuan diet pada pasien Gout Arthritis.

20
3. Perencanaan

Ningsih, S. W (2016) menyatakan bahwa rencana keperawatan adalah

sekumpulan tindakan yang ditentukan oleh perawat untuk dilaksanakan

guna memecahkan masalah kesehatan dan masalah perawatan yang telah

diidentifikasi.

Menurut Ningsih, S. W (2016) perencanaan yang digunakan untuk

masalah keperawatan defisiensi pengetahuan tentang diet berdasarkan dari

NOC (Nursing Outcome Classification) yaitu: pengetahuan diet yang

disarankan. Tujuan perencanaan keperawatan yang dilakukan yaitu

mengidentifikasi tingkat pemahaman yang disampaikan tentang diet yang

direkomendasikan oleh professional kesehatan untuk kondisi kesehatan.

Intervensi NIC (Nursing Intervention Clasification) dan tindakan

keperawatan dari defisiensi pengetahuan:

a. NIC: pengajaran peresepan diet

Intervensi:

1) Kaji tingkat pengetahuan pasien mengenai diet yang disarankan

2) Kaji pola makan pasien saat ini dan sebelumnya, termasuk

makanan yang disukai dan pola makan saat ini

3) Kaji pasien dan keluarga mengenai pandangan, kebudayaan, dan

faktor lain yang mempengaruhi kemauan pasien dalam mngikuti

diet yang disarankan

21
4) Kaji adanya keterbatasan finansial yang dapat mempengaruhi

pembelian makanan yang disarankan

5) Ajarkan pasien nama-nama makanan yang sesuai dengan diet yang

disarankan

6) Jelaskan pada pasien mengenai tujuan kepatuhan terhadap diet

yang disarankan terkait dengan kesehatan secara umum

4. Implementasi

Ningsih, S. W (2016) menyatakan bahwa pelaksanaan merupakan

salah satu tahap dari proses keperawatan keluarga dimana perawat

mendapatkan kesempatan untuk membangkitkan minat keluarga untuk

mendapatkan perbaikan kearah perilaku hidup sehat. Pelaksanaan tindakan

keperawatan keluarga didasarkan pada asuhan keperawatan yang telah

disusun.

5. Evaluasi

Menurut Ningsih, S. W (2016) sesuai dengan rencana tindakan yang

telah diberikan, dilakukan penilaian untuk melihat keberhasilannya. Bila

tidak/ belum berhasil perlu disusun rencana baru yang sesuai. Semua

tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilaksanakan dalam satu kali

kunjungan ke keluarga. Untuk itu dapat dilaksanakan secara bertahap

sesuai dengan waktu dan keadaan keluarga. Evaluasi disusun dengan

SOAP secara operasional.

22
S : hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subjektif setelah

dilakukan intervensi keperawatan

O : hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah dilakukan

intervensi keperawatan

A : analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu kepada tujuan

terkait dengan diagnose keperawatan

P : perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari keluarga

pada tahap evaluasi.

Tahap evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan somatif. Evaluasi

formatif dilakukan selama proses asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi

somatif adalah evaluasi akhir.

23
BAB III

METODE PENULISAN

A. Desain Penelitian

Hidayat, (2010) menyatakan bahwa jenis penelitian deskriptif dengan

menggunakan metode pendekatan studi kasus, merupakan penelitian dengan

melakukan penyelidikan secara intensif tentang individu atau unit social yang diteliti.

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan keluarga

pasien Gout Arthritis dengan Defisiensi Pengetahuan tentang Diet di Wilayah Kerja

Puskesmas.

B. Subyek Penelitian

Subyek yang digunakan adalah 2 (dua) pasien beserta 2 (dua) keluarganya

dengan masalah keperawatan dan diagnosa medis yang sama yaitu pasien Gout

Arthritis dengan Defisiensi Pengetahuan tentang Diet. Pasien Gout Arthritis yang

telah mengetahui dirinya menderita penyakit tersebut selama ≥1 bulan, kemudian

belum mengetahui makanan apa saja yang dapat menyebabkan kekambuhan pada

penyakitnya.

C. Fokus Studi

D. Definisi Operasional

E. Tempat dan Waktu

24
Studi kasus pada pasien di

F. Pengumpulan Data

G. Cara pengolahan Data

H. Penyajian Data

I. Etika Penelitian

25

Anda mungkin juga menyukai