Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit asam urat atau gout artritis merupakan salah satu kategori

penyakit kronis tidak menular (PTM), ditandai dengan adanya hiperurisemia

atau peningkatan kadar asam urat dalam darah. Hiperurisemia terjadi apabila

kadar asam urat serum >5,7 mg/dl pada wanita dan 7,0 mg/dl pada laki-laki.

Gout artritis yang merupakan produk akhir metabolisme purin saat mencapai

batas fisiologis kelarutannya dapat berubah menjadi kristal monosodium urat

di jaringan dan menyebabkan penyakit gout artritis. Secara klinis

hiperurisemia dapat menyebabkan arthritis pirai, nefropati asam urat, tofi, dan

nefrolitiasis (Agoes, 2017).

Di dunia prevalensi penyakit gout artritis mengalami kenaikan

jumlah penderita hingga dua kali lipat antara tahun 1990 - 2012. Penyakit

asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap 100.000 orang.

Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di bawah 34

tahun sebesar 32 % dan di atas 34 tahun sebesar 68 % (Tinah, 2016).

Berdasarkan hasil Kemenkes (2013) menunjukkan bahwa penyakit

sendi di Indonesia yang didiagnosis tenaga kesehatan sebesar 11.9% dan

berdasarkan diagnosis dan gejala sebesar 24.7%, sedangkan berdasarkan

daerah diagnosis nakes tertinggi di Nusa Tenggara Timur 33,1%, diikuti Jawa

barat 32,1% dan Bali 30%. Prevalensi gout artritis sering dijumpai di

Sulawesi Selatan pada pria 10% dan wanita 4%. Menurut World Health
Organization (WHO), penderita asam urat di Indonesia hanya 24 % yang

pergi ke dokter, sedangkan 71 % cenderung langsung mengkonsumsi obat-

obatan pereda nyeri yang dijual bebas (Kemenkes RI, 2013).

Data yang didapatkan dari Puskesmas Anggeraja Kabupaten

Enrekang pada tahun 2017 sebanyak 13 orang mengalami peningkatan pada

tahun 2018 sebanyak 17 orang ( Profil Puskesmas Anggeraja, 2018). Hasil

pengkajian kesehatan masyarakat pada pelaksanaan Praktek Keperawatan

Masyarakat di Desa Mandatte Kecamatan Anggerja pada tahun 2019 melalui

anamnesis dan pemeriksaan kadar asam urat dalam darah ditemukan 20

(40%) orang mengalami gout artritis dari total penduduk yang menderita

penyakit dalam enam bulan terakhir.

Faktor risiko yang menyebabkan orang terserang penyakit asam urat

adalah usia, asupan senyawa purin berlebihan, konsumsi alkohol berlebih,

kegemukan (obesitas), kurangnya aktivitas fisik, hipertensi dan penyakit

jantung, obat-obatan tertentu (terutama diuretika) dan gangguan fungsi ginjal.

Peningkatan kadar asam urat dalam darah, selain menyebabkan gout, menurut

suatu penelitian merupakan salah satu prediktor kuat terhadap kematian

karena kerusakan kardiovaskuler. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya

kesadaran masyarakat yang kurang memperhatikan kesehatannya seperti

masih banyaknya masyarakat yang mengkonsumsi makanan tanpa

memperhatikan kandungan dari makanan tersebut. Faktor aktivitas yang

berlebihan juga dapat memperburuk dan mendukung adanya komplikasi

penyakit asam urat tersebut ( Sholihah, 2014).


Penyakit gout artritis masih menjadi masalah kesehatan yang penting

di Indonesia tidak hanya karena kecendrungan peningkatan kasus setiap

tahunnya akan tetapi juga berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan. Nyeri

hebat dapat menyebabkan gangguan pola aktifitas sehingga dapat

mempengaruhi peran dan fungsinya dalam keluarga. Masih banyaknya

pemahaman masyarakat tentang upaya pencegahan dan perawatannya yang

kurang tepat tentang panyakit ini menyebabkan justru memperburuk

kondisinya. Persepsi umum masyarakat di Indonesia masih memandang

protein kedelai turut andil dalam meningkatkan asam urat. Namun fakta yang

diyakini tersebut berkebalikan dengan yang di rekomendasikan oleh British

Society for Rheumatology kepada penderita asam urat untuk tetap

mengkonsumsi soyfoods dan sayuran lain sebagai sumber protein. Sebuah

studi menunjukkan faktor riwayat keluarga dapat berpengaruh sebesar 40 %

pada terjadinya gangguan pembuangan asam urat melalui ginjal ataupun

produksi endogen yang berlebihan (Sukarmin, 2015).

Keluhan utama yang sering dilaporkan penderita gout artritis adalah

nyeri. Hal ini sejalan dengan peneltian Yatim (2009) bahwa hampir 85 - 90%

penderita yang mengalami serangan nyeri pertama biasanya mengenai satu

persendian dan umumnya pada sendi antara ruas tulang telapak kaki dengan

jari kaki. Nyeri merupakan pengalaman sensori nyeri dan emosional yang

tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan

potensial yang tidak menyenagkan yang terlokalisasi pada suatu bagian tubuh

ataupun sering disebut dengan istilah distruktif dimana jaringan rasanya

seperti di tusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi, perasaan tidak


senang. Gejala dari gout berupa serangan nyeri sendi yang bersifat akut,

biasanya menyerang satu sendi disertai demam, kemudian keluhan membaik

dan disusul masa tanpa keluhan yang mungkin berlanjut dengan nyeri sendi

kronis.

Berbagai fenomena tersebut diatas mengindikasikan bahwa upaya

penanganan gout artritis penting melibatkan keluarga melalui pendekatan

proses asuhan keperawatan keluarga. Melalui asuhan keperawatan diharapkan

keluarga dapat mengetahui dan mampu melakukan perawatan pada anggota

keluarganya yang mengalami gout artritis secara mandiri.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut: “bagaimana penatalaksanaan asuhan

keperawatan keluarga pada keluarga yang mengalami gout artritis dengan

nyeri di di Desa Mendatte Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang tahun

2019 ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mendiskripsikan asuhan keperawatan keluarga pada keluarga yang

mengalami gout artritis dengan nyeri.

2. Tujuan khusus

a. Melakukan pengkajian keperawatan keluarga pada klien gout artritis

dengan nyeri.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan keluarga pada klien gout artritis

dengan nyeri.

c. Membuat intervensi dengan keperawatan keluarga pada klien gout

artritis dengan nyeri.

d. Melaksanakan implementasi keperawatan keluarga pada klien gout

artritis dengan nyeri.

e. Melakukan evaluasi keperawatan keluarga pada klien gout artritis

dengan nyeri.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Memperkaya khasanah ilmu keperawatan berkaitan dengan asuhan

keperawatan keluarga pada klien gout artritis.

2. Manfaat praktis

a. Manfaat bagi Masyarakat

Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan

pengetahuan masyarakat tentang penanganan gout artritis.

b. Manfaat bagi institusi pendidikan

Diharapkan dapat menjadi bahan literatur bagi mahasiswa keperawatan

tentang asuhan keperawatan keluarga pada klien gout artritis.

c. Manfaat bagi peneliti

Memberikan pengalaman dalam melakukan asuhan keperawatan

keluarga pada klien gout artritis.

Anda mungkin juga menyukai