Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus

ditantang oleh perubahan-perubahan yang ada, baik dari lingkungan maupun

klien. Dari segi lingkungan, perawat selalu dipertemukan dengan globalisasi.

Sebuah globalisasi sangat memengaruhi perubahan dunia, khususnya di bidang

kesehatan. Terjadinya perpindahan penduduk menuntut perawat agar dapat

menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya. Semakin banyak terjadi

perpindahan penduduk, semakin beragam pula budaya di suatu negara. Tuntutan

itulah yang memaksa perawat agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang

bersifat fleksibel di lingkungan yang tepat.

Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran

perawat adalah memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual

klien. Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal

aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose

harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.

Menurut Dadang Hawari (1977) “ orang yang mengalami penyakit

terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit

kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian

saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”.

Klien dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari utama dari keluarga,

seakan proses penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting dilakukan.

Sebenarnya, perawatan menjelang kematian bukanlah asuhan keperawatan yang

1
sesungguhnya. Isi perawatan tersebut hanyalah motivasi dan hal-hal lain yang

bersifat mempersiapkan kematian klien. Dengan itu, banyak sekali tugas perawat

dalam memberi intervensi terhadap lansia, menjelang kematian, dan saat

kematian.

Agama dalam ilmu pengetahuan merupakan suatu spiritual nourishment

(gizi ruhani). Seseorang yang dikatakan sehat secara paripurna tidak hanya cukup

gizi makanan tetapi juga gizi rohaninya harus terpenuhi. Menurut hasil

RisetPsycho Spiritual For AIDS Patient, Cancepatients, and for Terminal Illness

Patient, menyatakan bahwa orang yang mengalami penyakit terminal dan

menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis

spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien

menjelang ajal perlu mendapat perhatian khusus (Hawari, 1977).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang pengertian transkultural keperawatan?

2. Apa tujuan trankultural keperawatan?

3. Apa saja Strategi transkultural keperawatan?

4. Diagnosa keperawatan transkultural apa yang paling sering di tegakkan?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian transkultural keperawatan.

2. Mengetahui tujuan Transkultural keperawatan.

3. Mengetahui apa saja strategi transkultural keperawatan.

4. Mengetahui diagnosa keperawatan transkultural yang sering di tegakkan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada

proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan

kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada

nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk

memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada

manusia (Leininger, 2002).

Keperawatan transkultural adalah ilmu dengan kiat yang humanis yang

difokuskan pada perilaku individu/kelompok serta proses untuk mempertahankan

atau meningkatkan perilaku sehat atau sakit secara fisik dan psikokultural sesuai

latar belakang budaya. Sedangkan menurut Leinenger (1978), keperawatan

transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada analisa dan

studi perbandingan tentang perbedaan budaya.

B. Tujuan

Tujuan dari transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji,

mengerti dan menggunakan norma pemahaman keperawatan transcultural dalam

meningkatkan kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah

berdasarkan teori caring, caring adalah esensi dari, membedakan, mendominasi

serta mempersatukan tindakan keperawatan. Perilaku caring diberikan kepada

manusia sejak lahir hingga meninggal dunia. Human caring merupakan fenomena

universal dimana,ekspresi, struktur polanya bervariasi diantara kultur satu tempat

dengan tempat lainnya.

3
C. Strategi

Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah

perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan

mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).

1. Mempertahankan budaya

Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak

bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi

keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah

dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan

status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.

2. Negosiasi budaya

Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan

untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih

menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih

dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan

kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang

berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang

lain.

3. Restrukturisasi budaya

Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki

merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya

hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana

hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan

keyakinan yang dianut.

4
D. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya

yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger

and Davidhizar, 1995).

Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan

keperawatan transkultural yaitu :

a. gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur

b. gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural

c. ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai

yang diyakini.

E. Perencanaan dan Pelaksanaan

Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu

proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses

memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang

sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995).

a. Cultural care preservation/maintenance

1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat

2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien

3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat

b. Cultural careaccomodation/negotiation

1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien

2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan

3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan

berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.

5
c. Cultual care repartening/reconstruction

1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan

dan melaksanakannya

2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok

3) Gunakan pihak ketiga bila perlu

4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang

dapat dipahami oleh klien dan orang tua

5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan

Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya

masingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan

dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka.

Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya

sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu.

Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan

hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

F. Evaluasi

Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan

klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi

budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya

baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien.

Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar

belakang budaya klien.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang

disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis diabetikum

terjadi pada penderita IDDM (atau DM tipe II). Adanya gangguan dalam regulasi

insulin, khususnya pada IDDM dapat cepat menjadi diabetik ketoasidosis

manakala terjadi diabetik tipe I yang tidak terdiagnosa, ketidakseimbangan jumlah

intake makanan dengan insulin, adolescen dan pubertas, aktivitas yang tidak

terkontrol pada diabetes, dan stress yang berhubungan dengan penyakit, trauma,

atau tekanan emosional.

B. Saran

Untuk menghindari kondisi pasien dengan ketoasidosis diabetikum jatuh

pada kondisi tidak stabil, maka yang perlu dilakukan adalah sesegera

mungkin melakukan penggantian cairan dan garam yang hilang, menekan

lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian

insulin, mengatasi stres sebagai pencetus KAD (dalam kasus ini diberikan

antibiotik), serta mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari

pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.Sedangkan untuk

melakukan tindakan pencegahan agar tidak jatuh pada kondisi ketoasidosis yaitu

dengan melakukan manajemen nutrisis yang baik serta menetapkan taraf insulin

yang benat atau tepat dosi

7
DAFTAR PUSTAKA

Askep Diabetik Ketoacidosis.www.blogger-blogspot-com (diakses pada

tanggal 21Mei 2011 pukul 18.39 WIB).

Carpenito, Lynda Juall.2000.Buku saku Diagnosa Keperawatan Edisi

8.EGC: Jakarta

Doengoes, E. Marilynn.1989. Nursing Care Plans, Second Edition. FA

Davis: Philadelphia

Fisher,JN., Shahshahani,MN., Kitabchi,AE., Diabetic ketoacidosis: low-

dose insulin therapy by various routes. www.content.nejm.org (diakses pada

tanggal 21 mei 2010 pukul 19.34 WIB).

Anda mungkin juga menyukai