Anda di halaman 1dari 11

ROLEPLAY

KOMUNIKASI DENGAN KONSEP TRANSCULTURAL NURSING

DISUSUN OLEH :
Kelompok 8

1. Agas Yamani
2. Arif Danur
3. Della
4. Irfan Anshori
5. Mia Azizah Nur M
6. Nita Wahyuningsih

S18 A

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
Naskah Role Play Komunikasi d
B. Komunikasi dengan konsep trankultural nursing
1. Definisi Komunikasi Keperawatan Transkultural
Keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang
berfokus pada analisis dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya
(Leininger, 1978). Keperawatan transkultural adalah ilmu dan kiat yang
humanis, yang difokuskan pada perilaku individu atau kelompok, serta
proses untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau
perilaku sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya
(Leininger, 1984). Pelayanan keperawatan transkultural diberikan kepada
klien sesuai dengan latar belakang budayanya.
Keperawatan transkultural memiliki tujuan yaitu untuk mengembangkan
sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik
keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal (Leininger, 1984).
Kultur yang spesifik adalah kultur dengan nilai-nilai dan norma-norma
yang diyakini dan dilakukan oleh hampir semua kultur, seperti budaya
minum teh yang dapat membuat tubuh sehat (Leininger, 1978), atau
budaya berolahraga agar dapat tampil cantik, sehat, dan bugar.
Dalam pelaksanaan praktik keperawatan yang bersifat humanis, perawat
perlu memahami landasan teori dan praktik keperawatan yang berdasarkan
budaya. Keberhasilan seorang perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan bergantung pada kemampuan menyintesis konsep antropologi,
sosiologi, dan biologi dengan konsep caring, proses keperawatan, dan
komunikasi interpersonal ke dalam konsep asuhan keperawatan
transkultural (Andrews & Boyle, 1995). Budaya yang telah menjadi
kebiasaan tersebut diterapkan dalam asuhan keperawatan transkultural,
melalui tiga strategi utama intervensi, yairu mempertahankan, menegosiasi,
dan menstrukturisasi budaya.

2. Tahapan dalam melakukan komunikasi terapeutik pada keperawatan


transkultural
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk
matahari terbit / sunrise model. Geisser (1991) menyatakan bahwa proses
keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan
memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995).
Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap
pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pada proses keperawatan transkultural.
a. Tahap Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger
and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen
yang ada pada “Sunrise Model” yaitu:
a) Faktor teknologi (technological factors). Teknologi kesehatan
memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran
menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu
mengkaji: persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah
kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih
pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan
pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
b) Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors).
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat
realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yangsangat
kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas
kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat
adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap
penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan.
c) Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kindship and social factors).
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe
keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien
dengan kepala keluarga.
d) Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural values and lifeways
factors). Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan
ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-
norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan
terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini
adalah: posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa
yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam
kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan
kebiasaan membersihkan diri.
e) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal
factors). Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan
lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini
adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung,
jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk
klien yang dirawat.
f) Faktor ekonomi (economical factors). Klien yang dirawat di rumah
sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk
membiayai sakitnya agar segera sembuh.Faktor ekonomi yang harus dikaji
oleh perawat di antaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan,
tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya
asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota
keluarga.
g) Faktor pendidikan (educational factors). Latar belakang pendidikan
klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal
tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien
biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu
tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan
kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat
pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar
secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang
kembali.

b. Tahap Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkultural yaitu: gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi
sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan
sistem nilai yang diyakini.

c. Tahap perencanaan dan pelaksaan


Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan transkultural adalah
suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan
adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah
melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien
(Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam
keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu:
mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengankesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya
klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila
budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan. Cultural care
preservation/maintenance: a) Identifikasi perbedaan konsep antara klien
dan perawat tentang proses melahirkan dan perawatan bayi; b) Bersikap
tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien; c)
Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat.
Cultural care accomodation/negotiation: a) Gunakan bahasa yang mudah
dipahami oleh klien; b) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan;
c) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan
standar etik. Cultual care repartening/reconstruction: a) Beri kesempatan
pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya; b) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya
dari budaya kelompok; c) Gunakan pihak ketiga bila perlu; d)
Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang
dapat dipahami oleh klien dan orang tua; e) Berikan informasi pada klien
tentang sistem pelayanan kesehatan.
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya
masing-masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya
budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka
akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara
perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat
mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan
klien yang bersifat terapeutik.

d. Tahap Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan
atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan
dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui
asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

e. Kompetensi Budaya
Kompetensi budaya mencakup memahami dan menghormati perbedaan
antara klien dan keluarga mengenai system nilai yang dianut, harapan dan
pengalaman menerima pelayanan kesehatan.Ashan keperawatan yang
berbasis kompetensi budaya memungkinkan perawat sebagai petugas
kesehatan mengelola secara utuh elemen-elemen pelayanan kesehatan di
keluarga, termasuk mengelola hambatan atau tantangan di tingkat
institusional.

f. Komunikasi Lintas Budaya


Komunikasi perawat-klien merupakan komunikasi lintas budaya.
Komunikasi lintas budaya dapat dimulai melalui proses diskusi, dan bila
perlu dapat dilakukan melalui identifikasi cara-cara orang berkomunikasi
dari berbagai budaya di Indonesia. Misalnya, suku Jawa, Betawi, Sunda,
Padang, Bengkulu, Dayak, Irian, dan sebagainya.Komunikasi lintas budaya
dapat dilakukan mengguanakan bahasa Indonesia.Bila tidak memahami
bahasa klien, perawat dapat menggunakan penerjemah.

g. Penggunaan Bahasa
Bahasa yang digunakan pada komunikasi lintas budaya perlu mendapat
perhatian khusus.Bahasa di tanah Jawa umumnya bertingkat-tingkat
bergantung dari lawan bicara yang dihadapi.Dalam bahasa jawa dan Sunda
dikenal tingkatan bahasa kelas bawah (kasar), menengah (agak halus), dan
kromo inggil (sangat halus).Dalam berkomunikasi dengan pasien lintas
budaya perawat harus memperhatikan lawan bicaranya.

3. Kendala komunikasi perawat ketika menghadapi pasien yang berbeda


budaya

Ada beberapa hambatan komunikasi lintas budaya dalam keperawatan,


diantaranya adalah :
a. Kurangnya pengetahuan
Dalam hal ini, perawat tidak belajar tentang perilaku yang diterima dalam
budaya yang berbeda. Hal ini juga dapat menyebabkan penilaian yang
salah dan intervensi.
b. Ketakutan dan ketidak percayaan
Pasien merasa takut dan tidak percaya terhadap perawat dan merasa tidak
nyaman dengan perawat karena menganggap perawat adalah orang asing.
Hal ini diakibatkan karena pasien tidak mau menerima kebudayaan lain
lain selain kebudayaannya sendiri.
c. Rasisme
Rasisme sangat menjadi kendala perawat dalam berkomunikasi dengan
pasien beda budaya. Rasisme ini di bagi menjadi 3:
 Rasisme Individu, adalah diskriminasi yang disebabkan karena
karakteristik biologis yang berbeda.
 Rasisme budaya , adalah Rasisme yang menganggap kebudayaan
yang dianut adalah kebudayaan superior dan menganggap
kebudayaan lain rendah.
 Kelembagaan rasisme, rasisme yang membedakan lembaga seperti
Universitas, kantor, rmah sakit, sekolah keperawatan. Hal ini
membatasi peluang ras dan budaya tertentu, dan menganggap
rendah ras dan budaya tertentu.
d. Etnosentrisme
Etnosentisme adalah sikap atau pandangan yang berpangkal pada
masyarakat dan kebudayaaanya sendiri, disertai dengan sikap dan
pandangan yang meremehkan masayarakat dan kebudayaan orang lain.
e. Stereotip
Perilaku yang mengganggap kelompok etnis dan ras tertentu sama, karena
terlihat dan berperilaku dengan cara yang sama, sehingga menganggap
tidak adanya perbedaan budaya. Namun, pada kenyataannya tidak sama.
f. Ritual
Hal ini berkaitan dengan kebiasaan dalam pengerjaan tugas perawat.
g. Hambatan bahasa
Bahasa merupakan alat yang memungkinkan untuk mengekspresikan
pikiran dan persaan seseorang. Dalam hal ini hamban bahasa yang seeing
ditemui diakibatkan oleh bahasa asing yang tidak dimengerti, perbedaan
dialek dan religionalisme dan idiom. Bahkan ketika perawat dan
pasien berbicara bahasa yang sama, kesalah pahaman dapat muncul karena
perbedaan pendapat.
h. Perbedaan dalam persepsi dan harapan
Di bidang kesehatan dalam pelayanan asuhan keperawatan,
kesalahpahaman seringkali muncul ketika perawat dan pasien memiliki
persepsi dan harapan yang berbeda, hal ini diakibatnya salah menafsirkan
pesan antara perawat dan pasien.

4. Cara mengatasi kendala-kendala komunikasi ketika perawat


menghadapi pasien beda budaya
Cara mengatasi kendala-kendala komunikasi ketika perawat menghadapi
pasien beda budaya adalah dengan cara-cara seperti berikut :

1) Perawat harus mempertimbangkan latar belakang individual, baru


kemudian latar belakang budaya yang anut pasien.
2) Jika perawat tidak mengerti dengan bahasa yang menjadi latar belakang
budaya pasien libatkan penerjemah, anggota keluarga, atau layanan
penerjemahan untuk membantu komunikasi.
3) Dekatilah pasien pelan-pelan dan beri salam padanya dengan penuh
hormat, mula-mula gunakan nama formal dan ucapkan namanya dengan
benar dan/atau tanyakan bagaimana mengucapkan namanya.
4) Hati-hati untuk tidak meninggikan suara, agar dimengerti.
5) Berikan waktu yang cukup dan kondisi yang tenang.
6) Dengarkan kata-kata pasien sambil mengamati bahasa non verbalnya.
7) Yakinkan pasien bahwa informasi apapun yang diberikannya akan
dijaga kerahasiaannya.
8) Cobalah unuk meniru gaya komunikasi pasien (misalnya, berbicara
sesuai logat dan gaya berkounikasi pasien serta sedikit kontak mata dapat
digunakan saat pertama berbicara dengan pasien yang memiliki latar
belakang budaya dan kemudian disesuaikan dengan individual pasien
tersebut).
9) Luangkan waktu jika ada pertanyaan pasien.

Anda mungkin juga menyukai