Anda di halaman 1dari 24

BAB 7

TRANSKULTURAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN

Tujuan bab :

Pembaca memahami tentang transkultural dalam praktik


keperawatan :

a. Pengertian transkultural keperawatan


b. Karakteristik budaya kesehatan keluarga di Indonesia
c. Kompetensi budaya yang harus dimiliki oleh perawat
d. Penerapan transkultural dalam praktik keperawatan

1
A. PENGERTIAN TRANSTUKTURAL
KEPERAWATAN

1. Pengertian Transtuktural Keperawatan

Transtuktural berasal dari kata trans dan culture, trans berarti

perpindahan atau penghubung sedangkan culture yang artinya budaya.

Transtuktural dapat didefinisikan lintas budaya yang mempunyai dampak

pada budaya yang lain akibat dari proses interaksi sosial.

Kazier Barabara ( 1983 ) dalam bukunya yang berjudul Fundamentals of

Nursing Concept and Procedures mengatakan bahwa konsep

keperawatan adalah tindakan perawatan yang merupakan konfigurasi dari

ilmu kesehatan dan seni merawat yang meliputi pengetahuan ilmu

humanistic , philosopi perawatan, praktik klinis keperawatan , komunikasi

dan ilmu sosial . Konsep ini ingin memberikan penegasan bahwa sifat

seorang manusia yang menjadi target pelayanan dalam perawatan adalah

bersifat bio – psycho – social – spiritual sehingga tindakan perawatan

harus didasarkan pada tindakan yang komperhensif sekaligus holistik.

Peran dan fungsi transtuktural dalam keperawatan adalah dapat

mengetahui dan mengenal latar belakang budaya dari klien yang sedang

dirawat yang meliputi pola kebiasaan hidup sehari-hari, latar belakang

pekerjaan, pergaulan sosial, praktik kesehatan, hubungan keluarga, dan

juga pengobatan tradisional yang pernah didapatkan.

2
2. Karakteristik Budaya Kesehatan Keluarga di Indonesia Indonesia

yang yang terdiri dari beragam etnis tentu memiliki banyak budaya

dalam masyarakatnya. Didalam budaya suatu etnis dapat berbeda satu

dengan yang lainnya, hal ini bisa menyebabkan suatu budaya yang positif

atau justru dapat dianggap budaya negatif di etnis lainnya. Sehingga

tidaklah mengherankan jika permasalahan kesehatan di Indonesia begitu

sangat kompleks. Manusia adalah mahluk sosial yang dalam

kehidupannya tidak bisa hidup sendiri sehingga membentuk

kesatuanhidup yang dinamakan masyarakat. Keluarga sendiri

merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang didalam kehidupannya

tidak lepas dari norma yang mengatur dalam perilaku bermasyarakat.

Norma- norma yang ada dimasyarakat tersebut memberikan petunjuk

bagi tingkah laku seseorang yang hidup dalam masyarakat itu sendiri.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi mempengaruhi membawa

perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola

hidup, maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang kesehatan.

Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting

dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan

sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat

dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam

proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak

positif maupun

3
negatif. Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat, sebagai

salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan

dengan cara pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka.

Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap

kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang

tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak

hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti

tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan

keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.

3. Kompetensi Budaya Yang Harus di Miliki Oleh Perawat

Proses keperawatan dalam model konseptual yang dikembangkan oleh

Leininger menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya

digambarkan dalam bentuk matahari

terbit (Sunrise Model). Geisser (1991). menyatakan bahwa proses

keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan

memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995).

Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi,

sebagaimana tersebut ini :

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan proses mengumpulkan data untuk

mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar

4
belakang budaya klien. Pengkajian yang bisa dilaksanakan

berdasarkan 7 komponen "Sunrise Model" yaitu :

1). Faktor teknologi (tecnological factors)

Teknologi kesehatan memungkinkan setiap individu untuk

memilih dan atau memperoleh penawaran dalam menyelesaikan

masalah pelayanan kesehatan. Pengkajian yang bisa dilakukan

perawat antara lain adalah :mengkaji persepsi sehat sakit,

kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan

mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan

alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan

pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan

saat ini.

2). Faktor agama dan falsafah hidup (religious and

philosophical factors)

Agama bisa dikatakan merupakan suatu simbol yang

mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para

pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat

untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas

kehidupannya sendiri. Adapaun faktor agama yang harus dikaji

oleh perawat antara lain adalah : agama yang dianut, status

pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara

pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif

terhadap kesehatan.

5
3). Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and

social factors)

Pengkajian yang bisa dilakukan oleh perawat pada tahap ini

antara lain harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama

panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status,

tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan

hubungan klien dengan kepala keluarga.

4). Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and

life ways)

Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan

ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk.

Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat

penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu

dikaji pada faktor ini adalah: posisi dan jabatan yang dipegang

oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan,

makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit

berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan

membersihkan diri.

5). Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political

and legal factors)

Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah

segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan

6
individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and

Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan

dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah

anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk

klien yang dirawat

6). Faktor ekonomi (economical factors)

Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber

material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera

sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat antara

lain adalah : pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan

yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya

asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar

anggota keluarga

7). Faktor pendidikan (educational factors)

Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien

dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini.

Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya

didukung oleh buktibukti ilmiah yang rasional dan individu

tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai

dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini

adalah : tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta

kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang

pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.

7
B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar

belakang

budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui

intervensi

keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa

keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan

transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan

perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi

sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan

dengan sistem nilai yang diyakini.

C. Perencanaan dan Pelaksanaan


Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural

adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan.

Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan

pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar

belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga

pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew

and Boyle, 1995) yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien

bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan,

mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang

8
menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya

yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.

Tiga Pedoman Transtuktural dalam Keperawatan antara lain adalah

a). Cultural care preservation/maintenance

1. Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat

2. Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan

klien

3. Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan

perawat

b). Cultural careaccomodation/negotiation

1. Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien

2. Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan

3. Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana

kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien

dan standar etik.

c). Cultual care repartening/reconstruction

1. Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang

diberikan dan melaksanakannya

2. Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya

kelompok

3. Gunakan pihak ketiga jika diperlukan

4. Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan

yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua

9
5. Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan

Perawat dan klien harus memahami budaya masing - masing

melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan

dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya

mereka.

Bila perawat tidak memahami budaya klien bisa menimbulkan

rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat

dengan klien dapat terganggu atau tidak maksimal. Pemahaman

perawat terhadap budaya klien sangat menentukan efektifitas

keberhasilan hubungan terapeutik antara perawat dan klien.

D. Evaluasi

Evaluasi pada pelaksanaan hasil asuhan keperawatan dapat

diketahui berdasarkan budaya klien yang bisa mendukung kesehatan

atau mengalihkan budaya klien yang sangat bertentangan dengan

kesehatan dengan menerima budaya baru yang sesuai baik untuk

kesehatan klien.

10
B. Penerapan Transkultural Dalam Praktik

Keperawatan

Asuhan keperawatan merupakan rangkaian kegiatan pada praktik

keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang

budaya sebagai tujuan memandirikan individu sesuai dengan budaya klien.

Kebudayaan masyarakat dapat membentuk kebiasaan dan respon dari

individu dan masyarakat terhadap masalah kesehatan atau penyakit yang ada

tanpa memandang tingkatan masyarakat itu sendiri.

Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya

mempromosikan kesehatan, tetapi juga membuat mereka mengerti mengenai

proses terjadinya suatu penyakit.

Strategi dalam asuhan keperawatan yang bisa digunakan menurut

(Leininger, 1991) antara lain mempertahankan budaya, mengakomodasi atau

negoasiasi budaya, dan mengubah atau mengganti budaya klien.

1) Mempertahankan budaya

Mempertahankan budaya klien dapat dilakukan apabila budaya pasien

tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi

keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah

dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan

status kesehatannya, misalnya budaya makan sayur dan buah .

11
2) Negosiasi budaya

Intervensi dan implementasi keperawatan dilakukan guna membantu

klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan

kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan

menentukan budaya lain yang lebih dapat mendukung peningkatan

kesehatan, misalnya budaya yang mempercayai klien yang sedang

hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat

diganti dengan sumber protein hewani atau yang lain.

3) Restrukturisasi budaya

Restrukturisasi budaya dilakukan bila budaya yang dimiliki dianggap

dapat merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi

gaya hidup klien yang biasanya buang air besar disungai untuk dapat

memiliki jamban dan buang air besar dijamban. Pola rencana hidup

yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan

keyakinan yang dianut.

12
C. Pengaruh Lingkungan Sosial Budaya Terhadap

Kesehatan

Lingkungan sosial budaya merupakan suatu tempat berkumpulnya

beberapa individu untuk saling berinteraksi, bersosialisasi dalam hidup

berbudaya sesuai dengan daerah masing-masing yang menjadi ciri

khasnya.

1) Pengertian Kesehatan

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan

pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan,

pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.

Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan

bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk

membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang

mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain.

2) Budaya dan Pengobatan Tradisional

Masing-masing kebudayaan memiliki berbagai tehnik pengobatan

dalam upaya penyembuhan anggota masyarakatnya yang sakit. Pada

masyarakat tradisional penyakit dipandang bukan hanya sakit karena

penyakit fisik atau biologis saja namun juga dihubungkan dengan hal

gaib, roh jahat atau ilmu hitam yang mengganggu manusia yang

mengakibatkan sakit.

13
Beberapa bentuk contoh budaya dan pengobatan tradisional :

a. Banyak suku pedalaman di Indonesia menganggap bahwa penyakit

ditimbulkan dari ilmu hitam. Masyarakat yang terkena ilmu hitam

atau hal gaib akan mendatangi dukun untuk bisa disembuhkan.

Masing-masing suku di Indonesia memiliki dukun atau tetua adat

sebagai penyembuh orang yang terkena guna-guna tersebut. Cara

yang digunakan juga berbeda-beda masing-masing suku. Begitu

pula suku-suku di dunia, mereka menggunakan pengobatan

tradisional masing-masing untuk menyembuhkan anggota sukunya

yang sakit.

b. Di suatu suku Azande di Afrika Tengah percaya bahwa jika

anggota suku jari kakinya tertusuk sewaktu sedang berjalan dan dia

terkena penyakit tuberkulosis maka dia dianggap terkena serangan

sihir. Penyakit itu disebabkan oleh serangan tukang sihir dan

korban tidak akan sembuh sampai serangan itu berhenti.

c. Orang Kwakuit di bagian barat Kanada percaya bahwa penyakit

dapat disebabkan oleh masuknya benda asing ke dalam tubuh

karena kekuatan gaib dan korban yang bersangkutan dapat mencari

pertolongan ke dukun. Dukun itu lebih dikenal dengan nama

Shaman. Melalui upacara ritual tertentu maka Shaman akan

menyembuhkan mengeluarkan benda asing itu dari tubuh pasien.

14
d. Masyarakat di Papua yang beranggapan bahwa penyakit Malaria

disebabkan oleh penguasa gaib karena penebangan hutan ataupun

rawa-rawa yang mengakibatkan hukuman pada anggota suku yang

terkena seperti panas, menggigil dan muntah .

Dan anggota suku percaya kesembuhan dapat terjadi setelah minta

ampun kepada penguasa hutan tersebut.

e. Penduduk suku Jawa yang ketika hamil menjelang kelahiran

mengadakan kendurian dengan menggunakan jenang procot yang

dipercaya dapat memperlancar proses persalinannya nanti.

3) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pengobatan

dalam Masyarakat

Menurut Blum (1974) factor yang mempengaruhi kesehatan individu,

kelompok atau masyarakat antara lain adalah lingkungan dan perilaku.

Sedangkan menurut Notoadmodjo yang mengikut teori Green (1980),

perilaku ini dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu :

a. Faktor predisposisi yang mencakup pengetahuan, sikap masyarakat

terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap

hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, juga sistem nilai yang

dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan

sebagainya.

15
b. Faktor ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan

bagi masyarakat contohnya fasilitas pelayanan kesehatan.

c. Faktor pengaruh sikap dan perilaku tokoh masyarakat yang

dipandang tinggi oleh masyarakat contohnya tokoh masyarakat dan

tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas yang sering

berinteraksi dengan masyarakat termasuk petugas kesehatan.

d. Undang-undang dan peraturan yang berlaku terkait dengan

kesehatan

4) Aspek Sosial Budaya Yang Mempengaruhi Status Gizi Dan

Kesehatan

a. Budaya terhadap status gizi

Budaya yang ada dimasyarakat sangat menentukan status gizi baik bagi

ibu maupun bayi yang dimulai sejak kehamilan, kelahiran, pemeberiam

makanan pada bayi. Ketika masa kehamilan sangat dipengaruhi juga

ketika status masa remaja dan pernikahan.

Beberapa suku di Indonesia pernikahan ada yang memperbolehkan

sejak usia belum dewasa karena faktor budaya, dan hal ini tidak bisa

dipungkiri karena mengikuti hukum adat yang berlaku. Hal inilah yang

dapat mempengaruhi kesehatan baik bagi ibu maupun, mulai masa

kehamilan ataupun masa kelahiran anak seperti abortus, anemia,

maupun stunting.

16
Dan dalam masa modernisiasi saat ini pengaruh life style gaya hidup

juga sangat dimungkinkan mempengaruhi status gizi. Misalnya adalah

gaya hidup wanita karir yang cenderung takut perubahan tubuh ketika

menyusui bayinya, atau ketika hamil dan menyusui ibu membatasi

makanan untuk mempertahankan tubuh tetap langsing atau ideal,

dimana pada saat itu bayi membutuhkan nutrisi ASI untuk kekebalan

tubuh dan pertumbuhan.

Namun demikian tidak semua budaya bertentangan dengan program

kesehatan, misalnya adalah pijat pada bayi yang turun temurun hingga

saat ini beberapa penelitian menyebutkan bahwa pijat bayi dengan

teknik tertentu baik untuk tumbuh kembang pada bayi.

Dalam.

b. Faktor yang Mempengaruhi Gizi

1) Konsumsi Makanan

Jenis makanan pokok tergantung pula pada daerah geografis

pada penduduk setempat sehingga sangat penting untuk

mengetahui kenyataan apa yang di kosumsi oleh masyarakat dan

hal ini dapat berguna untuk mengukur status gizi dan ditemukan

factor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi.

17
2) Pengaruh Budaya

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara

lain sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak

dan produksi pangan.

Pada masyarakat atau budaya masyarakat tertentu ada yang

menolak terhadap jenis makanan atau buah tertentu karena

bawaan nenek moyang secara turun temurun.

3) Sikap Terhadap Makanan

Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat

pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan

konsumsi makananan menjadi rendah.

c. Budaya Terhadap Penyembuhan Penyakit

Budaya setempat sangat mempengaruhi terhadap

penyembuhan terhadap penyakit, hal ini bisa dilihat misalkan

pantangan terhadap makan tertentu yang dianggap memperburuk

keadaan dari sakitnya.

Misalnya pada remaja yang khitan tidak boloeh kosumsi telur oleh

budaya setempat karena bisa terjadi bengkak pada luka, meskipun

secara ilmu gizi telur ayam sumber protein tinggi yang baik untuk

penyembuhan luka.

Ibu yang melahirkan harus mutih dulu atau hanya boleh

mengkosumsi makanan yang berwarna putih saja seperti nasi dan

tidak boleh lainnya, yang seharusnya ibu pasca

18
melahirkan butuh gizi dan protein tinggi untuk kesehatan ibu dan

kelancaran air susu ibu.

Meskipun demikian tidak dipungkiri bahwa konsumsi makanan yang

rendah juga bisa disebabkan oleh penyakit, seperti penyakit infeksi

pada saluran pencernaan. Namun tidak hanya infeksi pada saluran

pencernaan saja. Biasanya kondisi sakit juga mempengaruhi nafsu

makan. Dalam kondisi sakit seseorang cenderung merasa lemas dan

nafsu makannya berkurang yang mempengaruhi kesehatan individu.

d. Produksi Pangan

Konsumsi zat gizi yang rendah dalam keluarga juga dipengaruhi oleh

produksi pangan pada daerah tempat tinggal.

Pada daerah dataran tinggi biasanya nilai produksi pangan kandungan

air dan yodium cenderung lebih sedikit daripada didataran rendah.

Beberapa Pandangan Social Budaya Terhadap Kesehatan

a. Persepsi pada suatu masyarakat untuk Ibu hamil yang tidak boleh

makan pisang dempet,yang percaya bahwa nanti anak yang

dilahirkan kelak bisa jadi kembar siam.

Fakta: Secara medis-biologis, lahirnya anak kembar dempet

/ kembar siam tidak dipengaruhi oleh makanan pisang dempet yang

dimakan oleh ibu hamil. Dan hal itu merupakan hanyalah sebuah

mitos belaka.

19
b. Budaya yang melarang ibu hamil mengkosumsi nanas karena

dapat menyebabkan janin dalam kandungan gugur. Fakta:

Secara medis-biologis, getah nanas muda

mengandung senyawa yang dapat melunakkan daging. Tetapi

buah nanas yang sudah tua atau disimpan lama akan semakin

berkurang kadar getahnya. Demikian juga nanas olahan.

Dimana buah nanas mengandung kaya vitamin C (asam

askorbat) dengan kadar tinggi sehingga baik untuk kesehatan.

c. Kepercayaan larangan makan buah stroberi, karena dengan makan

buah stoberi dipercaya mengakibatkan bercak-bercak pada kulit

bayi.

Fakta: Tak ada hubungan terjadinya bercak pada kulit bayi

dengan mengkosumsi buah stroberi.

Mengkosumsi buah stroberi yang berlebihan, dapat menyebabkan

sakit perut.

Aspek Sosial Budaya Dalam Program Keluarga Berencana

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

(SDKI)menunjukkan median usia kawin pertama secara nasional adalah

18,6 tahun, di pedesaan masih relatif muda yaitu 17,9 tahun. Sebagian

masyarakat dan keluarga termasuk orang tua dan remaja sendiri belum

sepenuhnya mempersiapkan anggota keluarga yang berusia remaja

dalam kehidupan berkeluarga dan

20
perilaku reproduksi yang bertanggung jawab. Banyak remaja masih kurang

memahami atau mempunyai pandangan yang tidak tepat tentang masalah

kesehatan reproduksi. Pemahaman yang tidak benar tentang hak-hak dan

kesehatan reproduksi ini menyebabkan banyak remaja yang berperilaku

menyimpang tanpa menyadari akibatnya terhadap kesehatan reproduksi

mereka.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pemakaian alat kontrasepsi

dimasyarakat antara lain adalah :

a) Faktor Sosial Budaya

Faktor pertama yang mempengaruhi masyarakat menggunakan

alat kontrasepsi adalah faktor sosial budaya, aspek sosial budaya

yang mempengaruhi adalah:

a. Alasan pribadi , misal nya kurang dari 20 tahun, atau lebih

dari 35 tahun.

b. Ingin menjarangkan kehamilan

c. Ingin membatasi anak

d. Pendidikan meningkat

b) Faktor kesehatan

Faktor kedua yang mempengaruhi masyarakat menggunakan

alat kontrasepsi adalah faktor kesehatan. Alasan kesehatan yang

mempengaruhi adalah :Terlalu sering hamil tidak baik untuk

kesehatan ibu.

21
c) Faktor Program KB

Faktor ketiga yang mempengaruhi masyarakat menggunakan

alat Kontrasepsi adalah faktor program KB itu sendiri, aspek

program yang mempengaruhi adalah :

a. Pemahaman masyarakat yang baik akan program KB

b. Kemudahan untuk memperoleh

c. Jarak rumah mereka dengan lembaga yang

bertanggungjawab terhadap program.

Pandangan Masyarakat Terhadap KB Di Masyarakat

Masih banyak masyarakat yang belum mendapat informasi yang

tepat mengenai manfaat KB sehingga banyak tersebar mitos yang

perlu diluruskan, mulai dari Pil KB yang dulu sempat dicurigai

bisa menyebabkan kanker, membuat kulit wajah berjerawat, KB

suntik yang membuat flek di wajah, sampai kondom yang tidak

terlalu efektif mencegah kehamilan.

Pil KB

Pil KB adalah kontrasepsi oral hormonal yang diminum secara

rutin setiap hari untuk mencegah kehamilan. Hormon yang

terkandung di dalam Pil KB, yaitu hormon estrogen dan

progesteron hormon yang yang juga diproduksi oleh tubuh wanita.

Meminum Pil KB secara teratur akan membantu menstabilkan

hormon di dalam tubuh wanita. Sehingga

22
dengan harapan hal ini dapat membantu dalam pencegahan

kehamilan

Mitos: Pil KB dapat membuat tulang menjadi rapuh, Pil KB

membuat kulit menjadi kering,

IUD

Alat kontrasepsi non hormonal jangka panjang yang dipasang di

dalam rahim dengan bantuan tenaga medis terlatih, IUD mampu

mencegah kehamilan hingga sampai 10 tahun. Efektivitas IUD ini

mencapai 99,4 persen dalam mencegah kehamilan, batang plastik

yang dililit tembaga ini juga mampu melindungi dari kehamilan

ektopik.

Mitos : IUD menyebabkan sakit perut, IUD dapat menyebabkan

rahim rusak, pemasangan IUD sangat menakutkan

Suntikan KB

Suntikan KB merupakan salah satu metode pencegahan kehamilan

yang paling banyak digunakan di Indonesia. Secara umum,

suntikan KB bekerja untuk mengentalkan lendir rahim sehingga

sulit ditembus oleh sperma. Selain itu, suntikan KB juga

membantu mencegah sel telur menempel di dinding rahim

sehingga kehamilan dapat dihindari.

Mitos: Suntik KB dapat menghilangkan menstruasi. Suntik KB

menyebabkan susah hamil lagi

23
Implant

Implant adalah alat kontrasepsi hormonal jangka panjang. Alat

kontrasepsi ini mengandung hormon levonorgestrel dan dipasang di

dalam lengan bagian atas. Implant sangat praktis dan efektif

mencegah kehamilan hingga 4 tahun.

Mitos: Implant dapat berpindah tempat.

24

Anda mungkin juga menyukai