Anda di halaman 1dari 25

APLIKASI KEPERAWATAN TRASKULTURAL

DALAM BERBAGAI MASALAH KESEHATAN PASIEN

Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Psikososial Budaya

Oleh :

SELVIA (P17212215123)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Arrahman Arrahim atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kelompok dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Aplikasi
Keperawatan Traskultural Dalam Berbagai Masalah Kesehatan Pasien” dapat diselesaikan
tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
tugas mata kuliah Keperawatan Psikososial Budaya pada Program Profesi Ners di
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Malang Jurusan Keperawatan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dwi
Sulistyowati, S.Kp, Ns, M.Kes selaku dosen pembimbing Keperawatan Psikososial
Budaya Politeknik Kementerian Kesehatan Malang yang memberikan arahan dan saran
dalam penyusunan makalah ini. Semoga seluruh bantuan dan kerjasama yang diberikan
semua pihak mendapatkan ridho dan nilai amal yang sesuai dari Tuhan Yang Maha Esa.
Kelompok menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena itu
kelompok mohon arahan, saran dan kritik yang sifatnya dapat membangun dalam makalah
ini.
Akhirnya kelompok mengharapkan semoga penyusunan makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

SuBanrakarta, September 2018

Kelompok 6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teori keperawatan atau konsep model dalam keperawatan merupakan teori yang
mendasari bagaimana seorang perawat dalam mengaplikasikan praktik keperawatan,
beberapa teori diantaranya adalah teori adaptasi dari roy, teori komunikasi terapeutik dari
peplau, teorigoal atteccment dari bety newman dan sebagainya. Leininger’s konsep model
yang dikenal dengan sunrise modelnya merupakan salah satu teori yang diap;ikasikan
dalam praktik keperawatan.

Teori Leininger berasal dari ilmu antropologi, tapi konsep ini relevan untuk
keperawatan. Leininger mendefinisikan “Transkultural nursing” sebagai area yang luas
dalam keperawatan yang mana berfokus dalam komparatif studi dan analisis perbedaan
kultur dan subkultur dengan menghargai perilaku caring, nursing care, dan nilai sehat
sakit, kepercayaan dan pola tingkah laku dengan tujuan perkembangan ilmu dan
humanistic body of knowledge untuk kultur yang universal dalam keperawatan.

Aplikasi teori dalam transkultural dalam keperawatan diharapkan adanya kesadaran


dan apresiasi terhadap perbeaan kultur. Hal ini berarti perawat yang professional memiliki
pengetahuan dan praktek yang berdasarkan kultur secara konsep petencanaan dan untuk
praktik keperawatn. Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk
mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik
keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal kultur yang spesifik adalah kultur
dengan nilai-nilai dan norma spesifik yang dimiliki oleh kelompok laen. Kultur yang
universal adalah nilai-nilai dan norma – norma yang diyakini dan dilakukan hamper semua
kultur seperti budaya minum the dapat membuat tubuh sehat (Leininger, 2002).

Leininger mengembangkan dteorinya dari perbadaan kultur dan universal


berdasarkan kepercayaan bahwa masyarakat dengan perbedaan kultur dapat menjadi
sumber informasi dan menentuan jenis perawatan yang diinginkan dari pemberian
peleyanan yang professional, karena kultur adalah pola kehidupan masyarakat yang
berpengaruh terhadap keputusan dan tindakan. Culture care adalah teori yang holistic
karena meletakan di dalam nya ukuran dari totalitas kehidupan manusia dan berada
selamanya, termasuk social struktur, pandangan dunia, nilai cultural, konteks lingkungan,
ekspresi bahasa dan etnik serta system professional.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi keperawatan trankultural?
2. Apa tujuan keperawatan transkultural?
3. Bagaimana proses keperawatan transkultural?
4. Bagaimana aplikasi transkultural dalam masalah kesehatan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi keperawatan transkultural.
2. Mengetahui tujuan keperawatan transkultural.
3. Mengetahui proses keperawatan transkultural.
4. Mengetahui aplikasi transkultural dalam masalah kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Keperawatan Transkultural


Keperawatan transkultural adalah ilmu dengan kiat yang humanis yang
difokuskan pada perilaku individu/kelompok serta proses untuk mempertahankan atau
meningkatkan perilaku sehat atau sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar
belakang budaya. Sedangkan menurut Leinenger (1978), keperawatan transkultural
adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada analisa dan studi
perbandingan tentang perbedaan budaya.

B. Tujuan Keperawatan Transkultural


Tujuan  dari transkultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji,
mengerti dan menggunakan norma pemahaman keperawatan transcultural  dalam
meningkatkan kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah
berdasarkan teori caring, caring adalah esensi dari, membedakan, mendominasi serta
mempersatukan tindakan keperawatan. Perilaku caring diberikan  kepada manusia
sejak lahir hingga meninggal dunia. Human caring merupakan fenomena universal
dimana,ekspresi, struktur polanya bervariasi diantara  kultur satu tempat dengan
tempat lainnya.

C. Proses Keperawatan Transkultural


Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit
(Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini
digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap
masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan
dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
1. Tahap Pengkajian Pengkajian
Proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai
dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995).
Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Sunrise Model” yaitu:
a. Faktor teknologi (technological factors).
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu
mengkaji: persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan,
alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan
persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini.
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors).
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi
para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yangsangat kuat untuk
menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri.
Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status
pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan
kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kindship and social factors).
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan,
umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan
keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
d. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural values and lifeways factors)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut
budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah
yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu
dikaji pada faktor ini adalah: posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga,
bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan
membersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors). Kebijakan
dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi
kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle,
1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang
berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu,
cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang
dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.Faktor ekonomi yang harus
dikaji oleh perawat di antaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan,
tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi,
penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
g. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka
keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti- bukti ilmiah yang rasional dan
individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan
kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat
pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif
mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.

2. Tahap Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya
yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan (Giger and
Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam
asuhan keperawatan transkultural yaitu: gangguan komunikasi verbal berhubungan
dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi
sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai
yang diyakini.

3. Tahap Perencanaan dan Pelaksanaan.


Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan transkultural adalah suatu
proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses
memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang
sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga
pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle,
1995) yaitu: mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengankesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien
kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang
dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
a. Cultural care preservation/maintenance:
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien;
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat.
b. Cultural care accomodation/negotiation:
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien;
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan,
3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan
berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.
c. Cultual care repartening/reconstruction:
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya;
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok;
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu;
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat
dipahami oleh klien dan orang tua,
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan. Perawat dan
klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing melalui proses
akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang
akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak
memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan
terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien
amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien
yang bersifat terapeutik.
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN

Aplikasi Transkultural Pada Beberapa Masalah Kesehatan


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan
yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan,
meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya. Hal ini dipelajarai
mulai dari kehidupan biologis sebelumnya, kehidupan psikologis, kehidupan sosial
dan spiritualnya.
Perencanaan dan pelaksanaan proses keperawatan transkultural tidak dapat begitu
saja dipaksakan kepada klien sebelum perawat memahami latar belakang budaya klien
sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan budaya klien. Penyesuaian diri
sangatlah diperlukan dalam aplikasi keperawatan transkultural.

B. Saran

Walaupun dalam kenyataanya mungkin konsep keperawatan transkultural efektif


digunakan pada klien, namun pengkajian lebih lanjut juga sangat diperlukan untuk
mencapai hasil yang maksimal dalam proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Kozier, B., Erb, G., Berman, A. J., & Snyder. (2004). Fundamentals of Nursing: Concepts,
Process, and Practice. 7th Ed. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Potter, P.A. & Perry, A.G. (2009). Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Buku I hal.175-199.
Terjemahan Penerbit Salemba Medika.

Giger, J. N. & Davidhizar. (1995). Transcultural Nursing: Assessment and Intervention. St.
Louis: Mosby.

Anni (2011). Transcultural Nursing, http://anni.wordpress.com/2011/06/25/kultural-nursing/,


diakses pada 2 September 2018.

Asep, Sopyan Ramadhani (2012). Konsep Keperawatan Lintas Budaya Transcultural


Nursing, http://supyan.stikeskuningan.ac.id/2012/02/01/konsep-keperawatan-lintas-
budaya-transcultural-nursing/, diakses pada 2 September 2018.

DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, H., & Kotwal, N. (2009). Foods used as ethno-medicine in Jammu. Studies
on Ethno-Medicine, 3(1), 65–68. https://doi.org/10.1080/
09735070.2009.11886340
Anggerainy, S. W., Wanda, D., & Hayati,
H. (2017). Combining Natural Ingredients and Beliefs: The Dayak Tribe’s
Experience Caring for Sick Children with Traditional Medicine. Comprehensive
Child and Adoles- cent Nursing, 40(1), 29–36.
https://doi.org/10.1080/24694193.20 17.1386968
Atolagbe, A. M. O. (2017). Security consciousness in Indigenous Nigerian Houses: A
preliminary survey of Yoruba ethno-medical devices. Studies on Ethno-Medicine,
5(1), 57–62. https://doi.org/10.1080/097
35070.2011.11886392
Babis, D. (2018). Exploring the emer- gence of traditional healer organi- zations: the
case of an ethno-medical association in Bolivia. Health Sociology Review, 27(2),
136–152. https://doi.org/10.1080/14461242.20 18.1452624
Balbach, S. (2010). The Dayak Project. Visual Anthropology, 1(3), 235–238.
https://doi.org/10.1080/08949468.19 88.9966476
Chongji, J. (2013). On the fate of traditional culture in modern China. Social Sciences
in China, 34(2), 152–164.
https://doi.org/10.1080/02529203.20 13.787225
Condelli, L. (1986). Social and attitudinal determinants of contraceptive choice: Using
the health belief model. The Journal of Sex Research, 22(4), 478–491.
https://doi.org/ 10.1080/00224498609551328
Creswell, J. W. (2009). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches (Third Edit). London: SAGE Publications, Inc.
Dewantara, J. A., & Budimasyah, D. (2018). Mutual Cooperation Based Go Green:
New Concept of Defense Country. 251(Acec), 38–45. https://
doi.org/10.2991/acec-18.2018.10
Dewantara, J. A., Efriani, Sulistyarini, & Prasetiyo, W. H. (2020). Opti- mization of
Character Education Through Community Participation Around The School
Environment (Case Study in Lab School Junior High School Bandung ). Jurnal
Etika Demokrasi, 5(1), 53–66.
Dumatubun, A. E. (2002). Kebudayaan , Kesehatan Orang Papua dalam Perspektif
Antropologi Kesehatan. Antropologi Papua, 1(1).
Effendi, M. (2013). Pemanfaatan sistem pengobatan tradisonal (battra) di Puskesmas.
Journal Unair, 2(1).
Efriani, Gunawan, B., & Judistira, K. G. (2019). Kosmologi dan Konservasi Alam pada
Komunitas Dayak Tamambaloh di Kalimantan Barat. Studi Desain, 2(2), 66–74.
Forster, A. (1986). Antropologi Kesehat- an. Jakarta: Grafiti.
Gabriel, J. (1955). Normal- abnormal, healthy -sick. Australian Journal of Psychology,
7(2).
Grodner, M. (2010). Using the health belief model for bulimia prevention. Journal of
American College Health, 40(3), 107–112. https://
doi.org/10.1080/07448481.1991.993 6265
Herniti, E. (2012). Kepercayaan Masya- rakat Jawa Terhadap Santet, Wangsit, dan Roh
Menurut Edward- Pritchard. Thaqafiyyat, 13(2), 384–
400.
Lafreniere, P., Masataka, N., Butovskaya, M., Dessen, M. A., Atwanger, K., Montirosso,
R., … Chen, Q. (2010). Early Education & Development Cross-Cultural Analysis of
Social Competence and Behavior Problems in Preschoolers. 9289(December
2013), 37–41. https://doi.org/10. 1207/s15566935eed1302
Lev, E. (2006). Ethno-diversity within current ethno-pharmacology as part of Israeli
traditional medicine - A review. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine, 2, 1–
12. https://doi. org/10.1186/1746-4269-2-4
Mahanta, K. C. (2017). A Study of Ethno-Medicines in Assam: A General Perspective.
Journal of Human Ecology, 6(2).
Miles, M., & Huberman, M. (1994). Qualitative data analysis : an expanded
sourcebook / Matthew B. Miles, A. Michael Huberman.(Second Edi). London: Sage
Publications, Inc.

Mudiyono. (1991). Pengobatan tradi- sional pada masyarakat pedesaan di


Kalimantan Barat. Pontianak: De- partemen Pendidikan dan Kebuda- yaan
Kalimantan Barat.
Neff, J. A., Crawford, S. L., Macmaster,
S. A., Neff, J. A., & Macmaster, S.
A. (2016). Ethnicity and Multiple Sex Partners Ethnicity and Multiple Sex
Partners : An Application of the Health Belief Model. 1501(Decem- ber), 37–41.
https://doi.org/10.1300/ J187v01n03
Pranskuniene, Z., Dauliute, R., Pransku- nas, A., & Bernatoniene, J. (2018).
Ethnopharmaceutical knowledge in Samogitia region of Lithuania: Where old
traditions overlap with modern medicine. Journal of Ethnobiology and
Ethnomedicine, 14(1), 1–26. https://doi.org/10.1186/ s13002-018-0268-x
Rahayu, M., Sunarti, S., Sulistiarini, D., & Prawiroatmadjo, S. (2006). Pemanfaatan
Tumbuhan Obat secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii ,
Sulawesi Teng- gara. Jurnal Biodiversitas, 7(3), 245–250.
Rodrigues, E., Cassas, F., Conde, B. E., Da Cruz, C., Barretto, E. H. P., Dos Santos,
G., … Ticktin, T. (2020). Participatory ethnobotany and conservation: A
methodological case study conducted with quilombola communities in Brazil’s
Atlantic Forest. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine, 16(1), 1–12. https://
doi.org/10.1186/s13002-019-0352-x

Safitri, I. (2013).KEPERCAYAAN GAIB DAN KEJAWEN: Studi Ka-


sus pada Masyarakat Pesisir Kabu- paten Rem bang. Jurnal Sabda, 8, 19.
Soekatno, R. A. G. (2006). A King Who Tames His Enemies and not who is Obedient
to the Law. Wacana, Journal of the Humanities of Indonesia, 8(1), 96.
https://doi.org/ 10.17510/wjhi.v8i1.249
Supardi, S., & Notosiswoyo, M. (2005). Pengobatan Sendiri Sakit Kepala, Demam,
Batuk dan Pilek Pada Masyarakat di Desa Ciwalen,
Kecamatan Warungkondang, Kabu paten Cianjur, Jawa Barat. Majalah Ilmu
Kefarmasian, 2(3), 134–144. https://doi.org/10.7454/psr.v2i3.339 0
Vidyarthi, S., Samant, S. S., & Sharma, P. (2013). Traditional and indi- genous uses of
medicinal plants by local residents in Himachal Pradesh, North Western
Himalaya, India. International Journal of Biodiversity Science, Ecosystem
Services and Management, 9(3), 185–200. https://
doi.org/10.1080/21513732.2013.823 113

Anda mungkin juga menyukai