Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Kesehatan Jiwa merupakan kondisi yang memfasilitasi secara optimal dan selaras
dengan orang lain, sehingga tercapai kemampuan menyesuaikan diri dengan diri sendiri,
orang lain, masyarakat dan lingkungan. Keharmonisan fungsi jiwa yaitu sanggup
menghadapi problem yang biasa terjadi dan merasa bahagia.
Menurut Undang-undang No. 3 tahun 1966, tentang kesehatan jiwa, kesehatan jiwa
adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional
yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang
lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan
memperhatikan semua segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam hubungannya
dengan manusia lain.
Di tinjau dari segi pelayanan keperawatan, keperawatan jiwa merupakan suatu bidang
spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya
dan penggunaan dirinya  secara terapeutik sebagai kiatnya. Keperawatan jiwa juga
merupakan salah satu dari lima inti disiplin kesehatan mental. Perawat menjalankan
profesinya menggunakan ilmu pengetahuannya menerapkan ilmu-ilmu psikososial,
biofisik, teori-teori kepribadian dan perilaku manusia untuk menurunkan suatu kerangka
kerja teoritik yang menjadi landasan praktik keperawatan.
Pelayanan keperawatan, kesehatan jiwa bukan hanya ditujukan pada klien dengan
gangguan jiwa tetapi juga pada klien dengan masalah psikososial, yang ditujukan pada
semua orang dan lapisan masyarakat sehingga tercapai sehat mental dan hidup harmonis
secara produktif.
Manusia sebagaimana dia ada pada suatu waktu merupakan suatu interaksi antara
badan, jiwa dan lingkungan. Ketiga unsur  ini saling  mempengaruhi segala keutuhan
manusia sebagai mana dia ada. Konsep kesehatan jiwa memang perlu adanya  pengalaman
dan penanganan  khusus oleh karena permasalahan yang berhubungan dengan kejiwaan
sangatlah rumit dan sulit untuk membeda-bedakan orang yang mengalami gangguan jiwa
dan orang normal, perbandingannya sangat tipis dan hampir tampak seperti orang yang
normal.
Oleh karena itu, memang perlu adanya kemampuan khusus baik ilmu maupun
ketrampilan dalam penerapan asuhan keperawatan jiwa. Keperawatan sebagai bagian dari
kesehatan jiwa merupakan bidang spesialis praktik keperawatan yang menerapkan teori
prilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri secara terapeutik kiatnya. Perawat
jiwa dalam bekerja memberikan stimulus konstruktif kepada klien(individu, kelompok,
dan masyarakat) dan berespon secara konstruktif sehingga klien belajar cara penyelesaian
masalah. Keberhasilan perawatan klien dengan penyalagunaan tergantung dari bagaimana
perawat secara terapeutik memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan masalah
jiwa.

B. Tujuan Penulisan. 
Mampu mengetahui asuhan keperawatan pada pasien sehat jiwa,

C. Batasan Penulisan
Fokus kami dalam penyusunan makalah ini adalah asuhan keperawatan sehat jiwa

D. Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan metode deskriptif melalui studi kepustakaan dengan
pengumpulan data dari berbagai literatur atau sumber.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada makalah ini yaitu :
BAB I : Pendahuluan
BAB II : Tinjauan Pustaka
BAB III : Penutup
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Kesehatan Jiwa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sehat adalah dalam keadaan bugar dan
nyaman seluruh tubuh dan bagian-bagiannya. Bugar dan nyaman adalah relatif, karena
bersifat subjektif sesuai orang yang mendefinisikan dan merasakan. Bagi seorang kuli
bangunan, kaki kejatuhan batu, tergencet, dan berdarah-darah adalah hal biasa, karena
hanya dengan sedikit dibersihkannya, kemudian disobekkan pakaian kumalnya, lalu
dibungkus, kemudian dapat melanjutkan pekerjaan lagi. Jiwa yang sehat sulit didefinisikan
dengan tepat. Meskipun demikian, ada beberapa indikator untuk menilai kesehatan jiwa.
Karl Menninger mendefinisikan orang yang sehat jiwanya adalah orang yang mempunyai
kemampuan untuk menyesuaikan diri pada lingkungan, serta berintegrasi dan berinteraksi
dengan baik, tepat, dan bahagia (Yusuf A.H, dkk, 2015).
Michael Kirk Patrick mendefinisikan orang yang sehat jiwa adalah orang yang bebas
dari gejala gangguan psikis, serta dapat berfungsi optimal sesuai apa yang ada padanya.
Clausen mengatakan bahwa orang yang sehat jiwa adalah orang yang dapat mencegah
gangguan mental akibat berbagai stresor, serta dipengaruhi oleh besar kecilnya stresor,
intensitas, makna, budaya, kepercayaan, agama, dan sebagainya.World Health
Organization (WHO) pada tahun 2008 menjelaskan kriteria orang yang sehat jiwanya
adalah orang yang dapat melakukan hal berikut.

1. Menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk.

2. Merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan.

3. Memperoleh kepuasan dari usahanya atau perjuangan hidupnya.

4. Merasa lebih puas untuk memberi dari pada menerima

5. Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling memuaskan.

6. Mempunyai daya kasih sayang yang besar.

7. Menerima kekecewaan untuk digunakan sebagai pelajaran di kemudian hari.

8. Mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.


B. Kriteria
Kriteria Sehat Jiwa
1. WHO, mengemukakkan bahwa kriteria sehat jiwa terdiri dari:
a. Sikap positif terhadap diri sendiri
Hal ini dapat dipercaya jika melihat diri sendiri secara utuh/total
Contoh : membandingkan dengan teman sebaya pasti ada kekurangan dan
kelebihan. Apakah kekurangan tersebut dapat diperbaiki atau tidak. Ingat,
jangan mimpi bahwa anda tidak punya kelemahan.
b. Tumbuh dan berkembang baik fisik dan psikologis dan puncaknya adalah
aktualisasi diri
c. Integrasi
Harus mempunyai satu kesehatan yang utuh. Jangan hanya menonjolkan yang
positif saja tapi yang negatif juga merupakan bagian anda. Jadi seluruh aspek
merupakan satu kesatuan.
d. Otonomi
Orang dewasa harus mengambil keputusan untuk diri sendiri dan menerima
masukan dari orang lain dengan keputusan sendiri sehingga keputusan
pasienpun bukan diatur oleh perawat tapi mereka yang memilih sendiri.
e. Persepsi sesuai dengan kenyataan
Stressor sering dimulai secara tidak akurat. Contoh : putus pacar karena
perbedaan adat/keyakinan.
2. A.H. Maslow mengemukakakan bahwa bila kebutuhan dasar terpenuhi maka akan
tercapai aktualisasi diri. Cirinya adalah:
a. Persepsi akurat terhadap realitas
b. Menerima diri orang lain, dan hakekat manusia tinggi
c. Mewujudkan spontanitas
d. Problem centered yang akhirnya memerlukan self centered
e. Butuh privasi
f. Otonomi mandiri
g. Penghargaan baru, hal ini bersifat dinamis sehingga mampu memperbaiki diri
h. Mengalami pengalaman pribadi yang dalam dan tinggi
i. Berminat terhadap kesejahteraan manusia
j. Hubungan intim dengan orang terdekat
k. Demokrasi
l. Etik kuat
m. Humor/tidak bermusuhan
n. Kreatif
o. Bertahan atau melawan persetujuan asal bapak senang
3. Yahoda mengemukakan bahwa kriteria sehat jiwa terdiri dari :
a. Sikap positif terhadap diri sendiri
b. Tumbuh kembang dan aktualisasi diri
c. Integrasi (keseimbangan)
d. Otonomi
C. Asuhan Keperawatan Sehat Jiwa Usia Sekolah
1. Definisi Kesehatan Jiwa Usia Sekolah
Anak usia sekolah sudah mengembangkan kekuatan internal dan tingkat
kematangan yang memungkinkan mereka untuk bergaul di luar rumah. Tugas
perkembangan utama pada tahap ini adalah menanamkan interaksi yang sesuai dengan
teman sebaya dan orang lain, meningkatkan keterampilan intelektual khususnya di
sekolah, meningkatkan keterampilan motorik halus, dan ekspansi keterampilan
motorik kasar. Pertumbuhan fisik dengan pesat  mulai melambat pada usia 10 hingga
12 tahun. Bentuk wajah berubah karena tulang wajah tumbuh lebih cepat dari pada
tulang kepala. Anak usia sekolah menjadi lebih kurus, kakinya lebih panjang,
koordinasi neuromotorik lebih berkembang. Gigi tetap mulai tumbuh. Keterampilan
bersepeda, memainkan alat musik, menggambar/ melukis, serta keterampilan lain
yang di perlukan untuk kegiatan kelompok serta kegiatan hidup sehari-hari sudah
berkembang.
Untuk perkembangan emosional dan sosial, anak usia sekolah perlu di berikan
kesempatan untuk belajar menerapkan peraturan dalam berinteraksi dengan orang lain
di luar keluarga. Anak juga mengamati bahwa tidak semua keluarga berinteraksi
dengan cara atau sikap yang sama bahwa setiap keluarga mempunyai perbedaan
norma tentang prilaku yang di terima atau tidak di terima. Oleh karena itu, perlu bagi
anak untuk mengembangkan kesadaran dan penghargaan terhadap perbedaan tiap
keluarga sehingga dapat berhubungan dengan orang lain secara efektif.
Menurut Erikson, tugas perkembangan pada tahap ini adalah mengenbangkan
pola industri (produktif) versus inferioritas (rendah diri). Orang tua perlu mendukung
dan menjadi contoh peran bagi anak untuk merangsang anak agar produktif.
Perkembangan seksual dan citra diri tidak hanya berhubungan dengan aspek
fisiologis, tetapi juga perasaan kompeten, penerimaan, dan penghargaan. Perasaan
berhasil melakukan sesuatu menjadi sangat penting dalam proses tumbuh-kembang
anak usia sekolah. Mereka juga telah memahami konsep gender bahwa anak laki akan
menjadi bapak dan anak wanita akan menjadi ibu kalau sudah dewasa. perkembangan
kognitif terjadi cukup pesat pada masa ini, yaitu menerapkan keterampilan
merasionalisasikan pemahaman tentang ide atau konsep. Mereka dapat
menghubungkan antara konsep waktu dan ruang, mampu mengingat, serta
keterampilan mengumpulkn benda yang sejenis. Anak usia sekolah juga telah belajar
pentingnya memerhatikan norma di rumah, sekolah, agama, dan menghargai tokoh
otoriter, seperti orangtua atau guru.
Pengaruh pengalaman masa kecil terhadap perilaku pada saat dewasa. Freud
menyatakan bahwa masa lima tahun pertama kehidupan anak sangat penting pada usia
lima tahun karakter dasar yang dimiliki anak sangat penting dan pada usia lima tahun
karakter dasar yang dimiliki anak telah terbentuk dan tidak dan tidak dapat diubah
lagi. Freud juga mengenalkan, anatara lain, konsep transferens, ego, mekanisme
koping ( coping mechanism).  Sullivian memfokuskan teori perkembangan anak pada
hubungan antara manusia. Tema sentral teori Sullivian berkisar pada teori Sullivian
berkisar pada ansietas dan menekankan bahwa masyarakat sebagai pembentuk
kepribadian. Anak belajar perilaku tertentu karena hubungan interpersonal.

2. Teori Perkembangan Fisio – Biologis


Tiga konsep utama yang melandasi teori fisiobiologis perkembangan individu
adalah kepribadian, sifat (traits), dan temperamen kepribadian di definisikan sebagai
elemen – elemen yang membentuk reaksi menyeluruh individu terhadap lingkungan.
Temperamen adalah gaya prilaku sebagai reaksinya terhadap lingkungan dan
berkaitan dengan trait, yaitu atribut kepribadian. Walaupun tidak bersifat genetik, sifat
bawaan (inborn traits) menghasilkan gaya respons sosial yang berbeda yang
memengaruhi pola keterikatan (attachment patterns) dan perkembangan psikopatologi.
Body image (citra tubuh) merupakan konsep biofisik yang juga mempunyai
dimensi biologis dan sosial dalam perkembangan seseorang. Bersifat dinamis dan
berkembang mengikuti perkembangan interpersonal, lingkungan, citra tubuh ideal,
dan penyesuaian sebagai respon terhadap pertumbuhan fisik dan pengalaman hidup.
Maturasi secara teratur dan berangsur terbentuk yang membedakan anak sebagai
bagian yang terpisah  dari ibunya, dan skema tubuh mereka menjadi lebih mantap dan
stabil pada akhir masa remaja.
a. Teori perkembangan psikologis
Teori psikonalitis yang di kembangkan oleh freud, begitu pula teori interpersonal
psikiatri yang di kenalkan oleh sullivan mendasari teori psikologis perkembangan
yang akan di jelaskan berikut ini. Freud adalah orang pertama yang menemukan
teori perkembangan kepribadian dalam pengobatan psikonoalitis pada orang
dewasa. Ia menekankan pada tahap perkembangan dan
b. Teori Perkembangan Kognitif
Teori piaget menekankan bahwa cara anak berpikir berbeda dari pada orang
dewasa, bahkan anak belajar secara spontan tanpa mendapatkan masukan dari
orang dewasa. Menurut piaget, anak belajar melalui proses meniru dan bermain,
menunjukan proses kegiatan asimilasi, dan akomodasi, yang menjabarkan tiap
tahap dan usia dari kematangan kognitif anak.  Perkembangan kognitif
mengitegrasikan struktur pola prilaku sebelumnya ke arah pola prilaku  baru yang
kompleks. Kecepatan tiap tahap perkembangan dipengaruhi oleh perbedaan tiap
individu dan pengaruh sosial. Piaget tidak setuju dengan pendapat ilmuan lain
bahwa orang dewasa dipengaruhi oleh tingkat perkembangan sebelumnya.
c. Teori Perkembangan Bahasa
Penguasaan bahasa merupakan tugas perkembangan utama pada masa kanak-
kanak, yang mana struktur linguistik dan kognitif berkembang secara paralel.
Chomsky (1975) dalam teorinya meyatakan bahwa anak menggunakan dan
menginterpretasikan kalimat baru melalui proses kognitif internal yang disebut
dengan transformasi, yaitu penyusunan kata menjadi kalimat. Mula-mula anak
memverbalisasi persepsi mereka dengan memberi nama tentang hal yang di
persepsikan, kemudian meningkat dengan memverbalisasi emosi mereka.
Pemberian nama pada objek da perasaan yang dialami, meningkatkan rasa kontrol
anak terhadap perasaannya, yang dengan sendirinya membantu mereka untuk
membedakan apa yang nyata dan yang tidak. Perkembangan bahas memudahkan
uji realitas dan sebagai dasar terhadap identitas diri dan perbedaan semua dimensi
pada anak yang sedang berkembang.
d. Teori Perkembangan Moral
Perkembangan moral diartikan sebagai konversi sikap dan konsep primitif ke
dalam standar moral yang komprehensif. Proses transformasi ini merupakan
bagian dari/dan bergantung pada kumpulan pertumbuhan kognitif anak, yang
timbul sejalan dengan hubungan anak dengan dunia luar. Teori perkembangan
moral, antara lain, dikemukakan oleh Freud, Piaget, dan Kohlberg.
e. Teori Psikologi Ego
Teori psikologi ego yang menjembatani psikoanalisis dengan psikologi
perkembangan ini menggunakan pendekatan struktural untuk memahami individu
dangan berfokus pada ego atau diri sebagai unsur mandiri. Ilmuan yang
mendukung teori ini berkeyakinan bahwa ego dan unsur rasional yang
menentukan pencapaian intelektual dan sosial terdiri dari sumber energi, motif
dan rasa tertarik. Pada dasarrnya tidak ada satu teori pun yang secara lengkap
dapat menjelaskan perkembangan jiwa anak dan menyimpulkan secara holistik
tentang pennyimpangan kesehatan  jiwa pada anak termasuk landasan intervensi
yang perlu dilakukan. Oleh karena itu, dalam keperawatan jiwa pada anak dapat
digunakan suatu pendekatan yang berfokus pada keterampilan kompetensi ego
anak. Menurut stuart dan sundeen (1995), pendekatan ini sangat efektif dan
sensitif secara kultural dalam merencanakan dan mengimplementasikan
intervensi keperawatan apapun diagnosis psikiatrik atau dimana pun tatanan
pelayanan kesehatan jiwa diberikan.
Secara lebih terinci keterampilan kompetensi ego yang berkembang sejak awal
kehidupan, yaitu pada masa kanak-kanak dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Menjalin hubungan dekat yang penuh rasa percaya.
Keterampilan dasar untuk tumbuh-kembang yang positif  adalah kemampuan
membina hubungan dekat dan penuh rasa percaya dengan orang lain. Untuk
meningkatkan keterampilan anak dalam menjalin hubungan dekat dengan
orang lain, kita harus berupaya meningkatkan interaksi dengan anak melalui
permainan atau cara lain yang menarik bagi anak. Berbicara berhadapan
dengan penuh perhatian merupakan awal tindakan yang berarti dan terapeutik
bagi anak. Anak perlu belajar untuk dapat menerima kesalahan dan
pentingnya memaafkan orang lain dalam menjalain hubungan rasa percaya.
2) Mengatasi perpisahan dan pengambilan keputusan yang mandiri
Mampu mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan dan membuat
keputusan yang mandiri merupakan hal penting agar dapat menjadi individu
yang kompeten. Kegiataan yang berfokus untuk membantu anak
mengidentifikasi dan mengklarifikasi aspek-aspek yang ada pada dirinya
merupakan latihan peningkatan kemandirian yang penting dilakukan. Hal ini
dapat dilakukan dengan menggalakan anak untuk menggambar dirinya dan
meminta  pendapat orang lain tentang masalah terkait. Setiap pengalaman
yang mengklarifikasi perbedaan antara individu membantu anak untuk
mengidentifikasi dirinya, sebagai individu yang unik dalam konteks sosial.
Dalam lingkungan terapeutik, dapat juga di beri kesempatan kepada anak
untuk memilih dan memutuskan, yang selanjutnya mendukung pertumbuhan
dan kompetensi ego anak.
3) Membuat keputusan dan mengatasi konflik interpersonal secara bersama.
Anak yang tidak pernah diberi kesempatan untuk berperan dalam
pengambilan keputusan bersama atau tidak di hargai kerja sama yang di
lakukannya mungkin akan tidak terampilan dalam membuat keputusan dan
mengatasi konflik interpersonal. Lingkungan yang aman dapat memberi
kesempatan pada anak untuk belajar dan mempraktikkan keterampilan
membuat keputusan dan mengatasi konflik bersama, seperti latihan membuat
keputusan kelompok yang sangat memerlukan kerja sama. Anak perlu
dibantu untuk mengidentifikasi rasa takutnya yang berhubungan dengan kerja
sama dengan orang lain. Yang penting diperhatikan bukan kita selaku orang
tua yang mengatasi konflik untu anak, tetapi menggunakan situasi untuk
mengajarkan anak keterampilan bernegosiasi dan membentuk sosialisasi
yang sesuai melalui penghargaan (reinforcement).
4) Proses kognitif melalui kata-kata, simbol, dan citra. Anak yang terganggu
emosinya, mungkin kemampuan kognitifnya belum berkembang.         
Lingkungan yang terapeutik diperlukan untuk menstimulasi perkembangan
kognitif anak. Prawat perlu mrancang mainan, perlengkapan, komunikasi dan
interaksi, serta pertemuan yang berguna bagi proses kognitif anak.
5) Membina perasaan adaptif tentang arah dan tujuan yang diinginkan. Sejak
usia pra-sekolah, anak-anak telah mulai memikirkan tentang kehidupan
mereka jika telah dewasa. Keinginan dan gambaran mereka tentang
kehidupan yang akan datang sanagat dipengaruhi oleh kehidupan yang
mereka amati disekitarnya.

3. Proses Keperawatan
Sesuai dengan tahapan proses keperawatan dan dengan berorientasi pada keterampilan
kompetensi ego, pertama perawat perlu melakukan pengkajian.
a. Pengkajian
Perawat mengkaji penguasaan anak terhadap tiap area keterampilan yang
dibutuhkan anak untuk dapat menjadi seorang dewasa yang kompeten. Selain
mengkaji keterampilan yang telah diuraikan tersebut, perawat juga perlu
mengkaji data demografi, riwayat kesehatan terdahulu, kegiatan hidup anak
sehari-hari, keadaan fisik, status mental, hubungan interpersonal, serta riwayat
personal dan keluarga.
Data demografi. Pengkajian data demografi meliputi nama; usia; tempat;
dan tanggal lahir anak; nama, pendidikan, alamat orang tua; serta data lain yang
dianggap perlu diketahui. Riwayat kelahiran, alergi, penyakit da pengobatan yang
pernah diterima anak, juga perlu di kaji. Selain itu, aktifitas kehidupan sehari-hari
anak meliputi keadaan gizi termasuk berat badan, jadwal makan, dan minat
erhadap makanan tertentu; tidur termasuk kebiasaan dan masalah kualitas tidur;;
eliminasi meliputi kebiasaan dan masalah yang berkaitan dengan eliminasi;
kecacatan dan keterbatasan lainnya.
Dalam pengkajian fisik perlu diperiksa keadaan kulit, kepala, rambut, mata,
telinga, hidung, mulut, pernapasan, kardiovaskuler, muskuloskeletal, dan
neurologis anak. Pemeriksaan fisik lengkap sangat diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan pengaruh gangguan fisik terhadap prilaku anak. Misalnya, anak
yang menderita diabetes atau asma sering berprilaku merusak dalam usahanya
mengendalikan lingkungan. Selain itu, hasil pemeriksaan fisik berguna sebagai
dasar dalam menentukan pengobatan yang diperlukan. Bahkan untuk mengetahui
kemungkinan bekas penganiayaan yang pernah di alami anak.
Status mental. Pemeriksaan status mental anak bermanfaat untuk memberi
gambaran mengenai fungsi ego anak. Perawat membandingkan perilaku dengan
tingkat fungsi ego anak dari waktu kewaktu. Oleh karena itu, status mental anak
perlu dikaji setiap waktu dengan suasana yang santai dan nyaman bagi anak.
Menggunakan alat bermain sangat bermanfaat untuk mengalihkan fokus anak
(yang menimbulkan ansietas) ke karakter yang digunakan dalam permainannya.
Data dicatat sesuai dengan perilaku yang di amati untuk menjaga objektivitas
pengkajian, kesan, perasaan, dan pendapat perawat.Pemeriksaan status mental
meliputi keadaan emosi, proses berpikir, dan isi pikiran; halusinasi dan persepsi;
cara bocara dan orientasi; keinginan untuk bunuh diri atau membunuh.
Riwayat personal dan keluarga. Riwayat personal dan keluarga meliputi
faktor pencetus masalah, riwayat gejala, tumbuh kembang anak, yang biasanya
dikumpulkan oleh tim kesehatan. Data ini sangat diperlukan untuk mengerti
prilaku anak dan membantu menyusun tujuan asuhan keperawatan. Pengumpulan
data keluarga merupakan kebagian penting dari pengkajian melalui pengalihan
fokus dari anak sebagai individu ke sistem keluarga. Tiap anggota keluarga diberi
kesempatan untuk mengidentifikasi siapa yang bermasalah dan apa yang telah
dilakukan oleh keluarga untuk menyelesaikan masalah tersebut.

b. Perencanaan
Setelah pengkajian selesai dan masalah utama yang dialami anak telah
diidentifikasi, rencana perawatan dan pengobatan yang komprehensif di susun.
Tujuan asuhan keperawatan disusun sesuai dengan kebutuhan anak, seperti
modifikasi,penyesuaian sekolah anak dan perubhan lingkungan anak. Tujuan
umum untuk anak yang dirawat di unit perawatan jiwa adalah sebagai berikut.
1) Memenuhi kebutuhan emosi anak dan dan kebutuhan untuk dihargai
2) Mengurangi ketegangan pada anak dan kebutuhan untuk berprilaku defensif
3) Membantu anak menjalin hubungan positif dengan orang lain.
4) Membantu mengembangkan identitas anak
5) Memberikan anak kesempatan untuk menjalani kembali tahapan
perkembangan terdahulu yang belum terselesaikan secara tuntas.
6) Membantu anak berkomunuikasi secara efektif
7) Mencegah anak untuk menyakiti, baik dirinya sendiri maupun diri orang lain
8) Membantu anak memelihara kesehatan fisiknya
9) Meningkatkan uji coba realitas yang tepat

c. Implementasi
Berbagai bentuk terapi pada anak dan keluarga dapat diterapkan yang terdiri atas
sebagai berikut.
1) Terapi bermain. Pada umumnya merupakan media yang tepat bagi anak untuk
mengekspresikan konflik yang belum terselesaikan, selain juga berfungsi
untuk;
2) Menguasai dan mengasimilasi kembali pengalaman lalu yang tidak dapat
dikendalikan sebelumnya;
3) Berkomunikasi dengan kebutuhan yang tidak disadari;
4) Berkomunikasi dengan orang lain;
5) Menggali dan mencoba belajar bagaimana berhubungan dengan diri sendiri,
dunia luar, dan orang lain;
6) Mencocokan tuntutan dan dorongan dari dalam diri dengan realitas.
7) Terapi keluarga. Semua anggota keluarga perlu diikutsertakan dalam terapi
keluarga. Orang tua perlu belajar secara bertahap tentang peran mereka dalam
permasalahan yang dihadapi dan bertanggung jawab terhadap perubahan yang
terjadi pada anak dan keluarga. Biasanya cukup sulit bagi keluarga untuk
menyadari bahwa keadaan dalam keluarga terus menimbulkan gangguan pada
anak. Oleh karena itu, perawat perlu berhati-hati dalam meningkatkan
kesadaran keluarga.
8) Terapi kelompok. Terapi kelompok dapat berupa suatu kelompok yang
melakukan kegiatan atau berbicara. Terapi kelompok ini sangat bermanfaat
untuk meningkatkan uji realitas, mengendaikan impuls (dorongan internal),
meningkatkan harga diri, memfasilitasi pertumbuhan; kematangan dan
keterampilan sosial anak. Kelompok dengan lingkungan yang terapeutik
memungkinkan anggotanya umtuk menjalin hubungan dan pengalaman sosial
yang positif dalam suatu lingkungan yang terkendali.
9) Terapi individu. Ada berbagai terapi individu, terapi bermain, psikoanalitis,
psikoanalitis berdasarkan psikoterapi, dan terapi bermain pengalaman.
Hubungan antara anak dengan therapist memberi kesempatan pada anak untuk
mendapatkan pengalaman mengenai hubungan positif dengan orang dewasa
dengan penuh kasih sayang dan uji realitas.
10) Terapi lingkungan. Konsep terapi lingkungan dilandaskan pada kejadian dalam
kehidupan sehari-hari yang dialami anak. Lingkungan yang aman dan kegiatan
yang teratur daan terprogram, memungkinkan anak untuk mencapai tugas
terapeutik dari rencana penyembuhan dengan berfokus pada modifikasi
perilaku. Kegiatan yang terstruktur secara formal, seperti belajar, terapi
kelompok, dan terapi rekreasi. Kegiatan rutin meliputi bangun pagi hari,
makan , dan jam tidur. Program yang berfokus pada prilaku, memungkinkan
staf keperawatan untuk memberi umpan balik terus-menerus kepada anak-anak
tentang perilaku mereka sesuai jadwal kegiatan. Untuk perilaku yang baik,
mereka menrima pujian, stiker, atau nilai, bergantung pada tingkat
perkembangannya. Sebaliknya, prilaku negatif tidak di toleransi.

d. Evaluasi
Pada umumnyaa fasilitas penyembuhan anak dengan gangguan jiwa mempunyai
program yang dirancang untuk jangka waktu tertentu. Waktu perawatan jangka
pendek biasanya berkisar antar 2 sampai 4 minggu, dan direncanak untuk
diagnosis dan evaluasi, intervensi krisis, serta perencanaan yang komprehensif.
Apabila gejala telah berkurang dan gambaran klnis anak membaik, serta rencana
jangka panjang telah disusun, anak dikeluarkan dari rumah sakit. Penentuan
rencana pemulangan anak kerumahnya, lebih sulit dilakukan pada anak dengan
perawatan jangka panjang. Pada umumnya, pengamatan perawat berfokus pada
perubahan perilaku anak. Apakah anak menunjukan kesadaran dan penggertian
tentang dirinya sendriri melalui refleksi diri dan meningkatnya kemampuan untuk
membuat keputusn secara rasional? Anak harus mulai beradaptasi dengan
lingkungan nya dan tidak impulsif. Aspek yang perlu di evaluasi, anatar lain,
sebagai berikut.
1) Keefektifan intervensi penanggulangan perilaku
2) Kemampuan untk berhubungan dengan teman sebaya, orang dewasa dan
orang tua secara wajar
3) Kemampuan untuk melakukan asuhan mandiri
4) Kemampuan untuk menggunakan kegitan program sebagai rekreasi dan
proses belajar
5) Respons terhadap peraturan dan rutinitas
6) Status mental secara menyeluruh
7) Koordinasi dan rencana pemulangan

Anda mungkin juga menyukai