Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KEPERAWATAN

APLIKASI KEPERAWATAN TRANSKULTURAL PADA MASALAH


KESEHATAN PASIEN

DISUSUN OLEH
KELOMPOK : VI (ENAM)

1. FEBRI KURNIA SARI ( 21117021P )


2. –
3. –
4. –
5. –
6. –
7.

PEMBIMBING :

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADYAH PALEMBANG


PROGRAM STUDI REGULAR B S-1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah.
Dan tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Yth Rekan-rekan satu kelompok yang
telah membantu menyusun makalah ini.
Berkat bantuan, dorongan, dan bimbingannya sehingga kendala-kendala yang kami
hadapi dalam pembuatan makalah ini dapat teratasi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kami harapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi
terciptanya kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi
sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga
tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Aamiin.

Palembang, Desember 2017


Penyusun,

Kelompok 6
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………..............……………………………... 1


KATA PENGANTAR………………………………..............…………………….. 2
DAFTAR ISI ……………………………...............………………………………... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………...............………………………………….. 4
1.2 Tujuan………………………………................………………………………... 4

BAB II
2.1 Definisi Keperawatan………………………………………………... 5
2.2
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………… 15
3.2 Saran-saran……………………………………………………………. 15

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teori keperawatan atau konsep model dalam keperawatan merupakan teori yang
mendasari bagaimana seorang perawat dalam mengaplikasikan praktik keperawatan,
beberapa teori diantaranya adalah Leininger’s konsep model yang dikenal dengan
sunrise modelnya merupakan salah satu teori yang diaplikasikan dalam praktik
keperawatan.
Teori leininger berasal dari ilmu antropologi, tapi konsep ini relevan untuk
keperawatan. Leininger mengembangkan di teorinya dari perbadaan kultur dan
universal berdasarkan kepercayaan bahwa masyarakat dengan perbedaan kultur dapat
menjadi sumber informasi dan menentuan jenis perawatan yang diinginkan dari
pemberian peleyanan yang professional, karena kultur adalah pola kehidupan
masyarakat yang berpengaruh terhadap keputusan dan tindakan. Culture care adalah
teori yang holistic karena meletakan di dalam nya ukuran dari totalitas kehidupan
manusia dan berada selamanya, termasuk social struktur, pandangan dunia, nilai
cultural, konteks lingkungan, ekspresi bahasa dan etnik serta system professional.
Mempertahankan budaya yaitu strategi yang pertama dilakukan bila budaya pasien
pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implemenasi
keperawatan diberikan sesuai nilai- nilai yang relevan yang telah di miliki klien,
sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya.
Negosiasi budaya merupakan stategi yang kedua yaitu intervensi dan implementasi
keperawatan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari KeperawatanTranskultural ?
2. Apa tujuan dari KeperawatanTranskultural ?
3. Apa paradigma KeperawatanTranskultural ?
4. Apa saja konsep dalam KeperawatanTranskultural ?
5. Apa peran perawat dalam KeperawatanTranskultural ?
6. Strategi apa saja yang digunakan dalam KeperawatanTranskultural ?
7. Bagaimana Proses KeperawatanTranskultural ?
8. Bagaimana Aplikasi KeperawatanTranskultural pada beberapa masalah kesehatan?
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Definisi Keparawatan Transkultural


Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan,
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spriritual yang komprehensif, ditujukan pada
individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup
seluruh proses kehidupan manusia. (Nursalam, 2008).
Budaya juga menentukan persepsi tentang kesehatan, bagaimana informasi
perawatan kesehatan diterima, bagaimana hak dan perlindungan dilaksanakan, apa
yang dianggap sebagai masalah kesehatan dan bagaimana gejala serta kekhawatiran
mengenai masalah kesehatan diungkapkan, siapa yang harus memberikan pengobatan
dan bagaiman, serta jenis pengobatan apa yang harus dilakukan (Kozier, 2010).
Budaya dapat didefinisikan sebagai sifat nonfisik, seperti nilai, keyakinan, sikap dan
kebiasaan yang dibagi bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya (Spector, 2000).
Keperawatan transkultural didefinisikan oleh Leininger (2002) sebagai penelitian
perbandingan budaya untuk memahami persamaan (budaya universal) dan perbedaan
(budaya tertentu) di antara kelompok manusia. Tujuan keperawatan transkultural
adalah bentuk pelayanan yang sama secara budaya atau pelayanan yang sesuai pada
nilai kehidupan individu dan arti yang sebenarnya. Mengetahui nilai-nilai pelayanan
budaya klien, arti, kepercayaan, dan praktiknya sebagai hubungan antara perawat dan
pelayanan kesehatan mewajibkan perawat untuk menerima aturan pelajar atau teman
sekerja dengan klien dan keluarganya dalam bentuk karakteristik arti dan keuntungan
dalam pelayanan (Leininger, 2002).

1.2 Tujuan Keperawtan Transkultural


Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan sains
dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur
yang spesifik adalah kultur dengan nilai-nilai dan norma spesifik yang tidak dimiliki
oleh kelompok lain, seperti pada suku dayak dikalimantan. Kultur yang universal
adalah nilai-nilai atau norma-norma yang diyakini dan dilakukan oleh hampir
semua kultur, seperti budaya minum teh yang dapat mebuat tubuh menjadi sehat
(leinger, 2002), atau budaya beroleh raga agar dapat tampil cantik, sehat, dan
bugar (cansebu). Dalam pelakasanaan praktik keperawatan yang bersifat
humanis, perawat perlu memahami landasan teori dan praktik keperawatan yang
berdasarkan budaya. Keberhasilan seorang perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan bergantung pada kemampuan menyintesis konsep atropologi, sosiologi,
dan biologi dengan konsep caring, proses keperawatan, dan komunikasi
interpersonal kedalam konsep asuhan keperawatan transkultural.

1.3 Paradigma Keperawatan Transkultural


Pemahaman perawat terhadap keperawatan transkulturalal merupakan acuan
dasar terhadap terlaksanana implemenatasi pelayanan keperawatan dan terkait erat
dengan dimensi teori dasar keperawatan (Potter, P.A. & Perry, A.G, 2007). Hal
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Manusia (Human) sebagai Klien
Manusia adalah individu yang memiliki nilai dan norma yang diyakini
berguna untuk menetapkan pilihan, melakukan tindakan, dan berkecenderungan
mempertahankan budayanya pada semua situasi dan tempat (Leininger, 2002).
2. Kesehatan
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki individu dalam
mengisi kehidupannnya dalam rentang sehat-sakit. Kesehatan merupakan
keyakinan, nilai, pola kegiatan untuk menjaga, memelihara keseimbangan
kesehatan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam konteks budaya (Potter, P.A. &
Perry, A.G, 2007). Pasien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu
mempertahankan keadaan sehat individu dalam rentang yang adaptif. Asuhan
keperawatan yang diberikan bertujuan meningkatkan kemampuannya memilih
budaya yang sesuai dengan status kesehatannya melalui belajar dengan
lingkungannya dan sehat yang dicapai bersifat holistik dan humanistik.
3. Lingkungan
Lingkungan adalah keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan,
kepercayaan dan prilaku individu dan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan
dimana individu dan budayanya saling berinteraksi, meliputi lingkungan fisik,
sosial dan simbolik (Potter, P.A. & Perry, A.G, 2007).
Lingkungan fisik adalah alam yang dibuat oleh manusia dan dapat
membentuk budaya tertentu, misalnya bentuk rumah di daerah panas cenderung
dibuat banyak ventilasi, rumah ditempat yang dingin cenderung tertutup.
Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan
sosialisasi individu dalam masyarakat yang lebih luas seperti keluarga, komunitas
dan tempat ibadah sehingga harus mengikuti struktur dan aturan yang berlaku
dilingkungan tersebut. Lingkungan simbolik menyebabkan manusia merasa perlu
bersatu (melui bahasa, atribut) yang bermakna untuk membentuk toleransi,
tenggang rasa.
4. Keperawatan
Keperawatan adalah ilmu dan kiat yangdiberikan Profesi Perawat
kepada pasien dengan berfokus pada prilaku, fungsi dan proses untuk
meningkatkan dan mempertahankan kesehatan atau pemulihan dari sakit
(Potter, P.A. & Perry, A.G, 2007).

1.4 Konsep Dalam Keperawatan Transkultural


1. Budaya
Adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan
dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.
2. Nilai budaya
Adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkanatau sesuatu
tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu danmelandasi tindakan dan
keputusan.
3. Perbedaan budaya
Dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yango ptimal dari pemberian asuhan
keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang
dibutuhkan untuk memberikan asuhanbudaya yang menghargai nilai budaya
individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari
individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi
4. Etnosentris
Diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain. adalah persepsi yang
dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya adalah yang terbaik.
5. Etnis
Berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
6. Ras
Adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal
muasal manusia
7. Etnografi
Adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian
etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi
pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk
mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik
diantara keduanya.
8. Care
Adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan
perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk
memenuhi kebutuhan baik actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi
dan kualitas kehidupan manusia.
9. Caring
Adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,mendukung dan
mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau
antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.
10. Cultural Care
Berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,kepercayaan dan
pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau memberi
kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan,
sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai
kematian dengan damai.
11. Culturtal imposition
Berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan
kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lainkarena percaya bahwa ide
yang

1.5 Peran Perawat dalam Transkultural


Peran perawat pada transcultural nursing theory ini adalah menjebatani antara
sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan
profesional melalui asuhan keperawatan.ekstensi peran perawat tersebut digambarkan
oleh leininger dengan gambar seperti di bawah ini.oleh karena itu perawat harus
mampu membuat keputusan dan rencana tindakan keperawatan yang akan diberikan
kepada masyarakat.jika di sesuaikan dengan proses keperawatan,hal tersebut
merupakan tahap perencanaan tindakan keperawatan.
Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien harus tetap memperhatikan tiga
prinsip asuhan keperawatan yaitu :
1. Culture care preservation/maintenance, yaitu prinsip membantu, memfasilitasi,atau
memperhatikan fenomena budaya guna membantu individu menentukan tingkat
kesehatan dan gaya hidup yang diinginkan.
2. Culture care accomodation, yaitu prinsip membantu, memfasilitasi,atau
memperhatikan budaya fenomena ada,yang merefleksikan cara-
cara untuk beradaptasi,bernegosiasi,ataumempertimbangkan kondisi kesehatan
dan gaya hidup individu atau klien.
3. Cultur care repatterning/restructuring, yaitu prisip merekonstruksi atau mengubah
desain untuk membantu memperbaiki kondisi kesehatan dan pola hidup klien ke
arah yang lebih baik. Hasil akhir yang diperoleh melalui pendekatan keperawatan
transkultural pada asuhan keperawatan adalah tercapainya culture congruent
nursing care health and well being, yaitu asuhan keperawatan yang kompeten
berdasarkan budaya dan pengetahuan kesehatan yang sensitif, kreatif,serta cara-
cara bermakna guna mencapai tingkat kesehatan dan kesejahteraan bagi masyarakat

1.6 Strategi Keperawatan Transkultural


Berdasarkan definisi Leininger diatas, dalam melaksanakan praktik
keperawatan yang bersifat humanis, perawat perlu memahami landasan teori dan
praktik keperawatan yang berdasarkan budaya. Budaya yang telah menjadi kebiasaan
tersebut diterapkan dalam asuhan keperawatan transkultural berdasarkan kerangka
kerja keperawatan transkultural yang dikenal dengan Leininger Sunrise Model
(Leininger, 2002) dan tiga strategi utama intervensi Leininger, yaitu pemeliharan
terhadap budaya, negosiasi budaya dan merestrukturisasi budaya
a. Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangandengan
kesehatan.Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikansesuai dengan
nilai-nilai yang relevanyang telah dimiliki klien sehinggaklien dapat meningkatkan
atau mempertahankan statuskesehatannya,misalnya budaya berolahraga setiap
pagi.
b. Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan
untukmembantu klienberadaptasi terhadap budaya tertentu yang
lebihmenguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya
klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat
diganti dengan sumber protein hewani yang lain.
c. Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimilikimerugikan status
kesehatan.Perawat berupaya merestrukturisasi gayahidup klien yang biasanya
merokok menjadi tidak merokok. Pola rencanahidup yang dipilih biasanya yang
lebih menguntungkan dan sesuaidengankeyakinan yang dianut.

1.7 Proses Keperawatan Transkultural


Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan
keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit
(Sunrise Model) seperti yang menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan
oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien
(Andrew andBoyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai
tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien. Pengkajian dirancang
berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Sunrise Model” yaitu :
a. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors) Agama
adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yangamat realistis bagi
para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk
menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri.
Faktor agama yang harus dikaji oleh perawatadalah : agama yang dianut, status
pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan
dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
b. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors) Perawat pada
tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : namalengkap, nama panggilan, umur
dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin,status, tipe keluarga, pengambilan
keputusan dalam keluarga, danhubungan klien dengan kepala keluarga.
c. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways) Nilai-nilai
budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkanoleh penganut budaya
yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang
mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu
dikaji pada faktor ini adalah :posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala
keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang
dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan
kebiasaan membersihkan diri.
d. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segalasesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhankeperawatan lintas budaya
(Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikajipada tahap ini adalah : peraturan
dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga
yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
e. Faktor ekonomi (economical factors) Klien yang dirawat di rumah sakit
memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai
sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat
diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang
dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian
biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
f. Faktor pendidikan (educational factors) tentang pengalaman sakitnya sehingga
tidak terulang kembali. Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman
klien dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin
tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh
buktibukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi
terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu
dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta
kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya
yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan.
Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan
keperawatan transkultural yaitu :
a. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
b. Gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
c. Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.

3. Perencanaan dan Pelaksanaan


Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu
proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses
memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang
sesuai denganlatar belakang budaya klien. Ada tiga pedoman yang ditawarkan
dalam keperawatan transkultural yaitu :
a. Mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengan kesehatan,
b. Mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan
kesehatan
c. Merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan
kesehatan. Dengan cara :
1) Cultural care preservation/maintenance
- Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat
- Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan
klien
- Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
2) Cultural care accomodation/negotiation
- Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
- Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
- Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien
dan standar etik.
3) Cultural care repartening/reconstruction
- Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang
diberikan dan melaksanakannya.
- Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok
- Gunakan pihak ketiga bila perlu.
- Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan
yang dapat dipahami oleh klien dan keluarga.
- Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan.
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing
masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan
dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya
mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa
tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien
akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas
keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat
terapeutik.

4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan
klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi
budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya
baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien.
Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar
belakang budaya klien

1.8 Aplikasi Keperawatan Transkultural Pada beberapa masalah kesehatan


1. Masalah Kesehatan dengan Komuntas
Kasus:
Klien nama Ny.W,30 tahun, beragama Islam, pendidikan terakhir SMP,
pekerjaan petani, suku jawa, diagnosis medis abortus. Klien hamil 12 minggu,
klien sangat mengharapkan memiliki anak. Klien mengeluh mengalami pendarahan
dan perut mulas-mulas selama 3 hari. Klien dianjurkan untuk kuratase. Klien
memeriksakan kehamilannya di dukun dan berencana akan melahirkan di sana.
Klien mendapat informasi tentang kehamilan dari mertua. Klien masih percaya
pada sihir dan hal-hal gaib, mereka percaya banyak anak banyak rejeki dan percaya
bahwa abortus merupakan perbuatan dosa. Setelah di diagnosis abortus, klien tidak
menerima dan merencanakan akan berobat ke dukun. Mereka menganggap hal itu
akibat ibunya melanggar pantangan dalam menyediakan sesaji. Hubungan
kekerabatan yang lebih dominan adalah pihak laki-laki, pola pengambilan
keputusan di pihak laki-laki. Pantangan makanan jantung pisang, gurita, dan air
kelapa sedangkan suaminya pantang memanjat pohon kelapa atau pohon yang
tinggi. Aturan dan kebijakan di atur oleh pemuka agama dan para santri. Ada
tabungan yang sudah di persiapkan oleh keluarga untuk persalinan ini.
a. Pengkajian
1) Faktor teknologi
Dari kasus diatas, faktor teknologinya yaitu Ny W di anjurkan untuk
kuratase. Alasannya yaitu karna merupakan salah satu pilihan Ny W dalam
memecahkan masalah kesehatannya. Ny.W pergi ke dukun menggunakan
motor, berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia, tidak mengenal alat-alat
teknologi kesehatan,mempunyai pantangan menolak dilakukan transfuse,
menolak tindakan kuretase karena bertentangan dengan keyakinannya dan
mengatakan hal tersebut berdosa. Ny W tidak pernah memeriksakan kesehatan
dan perkembangan kehamilannya di pelayanan kesehatan. Dan ini merupakan
kehamilan pertama dari Ny W dan umur kehamilannya 12 minggu.
2) Faktor sosial dan ketertarikan keluarga
Dari kasus diatas,klien yang bernama Ny W,berumur 30 tahun, tipe
keluarganya hubungan kekerabatan yang lebih dominan pihak laki-laki,
hubungan Ny. W dengan kepala keluarga adalah suami istri, pola pengambilan
keputusan di pihak laki-laki, Ny W mendapat informasi tentang kehamilan dari
mertua.
3) Faktor agama dan falsafah hidup
Adapun agama yang dianut Ny W adalah islam, status pernikahannya resmi,
cara pandang Ny W terhadap penyakit yaitu di sebabkan oleh sihir dan hal-hal
gaib, Ny W percaya bahwa abortus yang dideritanya itu akibat ibunya
melanggar pantangan dalam menyediakan sesaji, dan Ny W berobat rencananya
ke dukun.
4) Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup
Pantangan Ny W yaitu memakan makanan jantung pisang,gurita dan air kelapa
sedangkan suaminya pantang memanjat pohon kelapa atau pohon yang tinggi,
alasannya yaitu jika memakan jantung pisang dapat membahayakan tinggi
kehamilannya, dan jika memakan gurita mungkin dapat menggugurkan
kehamilannya karna gurita itu licin, sedangkan air kelapa memang kehamilan
usia muda tidak di perbolehkan meminum air kelapa. Dan pada suami di larang
memanjat pohon yang tinggi karena takut kehamilannya gugur karna di
ibaratkan jatuh dari pohon.
5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku
Aturan dan kebijakan disana diatur oleh pemuka agama dan para santri.
Alasannya karena di sana memang budayanya seperti itu, agamanya kental
sehingga aturan dan kebijakan di atur oleh pemuka agama dan para santri.
6) Faktor ekonomi
Pekerjaan Ny W adalah petani,serta ada tabungan yang sudah dipersiapkan oleh
keluarga untuk persalinan ini. Karena ada tabungan yang telah di persiapkan
oleh keluarga sehingga Ny W sudah agak lega dan senang untuk persiapan
kelahirannya.
7) Faktor pendidikan
Tingkat pendidikan Ny W adalah SMP. Dan karena tingkat SMP itu di negara
kita di bawah rata-rata pendidikan yang seharusnya jadi pandangan Ny W
terhadap kesehatan pun tidak sama dengan orang yang berpendidikan tinggi
sehingga dia cendrung lebih memilih berobat ke dukun dari pada ke medis.

b. Diagnosa transkultural
1) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
2) Gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural
3) Ketidak patuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.

c. Rencana keperawatan
1) Cultural care preservation/maintenance
Identifikasi perbedaan konsep antara perawat dan Ny W tersebut
- Perbedaan konsep perawat dan Ny W terletak pada kepercayaan Ny W
yang masih percaya pada sihir dan hal-hal gaib.
- Perawat harus tenang dan tidak terburu-buru berinteraksi dengan Ny
W.Perawat bisa perlahan-lahan untuk berkomunikasi dengan Ny W.
- Lalu perawat bisa mendiskusikan perbedaan budaya yang dimilikinya
dengan Ny W yang masih percaya kepada dukun serta sihir dan hal-hal
gaib.
2) Cultural care accomodation/negotiation
- Perawat bisa menggunakan bahasa yang mudah di pahami oleh Ny W
seperti bahasa sehari-harinya.
- Kemudian dalam perencanaan perawatan perawat bisa melibatkan keluarga
Ny W seperti suami,ibunya atau mertua Ny W.
- Jika konflik tidak terselesaikan,lakukanlah negosiasi dengan Ny W
berdasarkan pengetahuan biomedis perawat tersebut.
3) Cultural care repartening/reconstruction
- Selanjutnya perawat bisa memberikan kesempatan pada Ny W untuk
memahami informasi yang telah diberikan dan melakukannya.
- Lalu tentukan tingkat perbedaan Ny W melihat dirinya dari budaya
kelompoknya sendiri.
- Kemudian gunakan pihak ketiga bila perlu,seperti tetangga atau kerabat
dekat Ny W.
- Dan terjemahkan terminologi gejala Ny W tersebut ke dalam bahasa
kesehatan yang mudah dipahami Ny W dan orang tuanya.
- Terakhir berikan informasi pada Ny W tentang sistem pelayanan
kesehatan.

4) Evaluasi
1) Mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatannya,dari kasus di
atas yang bisa di pertahankan adalah aturan dan kebijakan diatur oleh
pemuka agama dan para santri.
2) Membentuk budaya baru yang sesuai dengan kesehatan,dari kasus di atas
pantangan makanan jantung pisang,gurita dan air kelapa bisa di ganti
dengan yang lain,mungkin bisa dengan sayur yang lain dan juga air kelapa
bisa di ganti dengan air biasa.
3) Mengganti budaya yang tidak sesuai dengan kesehatan dengan budaya
yang baru.Dari kasus di atas mungkin budaya berobat ke dukun bisa di
ganti dengan berobat ke medis/dokter.
2. Masalah Kesehatan berkaitan dengan agama
Kasus:
Tn. A berusia 21 tahun tinggal di Barito Raya Kalimantan keturunan suku
Bakumpai yang merupakan sub suku Dayak. Saat ini berada di ruang perawatan
interna dengan diagnosa medis Ulkus Peptikum. Klien masuk ke rumah sakit
dengan keluhan nyeri di ulu hati, demam, hematemesis melena, mual dan kurang
nafsu makan. Saat ini Tn. A dijaga oleh ibunya. Keluarga Tn. A menggunakan
daun sawang untuk di usapkan dan diurutkan ke sekujur tubuh Tn. A. Mereka
percaya daun sawang dapat mengeluarkan benda-benda dan roh-roh jahat yang
bersemayam dalam tubuh Tn. A.
Klien dan keluarga percaya bahwa sakit yang di dapat dan tidak bisa sembuh
merupakan hukuman para dewa. Keluarga Tn. A juga membaca mantra tiap pagi
kepada Tn. A dan meletakkan beberapa sesajen di dekat tempat tidur Tn. A seperti
kemenyan, minyak ikan, mayang pinang, beras kuning, kelapa tua, gula serta
piduduk (beras, gula merah, telur ayam dan kelapa). Mereka percaya sesajen ini
disukai oleh dewa kemdian mempercepat penyembuhan penyakit.
a. Pengkajian
1) Pandangan klien terhadap kondisi sakit
Klien merupakan suku Bakumpai terhadap tindakan keperawatan kurang
meyakini tindakan kesehatan yang diberikan kepada klien yang tidak sesuai
dengan keyakinannya.
2) Tindakan klien dalam menangani sakitnya
Klien dalam menangani sakitnya dengan menggunakan daun sawang yang
diusapkan keseluruh tubuhnya untuk mengusir roh-roh jahat dalam tubuhnya.
3) Peran agama
Peran agama yang dianutnya terhadap kondisi sakitnya yaitu klien meyakini
bahwa adanya Tuhan yang Maha Kuasa yang dianggap sebagai para dewa. Dan
sakit yang dideritanya merupakan hukuman dari para dewa tersebut.
4) Peran kepercayaan
Peran kepercayaan dalam penyembuhan sakitnya yaitu dengan melakukan
pemujaan paradewa dengan membacakan mantra dan menyajikan sesajen untuk
dipersembahkan kepada para dewa agar dapat mempercepat kesembuhannya.
b. Diagnosa transkultural
1) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
2) Ketidak patuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.

c. Evaluasi
1) Mencegah praktik ritual keagamaan atau budaya RS
2) Memberi penjelasan kepada klien dan keluarga klien tentang dampak dari
sesajen
3) Menyarankan keluarga klien untuk menjalankan ritual dan sesaji di rumah dan
mrndoakan dari rumah
4) Pastikan hak-hak klien untuk menolak semua atau sebagian dari aturan
pengobatan atau tindakan yang dianjurkan

3. Masalah Kesehatan Lanjutan


Kasus:
Seorang dokter muda berumur 28 tahun baru saja melahirkan anak
pertamanya, di kamar perawatan dia ditemani oleh suami dan keluarga termasuk
mertuanya. Karena baru selesai melahirkan, sang dokter tampaknya agak malas
untuk menyusui bayinya saat itu dan ingin tidur sebentar. Melihat hal tersebut ibu
mertuanya berkata tidak baik bagi seorang ibu yang baru melahirkan untuk
bermalas-malasan dan tidak segera menyusui bayinya, menurut ibu mertuanya
nanti akan terbawa malas untuk bekerja di kemudian hari.
Saat yang bersamaan, seorang perawat ada di situ sedang memeriksa
keadaan ibu dan bayi tersebut, dia mengiyakan pendapat dari mertua dokter itu
dengan mengemukakan argumentasinya bahwa kontak pertama ibu dan anak
adalah hal yang sangat baik untuk perkembangan mental bayi nanti; semakin cepat
bayi menyusui akan merangsang produksi ASI ; semakin cepat bergerak akan lebih
cepat ibu mandiri merawat diri dan bayi.
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya
lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Budaya bisa diartikan dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan wujudnya
misalnya, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama yaitu kebudayaan
material dan nonmaterial. Strategi yang digunakan dalam melaksanakan aplikasi
keperawatan transkultural dalam adalah: Strategi I, Perlindungan/mempertahankan
budaya, Strategi II, Mengakomodasi/negoasiasi budaya, Strategi III,
Mengubah/mengganti budaya klien. Serta Keperawatan transkultural adalah suatu
proses pemberian asuhan keperawatan yang difokuskan kepada individu dan kelompok
untuk mempertahankan, meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang
budaya dan dalam proses pengaplikasiannya harus merujuk pada asuhan keperawatan
yang berpoin dengan 1) Pengkajian asuhan keperawatan dalam konteks budaya sangat
diperlukan untuk menjembatani perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh perawat
dengan klien 2) Diagnosa keperawatan transkultural yang ditegakkan dapat
mengidentifikasi tindakan yang dibutuhkan untuk mempertahankan budaya yang
sesuai dengan kesehatan, membentuk budaya baru yang sesuai dengan kesehatan atau
bahkan mengganti budaya yang tidak sesuai dengan kesehatan dengan budaya baru.
3)Perencanaan dan pelaksanaan proses keperawatan transkultural tidak dapat begitu
saja dipaksakan kepada klien sebelum perawat memahami latar belakang budaya klien
sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan budaya klien. 4) Evaluasi
asuhan keperawatan transkultural melekat erat dengan perencanaan dan pelaksanaan
proses asuhan keperawatan transkultural.

3.2 Saran
Untuk seluruh teman-teman perawat, semoga dengan adanya informasi dari
makalah ini, kita menjadi lebih mampu melakukan pengkajian keperawatan
transkultural dengan cara yang benar. Perlu diperhatikan agar mempelajari lebih dalam
tentang ‘komunikasi’ agar kita lebih baik dalam berinteraksi dengan pasien, keluarga
maupun masyarakat yang menjadi sasaran pengkajian kita.
DAFTAR PUSTAKA

Akhmadi. 2011. Konsep Keperawatan Transkultural (Madeleine Leininger).


Lecture/Class. Gadjah Mada University : Jogjakarta.

Dimas Mnanta.(2012). Keperawatan Transkultural. Diakses tanggal 11 Desember 2017,


pukul 11.30 WIB.https://www.scribd.com/doc/87294493/Jurnal-Transkultural-
Nursing

Royal College of Nursing (2006). Transcultural Nursing Care of Adult ; Section One
Understanding The Theoretical Basis of Transcultural Nursing Care. Diakses 11
Desember. 2017, pukul 11.30 WIB.
http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing

Wayan Puja. (2014). Konsep transkultural Nursing. Diakses tanggal 11 Desember. 2017,
pukul 12.10 WIB. https://wayanpuja.wordpress.com/2014/05/15/20/

Anda mungkin juga menyukai