Anda di halaman 1dari 17

KONSEP TEORITIS ANTROPOLOGI KESEHATAN DALAM PEMBERIAN ASUHAN

KEPERAWATAN YANG PEKA BUDAYA KEPADA PASIEN

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Paikososial Dan Budaya Dalam Keperawatan

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Fitriana Nuhraheni (2001017)

Fitrianingrum Puspitawati (2001018)

Grahariska AP (2001019)

Ika Sri Wahyuningrum (2001020)

Istiqomah Tazkiyatun Nafs (2001021)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KLATEN

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada
Rasullullah SAW beserta keluarganya. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan
makalah ini dengan judul “Konsep Teotitis Antropologi Kesehatan Dalam Pemberian Asuhan
Keperawatan Yang Peka Kepada”.

Makalah ini di buat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikososial Dan
Budaya Dalam Keperawatan. Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Kami mengaharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya dapat
kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah ini masih jauh dari kata sempurna.

Klaten, 15 September 2021


DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses
belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan
diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya
manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan
keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).
Tujuan dari keperawatan transkultural adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti
dan menggunakan pemahaman keperawatan transkultural untuk meningkatkan
kebudayaan yang spesifik dalam pemberian asuhan keperawatan.
Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak
mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat
menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa
mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien
sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau negara diperbolehkan seseorang
untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi karena
perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila
berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien
tersebut menangis atau berteriak, maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-
pelan, atau memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap telah
mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan
berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan. Tujuan
penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan sains dan pohon
keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik
dan universal. Kultur yang spesifik adalah kultur dengan nilai-nilai norma spesifik yang
tidak dimiliki oleh kelompok lain, seperti bahasa. Sedangkan kultur yang universal
adalah nilai atau norma yang diyakini dan dilakukan hampir oleh semua kultur seperti
budaya berolahraga membuat badan sehat, bugar; budaya minum teh dapat membuat
tubuh sehat (Leininger, 1978). Dalam melaksanakan praktik keperawatan yang bersifat
humanis, perawat perlumemahami landasan teori dan praktik keperawatan yang
berdasarkan budaya. Budaya yang telah menjadi kebiasaan tersebut diterapkan dalam
asuhan keperawatan transkultural, melalui 3 strategi utama intervensi, yaitu
mempertahankan, bernegosiasi dan merestrukturisasi budaya.
Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan
sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada
kultur yang spesifik dan universal. Kultur yang spesifik adalah kultur dengan nilai-nilai
norma spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain, seperti bahasa. Sedangkan kultur
yang universal adalah nilai atau norma yang diyakini dan dilakukan hampir oleh semua
kultur seperti budaya berolahraga membuat badan sehat, bugar; budaya minum teh dapat
membuat tubuh sehat (Leininger, 1978). Dalam melaksanakan praktik keperawatan yang
bersifat humanis, perawat perlumemahami landasan teori dan praktik keperawatan yang
berdasarkan budaya. Budaya yang telah menjadi kebiasaan tersebut diterapkan dalam
asuhan keperawatan transkultural, melalui 3 strategi utama intervensi, yaitu
mempertahankan, bernegosiasi dan merestrukturisasi budaya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari Kebudayaan ?
2. Apa definisi dari etiologi penyakit ditinjau dari kebudayaan ?
3. Apa penjelasan tentang Persepsi Sehat – Sakit ?
4. Bagaimana Peran Dan Perilaku Pasien ?
5. Apa saja Respon Sakit/Nyeri Pasien ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari Kebudayaan,
2. Mengetahui Etiologi Penyakit Ditinjau Dari Kebudayaan,
3. Mengetahui tentang Persepsi Sehat – Sakit,
4. Mengetahui bagaimana Peran Dan Perilaku Pasien,
5. Mengetahui apa saja Respon Sakit/Nyeri pasien
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kebudayaan

Kebudayaan adalah suatu sistem gagasan, tindakan, hasil karya manusia yang
diperoleh dengan cara belajar dalam rangka kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat,
1986). Kebudayaan itu ada tiga wujudnya, yaitu:

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-
norma, peraturan dsb. Merupakan wujud ideal dari kebudayaan, Sifatnya abstrak, tak
dapat diraba atau difoto. Letaknya ada di dalm pikiran warga masyarakat di mana
kebudayaan bersangkutan itu hidup. Dikenal dengan adat istiadat atau sering berada
dalam karangan dan buku-bukuu hasil karya para penulis warga masyarakat
bersangkutan, Saat ini kebudayaan ideal banyak tersimpan dalam disk, arsip, koleksi
microfilm dan microfish, kartu komputer,silinder dan pita komputer.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat, disebut juga sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari
aktivitas-aktivitas manusia-manusia yanbg berinteraksi, berhubungan, bergaul yang
berdasarkan adat tata kelakuan. Sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling
kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto dan didokumentasi.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia, disebut kebudayaan
fisik, dan tak memerlukan banyak penjelasan. Merupakan seluruh total dari hasil fisik
dari aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat. Sifatnya paling
konkret, atau berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto.
Hasil karya manusia seperti candi, komputer, pabrik baja, kapal, batik sampai kancing
baju dsb.

Perspektif transkultural dalam keperawatan

Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21,


termasuk tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin besar.
Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar negara (imigrasi)
dimungkinkan, menyebabkan adaya pergeseran terhadap tuntutan asuhan keperawatan.
Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang kuat, yang
dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan.
Perkembangan teori keperawatan terbagi menjadi 4 level perkembangan yaitu metha
theory, grand theory, midle range theory dan practice theory. Salah satu teori yang
diungkapkan pada midle range theory adalah Transcultural Nursing Theory. Teori ini
berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks keperawatan.
Teori ini menjabarkan konsep keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang
adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger
beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-
nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh
perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock.

Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak
mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat
menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa
mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien
sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau negara diperbolehkan seseorang
untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi karena
perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila
berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien
tersebut menangis atau berteriak, maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-
pelan, atau memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap telah
mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan
berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.

Konsep dalam Transcultural Nursing

1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari,
dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil
keputusan. Budaya adalah sesuatu yang kompleks yang mengandung
pengetahuan,keyakinan, seni, moral, hukum, kebiasaan, dan kecakapan lain yang
merupakan kebiasaan manusia sebagai anggota kemunitas setempat. Kebudayaan
adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar,
beserta keselurahan hasil budi dan karyanya dan sebuah rencana untuk melakukan
kegiatan tertentu (Leininger, 1991). Menurut konsep budaya Leininger (1978, 1984),
karakteristik budaya dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Budaya adalah pengalaman yang bersifat universal sehingga tidak ada dua budaya
yang sama persis.
b. Budaya yang bersifat stabil, tetapi juga dinamis karena budaya tersebut
diturunkan kepada generasi berikutnya sehingga mengalami perubahan.
c. Budaya diisi dan ditentukan oleh kehidupan manusianya sendiri tanpa disadari.

2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau
sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi
tindakan dan keputusan.
3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal dari
pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan
keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai
nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap
lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi
(Leininger, 1985).
4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa
budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.
5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim. Etnik adalah seperangkat
kondisi spesifik yang dimiliki oleh kelompok tertentu (kelompok etnik). Sekelompok
etnik adalah sekumpulan individu yang mempunyai budaya dan sosial yang unik serta
menurunkannya ke generasi berikutnya (Handerson, 1981).
6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal
muasal manusia Ras merupakan sistem pengklasifikasian manusia berdasarkan
karakteristik fisik pigmentasi, bentuk tubuh, bentuk wajah, bulu pada tubuh dan
bentuk kepala. Ada tiga jenis ras yang umumnya dikenal, yaitu Kaukasoid, Negroid,
Mongoloid. Budaya adalah keyakinan dan perilaku yang diturunkan atau diajarkan
manusia kepada generasi berikutnya (Taylor, 1989).
7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada
penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang
tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk
mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik
diantara keduanya.
8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan
perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi
kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas
kehidupan manusia.
9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung
dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau
antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.
10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau
memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan
kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan
mencapai kematian dengan damai.
11. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk
memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya
bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.

2.2 Etiologi Penyakit Ditinjau Dari Kebudayaan

Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat dikaitkan
dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil berbagai kebudayaan juga
dapat menimbulkan penyakit. Masyarakat dan pengobat tradisional menganut dua konsep
penyebab sakit, yaitu: Naturalistik dan Personalistik.
1. Penyebab bersifat Naturalistik

yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah makan),
kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas
dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Konsep sehat sakit yang dianut
pengobat tradisional (Battra) sama dengan yang dianut masyarakat setempat, yakni
suatu keadaan yang berhubungan dengan keadaan badan atau kondisi tubuh kelainan-
kelainan serta gejala yang dirasakan. Sehat bagi seseorang berarti suatu keadaan yang
normal, wajar, nyaman, dan dapat melakukan aktivitas sehari –hari dengan gairah.
Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan,
bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat
menjalankan aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat.

2. Sedangkan konsep Personalistik menganggap munculnya penyakit (illness)


disebabkan oleh intervensi suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan
manusia (hantu, roh, leluhur atau roh jahat), atau makhluk manusia (tukang sihir,
tukang tenung).

2.3 Persepsi Sehat – Sakit

Kesehatan adalah sesuatu yang sudah biasa, hanya dipikirkan bila sakit atau
ketika gangguan kesehatan mengganggu aktivitas sehari-hari seseorang. Sehat berarti
kekuatan dan ketahanan, mempunyai daya tahan terhadap penyakit, mengalahkan stres
dan kelesuan. menurutUU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan,“kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun social yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara social dan ekonomi” ( dikutip dari UU
Kesehatan No. 36 tahun 2009, 2009: 4). Konsep sehat dan sakit dalam pandangan orang
dipersepsikan secara berbeda. Persepsi merupakan sesuatu hal yang bersifat subjektif.
Persepsi seseorang dipengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar dan
pengetahuannya. Persepsi sehat dan sakit adalah relatif antara satu individu dengan
individu lain, antara kelompok masyarakat dan antara budaya satu dengan budaya yang
lain. Karenanya konsep sehat dan sakit bervariasi menurut umur, jenis kelamin,level
sakit, tingkat mobilitas dan interaksi sosial.

Beberapa karakteristik yang dapat mempengaruhi persepsi sehat dan


sakit,penyakit (disease) adalah gangguan fungsi fisiologis dari suatu organisme sebagai
akibat dari infeksi atau tekanan dari lingkungan. Hal ini berarti bahwa penyakit adalah
fenomena objektif yang ditandai oleh perubahan fungsi-fungsi tubuh sebagai organisme,
yang dapat diukur melalui tes laboratorium dan pengamatan secara langsung. Sedangkan
sakit (illness) adalah penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu penyakit.
Sakit menunjukkan dimensi fisiologis yang subjektif atau perasaan yang terbatas yang
lebih menyangkut orang yang merasakannya, yang ditandai dengan perasaan tidak enak
(unfeeling well) lemah (weakness), pusing(dizziness), merasa kaku dan mati rasa
(numbness). Mungkin saja dengan pemeriksaan medis seseorang terserang suatu penyakit
dan salah satu organ tubuhnya terganggu fungsinya, namun dia tidak merasa sakit dan
tetap menjalankan aktivitas sehari-harinya. Senada dengan penjelasan tersebut, Sarwono (
dikutip oleh Yunindyawati, 2004:15) mendefenisikan bahwa sakit merupakan kondisi
yang tidak menyenangkan mengganggu aktifitas jasmani dan rohani sehingga seseorang
tidak bisa menjalankan fungsi dan perannya sebagaimana mestinya dalam masyarakat.
Sickness menunjuk kepada suatu dimensi sosial yakni kemampuan untuk menunaikan
kewajiban terhadap kehidupan kelompok. Selama seseorang masih bisa menjalankan
kewajiban- kewajiban sosialnya, bekerja sebagaimana mestinya maka masyarakat tidak
menganggapnya sakit.

Selain faktor sosial budaya, persepsi sehat dan sakit juga dipengaruhi oleh
pengalaman masa masa lalu seseorang, seperi yang diungkapkan oleh Yunin dyawati
(2004:15) Persepsi tentang sehat-sakit juga dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa
lalu, disamping unsur sosial budaya. Pengalaman masa lalu menjadi acuan (referensi)
persepsi individu tentang kondisi sehat dan sakit. Seorang individu menggunakan
pengalaman sebagai patokan untuk berperilaku dan merupakan sumber dari tujuan dan
nilai-nilai pribadinya.

Oleh karena persepsi sehat dan sakit lebih bersifat konsep budaya (cultural
concept), maka petugas kesehatan dalam hal ini harus bisa melakukan pendekatandan
menyelidiki persepsi sehat dan sakit masyarakat yang dilayaninya, mencoba mengerti
mengapa persepsi tersebut sampai berkembang dan setelah itu mengusahakan mengubah
konsep tersebut agar mendekati konsep yang lebih ojektif. Dengan cara ini pelayanan dan
sarana kesehatan dapat lebih ditingkatkan jangkauannya sehingga dicapailah derajat
kesehatan yang optimal.

2.4 Peranan Dan Perilaku Pasien

Tingkah laku dan peranan seseorang merupakan suatu hal yang selalu mengikuti
kemanapun dalam setiap kejadian kehidupan,bahkan tingkah laku dan peranan biasanya
terjadi karena merupakan suatu respons terhadap keadaan tertentu. Demikian pula
kejadian saki tdan penyakit telah memicu respons tingkah laku dan peran yang berbeda
pada diri seseorang.

Tingkah laku sakit sebagai suatu cara dimana gejala-gejala ditanggapi, dievaluasi
dan diperankan oleh seorang individu yang mengalami sakit, kurang nyaman, atau tanda-
tandalain dari fungsi tubuh yang kurang baik.Tingkah laku sakit, peranan sakit dan
peranan pasien sangatdipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kelas sosial, suku bangsa,dan
budaya yang berlaku di suatu tempat.

Contohnya apabila orang dewasa yang tenggorokannya sakit memutuskan untuk


beristirahat sehari ditempat tidur, denngan harapan bahwa para anggota keluarga lainnya
akan membawakan makanan baginya, maka peranan sakit itu telah ditunjukan. Apabila
dokter dihubungi dan si individu bertindak menurut instuksinya, maka peranan pasien itu
menjadi kenyataan. Dengan demikian, perasana pasien merupakan kasus (suatu
perpanjangan) dari peranan sakit.

2.5 Respon Sakit/Nyeri Pasien

Nyeri atau rasa sakit merupakan respon yang paling dipahami oleh individu ketika
mengalami cidera. Hal ini juga merupakan pengalaman pribadi yang diekspresikan secara
berbeda oleh masing-masing individu dan nyeri termasuk sensasi ketidaknyaman yang
bersifat individual. Rasa sakit melekat pada sistem syaraf manusia dan merupakan
pengalaman individual yang berlangsung lama. The International Associaton for The
Study of Pain (2010) memberikan definisi yang paling banyak dijadikan acuan yaitu
berdasarkan faktor yang berkaitan dengan waktu dan kesesuaian dengan penyakit. Nyeri
merupakan sensasi yang rumit, unik, dan universal.

Dalam banyak literatur menyebutkan bahwa adanya definisi nyeri yang berbeda-
beda dan hal ini merefleksikan bahwa sifat nyeri yang subjektif sehingga ada keragaman
dalam cara memahami dan mengkategorikan pengalaman manusia yang kompleks ini.
Nyeri memiliki konstruk multidimensional yaitu hubungan antara penyakit (sebagai
pengalaman biologis) dan rasa sakit (sebagai pengalaman ketidaknyamanan dan
disfungsi) sehingga sangat sulit untuk menguraikannya dengan jelas (Ospina dan
Harstall, 2002) Pengekspresian rasa nyeri atau respon terhadap rasa nyeri itu sendiri
merupakan fenomena yang bersifat kompleks dan melibatkan sensorik, perilaku atau
motorik, emosi.

Begitu impuls rasa sakit diterima oleh otak, interpertasi rasa sakit itu sendiri
dipengaruhi oleh faktor-faktor biologis, psikologis dan sosial yang saling berkaitan satu
dan yang lainnya. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti di salah satu rumah
sakit bentuk ekspresi rasa nyeri yang ditunjukan oleh pasien seperti: mengeluh, merintih,
gelisah, berteriak dan menangis. Respon nyeri jika dilihat dari faktor biologis
mengaktifkan nociceptors.

Nociceptors merupakan serabut syaraf yang merangsang rasa sakit. Setelah


nociceptors dirangsang impuls rasa sakit dikirim ke otak sebagai peringatan bahwa terjadi
ancaman pada tubuh, rangsangan yang individu terima mengaktifkan serabut saraf khusus
untuk mengirim sinyal melalui jaringan syaraf perifer melalui impuls sumsum tulang
belakang ke otak, ketika impuls aferen mencapai sumsum tulang belakang loop refleks
terbentuk dalam saluran untuk mengaktifkan otot-otot yang diperlukan untuk
menggerakan anggota badan menjauhi stimulus.

Respon emosional yang muncul diekspresikan individu dalam bentuk awal adalah
individu berfikiran bahwa dirinya sakit dengan melihat bekas luka atau bagian yang sakit,
selanjutnya merasa bahwa dirinya benar-benar sakit dan akhirnya memunculkan reaksi
seperti menjerit dan menangis. Komponen emosional terjadi saat individu meringis,
membuat kepalan tangan atau bahkan berfikir apa yang dilakukan oleh orang lain
terhadap dirinya. Perbedaan jenis kelamin juga mempengaruhi bagaimana individu
tersebut mengekspresikan nyeri yang dirasakan. Komponen lain selain emosional dalam
pengekspresian rasa nyeri juga bisa dilihat dari komponen budaya tetapi jika dilihat dari
komponen ini hampir terlalu kompleks untuk dijelaskan, namun persepsi terhadap rasa
nyeri sendiri dapat dikaitkan dengan etnis dan status sosial ekonomi, komponen budaya
dapat dilihat sebagai variabel yang berhubungan dengan lingkungan dimana seseorang
dibesarkan dan bagaimana lingkungan memberikan respon terhadap rasa sakit.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kebudayaan adalah suatu sistem gagasan, tindakan, hasil karya manusia yang
diperoleh dengan cara belajar dalam rangka kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat,
1986). Kebudayaan itu ada tiga wujudnya, yaitu : (1) Wujud kebudayaan sebagai suatu
kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dsb. (2) Wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat, disebut juga sistem sosial. (3) Wujud kebudayaan sebagai benda- benda hasil
karya manusia, disebut kebudayaan fisik, dan tak memerlukan banyak penjelasan.

Perspektif transkultural dalam keperawatan, Salah satu teori yang diungkapkan


pada midle range theory adalah Transcultural Nursing Theory. Teori ini berasal dari
disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini
menjabarkan konsep keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya
perbedaan nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat. Salah satu contoh yang
sering ditemukan adalah ketika klien sedang mengalami nyeri. maka perawat akan
memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah memarahi
pasien karena dianggap telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami
oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang
diberikan.

Etiologi Penyakit Ditinjau Dari Kebudayan ada dua konsep penyebab sakit, yaitu:

(1) Naturalistik yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan,


makanan (salah makan), kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh, termasuk
juga kepercayaan panas dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan.
(2) Sedangkan konsep Personalistik menganggap munculnya penyakit (illness)
disebabkan oleh intervensi suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia
(hantu, roh, leluhur atau roh jahat), atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung).

Persepsi Sehat – Sakit, merupakan sesuatu hal yang bersifat subjektif. Persepsi
seseorang dipengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar dan pengetahuannya.

Persepsi sehat dan sakit adalah relatif antara satu individu dengan individu lain, antara
kelompok masyarakat dan antara budaya satu dengan budaya yang lain. Karenanya
konsep sehat dan sakit bervariasi menurut umur, jenis kelamin,level sakit, tingkat
mobilitas dan interaksi sosial.

Kegiatan Pelatihan Asuhan Keperawatan Peka Budaya efektif meningkatkan


kompetensi kultural perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pasien dengan
gangguan respirasi yang menerima asuhan keperawatan. Rekomendasi untuk kegiatan
pengabdian masyarakat selanjutnya adalah perlunya mensosialisasikan model Asuhan
Keperawatan Peka Budaya kepada seluruh perawat agar dapat diterapkan kepada seluruh
pasien dengan berbagai gangguan kesehatan.

3.2 Saran

Cara dan gaya hidup manusia, adat istiadat, kebudayaan, kepercayaan bahkan
seluruh peradaban manusia dan lingkungannya berpengaruh terhadap penyakit. Secara
fisiologis dan biologis tubuh manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia
mempunyai daya adaptasi terhadap lingkungan yang selalu berubah, yang sering
membawa serta penyakit baru yang belum dikenal atau perkembangan/perubahan
penyakit yang sudah ada. Kajian mengenai konsekuensi kesehatan perlu memperhatikan
konteks budaya dan sosial dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/presentation/392301413/Respon-Sakit-Atau-Nyeri-Pasien

http://eprints.ums.ac.id/45968/8/04.%20BAB%20I.pdf

https://www.kompasiana.com/desrina/persepsi-sehat-dan-sakit_550fd94e8133118b38bc5fc0

http://arfandisade-as.blogspot.com/2012/08/sehat-sakit.html?m=1

https://prezi.com/sbxpacfscbfm/peranan-sakit-dan-peranan-pasien

Anda mungkin juga menyukai