Anda di halaman 1dari 43

1

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


“GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN
SIROSIS HEPATIS”

Disusun Oleh :
Kelompok 1

Dosen Pembimbing :
Dr. Dwi Prihatin Era, S. Kp., M. Kep., Sp. KMB

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2021
MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
“GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN
SIROSIS HEPATIS”

Dosen Pembimbing :
Dr. Dwi Prihatin Era, S. Kp., M. Kep., Sp. KMB

Disusun Oleh :
Chindy Isnaini Durand ( P07220219082 )
Choirul Afif ( P07220219083 )
Echa Amelia ( P07220219086 )
Hanin Nafi’ ( P07220219091 )
Intan Putri Asih ( P07220219097 )
Mirhamsyah ( P07220219103 )
Muhammad Reza Anugerah ( P07220219104 )
Muhammad Robbani Ritbiyyun ( P07220219105 )
Nur Sajida ( P07220219106 )
Said Ahmad Farid Rahman ( P07220219117 )
Simanullang,Yuliana Dortauli ( P07220219119 )

KEMENTERIAN KESEHATANREPUBLIK INDONESIA


POLTEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan


yang Maha Esa karena berkat seizin-Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Gangguan Sistem Pencernaan Sirosis Hepatis”sesuai waktu yang
diberikan.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman masalah
tentang gangguan system pencernaan sirosis hepatis untuk mempermudah dalam
pengertian pembelajaran tertulis maupun diskusi.
Demikian makalah ini kami buat, mohon maaf bila ada salah penulisan
ataupun hal yang menyinggung dalam penulisan makalah ini. Semoga segala
upaya kami dalam membuat makalah ini bisa bermanfaat.
Terima kasih. Wassalamu’alaikum wr.wb

Samarinda, 2 Februari 2021

Penyusun,

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................
1.3 Tujuan............................................................................................................
1.4 Manfaat .........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologis Sistem Pencernaan.........................................................
2.2 Mekanisme Pencernaan.................................................................................
2.3 Konsep Dasar Sirosis Hepatis.......................................................................
2.3.1 Anatomi hati ......................................................................................
2.3.2 Pengertian sirosis hepatis....................................................................
2.3.3 Patofisiologi sirosis hepatis................................................................
2.3.4 Farmokologi sirosis hepatis................................................................
2.3.5 Pemeriksaan penunjang sirosis hepatis...............................................
2.3.6 Terapi diet pada gangguan sistem pencernaan sirosis hepatis............
2.4 Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis............................................................
2.5 Peran dan Fungsi Perawat..............................................................................
2.5.1 Pendidikan kesehatan.........................................................................
2.5.2 Pencegahan pada masalah gangguan sistem pencernaan...................
2.5.3 Persiapan, pelaksanaan dan paska pemeriksaan diagnostik dan
laboratorium........................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan................................................................................................
3.2. Saran..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan pada sistem pencernaan dapat disebabkan oleh pola
makan yang salah, infeksi bakteri, dan kelainan alat pencernaan yang
memberikan gejala seperti gastroenteritis, konstipasi, obstipasi maupun
ulkus.
......Penyakit hati merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi
permasalahan di indonesia. Ditinjau dari pola penyakit hati yang dirawat,
secara umum mempunyai urutan sebagai berikut: hepatitis virus akut, sirosis
hati, kanker hati, abses hati.
Dari data tersebut ternyata sirosis hati menempati urutan kedua.
Sirosis hati merupakan salah satu penyakit hati kronis yang paling banyak
ditemukan dimasyarakat dan merupakan stadium terakhir dari penyakit hati
menahun (Hadi S, 2000 dalam Stiphany, 2010).
Cedera pada struktur seluler dari hati menyebabkan fibrosis terkait
dengan radang kronis dan perubahan necrotic menghasilkan sirosis
(Digiulio & Donna Jackson, 2014). Sirosis hepatis adalah penyakit hati
menahun (penyakit hati kronis) dan merupakan stadium akhir dari penyakit
hati kronis (Nurdjanah, 2009 dalam Sitompul, dkk, 2012).
1.2 Rumusan Masalah
...................Berdasarkan latar belakang yang telah penulis sampaikan
sebelumnya rumusan masalah yang didapatkan adalah :
- Anatomi fisiologi sistem pencernaan
- Konsep dasar sirosis hepatis
- Asuhan keperawatan sirosis hepatis
- Peran dan fungsi perawat pada gangguan sistem pencernaan
1.3 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah :
- Memahami anatomi fisiologi sistem pencernaan
- Memahami konsep dasar sirosis hepatis
- Mampu membuat asuhan keperawatan sirosis hepatis
- Mengerti peran dan fungsi perawat pada gangguan sistem pencernaan

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu dapat
mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai
sirosis hepatis serta kemampuan dalam menerapkan asuhan keperawatan
pada pasien dengan sirosis hepatis
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan  terdiri dari saluran pencernaan  yaitu saluran panjang


yang merentang dari mulut sampai anus, dan organ – organ aksesoris seperti gigi,
lidah, kelenjar saliva, hati, kandung empedu, dan pancreas.
Proses pencernaan melibatkan enzim – enzim sekretorik yang spesifik untuk
berbagai makanan dan bekerja untuk menguraikan karbohidrat menjadi gula
sederhana, lemak menjadi asam lemak bebas dan monogliserida, serta protein
menjadi asam amino.

A.  Fungsi Sistem Pencernaan


Fungsi utama system ini adalah untuk menyediakan makanan, air, dan
elektrolit bagi tubuh dari nutrient yang dicerna sehingga siap diabsorpsi.
Pencernaan berlangsung secara mekanik dan kimia, dan meliputi proses – proses
berikut :

1) Ingesti adalah masuknya makanan ke dalam mulut.


2) pemotongan dan penggilingan makanan dilakukan secara mekanik oleh
gigi.
3) Peristaltik  adalah gelombang kontraksi otot polos involunter yang
menggerakkan makanan tertelan melalui saluran pencernaan.
4) Digesti adalah hidrolisis kimia (penguraian) molekul besar menjadi
molekul kecil sehingga absorpsi dapat berlangsung.
5) Absorpsi adalah pergerakan produk akhir pencernaan dari lumen saluran
pencernaan ke dalam sirkulasi darah dan limfatik.
6) Egesti (defekasi) adalah proses eliminasi zat – zat sisa yang tidak tercerna.
B.  GARIS BESAR SALURAN PENCERNAAN

Sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ,


berturut-turut dimulai dari 1. Rongga Mulut, 2. Esofagus, 3. Lambung, 4. Usus
Halus, 5. Usus Besar, 6 Anus.

1) Mulut (oris)

Rongga mulut dibatasi oleh beberapa bagian, yaitu sebelah atas oleh
tulang rahang dan langit-langit (palatum), sebelah kiri dan kanan oleh otot-
otot pipi, serta sebelah bawah oleh rahang bawah.

a. Gigi (dentis)

Fungsi : Berperan dalam proses mastikasi (pengunyahan).

Pada manusia, gigi berfungsi sebagai alat pencernaan mekanis.


Di sini, gigi membantu memecah makanan menjadi potongan-potongan
yang lebih kecil. Hal ini akan membantu enzim – enzim pencernaan
agar dapat mencerna makanan lebih efisien dan cepat. Selama
pertumbuhan dan perkembangan, gigi manusia mengalami perubahan,
mulai dari
gigi susu dan gigi tetap (permanen). Gigi pertama pada bayi dimulai
saat usia 6 bulan. Gigi pertama ini disebut gigi susu (dens lakteus).
Pada anak berusia 6 tahun, gigi berjumlah 20, dengan susunan sebagai
berikut.
a) Gigi seri (dens insisivus), berjumlah 8 buah, berfungsi
memotong makanan.
b) Gigi taring (dens caninus), berjumlah 4 buah, berfungsi merobek
makanan.
c) Gigi geraham kecil (dens premolare), berjumlah 8 buah,
berfungsi mengunyah makanan.

Bagian-bagian gigi adalah sebagai berikut:

a) Mahkota Gigi : dilapisi oleh email dan di dalamnya terdapat


dentin (tulang gigi).
b) Tulang Gigi ; terletak di bawah lapisan email.
c) Rongga gigi ; berada di bagian dalam gigi. Di dalamnya terdapat
pembuluh darah, jaringan ikat, dan jaringan saraf.

b. Lidah

Lidah berfungsi untuk membantu mengunyah makanan yakni


dalam hal membolak-balikkan makanan dalam rongga mulut,
membantu dalam menelan makanan, sebagai indera pengecap, dan
membantu dalam berbicara.Sebagai indera pengecap,pada permukaan
lidah terdapat badan sel saraf perasa (papila). ada tiga bentuk papila,
yaitu:

a) Papila fungiformis
b) Papila filiformis.
c) Papila serkumvalata

c. Kelenjar Ludah

Kelenjar ludah menghasilkan saliva. Saliva mengandung enzim


ptyalin atau amylase  dan ion natrium, klorida, bikarbonat, dan kalium.
Fungsi saliva adalah  :

a) melarutkan makanan secara kimia,


b) melembabkan dan melumasi makanan
c) mengurai zat tepung menjadi polisakarida dan maltose
d) zat buangan
e) zat antibakteri dan antibodi

Kelenjar ludah terdiri atas tiga pasang sebagai berikut:

a) Kelenjar sublingual adalah kelenjar saliva yang paling kecil,


terletak di bawah lidah bagian depan.
b) Kelenjar submandibular  terletak di belakang kelenjar sublingual
dan lebih dalam.
c) Kelenjar parotid adalah kelenjar saliva paling besar dan terletak
di bagian atas mulut depan telinga.

2) Esofagus (Kerongkongan)
Esofagus merupakan saluran sempit berbentuk pipa yang
menghubungkan faring dengan lambung (gaster). Yang panjang kira – kira
25 cm, diameter 2,5 cm. pH cairannya 5 – 6. Fungsi : menggerakkan
makanan dari faring ke lambung melalui gerak peristalsis.

Bagian dalam kerongkongan senantiasa basah oleh cairan yang


dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar yang terdapat pada dinding kerongkongan
untuk menjaga agar bolus menjadi basah dan licin. Keadaan ini akan
mempermudah bolus bergerak melalui kerongkongan menuju ke lambung.

Bergeraknya bolus dari mulut ke lambung melalui kerongkongan


disebabkan adanya gerak peristaltik pada otot dinding kerongkongan. Gerak
peristaltik dapat terjadi karena adanya kontraksi otot secara bergantian pada
lapisan otot yang tersusun secara me- manjang dan melingkar. Proses gerak
bolus di dalam kerongkongan menuju lambung.

Sebelum seseorang mulai makan, bagian belakang mulut (atas) terbuka


sebagai jalannya udara dari hidung. Di kerongkongan, epiglotis yang seperti
gelambir mengendur sehingga udara masuk ke paru-paru. Ketika makan,
makanan dikunyah dan ditelan masuk ke dalam kerongkongan.

Sewaktu makanan bergerak menuju kerongkongan, langit-langit lunak


beserta jaringan mirip gelambir di bagian belakang mulut (uvula) terangkat
ke atas dan menutup saluran hidung. Sementara itu, sewaktu makanan
bergerak ke arah tutup trakea, epiglotis akan menutup sehingga makanan
tidak masuk trakea dan paru-paru tetapi makanan tetap masuk ke
kerongkongan.

3) Lambung (gaster)

Lambung terdapat di dalam rongga perut di sebelah bawah difragma,


berupa kantong penyimpanan makanan. Lambung terdiri dari tiga
bagian : kardiak (bagian atas), fundus (bagian tengah) dan pilorus (bagian
akhir). Lambung melakukan gerakan peristaltik dan pendular untuk
meremas dan mengaduk makanan yang masuk.

Di dalam lambung terdapat kelenjar yang menghasilkan enzim


pencernaan seperti asam khlorida (HCl), enzim pepsin dan enzim
renin. Enzim ptialin dalam air ludah tidak dapat bekerja di dalam lambung
karena terlalu asam (pH sekitar 1,5 sampai 3). Makanan berada di lambung
kira-kira 3 sampai 4 jam atau sampai 7 jam untuk bahan makanan yang
mengandung banyak lemak. Makanan yang sudah hancur sedikit demi
sedikit masuk ke usus halus. Getah lambung mengandung:

a) Asam klorida (HCl). Berfungsi sebagai desinfektan,mengasamkan


makanan dan mengubah pepsinogen menjadi pepsin.
b) Rennin, merupakan enzim yang berfungsi mengendapkan kasein
(protein susu) dari air susu.
c) Pepsin berfungsi mengubah protein menjadi polipeptida..
d) Lipase, berfungsi untuk mencerna lemak.

Fungsi lambung adalah:

a) Penyimpan makanan
b) Memproduksi kimus
c) Digesti protein
d) Memproduksi mucus
e) Memproduksi glikoprotein
f) Penyerapan

4) Usus halus (Intestinum tenue)

Usus halus adalah tempat berlangsungnya sebagian besar pencernaan


dan penyerapan yang panjangnya sekitar 6 m berdiameter sekitar 2,5 cm.
sedangkan pHnya 6,3 – 7,6. Dinding usus halus terdiri atas tiga lapis, yaitu
tunica mucosa, tunica muscularis, dan tunika serosa. Tunica muscularis
merupakan bagian  yang menyebabkan  gerakan  usus halus. Fungsi usus
halus :

a) Mengakhiri proses pencernaan makanan. Proses ini diselesaikan oleh


enzim usus dan enzim pangkreas serta dibantu empedu dalam hati.
b) Usus halus secara selektif mengabsorbsi produk digesti.

Usus halus dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu:

a) Deudenum (usus dua belas jari). Deudenum  panjangnya sekitar 25


cm, diameternya 5 cm.
b) Jejunum (usus kosong). Panjangnya sekitar 1 m sampai 1,5 m,
diameternya 5 cm.
c) Ileum (usus belit/ usus penyerapan). Panjangnya sekitar 2 m sampai
2,5 m, diameternya 2,5 cm.

Kelenjar – kelenjar usus menghasilkan enzim – enzim pencernaan, yaitu :

a) Peptidase, berfungsi mengubah peptide menjadi asam amino


b) Sukrase, berfungsi mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
c) Maltase, berfungsi mengubah maltose menjadi glukosa
d) Laktase, berfungsi mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa

5) Usus Besar (colon)


Usus besar adalah saluran yang berhubung dengan bagian usus halus
(ileum) dan berakhir dengan anus. Yang panjangnya sekitar  1,5 m dan
diameternya kurang lebih 6,3 cm. pH nya 7,5 – 8,0. Fungsi dari usus besar
adalah :

a) Mengabsorbsi 80 %  sampai 90 % air dan elektrolit dari kimus yang


tersisa dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa semipadat.
b) Memproduksi mucus
c) Mengeksresikan zat sisa dalam bentuk feses.

Usus besar dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu :

a) Coecum. Merupakan pembatas antara ileum dengan kolon.


b) Kolon. Pada  kolon  terjadi  gerakan  mencampur isi kolon dengan
gerakan mendorong.
c) Rectum. Merupakan tempat penampungan sementara feses sebelum
dibuang melalui anus. Yang panjangnya 12 – 13 cm.

6) Anus

Anus  merupakan  lubang  pada  ujung saluran pencernaan. Pada anus


terdapat dua macam otot, yaitu Sfingter anus internus; bekerja tidak menurut
kehendak dan Sfingter anus eksterus; bekerja menurut kehendak. Proses
pengeluaran feses di sebut defekasi. Setelah retum terenggang karena terisi
penuh, timbul keinginan untuk defekasi.

2.2 Mekanisme sistem pencernaan

Mekanisme yang pertama yaitu Ingesti, memasukkan makanan (bolus)  ke


rongga mulut, yang kedua yaitu Pemotongan dan penggilingan, dilakukan secara
mekanik oleh gigi. yang ketiga, Peristaltik, adalah gelombang kontraksi otot polos
involunter yang menggerakkan makanan tertelan melalui saluran pencernaan.

Yang keempat digesti, merupakan proses penguraian makanan dari struktur


yang kompleks menjadi satuan-satuan yang lebih kecil sehingga dapat diserap
oleh enzim-enzim yang diproduksi didalam sistem pencernaan. Yang kelima,
Absorpsi, setelah proses digesti molekul-molekul yang telah menjadi satuan-
satuan kecil dapat diabsorpsi bersama dengan air, vitamin, dan elektrolit, dari
lumen saluran pencernaan ke dalam darah atau limfe. Absorpsi sebagian besar
terjadi di usus halus. Yang terakhir yaitu Defekasi atau pembuangan, maksudnya
proses eliminasi atau pengeluaran zat-zat makanan yang tidak diperlukan tubuh.

2.2.1 Kimiawi

Pencernaan makanan secara kimiawi terjadi dengan bantuan zat


kimia tertentu. Enzim pencernaan merupakan zat kimia yang berfungsi
memecahkan molekul bahan makanan yang kompleks dan besar menjadi
molekul yang lebih sederhana dan kecil. Molekul yang sederhana ini
memungkinkan darah dan cairan getah bening (limfe) mengangkut ke
seluruh sel yang membutuhkan.

Secara umum enzim memiliki sifat : bekerja pada substrat tertentu,


memerlukan suhu tertentu dan keasaman (pH) tertentu pula. Suatu enzim
tidak dapat bekerja padasubstrat lain. Molekul enzim juga akan rusak oleh
suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Demikian pula enzim yang
bekerja pada keadaan asam tidak akan bekerja pada suasana basa dan
sebaliknya. Macam-macam enzim pencernaan yaitu :

- Enzim Ptialin
- Enzim Amilase
- Enzim Maltase
- Enzim Pepsin
- Enzim Tripsin
- Enzim Renin
- Enzim Lipase

2.2.2 Mekanik/fisika

Pencernaan mekanik yaitu proses mengubah makanan dari ukuran


besar menjadi lebih kecil dengan bantuan alat-alat pencernaan. Alat yang
membantu pencernaan mekanik seperti gigi, lambung, usus. Gerakan gigi
seri memotong makanan, gigi taring merobek makanan, gigi geraham
mengunyah makanan serta lambung dan usus melakukan gerakan meremas
makanan merupakan pencernaan mekanik.

Pada pencernaan mekanik umumnya tidak mengubah susunan


molekul bahan makanan yang dicerna. Pencernaan mekanik menjadi lebih
mudah karena adanya saliva(air ludah) dan getah lambung. Pencernaan
mekanik dibantu oleh gerakan saluran pencernaan seperti gerakan
peristaltik, gerak segmentasi dan gerak ayun (pendular). Gerakan-gerakan
ini memungkinkan makanan di dorong, kemudian diremas dan dicampur
dengan enzim pencernaan (pengadukan).

2.3 Konsep Dasar Sirosis Hepatis


2.3.1 Anatomi hati
Secara anatomi, hati terletak di sebalah kanan atas abdomen
(perut). Di antara rongga dada dan rongga perut. Dipisahkan oleh sekat yang
disebut diafragma. Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia
dengan berat sekitar 1,5 kilogram.

Dalam buku Anatomi Tubuh Manusia (2008) karya Daniel


Wibowo, hati adalah organ berwarna merah kecoklatan karena berisi darah
dan memiliki konsistensi lunak. Pada bayi, ukurannya relatif lebih besar dan
mengisis 2/5 volume ringga perut. Sebagai kelenjar, hati mengeluarkan
empedu yang penting untuk proses pencernaan makanan berlemak.
Disampung itu, sel-sel hati juga mengeluarkan unsur makanan ke dalam
aliran darah sebagai proses metabolisme zat makanan yang diangkut vena
porta dari usus.

Hati memiliki fungsi yang kompleks dan penting, sehingga hati


mendapat aliran darah yang banyak. Oleh karena itu, jika ada pendarahan
pada hati dan tidak segera diatasi, bisa menyebabkan kematian. Bagian-
bagian hati Struktur internal hati terusun dari sekitar 100.000 sel hati yang
berbentuk heksagonal dan dikenal sebagai lobulus.

Masing-masing lobulus terdiri dari pembuluh darah pusat yang


dikelilingi oleh enak pembuluh darah vena hepatik dan enam arteri hepatik.
Anatomi hati memiliki empat lobus dengan ukuran yang berbeda, yaitu:

a. Lobus kanan adalah bagian terbesar di hati dengan ukuran 5-6 kali lebih
besar daripada lobus kiri
b. Lobus kiri adalah bagian hati yang berbentuk lebih runcing dan kecil
daripada lobus kanan. Terpisah oleh ligamen falciform.
c. Lobus kaudatus, memiliki ukuran lebih kecil dibanding lobus kanan dan
kiri. Letaknya memanjang dari sisi belakang lobus kanan dan
membungkus pembuluh darah balik utama.
d. Lobus kuadrat, berada lebih rendah dan terletak dari sisi belakang lobus
kanan hingga membungkus kantong empedu

Saluran empedu Selain empat lobus di atas, hati juga memiliki


saluran empedu. Saluran empedu adalah saluran yang menghubungkan
antara hati dan kantong empedu (tempat pennyimpanan empedu). Empedu
merupakan zat yang diproduksi tubuh untuk membantu mencerna lemak dan
akan disimpan dalam kantong empedu. Kemudian, saluran empedu bertemu
dengan saluran hepatik kanan dan kiri yang membawa empedu dari lobus
bagian kiri dan kanan hati. Dua saluran heaptik tersebut bergabung sehingga
membentuk saluran untuk mengalirkan semua empedu dari hati. Sebagian
empedu yang dihasilkan, disimpan hingga digunakan untuk proses
pencernaan.

Fungsi hati Dilansir dari Halodoc, hati memiliki berbagai fungsi


bagi kesehatan tubuh secara keseluruhan. Berikut beberapa fungsi hati:
Menghancurkan sel darah merah Fungsi hati menghancurkan sel darah
merah yang sudah tua. Proses ini membuat fases berwarna cokelat. Namun
jika fases ini berwarna pucat atau warna urine menjadi lebih gelap, bisa
menjadi tanda ada masaslah pada organ hati.

Hati juga bertanggung jawab untuk memproduksi protein, seperti


albumin yang berfungsi menjaga carian dalam sistem sirkulasi tubuh.
Protein yang berperan sebagai faktor pembekuan darah dan sistem
kekebalan tubuh juga dihasilkan oleh hati.

Hati membantu metabolisme protein dengan mengubah amonia


menjadi urea yang dikeluarkan bersama urine oleh ginjal. Penyimpanan
nutrisi Hati juga berperan penting dalam proses penyimpanan nutrisi tubuh.
Misalnya zat besi, vitamin A, B12, D, dan K, serta asam folat.

2.3.2 Pengertian sirosis hepatis

Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hati dengan inflamasi


dan fibrosis yang mengakibatkan distorsi struktur dan hilangnya sebagian
besar hepar. Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah kematian
sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik (sel mast), regenerasi sel dan
jaringan parut yang menggantikan sel-sel normal. (Baradero, 2008).

Sirosis Hepatis merupakan penyakit hati menahun ditandai adanya


pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan proses
peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan
usaha regenerasi nodul, sehingga menimbulkan perubahan sirkulasi mikro
dan makro sel hepar tidak teratur (Nugroho, 2011).

Sirosis adalah penyakit kronis yang dicirikan dengan penggantian


jaringan hati normal dengan fibrosis yang menyebar, yang mengganggu
struktur dan fungsi hati. Sirosis, atau jaringan parut pada hati, dibagi
menjadi tiga jenis: alkoholik, paling sering disebabkan oleh alkoholisme
kronis, dan jenis sirosis yang paling umum,; paskanekrotik, akibat hepatitis
virus akut sebelumnya; dan bilierm akibat obstruksi bilier kronis dan infeksi
(jenis sirosis yang paling jarang terjadi) (Brunnerd & Suddart, 2013).

Menurut Black & Hawks tahun 2009, Sirosis hepatis adalah


penyakit kronis progresif dicirikan dengan fibrosis luas (jaringan parut) dan
pembentukan nodul. Sirosis terjadi ketika aliran normal darah, empedu dan
metabolism hepatic diubah oleh fibrosis dan perubahan di dalam hepatosit,
duktus empedu, jalur vaskuler dan sel retikuler.

Jadi dapat disimpulkan bahwa sirosis hepatis adalah penyakit


kronis pada hepar yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat
dan pembentukan nodul.
2.3.3 Patofisiologi Sirosis Hepatis
Menurut Black & Hawks tahun 2009 sirosis adalah tahap akhir
pada banyak tipe cedera hati. Sirosis hati biasanya memiliki konsistensi
noduler, dengan berkas fibrosis (jaringan parut) dan daerah kecil jaringan
regenerasi. Terdapat kerusakan luas hepatosit. Perubahan bentuk hati
merubah aliran sistem vaskuler dan limfatik serta jalur duktus empedu.
Periode eksaserbasi ditandai dengan stasis empedu, endapan jauundis.

Menurut Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, (2012),


gangguan hematologik yang sering terjadi pada sirosis adalah
kecendrungan perdarahan, anemia, leukopenia, dan trombositopenia.
Penderita sering mengalami perdarahan hidung, gusi, menstruasi berat,
dan mudah memar. Masa protrombin dapat memanjang. Manifestasi ini
terjadi akibat berkurangnya pembentukan faktor-faktor pembekuan oleh
hati.

Anemia, leukopenia, dan trombositopenia diduga terjadi akibat


hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesar (spelenomegali) tetapi juga
lebih aktif menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi. Mekanisme lain
yang menimbulkan anemia adalah defisiensi folat, vitamin B12, dan besi
yang terjadi sekunder akibat kehilangan darah dan peningkatan hemolisis
eritrosit. Penderita juga lebih mudah terserang infeksi.

Kerusakan hepatoseluler mengurangi kemampuan hati


mensintesis normal sejumlah albumin. Penurunan sintesis albumin
mengarah pada hipoalbuminemia, yang dieksaserbasi oleh kebocoran
protein ke dalam ruang peritonium. Volume darah sirkulasi menurun dari
kehilangan tekanan osmotik koloid. Sekresi aldosteron meningkat lalu
merangsang ginjal untuk menahan natrium dan air. Sebagai akibat
kerusakan hepatoseluler, hati tidak mampu menginaktifkan aldosteron.
Sehingga retensi natrium dan air berlanjut. Lebih banyak cairan tertahan,
volume cairan asites meningkat.

Hipertensi vena porta berkembang pada sirosis berat. Vena porta


menerima darah dari usus limpa. Jadi peningkatan di dalam tekanan vena
porta menyebabkan: (1) aliran balik meningkat pada tekanan reistan dan
pelebaran vena esofagus, umbilikus, dan vena rektus superior, yang
mengakibatkan perdarahan varises (2) asites (akibat pergesaran
hidrostastik atau osmotik mengarah pada akumulasi cairan di dalam
peritoneum) dan (3) bersihan sampah metabolik protein tidak tuntas
dengan akibat meningkat amonia, selanjutnya mengarah kepada
esefalopati hepatikum.

Kelanjutan proses sebagai akibat penyebab tidak diketahui atau


penyalahgunaan alkohol biasanya mengakibatkan kematian dari
ensefalopati hepatikum, infeksi bakteri (gram negatif) peritonitis (bakteri),
hepatoma (tumor hati), atau komplikasi hipertensi porta.

Gangguan endokrin sering terjadi pada sirosis. Hormon korteks


adrenal, testis dan ovarium, dimetabolisme dan diinaktifkan oleh hati
normal. Atrofi testis, ginekomastia, alopesia, pada dada dan aksila, serta
eritema palmaris (telapak tangan merah), semuanya diduga disebabkan
oleh kelebihan esterogen, dalam sirkulasi. Peningkatan pigmentasi kulit
diduga aktivitas hormon perangsang melanosit yang bekerja secara
berlebihan.

2.3.4 Farmakologi
Sirosis berfokus pada faktor etiologi, misalnya dengan berhenti
mengonsumsi alkohol atau penanganan hepatitis B pasien. Selain
penanganan etiologi, monitoring dan penanganan komplikasi sirosis hepatis
seperti peritonitis atau pecah varises esofagus juga harus dilakukan.

Sirosis Tanpa Komplikasi

Sirosis tanpa komplikasi dapat ditangani dengan penggunaan obat-


obatan dengan kombinasi diet yang bertujuan untuk mengurangi berat
badan. Obat yang dapat digunakan berkisar antara steroid hingga antivirus.
Medikamentosa

Pada pasien tanpa infeksi, pemberian glukokortikoid dan


pentoxifylline dapat diberikan untuk menangani sirosis. Pemberian
pentoxifylline masih kontroversial karena terdapat studi yang menyatakan
bahwa penggunaannya tidak meningkatkan tingkat kesintasan pasien. Walau
demikian, obat ini tetap digunakan, terutama pada pasien yang memiliki
kontraindikasi terhadap glukokortikoid karena belum terdapat alternatif obat
yang lebih baik.

Pasien dengan hepatitis B dapat diberikan interferon alfa dan


lamivudine. Lamivudin dapar diberikan 100 mg setiap hari selama 1 tahun
secara oral. Interferon alfa diberikan 3 MIU 3x per minggu selama 4-6 bulan
secara subkutan. Pada pasien yang resisten lamivudin dapat diberikan
adefovir dan tenofovir. Walaupun begitu, pemberian lamivudin dapat
menyebabkan resistensi apabila digunakan 9-12 bulan. Selain itu, suatu
penelitian di Jepang menunjukkan bahwa interferon tidak direkomendasikan
pada pasien dengan sirosis, karena efeknya belum terbukti oada fibrosis dan
hepatoselular karsinoma.

Tenofovir terbukti efektif pada suatu penelitian tahun 2013. Pada


penelitian tersebut ditemukan bahwa pemberian tenofovir selama 5 tahun
dapat mensupresi virus hepatitis B dan mengurangi sirosis dan fibrosis pada
hati. Penelitian tersebut mengambil sampel sebanyak 641 pasien dan 489
pasien mengikuti penelitian hingga minggu ke 240. Berbeda dengan
hepatitis B, pasien dengan hepatitis C dapat diberikan interferon subkutan 5
MIU 3x seminggu dan ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.

Sirosis Dengan Komplikasi

Strategi penatalaksanaan pada pasien sirosis dengan komplikasi


dapat dilakukan dengan beberapa cara. Mengobati infeksi, memperbaiki
fungsi sirkulasi, menangani hipertensi portal, diet, serta transplantasi hati
dapat dilakukan untuk menangani sirosis dengan komplikasi.

Penanganan Infeksi

Infeksi dapat ditangani dengan memberikan antibiotik seperti


rifaximin. Antibiotik lainnya yang dapat diberikan adalah cefotaxime,
amoxicillin, dan aminoglikosida, terutama pada pasien dengan peritonitis
bakterial spontan.

Perbaikan Fungsi Sirkulasi

Perbaikan sirkulasi yang buruk dapat dilakukan dengan pemberian


albumin. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya asites. Selain albumin,
pemberian diuretik seperti spironolactone 1x 100-200 mg/hari dapat
dikombinasikan dengan diet rendah garam dalam memperbaiki asites.
Perbaikan dari asites dapat dilihat dari perubahan berat badan 500 gram - 1
kg per hari.

Asites yang sangat besar dapat dilakukan parasentesis. Jika


ditemukan pewarnaan Gram dari hasil parasentesis positif atau peritonitis
bakterial spontan dicurigai secara klinis, berikan antibiotik segera. Pilihan
antibiotik yang dapat digunakan di antaranya adalah cefotaxime
dan ciprofloxacin. Parasentesis juga sebaiknya dilakukan pada pasien
dengan ensefalopati hepatis.[13,26,27]

Penanganan Hipertensi Portal

Propranolol dapat diberikan pada pasien dengan varises esofagus,


untuk memperbaiki hipertensi portal. Pemberian beta blocker sebagai
profilaksis untuk perdarahan varises apabila terdapat varises yang besar (>5
mm) atau memiliki risiko tinggi (Child-Pugh Class B atau C).
Pemberian propranolol dapat mengurangi angka kejadian komplikasi
terkait hipertensi portal, seperti ensefalopati, peritonitis bakterial spontan,
dan asites. Propranolol yang direkomendasikan adalah sebesar 20-40 mg,
dua kali per hari dan dilakukan hingga detak jantung 55-60 kali per menit
dan tekanan darah sistolik tidak di bawah 90 mmHg. Setelah baik, pasien
diminta untuk kontrol dan melanjutkan terapi propranolol. Selain
propranolol, obat yang dapat diberikan adalah nadolol dan carvedilol.

Prosedur TIPS, Transjugular Intrahepatic Portosystem Shunt,


merupakan prosedur yang dapat dilakukan dalam menangani perdarahan
alibat varises yang aku ataupun berulang tetapi tidak dapat dilakukan terapi
farmakologi maupun skleroterapi. TIPS bertujuan untuk mengalihkan aliran
darah portal ke vena hepatika. Hal ini bertujuan untuk mengurangi tekanan
pada sirkulasi portal dan sistemik, dan dapat mengurangi hipertensi portal
dan perdarahan, serta ascites. Pasien yang akan dilakukan transplantasi
hepar sebelumnya dapat dilakukan terlebih dahulu TIPS, walaupun
sebenarnya hal ini masih kontroversial. TIPS tidak boleh dilakukan pada
pasien dengan skor child-pugh C, ensefalopati yang berat, serta pasien
dengan polycystic liver disease.

Kelebihan TIPS dibanding pemasangan shunt secara pembedahan


adalah tidak merusak anatomi ekstrahepatis. Walaupun prosedur yang baik,
penggunaannya harus disertai dengan pengawasan pasca TIPS yang tepat
serta pengawasan komplikasi yang dapat terjadi.

Menangani Perdarahan Akibat Varises

Pada perdarahan akibat varises, dapat diberikan agen vasoaktif


seperti somatostatin, okreotid, vasopressin, dan terlipresin. Pemberian agen
vasoaktif dapat disertai dengan skleroterapi atau ligase endoskopi variseal
(endoscopic variceal ligation / EVL). Antibiotik seperti
rifaximin, cefotaxime, amoxicillin, atau aminoglikosida perlu diberikan
untuk mencegah komplikasi peritonitis bakterial spontan.

Pasien dengan sirosis biasanya memiliki koagulopati yang


disebabkan kerusakan fungsi hepar, serta peningkatan faktor pembekuan
darah yang dihasilkan endothelium pembuluh darah. Hal ini dapat ditangani
dengan transfusi platelet apabila platelet di bawah 50.000 mm 3. Selain itu,
pemberian agen antifibrinolitik seperti asam aminokaproat, juga dapat
diberikan dalam pencegahan thrombosis pada pasien dengan kelainan hepar.

Defisiensi vitamin K sering ditemukan pada pasien dengan sirosis


dekompensata. Pemberian vitamin K yang direkomendasikan dilakukan
secara injeksi 10mg. Pemberian fresh frozen plasma (FFP) pada pasien
dengan koagulopati memiliki efek yang masih diragukan. Pasalnya,
pemberiannya dapat menyebabkan efek samping yang signifikan:
seperti volume overload, hipertensi portal eksaserbasi dan risiko infeksi.

Terapi Eksperimental pada Sirosis Hepatis

Seiring berkembangnya bidang kefarmasian, banyak studi yang


meneliti efektifitas obat yang dapat menjadi pilihan bagi pasien dengan
sirosis hepatis. Beberapa obat seperti emricasan dan ASK1-I memiliki
fungsi untuk menginhibisi apoptosis. Adapun inhibitor p38 MAPK, NOX-
1/4, dan cenicriviroc yang berfungsi untuk mengurangi inflamasi serta
fibrosis pada hepar. Selain itu, penggunaan obat seperti aramchol, analog
FGF-21 dan FGF-19, serta inhibitor asetil ko-a karboksilase dapat
membantu dalam mengurangi sintesis lipid serta meningkatkan oksidasi
asam lemak. Untuk saat ini, obat-obat tersebut masih dalam penelitian fase
2, sehingga, dibutuhkan penelitian lainnya untuk mengetahui efektivitasnya.

Transplantasi Hati
Sebelumnya, pertimbangan untuk transplantasi hati dilakukan
berdasarkan skor Child-Pugh. Akan tetapi, saat ini, transplantasi hepar
didasarkan pada Model for End-Stage Liver Disease (MELD).

Hasil perhitungan MELD sudah tidak dapat digunakan setelah 48


jam. Pada pasien dengan dialisis sebanyak 2x, kreatinin adalah 4 mg/dL.
Transplantasi hepar diutamakan pada pasien dengan skor MELD >15 atau di
bawah 15 dengan adanya komplikasi.

2.2.5 Terapi diet pada gangguan system pencernaan sirosis hepatis

Terapi Diet penderita sirosis hepatis yaitu dengan protein 1


gram/kgBB disertai kalori sebesar 2000-3000 kkal/hari dapat diberikan
apabila tidak terdapat koma hepatika. Selain itu, edukasi mengenai reduksi
konsumsi alkohol juga harus dilakukan untuk mengurangi risiko sirosis
hepatis yang lebih parah.

Pada pasien dengan ensefalopati hepatis, pemberian diet protein


harus dikurangi hingga 0.5 gram/kgBB/hari. Selain itu,
pemberian laktulosa dapat membantu mengeluarkan ammonia dari tubuh.
Pasien dengan asites dapat diberikan diet rendah garam.Pengurangan
konsumsi alkohol dan pemberian terapi untuk Hepatitis B dan C terbukti
memperbaiki kondisi sirosis hepatis.

2.4 Asuhan Keperawatan

2.4.1 Pengkajian

a. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab)

Biasanya identitas klien/ penanggung jawab dapat meliputi : nama, umur,


jenis kelamin, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, nomor registrasi, hubungan
klien dengan penanggung jawab.
b. Keluhan Utama:

Pada awal sirosis hepatis biasaya orang dengan sirosis sering terungkap
kondisinya secara tidak sengaja ketika mencari pelayanan kesehatan
untuk masalah lain. Beberapa kondisi menjadi alasan masuk pasien yaitu
dengan keluhan Nyeri abdomen bagian atas sebelah kanan, mual,
muntah, dan demam. Sedangkan pada tahap lanjut dengan keluhan
adanya ikterus, melena, muntah berdarah. (Black & Hawks, 2009)

c. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada saat perawat melakukan pengkajian biasanya akan diperoleh


komplikasi berat dengan dasar fisiologis; asites disebabkan malnutrisi, GI
muncul dari varises esofagus (pembesaran vena), sehingga pasien
mengeluhkan bengkak pada tungkai, keletihan, anoreksia. (Black &
Hawks, 2009)

d. Riwayat Kesehatan Dahulu

Biasanya adanya riwayat Hepatitis, pascaintoksikasi dengan kimia


industri, sirosis bilier dan yang paling sering ditemukan dengan riwayat
mengonsumsi alkohol.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Sirosis Hepatis merupakan penyakit yang menular, jadi jika ada keluarga
yang menderita hepatitis maka akan menjadi faktor resiko.

f. Pola aktivitas sehari-hari

1) Nutrisi

Biasanya nafsu makan pasien akan berkurang, karena adanya mual,


muntah.

2) Eliminasi
BAB : biasanya berwarna hitam (melena) BAK : biasanya urine
berwarna gelap

3) Personal Hygiene

Biasanya pasien mengalami defisit perawatan diri karena kelelahan

4) Pola Istirahat dan tidur

Biasanya pada ensefalopati pola tidur terbalik, malam hari terbangun dan
siang hari tertidur

5) Pola aktivitas

Biasanya aktivitas dibantu keluarga dan perawat karena adanya kelelahan

g. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital

Biasanya pada diperiksa tingkat kesadaran, bila pada ensefalopati


hepatikum akan terjadi penururnan kesadaran, Tanda- tanda vital juga
diperiksa untuk mengetahui keadaan umum pasien

2) Kepala

Biasanya akan tampak kotor karena pase mengalami defisit perawatan


diri

3) Wajah

Wajah biasanya tampak pucat

4) Mata

Biasanya sklera ampak ikterik dan konjungtiva tampak anemis

5) Hidung
Biasanya tampak kotor

6) Mulut

Adanya bau karateristik pernapasan yaitu fetor hepaticus

7) Telinga

Biasanya tampak kotor kaena defisit perawatan diri

8) Paru

a) Inspeksi : pasien terlihat sesak

b) Palpasi : fremitus seimbang bila tidak ada komplikasi

c) Perkusi : bila terdapat efusi pleura maka


bunyinya hipersonor

d) Auskultasi : secara umum normal, akan ada stridor bila ada


akumulasi sekret.

9) Jantung

a) Inspeksi : anemis, terdapat tanda gejala perdarahan.

b) Palpasi : peningkatan denyut nadi.

c) Auskultasi : biasanya normal

10) Abdomen

a) Inspeksi : perut terlihat membuncit karena terdapat asites.


b) Palpasi : terdapat nyeri tekan pada perut kuadran kanan
atas, hepar teraba membesar, terdapat shifting dullnes atau gelombang
cairan

c) Perkusi : Redup

d) Auskultasi : penurunan bising usus

11) Ekstremitas

Biasanya Terdapat udem tungkai, penurunan kekuatan otot, Eritema


Palmaris pada tangan, Jaundis dan CRT >2 detik

12) Genitalia

Biasanya pada wanita menstruasi tidak teratur

h. Pemeriksaan Diagnostik

1) Hemoglobin biasanya rendah

2) Leukosit biasnya meningkat

3) Trombosit biasanya meningkat

4) Kolesterol biasanya rendah

5) SGOT dan SGPT biasanya meningkat

6) Albumin biasanya rendah

7) Pemerikaan CHE (koloneterase): penting dalam menilai sel hati.


Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun, pada perbaikan
terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal.

8) Pemeriksaan kadar elektrolit dalam penggunaan diuretik dan


pembatasan garam dalam diet (Diyono dan Sri Mulyanti, 2013)

9) Uji fungsi hati


10) Pemidaian ultrasonografi

11) Pemindaian CT

12) MRI

13) Pemindaian hati radioisotope (Brunner & Suddart, 2013)

2. Kemungkinan diagnosa yang muncul

a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Peningkatan


tekanan pada diaframa.

b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan


osmotik koloid.

c. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan


Kurang pengetahuan dengan faktor pemberat

d. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral

e. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi hati

f. Resiko perdarahan

g. Resiko cidera

h. Resiko ketidakstabilan gula darah

i. Resiko Infeksi

j. Resiko kerusakan integritas kulit

k. Kelelahan berhungan produksi energi menurun.

l. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.


m. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema tungkai.

(NANDA, 2015)

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien dengan Sirosis


Hepatis adalah sebagai berikut:

N Diagnosa NOC NIC


o Keperawatan
1. Ketidakefektifan a. Status Pernafasan : Manajemen Jalan Nafas
pola napas Ventilasi a. Posisikan pasien untuk
berhubungan Indikator : memaksimalkan
dengan Peningkatan 1) Respiratory rate ventilasi; posisi semi
tekanan pada dalam rentang fowler.
diaframa. normal b. Auskultasi bunyi
2) Tidak ada retraksi napas, catat jika
dinding dada adanya bunyinapas
3) Tidak mengalami tambahan.
dispnea saat c. Atur intake cairan
istirahat untuk mengoptimalkan
4) Tidak ditemukan keseimbangan.
orthopnea d. monitor adanya
5) Tidak ditemukan kecemasan pasien
atelektasis terhadap oksigenasi.
b. Status Pernafasan :
Kepatenan Jalan Terapi Oksigen
Nafas a. Bersihkan mulut,
Indikator : hidung, dan sisa
1) Respiratory rate sekresi
dalam rentang b. Siapkan peralatan
normal oksigen dan siapkan
2) Pasien tidak cemas humadifier
3) Menunjukkan jalan c. Monitor aliran oksigen
nafas yang paten d. Pastikan penggantian
masker atau kanul
sesuai kebutuhan
e. Sediakan oksigen
ketika pasien dibawa
atau dipindahkan
f. Amati tanda-tanda
hipoventilasi
Monitor TTV
a. Monitor vital sign.
b. Identifikasi perubahan
status vital sign.

c. Monitor frekuensi
nafas dan irama
pernapasan.

Manajemen Cairan
a. Monitor indikasi dari
kelebihan volume
cairan (edema, asites).
b. Nilai luas dan lokasi
edema.
c. Monitor vital sign.
d. Monitor hasil labor
yang sesuai dengan
retensi cairan (BUN,
Hb, Ht, osmolalitas).

Monitor Cairan
Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari
ketidakseimbangan cairan
(terapi diuretik, disfungsi
hati, muntah).
2. Kelebihan volume a. Keseimbangan Manajemen Cairan
cairan berhubungan Elektrolit dan a. Pertahankan catatan
dengan penurunan Asam Basa intake dan output yang
tekanan osmotik Indikator : akurat
koloid. 1) Serum albumin, b. Pasang urin kateter jika
kreatinin, diperlukan
hematokrit, c. Monitor hasil Hb yang
Blood Urea sesuai dengan retensi
Nitrogen cairan (BUN, Hmt,
(BUN), dalam osmolaritas urin)
rentang normal. d. Monitor vital sign
2) pH urine, urine e. Monitor indikasi
sodium, urine retensi / kelebihan
creatinin,urine cairan
osmolarity, f. Kaji luas dan lokasi
dalam rentang edema
normal. g. Monitor masukan
3) tidak terjadi makanan / cairan dan
kelemahan otot. hitung intake kalori
4) tidak terjadi h. Monitor status nutrisi
disritmia. i. Kolaborasi pemberian
diuretik sesuai
interuksi
b. Keseimbangan j. Kolaborasikan dokter
Cairan jika tanda cairan
Indikator : berlebih muncul
1) Tidak terjadi memburuk
asites
2) Ekstremitas Monitor Cairan
tidak edema a. Tentukan riwayat
3) Tidak terjadi jumlah dan tipe intake
distensi vena cairan dan eliminasi
jugularis b. Tentukan
kemungkinan faktor
resiko dari
ketidakseimbangan
cairan
c. Monitor berat badan
d. Monitor TD, HR dan
RR
e. Monitor perubahan
irama jantung
f. Catat secara akurat
intake dan output
g. Monitor tanda dan
gejala edema
h. Beri cairan sesuai
keperluan
i. Kolaborasi dalam
pemberian obat yang
dapat meningkatkan
output urin
3. Ketidakeektifan a. Status Sirkulasi Manajemen asam basa
Perfusi Jaringan Indikator : a. Pertahankan kepatenan
Perifer berhubungan 1) Systolic blood akses selang IV
dengan Anemia pressure dalam b. Monitor gas darah
rentang normal arteri
2) Diastolic blood c. Monitor adanya
pressure dalam kegagalan pernafasan
rentang normal d. Monitor status
3) Pulse pressure hemodinamik
dalam rentang e. Monitor kehilangan
normal asam misalnya muntah,
4) CVP dalam retang pengeluaran NGT
normal f. Monitor status
5) MAP dalam neurologi
rentang normal g. Berikan terapi oksigen
6) Saturasi O2 dalam dengan tepat
rentang normal
7) Tidak asites
b. Perfusi Jaringan : Perawatan sirkulasi
Perifer a. Lakukan penilaian
Indikator : sirkulasi perifer (nadi,
1) CRT (jari edema, CRT ,warna
tangan dan dan suhu ekstermitas)
kaki) dalam b. Berikan agen inotropik
batas normal yang sesuai
2) Suhu kulit c. Berikan tranfusi darah
ekstremitas yang sesuai
dalam rentang d. Monitor nilai elektrolit,
normal BUN, dan kreatinin
3) Kekuatan setiap hari
denyut nadi
(karotis kanan Manajemen sensasi
dan kiri;brachial perifer
kanan dan kiri; a. Monitor sensasi panas
femur kanan dan dingin
dan kiri, radialis b. Monitor adanya
kanan dan kiri) parasthesia
dalam rentang c. Intruksikan pasien dan
normal keluarga memeriksa
4) Blood pressure adanya kerusakan kulit
dan MAP dalam d. Monitor tromboemboli
rentang normal dan tromboplebitis
pada vena

Managemen
Hipovolemia
a. Monitor adanya
hipotensi ortotastik dan
pusing saat berdiri
b. Monitor asupan dan
keluaran
c. Monitor adanya bukti
laboratorium terkait
dengan kehilangan
darah (misalnya
hemoglobin,
hematokrit).
d. Berikan cairan
hipotonik IV yang
diresepkan (misal
sodium klorida,
dektrose 5%)
e. Berikan coloid
suspensions yang
diresepkan (misalnya
albumin).
2.5 Peran dan Fungsi Perawat

Peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan kesehatan agar


masyarakat dapat mewaspadai bahaya penyakit sirosis hepatis . Sedangkan peran
perawat dalam merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis adalah mencakup
perbaikan masukan nutrisi klien, membantu klien mendapatkan citra diri yang positif
dan pemahaman dengan penyakit serta pengobatanya.

2.5.1. Pendidikan Kesehatan

Edukasi mengenai gaya hidup mencakup diet yang baik, menghentikan


konsumsi alkohol dan rokok. Perubahan gaya hidup dengan diet yang
berfungsi mengurangi berat badan dan mencegah diabetes dapat membantu
dalam mengurangi risiko terjadinya sirosis.

2.5.2 Pencegahan Sirosis Hepatis :

Pencegahan Primer

Cara untuk mencegah terjadinya Sirosis dengan tidak mengkonsumsi


alkohol, menghindari resiko infeksi virus Hepatitis B dan Hepatitis C, tidak
mengkonsumsi obat yang memiliki efek toksik pada hati. Vaksinasi terhadap
virus Hepatitis B merupakan pencegahan yang efektif untuk mencegah
Hepatitis B yang dilakukan untuk menghindari resiko penularan vertikal dari
ibu kepada bayi. Vaksinasi hepatitis B diberikan pada bayi baru lahir umur 0-
7 hari (HB0).

Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk


mendeteksi secara dini suatu penyakit yang diusahakan dilakukan pada masa
awal sakit yang berupa penyaringan atau dengan pemberian terapi, bukan obat
dan terapi obat. Terapi bukan obat dilakukan dengan mengurangi faktor
penyebab terjadinya sirosis hati. Bila penyebab sirosis hati alkohol, maka
konsumsi alkohol sebaiknya dihentikan. Bila penyebabnya adalah fatty liver
akibat mallnutrisi atau obesitas maka diberi diet tinggi protein dan rendah
kalori.

Penyakit hemokromatosis, obstruksi saluran empedu, dan penyakit


Wilson segera dikenali jangan sampai terkena sirosis berat, Penderita sirosis
hati juga melakukan disiplin ketat dalam kegiatan sehari-hari. Olahraga yang
disarankan hanya sebatas jalan kaki.

Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier biasanya dilakukan untuk mencegah terjadinya


komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pencegahan dalam
tingkatan ini biasanya dapat berupa rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Jika
kerusakan hati sangat parah dan mengancam nyawa maka satu-satunya cara
untuk memperoleh kesembuhan total adalah dengan transplantasi hati.

2.5.3 Persiapan,pelaksanaan dan paska pemeriksaan diagnostik dan


laboratorium

Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien sirosis adalah


sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2002) yaitu pemeriksaan laboratorium
fungsi hati, USG abdomen, dan MRI dan CT scan Abdomen

Penatalaksanaan

Penatalaksaan sirosis disesuaikan dengan tanda dan gejala yang ada.


Penatalaksanaan yang dilakukan adalah (Smeltzer & Bare, 2002) sebagai
berikut.
a. Pemberian antasida untuk mengurangi distres lambung dan
meminimalkan kemungkinan perdarahan.
b. Vitamin dan suplemen nutrisi untuk memperbaiki status nutrisi pasien
c. Pemberian preparat diuretik (furosemide dan spironolactone) untuk
mengurangi asites.
d. Asupan kalori dan protein yang adekuat
e. Pungsi asites bila asites menyebabkan gangguan pernapasan ataupun
pasien tidak berespon dengan pemberian diuretik. Tindakan ini juga untuk
tujuan diagnostik.
f. Pengobatan berdasarkan etiologi, misalnya sirosis hepatis akibat infeksi
virus hepatitis C/B diberikan terapi kombinasi interferon dan ribavirin,
terapi induksi interferon, atau terapi dosis interferon setiap hari. Dasar
pemberian interferon 3 juta sampai 5 juta unit tiap hari sampai HCV-
RNA/HBV DNA negatif di serum dan jaringan hati. (Sudoyo, 2009;
Sutadi, 2003).
g. Ligasi varises, biasanya di esofagus.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Caldwell SH. Management of coagulopathy in liver disease. Gastroenterology & hepatology.


2014 May;10(5):330
PB PAPDI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th Ed Jakarta: Interna Publishing. 2014
Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. Artikel Umum: Sirosis Hati. 2013. Available
in http://pphi-online.org/alpha/?p=570
Sasmita, Dewiana. 2017. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Sirosis
Hepatis Di Ruang V Interne RS Tk.III Dr. Reksodiwiryo Padang Dan Di
Ruang Hcu Penyakit Dalam Irna Non Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang”.
Jurusan Keperawatan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang.
Scanlon, Valerie., 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Sherwood, Lauralee., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi II. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Sloane, Ethel., 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit buku kedokteran
EGC. Jakarta.

Tambayong,jan., 2001. Anatomi dan Fisiologi untuk Keperawatan. Penerbit buku


kedokteran. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai