DI SUSUN OLEH :
Kelompok 4
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat
dan karunia Nya Kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Implikasi
Transkultural Praktik Keperawatan Pada Masyarakat Ambon” ini dengan tepat
waktu. Selama proses penulisan makalah ini, tentunya banyak pihak yang terlibat
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam memberikan bimbingan,
bantuan, dan dukungan yang sangat berarti bagi kami. Oleh karena itu kami
berterimakasih kepada :
1. Ibu dosen pembimbing kami yaitu Sartika Maulida Putri. MKM
2. Orangtua saya yang telah memberikan dukungan.
Kami berharap agar makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan mengenai bukti-bukti peninggalan kebudayaan yang ada di
Indonesia khususnya di daerah Ambon mengenai budaya kesehatan daerah
tersebut. Tentunya makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan.
Maka dari itu, pemakalah sangat menerima dengan senang hati apabila ada kritik
atau saran demi kesempurnaannya makalah ini.
Penulis
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Antropologi adalah ilmu tentang manusia, masa lalu dan kini, yang
menggambarkan manusia melalui pengetahuan ilmu sosial dan ilmu hayati (alam),
dan juga humaniora. Antropologi berasal dari kata Yunani (anthropos) yang berarti
"manusia" atau "orang", dan logos yang berarti "wacana" (dalam pengertian
"bernalar", "berakal") atau secara etimologis antropologi berarti ilmu yang
memelajari manusia.Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan
budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang
perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan
sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini
digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau
keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Asumsi mendasar dari teori
adalah perilaku Caring.
Caring adalah esensi dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta
mempersatukan tindakan keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan
yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku
Caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan
pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human
caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan
dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan
fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara
kultur satu tempat dengan tempat lainnya.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari keperawatan transcultural.
2. Untuk mengetahui hubungan antara budaya dan kesehatan di masyarakat
ambon.
3. Untuk mengetahui aspek budaya yang mempengaruhi status kesehatan dan
perilaku atau kesehatan.
4. Untuk mengetahui masalah yang berkaitan dengan kesehatan dalam
kebudayaan transcultural suku ambon.
5. Untuk mengetahui penerapan keperawatan transcultural terhadap masalah
kesehatan dalam kebudayaan di suku ambon.
6. Untuk mengetahui apa saja implikasi transkultarl praktik keperawatan pada
masyarakat suku ambon.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Keperawatan Transkultural
3
professional, holistic berdasarkan ilmu dan kiat, standar pelayanan dengan
berpegang teguh kepada kode etik yang melandasi perawat professional secara
mandiri atau melalui upaya kolaborasi.
3. Berperan aktif dalam mendidik dan melatih pasien dalam kemandirian untuk hidup
sehat.
3. Melakukan konseling.
4
6. Mengelola penatalaksanaan akibat kerja dan pertolongan pertama pada kecelakaan
serta masalah primer di perusahaan
Selain itu, peran perawat menurut konsirsium ilmu kesehatan tahun 1989, terdiri
dari:
5
dan kematian, nilai yang di laksanakan dan di yakini di masyarakat, serta
kebudayaan dan teknologi yang berkembang di masyarakat.
Mengacu pada esensi budaya, nilai budaya sehat merupakan bagian yang tak
terpisahkan akan keberadaannya sebagai upaya mewujudkan hidup sehat dan
merupakan bagian budaya yang di temukan secara universal. Dari budaya pula,
hidup sehat dapat di telusuri yaitu melalui komponen pemahaman tentang sehat,
sakit, derita akibat penyakit, cacat dan kematian, nilai yang dilaksanakan dan di
yakini di masyarakat, serta kebudayaan dan teknologi yang berkembang di
masyarat.
Pemahaman terhadap keadaan sehat dan keadaan sakit tentunya berbeda di setiap
masyarakat tergantung dari kebudayaan yang mereka miliki. Pada masa lalu, ketika
pengetahuan tentang kesehatan masih belum berkembang, kebudayaan memaksa
masyarakaat untuk menempuh cara “trial and error” guna menyembuhkan segala
jenis penyakit, meskipun resiko untuk mati masih terlalu besar bagi pasien.
Kemudian perpaduan antara pengalaman empiris dengan konsep kesehatan di
tambah juga dengan konsep budaya dalam hal kepercayaan merupakan konsep
sehat tradisional secara kuratif. Sebagai contoh pengaruh kebudayaan terhadap
masalah kesehatan adalah penggunaan kunyit sebagai obat untuk menyembuhkan
penyakit kuning (hepatitis) di kalangan masyarakat Indonesia. Masyarakat
menganggap bahwa warna penyakit pasti akan sesuai dengan warna obat yang
telah di sediakan oleh alam. Ini menunjukkan bahwa kebudayaan dan pengetahuan
serta teknologi sangat berpengaruh terhadap kesehatan.
6
2.3 Aspek budaya yang mempengaruhi status kesehatan dan perilaku
kesehatan
Menurut G.M Foster (1973) Aspek budaya yang dapat mempengaruhi kesehatan
seseorang anatara lain adalah :
1. Tradisi
2. Sikap Fatalism
3. Nilai
4. Ethnosentrisme
5. Unsur budaya di pelajari pada tingkat awal dalam proses sosiaalisasi
A. Pengaruh tradisi
banyak tradisi yang mempengaruhi perilaku kesehatan dan status kesehatan
misalnya tradisi merokok bagi orang laki-laki maka kebanyakan laki-laki lebih banyak
yang menderita penyakit paru dibanding wanita. Tradisi wanita habis melahirkan
tidak boleh makan ikan karena ASI akan berbau amis, sehingga ibu nifas akan
pantang makan ikan.
B. Sikap fatalistis
sikap fatalistis arti sikap tentang kejadian kematian dari masyarakat. Hal lain adalah
sikap fatalistis yang juga mempengaruhi perilaku kesehatan. Contoh, beberapa
anggota masyarakat di kalangan kelompok tertentu (fanatik) percaya bahwa anak
adalah titipan Tuhan, dan sakit atau mati adalah takdir, sehingga masyarakat kurang
berusaha untuk segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit,
tetapi lebih memilih pasrah.
C. Sikap ethnosentris
sikap ethnocentris yaitu sikap yang memandang bahwa budaya kelompok adalah
yang paling baik, jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain. Misalnya orang-
orang barat merasa bangga terhadap kemajuan ilmu dan teknologi yang
dimilikinya,dan selalu beranggapan bahwa kebudayaannya paling maju, sehingga
7
merasa superior terhadap budaya dari masyarakat yang sedang berkembang. Tetapi
dari sisi lain, semua anggota dari budaya lainnya menganggap bahwa yang
dilakukan secara alamiah adalah yang terbaik. Oleh karena itu, sebagai petugas
kesehatan harus menghindari sikap yang menganggap bahwa petugas adalah orang
yang paling pandai, paling mengetahui tentang masalah kesehatan, karena
pendidikan petugas lebih tinggi dari pendidikan masyarakat setempat sehingga tidak
perlu mengikut-sertakan masyarakat tersebut dalam masalah kesehatan
masyarakat. Dalam hal ini memang petugas lebih menguasai tentang masalah
kesehatan, tetapi masyarakat dimana mereka bertempat tinggal lebih mengetahui
keadaan di masyarakatnya sendiri. Contoh lainnya seorang perawat atau dokter
menganggap dirinya yang paling tahu tentang kesehatan, sehingga merasa dirinya
berperilaku bersih dan sehat sedangkan masyarakat tidak.
sikap perasaan bangga atas perilakunya walaupun perilakunya tidak sesuai dengan
konsep kesehatan. hal tersebut berkaitan dengan sikap ethnosentrisme. Contoh,
dalam upaya perbaikan gizi, di suatu daerah pedesaan tertentu, menolak untuk
makan daun singkong, walaupun mereka tahu kandungan vitaminnya tinggi. Setelah
diselidiki ternyata masyarakat beranggapan daun singkong hanya pantas untuk
makanan kambing, dan mereka menolaknya karena status mereka tidak mau dan
tidak dapat disetarakan dengan kambing.
E. Pengaruh norma
8
F. Pengaruh nilai
yang dipelajari pada tingkat awal dari proses sosialisasi terhadap perilaku
kesehatan. Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan berpengaruh terhadap
kebiasaan pada seseorang ketika ia dewasa. Misalnya saja, anak harus mulai diajari
sikat gigi, buang air besar di kakus, membuang sampah ditempat sampah, cara
makan dan berpakaian yang baik sejak awal, dan kebiasaan tersebut terus
dilakukan sampai anak tersebut dewasa dan bahkan menjadi tua.kebiasaan tersebut
sangat mempengaruhi perilaku kesehatan yang sangat sulit untuk diubah ketika
dewasa.
tidak ada kehidupan sosial masyarakat tanpa perubahan, dan sesuatu perubahan
selalu dinamis artinya setiap perubahan akan diikuti perubahan kedua, ketiga dan
seterusnya. apabila seorang pendidik kesehatan ingin melakukan perubahan
perilaku kesehatan masyarakat,maka yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa
yang akan terjadi jika melakukan perubahan, menganalisis faktor-faktor yang terlibat
atau berpengaruh terhadap perubahan dan berusaha untuk memprediksi tentang
apa yang akan terjadi dengan perubahan tersebut, apabila ia tahu budaya
masyarakat setempat dan apabila ia tahu tentang proses perubahan kebudayaan,
maka ia harus dapat mengantisipasi reaksi yang muncul yang mempengaruhi
outcome dari perubahan yang telah direncanakan. Artinya seorang petugas
9
kesehatan kalau mau melakukan perubahan perilaku kesehatan harus mampu
menjadi contoh dalam perilakukanya sehari-hari. Ada anggapan bahwa petugas
kesehatan merupakan contoh rujukan perilaku hidup bersih sehat, bahkan diyakini
bahwa perilaku kesehatan yang baik adalah hanya petugas kesehatan yang benar.
Menurut mithoe orang Nuaulu berasal dari suatu tempat yang disebut
“Nunusaku”, yaitu sebuah gunung yang terletak di antara Manusela Tenggol dan
Piru di pulau Seram. Menurut Mythoe orang Nuaulu, manusia-manusia pertama
yang ada di Nunusaku lahir dari batu, pohon, dan benda alam lainnya. Kemudian
terjadi perpecahan dan ada di antara mereka yang menyebar ke selatan ke hulu
sungai Nua.
Dalam masyarakat suku nuaulu kehamilan merupakan suatu hal yang dianggap
biasa, sehingga kurang begitu mendapat perhatian khusus sampai usia kehamilan
menginjak bulan ke delapan, dalam arti tidak terdapat adanya upaca-upacara yang
secara khusus diadakan terhadap wanita hamil.
Sub bagian desa yang lebih besar lagi dalam pola tradisional organisasi sosial di
Maluku Tengah sekarang ini adalah Soa. Soa adalah ganbungan dari beberapa
mata rumah (atau klen) yang ada di daerah setempat, dan merupakan suatu
persekutuan territorial genealogis.
10
Soa memiliki peranan yang cukup penting dalam kehidupan masyarakat suku
Nuaulu. Beberapa peranan soa dapat dilihat ketika berlangsungnya kegiatan
upacara-upacara adat yang dilaksanakan seperti upacara Pateheri (masa dewasa
kaum laki-laki) di mana dalam proses pelaksanaannya akan terlihat dengan jelas
setiap laki-laki perkasa dari tiap soa.
Selain itu dalam sistem pemerintahan, Soa memiliki peranan penting misalnya
dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan negeri/ desa maka selain dari
kepala suku dan ma’atoke, fungsi dan peranan kapitan yang merangkap sebagai
kepala soa benar-benar dibutuhkan dalam menyuarakan aspirasi dari tiap anggota
soanya. Masing-masing kepala soa mempunyai tugas untuk menjaga ketertiban
anggota soanya masing-masing.
2.)Sistem Pengobatan
Beberapa jenis daun yang biasa dipakai oleh suku ini dalam melakukan pengobatan
adalah jenis daun seperti : daun Alifuru untuk mengobati jenis bisul, daun belimbing
untuk mengobati darah tinggi, daun pohon jarak untuk mengobati panas, daun
pohon gondal untuk mengobati bagian tubuh yang patah akibat kecelakaan, daun
biana untuk bisul, daun gatal untuk mengobati rasa cape atau lelah.
Sebagian besar ilmu pengetahuan yang dimilki oleh masyarakat suku Nuaulu
digunakan untuk memberi makna dalam menginterpretasikan lingkungannya,
pengetahuan yang dimaksud dikenal dengan pengetahuan budaya. Yang dimaksud
dengan pengetahuan budaya ini adalah sejumlah pengetahuan yang bernuansa
nilai-nilai rasional, faktual dan konkret sampai dengan pengetahuan yang bernuansa
niali-nilai normatif (etos), misalnya sejumlah nilai kepercayaan yang bersifat mistis/
magis dan tabu, yang sudah sejak turun temurun.
11
2.5 Implikasi transkultural keperawatan dalam kebudayaan kesehatan di
ambon
1. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya.
Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien.
Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/
mempertahankan budaya, mengakomodasi/ negoasiasi budaya dan mengubah/
mengganti budaya klien (Leininger, 1991).
a. Mempertahankan budaya
b. Negosiasi budaya
12
bukan hanya pada usia kehamilan 9 bulan, karena hal ini akan berakibat fatal pada
kondisi kesehatan sang ibu serta janin yang dikandungnya apabila tidak
terpenuhinya kebutuhan ibu hamil.
Selain itu usaha negosiasi juga diberlakukan kepada ibu hamil serta perempuan
yang baru mendapatkan haid pertama, harusnya tidak dikucilkan di sebuah rumah
gubuk yang terletak di tengah hutan karena hal ini tentunya akan mempengaruhi
kesehatan sang ibu hamil dan janinnya serta perempuan haid karena tentunya akan
memperlukan perhatian yang khusus baik dari keluarga maupun masyarakat
setempat.
c. Restrukturisasi budaya
Ada banyak fase pada upacara masa dewasa bagi laki-laki dan perempuan suku
Nuaulu. Proses ritual yang boleh dikatakan sangat berbeda dengan masyarakat
lainnya bagi perempuan (pinamou), selama dalam rumah posone tidak
diperbolehkan untuk mandi, bahkan hanya memakai pakaian setengah telanjang
(hanya dibagian bawah pusar), jika dilihat dari segi kesehatan hal tersebut tidaklah
baik untuk bagi si gadis karena dapat mengakibatkan timbulnya timbulnya penyakit.
2. Proses keperawatan
a) Pengkajian
13
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien. Pengkajian dirancang
berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model"
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis
bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk
menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri.
Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status
pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan
kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala
keluarga.
4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut
budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah
yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu
14
dikaji pada faktor ini adalah: posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga,
bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan
membersihkan diri.
5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew
and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan
yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh
menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan
klien biasanya didukung oleh buktibukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut
dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi
kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien,
jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang
pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
b) Diagnosa keperawatan
15
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural
yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.
b. Cultural careaccomodation/negotiation
16
c. Cultual care repartening/reconstruction
1. Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya
7. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa
tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien
akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas
keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
d) Evaluasi
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
4. Keperawatan
5. Mempertahankan budaya
6. Perilaku sehat-sakit
7. Negosiasi budaya
8. Restrukturisasi
9. Budaya
18
B. Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
http://faizalbnu.blogspot.co.id/2014/10/makalah-implikasi-penggunaan.html
http://ners.unair.ac.id/materikuliah/Keperawatan%20Transkultural-SP.pdf
http://wwwpusink.blogspot.co.id/p/hubungan-antara-lingkungan-dan-perilaku.html
http://dokumen.tips/documents/transkultural-nursing-55c1ea59e1c89.html
Royal College of Nursing (2006), Transcultural Nursing Care of Adult ; Section One
Understanding The Theoretical Basis of Transcultural Nursing Care
Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari
http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing
https://prezi.com/jehncblqcawi/transkultural-nursing/
20