Anda di halaman 1dari 23

Tugas Kelompok

IMPLIKASI TRANSKULTURAL PRAKTEK


KEPERAWATAN PADA MASYARAKAT AMBON
Dosen Pembimbing : Sartika Maulida Putri. MKM

DI SUSUN OLEH :
Kelompok 4

1. Tri Andini (13404319218)


2. Zulfa Risani Yanti (13404319227)
3. Nurul Lisa (13404319202)
4. Wahyu Sari (13404319223)
5. Dea Alya (13404319177)
6. Innaya Dwi Ramadhana (13404319011)
7. Elviana Putri (13404319182)
8. Intan Reiwinanda (13404319190)
9. Maulida Yanti (13404319
10. Risa Novera (13404319206)
11. Naziratul Husna (134043180881)
12. Fikri Yaufi Sayoga (13404319186)
13. M. Aqil Khasyi (13404319198)
14. T. Fahrul Munazar (13404319214)
15. Sapriyadi (13404319210)

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM


ISKANDAR MUDA BANDA ACEH
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat
dan karunia Nya Kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Implikasi
Transkultural Praktik Keperawatan Pada Masyarakat Ambon” ini dengan tepat
waktu. Selama proses penulisan makalah ini, tentunya banyak pihak yang terlibat
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam memberikan bimbingan,
bantuan, dan dukungan yang sangat berarti bagi kami. Oleh karena itu kami
berterimakasih kepada :
1.      Ibu dosen pembimbing kami yaitu Sartika Maulida Putri. MKM
2.     Orangtua saya yang telah memberikan dukungan.

3. Teman-teman yang telah bekerja sama dalam pembuatan makalah.

Kami berharap agar makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan mengenai bukti-bukti peninggalan kebudayaan yang ada di
Indonesia khususnya di daerah Ambon mengenai budaya kesehatan daerah
tersebut. Tentunya makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan.
Maka dari itu, pemakalah sangat menerima dengan senang hati apabila ada kritik
atau saran demi kesempurnaannya makalah ini.

Penulis

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………….......1


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………............2
1.3 Tujuan……………………………………………………………………….............2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Keperawatan Transkultural Nursing…………………………….......3


2.2 Hubungan Antara Budaya dan Kesehatan masyarakat Ambon………….........5
2.3 Aspek budaya yang mempengaruhi status kesehatan dan perilaku
kesehatan…………………………………………………………………………………….7
2.4 Masalah yang berkaitan dengan kesehatan dalam kebudayaan transkultural
di Ambon……………………………………………………………………………………10
2.5 Implikasi transkultural keperawatan dalam kebudayaan kesehatan
di ambon…………………………………………………………………………………….12
2.6 7 KOMPONEN DALAM PENGKAJIAN TRANSCULTURAL NURSING……14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………..18
3.2 Saran…………………………………………………………………………………....19
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Antropologi adalah ilmu tentang manusia, masa lalu dan kini, yang
menggambarkan manusia melalui pengetahuan ilmu sosial dan ilmu hayati (alam),
dan juga humaniora. Antropologi berasal dari kata Yunani (anthropos) yang berarti
"manusia" atau "orang", dan logos yang berarti "wacana" (dalam pengertian
"bernalar", "berakal") atau secara etimologis antropologi berarti ilmu yang
memelajari manusia.Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan
budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang
perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan
sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini
digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau
keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Asumsi mendasar dari teori
adalah perilaku Caring.
Caring adalah esensi dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta
mempersatukan tindakan keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan
yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku
Caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan
pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human
caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan
dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan
fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara
kultur satu tempat dengan tempat lainnya.

Mempertahankan budaya yaitu strategi yang pertama dilakukan bila budaya


pasien pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implemenasi
keperawatan diberikan sesuai nilai- nilai yang relevan yang telah di miliki klien,
sehingga  klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya.
Negosiasi budaya merupakan stategi yang kedua yaitu intervensi dan implementasi
keperawatan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatannya.

1
1.2 Rumusan Masalah

1 Apa Pengertian dari keperawatan transkultural?


2. Hubungan Antara Budaya dan Kesehatan masyarakat Ambon?

3. Apa aspek budaya yang mempengaruhi status kesehatan dan perilaku


kesehatan?
4. Masalah yang berkaitan dengan kesehatan dalam kebudayaan transkultural di
suku ambon?
5. Penerapan transcultural dalam kebudayaan kesehatan di ambon?
6. Implikasi keperawatan transcultural terhadap masalah kesehatan dalam
kebudayaan suku ambon?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari keperawatan transcultural.
2. Untuk mengetahui hubungan antara budaya dan kesehatan di masyarakat
ambon.
3. Untuk mengetahui aspek budaya yang mempengaruhi status kesehatan dan
perilaku atau kesehatan.
4. Untuk mengetahui masalah yang berkaitan dengan kesehatan dalam
kebudayaan transcultural suku ambon.
5. Untuk mengetahui penerapan keperawatan transcultural terhadap masalah
kesehatan dalam kebudayaan di suku ambon.
6. Untuk mengetahui apa saja implikasi transkultarl praktik keperawatan pada
masyarakat suku ambon.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Keperawatan Transkultural Nursing 

Transcultural nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada


proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaanh dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat, sakit didasarkan
pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk
memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada
manusia (leininger, 2002)

Keperawatan transcultural merupakan suatu arah utama dalam keperawatan


yang berfokus pada studi komperatif dan analisi tentang budaya dan sub budaya
yang berbeda di dunia yang menghargai perilaku caring. Layanan keperawatan,
nilai-nilai, keyakinan tentang sehat-sakit, serta pola-pola tingkah laku yang bertujuan
mengembangkan body of knowledge yang ilmiah dan humanistic guna memberi
tempat praktik keperawatan pada budaya tertentu dan budaya universal (Marriner-
Tomey, 1994)

 Keperawatan Transkultural

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional dan merupakan


bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat, bentuk
pelayanan bio-psiko-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu,
keluarga, dan masyarakat (Lokakarya Nasional,1983).

Keperawatan didefinisikan sebagai diagnosis dan tidakan terhadap respons


manusia pada masalah kesehatan aktual atau professional dan situasi kehidupan
(Nusing: A Social Policy Statement, 1985;NANDA,1990).

Calilista Roy (1976) mendefinisikan keperawatan merupakan definisi ilmiah yang


berorientasi pada praktik keperawatan yang memiliki sekumpulan pengetahuan yang
memiliki sekumpulan pengetahuan untuk memberikan pelayanan kepada klien. Dari
beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keperawatan adalah upaya
pemberian pelayanan atau asuhan keperawatan yang bersifat humanistic dan

3
professional, holistic berdasarkan ilmu dan kiat, standar pelayanan dengan
berpegang teguh kepada kode etik yang melandasi perawat professional secara
mandiri atau melalui upaya kolaborasi.

Peran perawat adalah melaksanakan pelayanan keperawatan dalam suatu


sistem pelayanan kesehatan sesuai dengan kebijakan umum pemerintah yang
berlandaskan pancasila, khususnya pelayanan atau asuhan keperawatan kepada
individu, keluarga, kelompok, dan komunitas berdasarkan kaidah-kaidah, yaitu:

1.      Menunjukkan sikap kepemimpinan dan bertanggungjawab dalam mengelola asuhan


keperawatan.

2.      Berperan aktif dalam kegiatan penelitian di bidang keperawatan dan menggunakan


hasil dari teknologi untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan atau asuhan
keperawatan.

3.      Berperan aktif dalam mendidik dan melatih pasien dalam kemandirian untuk hidup
sehat.

4.      Mengembangkan diri terus menerus untuk meningkatkan kemampuan professional.

5.      Memelihara dan mengembangkan kepribadian serta sikap yang sesuai dengan


etika keperawatan dalam melaksanakan profesinya. Berfungsi sebagai anggota
masyarakat yang berperan aktif, reproduktif, terbuka untuk menerima perubahan
serta berorientasi kemasa depan, sesuai dengan perannya.

Dibawah ini peran perawat secara umum, yaitu:

1.      Meyakinkan bahwa perusahaan memenuhi peraturan perundang-undangan.

2.      Mengembangkan program surveillance kesehatan.

3.      Melakukan konseling.

4.      Melakukan koordinasi untuk kegiatan promosi kesehatan dan fitness.

5.      Melakukan penilaian bahaya potensial kesehatan dan keselamatan di tempat kerja.

4
6.      Mengelola penatalaksanaan akibat kerja dan pertolongan pertama pada kecelakaan
serta masalah primer di perusahaan

7.      Melaksanakan evaluasi kesehatan dan kecelakaan kerja.

8.      Konsultasi dengan pihak manajemen dan pihak lain yang diperlukan.

9.      Mengelola pelayanan kesehatan, termasuk merencanakan, mengembangkan dan


menganalisa program, pembiayaan, staffing serta administrasi umum.

Selain itu, peran perawat menurut konsirsium ilmu kesehatan tahun 1989, terdiri
dari:

a.       Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan

b.      Peran perawat sebagai advokat klien

c.       Peran perawat sebagai edukator

d.      Peran perawat sebagai koordinator

e.       Peran perawat sebagai kolaborator

f.       Peran perawat sebagai konsultan

g.      Peran perawat sebagai pembaruan

2.2 Hubungan Antara Budaya dan Kesehatan masyarakat Ambon

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits


dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat
dalam masyarakat di tentukan oleh kebudayaan yang di miliki oleh masyarakat itu
sendiri. Nilai budaya kesehatan merupakan bagian yang tak terpisahkan akan
keberadaan sebagai upaya mewujudkan hidup sehat dan merupakan bagian budaya
yang di temukan secara universal. Dari budaya pula, hidup sehat dapat di telusuri.
Yaitu melalui komponen pemahaman tentang sehat, sakit, derita akibat sakit, cacat

5
dan kematian, nilai yang di laksanakan dan di yakini di masyarakat, serta
kebudayaan dan teknologi yang berkembang di masyarakat.

Mengacu pada esensi budaya, nilai budaya sehat merupakan bagian yang tak
terpisahkan akan keberadaannya sebagai upaya mewujudkan hidup sehat dan
merupakan bagian budaya yang di temukan secara universal. Dari budaya pula,
hidup sehat dapat di telusuri yaitu melalui komponen pemahaman tentang sehat,
sakit, derita akibat penyakit, cacat dan kematian, nilai yang dilaksanakan dan di
yakini di masyarakat, serta kebudayaan dan teknologi yang berkembang di
masyarat.

Pemahaman terhadap keadaan sehat dan keadaan sakit tentunya berbeda di setiap
masyarakat tergantung dari kebudayaan yang mereka miliki. Pada masa lalu, ketika
pengetahuan tentang kesehatan masih belum berkembang, kebudayaan memaksa
masyarakaat untuk menempuh cara “trial and error” guna menyembuhkan segala
jenis penyakit, meskipun resiko untuk mati masih terlalu besar bagi pasien.
Kemudian perpaduan antara pengalaman empiris dengan konsep kesehatan di
tambah juga dengan konsep budaya dalam hal kepercayaan merupakan konsep
sehat tradisional secara kuratif. Sebagai contoh pengaruh kebudayaan terhadap
masalah kesehatan adalah penggunaan kunyit sebagai obat untuk menyembuhkan
penyakit kuning (hepatitis) di kalangan masyarakat Indonesia. Masyarakat
menganggap bahwa warna penyakit pasti akan sesuai dengan warna obat yang
telah di sediakan oleh alam. Ini menunjukkan bahwa kebudayaan dan pengetahuan
serta teknologi sangat berpengaruh terhadap kesehatan.

6
2.3 Aspek budaya yang mempengaruhi status kesehatan dan perilaku
kesehatan

Menurut G.M Foster (1973) Aspek budaya yang dapat mempengaruhi kesehatan
seseorang anatara lain adalah :

1. Tradisi
2. Sikap Fatalism
3. Nilai
4. Ethnosentrisme
5. Unsur budaya di pelajari pada tingkat awal dalam proses sosiaalisasi

A. Pengaruh tradisi
banyak tradisi yang mempengaruhi perilaku kesehatan dan status kesehatan
misalnya tradisi merokok bagi orang laki-laki maka kebanyakan laki-laki lebih banyak
yang menderita penyakit paru dibanding wanita. Tradisi wanita habis melahirkan
tidak boleh makan ikan karena ASI akan berbau amis, sehingga ibu nifas akan
pantang makan ikan.

B. Sikap fatalistis

sikap fatalistis arti sikap tentang kejadian kematian dari masyarakat. Hal lain adalah
sikap fatalistis yang juga mempengaruhi perilaku kesehatan. Contoh, beberapa
anggota masyarakat di kalangan kelompok tertentu (fanatik) percaya bahwa anak
adalah titipan Tuhan, dan sakit atau mati adalah takdir, sehingga masyarakat kurang
berusaha untuk segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit,
tetapi lebih memilih pasrah.

C. Sikap ethnosentris

sikap ethnocentris yaitu sikap yang memandang bahwa budaya kelompok adalah
yang paling baik, jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain. Misalnya orang-
orang barat merasa bangga terhadap kemajuan ilmu dan teknologi yang
dimilikinya,dan selalu beranggapan bahwa kebudayaannya paling maju, sehingga

7
merasa superior terhadap budaya dari masyarakat yang sedang berkembang. Tetapi
dari sisi lain, semua anggota dari budaya lainnya menganggap bahwa yang
dilakukan secara alamiah adalah yang terbaik. Oleh karena itu, sebagai petugas
kesehatan harus menghindari sikap yang menganggap bahwa petugas adalah orang
yang paling pandai, paling mengetahui tentang masalah kesehatan, karena
pendidikan petugas lebih tinggi dari pendidikan masyarakat setempat sehingga tidak
perlu mengikut-sertakan masyarakat tersebut dalam masalah kesehatan
masyarakat. Dalam hal ini memang petugas lebih menguasai tentang masalah
kesehatan, tetapi masyarakat dimana mereka bertempat tinggal lebih mengetahui
keadaan di masyarakatnya sendiri. Contoh lainnya seorang perawat atau dokter
menganggap dirinya yang paling tahu tentang kesehatan, sehingga merasa dirinya
berperilaku bersih dan sehat sedangkan masyarakat tidak.

D. Pengaruh perasaan bangga pada statusnya

sikap perasaan bangga atas perilakunya walaupun perilakunya tidak sesuai dengan
konsep kesehatan. hal tersebut berkaitan dengan sikap ethnosentrisme. Contoh,
dalam upaya perbaikan gizi, di suatu daerah pedesaan tertentu, menolak untuk
makan daun singkong, walaupun mereka tahu kandungan vitaminnya tinggi. Setelah
diselidiki ternyata masyarakat beranggapan daun singkong hanya pantas untuk
makanan kambing, dan mereka menolaknya karena status mereka tidak mau dan
tidak dapat disetarakan dengan kambing.

E. Pengaruh norma

norma dalam masyarakat sangat mempengaruhi perilaku masyarakat di bidang


kesehatan, karena norma yang mereka miliki diyakininya sebagai bentuk perilaku
yang baik. Contoh, upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak
mengalami hambatan karena ada norma yang melarang hubungan antara dokter
yang memberikan pelayanan dengan ibu hamil sebagai pengguna pelayanan.

8
F. Pengaruh nilai

nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan


dan perilaku individu masyarakat, kerena apa tidak melakukan nilai maka dianggap
tidak berperilaku “pamali” atau “saru “. Nilai yang ada di masyarakat tidak semua
mendukung perilaku sehat. Nilai-nilai tersebut ada yang menunjang dan ada yang
merugikan kesehatan. Nilai yang merugikan kesehatan misalnya arti dari memiliki
anak yang banyak akan membawa rejeki sendiri sehingga tidak perlu lagi takut
dengan anak banyak. Nilai yang mendukung kesehatan, tokoh masyarakat setiap
tutur katanya harus wajib ditaati oleh kelompok masyarakat, hal ini tokoh masyarakat
dapat di pakai untuk membantu sebagai key person dalam program kesehatan.

G. Pengaruh unsur budaya 

yang dipelajari pada tingkat awal dari proses sosialisasi terhadap perilaku
kesehatan. Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan berpengaruh terhadap
kebiasaan pada seseorang ketika ia dewasa. Misalnya saja, anak harus mulai diajari
sikat gigi, buang air besar di kakus, membuang sampah ditempat sampah, cara
makan dan berpakaian yang baik  sejak awal, dan kebiasaan tersebut terus
dilakukan sampai anak tersebut dewasa dan bahkan menjadi tua.kebiasaan tersebut
sangat mempengaruhi perilaku kesehatan yang sangat sulit untuk diubah ketika
dewasa.

H. Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan

 tidak ada kehidupan sosial masyarakat tanpa perubahan, dan sesuatu perubahan
selalu dinamis artinya setiap perubahan akan diikuti perubahan kedua, ketiga dan
seterusnya. apabila seorang pendidik kesehatan ingin melakukan perubahan
perilaku kesehatan masyarakat,maka yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa
yang akan terjadi jika melakukan perubahan, menganalisis faktor-faktor yang terlibat
atau berpengaruh terhadap perubahan dan berusaha untuk memprediksi tentang
apa yang akan terjadi dengan perubahan tersebut, apabila ia tahu budaya
masyarakat setempat dan apabila ia tahu tentang proses perubahan kebudayaan,
maka ia harus dapat mengantisipasi reaksi yang muncul yang mempengaruhi
outcome dari perubahan yang telah direncanakan. Artinya seorang petugas

9
kesehatan kalau mau melakukan perubahan perilaku kesehatan harus mampu
menjadi contoh dalam perilakukanya sehari-hari. Ada anggapan bahwa petugas
kesehatan merupakan contoh rujukan perilaku hidup bersih sehat, bahkan diyakini 
bahwa perilaku kesehatan yang baik adalah hanya petugas kesehatan yang benar.

2.4 Masalah yang berkaitan dengan kesehatan dalam kebudayaan


transkultural di Ambon

Menurut mithoe orang Nuaulu berasal dari suatu tempat yang disebut
“Nunusaku”, yaitu sebuah gunung yang terletak di antara Manusela Tenggol dan
Piru di pulau Seram. Menurut Mythoe orang Nuaulu, manusia-manusia pertama
yang ada di Nunusaku lahir dari batu, pohon, dan benda alam lainnya. Kemudian
terjadi perpecahan dan ada di antara mereka yang menyebar ke selatan ke hulu
sungai Nua.

1.) Ritual masa kehamilan (9 bulan)

Dalam masyarakat suku nuaulu kehamilan merupakan suatu hal yang dianggap
biasa, sehingga kurang begitu mendapat perhatian khusus sampai usia kehamilan
menginjak bulan ke delapan, dalam arti tidak terdapat adanya upaca-upacara yang
secara khusus diadakan terhadap wanita hamil.

b. Mengantar kerumah Posone

Setelah posone selesai dibangun, datanglah irihititipue/masuu (bidan


tradisional/mama biang) ke rumah wanita hamil dan menjemputnya menuju Posone.
Setelah wanita tersebut keluar dari rumahnya berjalanlah rombongan menuju ke
Posone. Sebelum ia masuk ke Posone, mama biang membacakan doa/sejenis
mantera yang berfungsi sebagai penolak segala hal-hal buruk. Setelah membacakan
mantera/doa tersebut sang wanita hamil diantar masuk ke Posone, dan akan tetap
disitu sampai masa melahirkan.

Sub bagian desa yang lebih besar lagi dalam pola tradisional organisasi sosial di
Maluku Tengah sekarang ini adalah Soa. Soa adalah ganbungan dari beberapa
mata rumah (atau klen) yang ada di daerah setempat, dan merupakan suatu
persekutuan territorial genealogis.

10
Soa memiliki peranan yang cukup penting dalam kehidupan masyarakat suku
Nuaulu. Beberapa peranan soa dapat dilihat ketika berlangsungnya kegiatan
upacara-upacara adat yang dilaksanakan seperti upacara Pateheri (masa dewasa
kaum laki-laki) di mana dalam proses pelaksanaannya akan terlihat dengan jelas
setiap laki-laki perkasa dari tiap soa.

Selain itu dalam sistem pemerintahan, Soa memiliki peranan penting misalnya
dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan negeri/ desa maka selain dari
kepala suku dan ma’atoke, fungsi dan peranan kapitan yang merangkap sebagai
kepala soa benar-benar dibutuhkan dalam menyuarakan aspirasi dari tiap anggota
soanya. Masing-masing kepala soa mempunyai tugas untuk menjaga ketertiban
anggota soanya masing-masing.

2.)Sistem Pengobatan

Masyarakat suku Nuaulu mempunyai pengetahuan yang baik dalam soal


pengobatan, mereka mengenal berbagai jenis dedaunan, tumbuh-tumbuhan, bahkan
buah-buahan yang dapat dijadikan sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai
penyakit.

Beberapa jenis daun yang biasa dipakai oleh suku ini dalam melakukan pengobatan
adalah jenis daun seperti : daun Alifuru untuk mengobati jenis bisul, daun belimbing
untuk mengobati darah tinggi, daun pohon jarak untuk mengobati panas, daun
pohon gondal untuk mengobati bagian tubuh yang patah akibat kecelakaan, daun
biana untuk bisul, daun gatal untuk mengobati rasa cape atau lelah.

3.) Sistem Pengetahuan

Sebagian besar ilmu pengetahuan yang dimilki oleh masyarakat suku Nuaulu
digunakan untuk memberi makna dalam menginterpretasikan lingkungannya,
pengetahuan yang dimaksud dikenal dengan pengetahuan budaya. Yang dimaksud
dengan pengetahuan budaya ini adalah sejumlah pengetahuan yang bernuansa
nilai-nilai rasional, faktual dan konkret sampai dengan pengetahuan yang bernuansa
niali-nilai normatif (etos), misalnya sejumlah nilai kepercayaan yang bersifat mistis/
magis dan tabu, yang sudah sejak turun temurun.

11
2.5 Implikasi transkultural keperawatan dalam kebudayaan kesehatan di
ambon

1. Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya.
Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien.
Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/
mempertahankan budaya, mengakomodasi/ negoasiasi budaya dan mengubah/
mengganti budaya klien (Leininger, 1991).

a. Mempertahankan budaya

Dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan


dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang
telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status
kesehatannya, misalnya kasus yang terdapat di suku nualu. Jika kebudayaan nya
tersebut tidak membahayakan kesehatan bagi ibu hamil maka kebudayaan yang
telah di lakukan dapat di ubah untuk keselamatan ibu dan bayi.

b. Negosiasi budaya

Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk


membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatan. Misalnya kasus untuk ritual ibu hamil. Hal yang perlu dilakukan negosiasi
dalam budaya suku Nuaulu adalah pada upacara ritual pada masa kehamilan
Sembilan bulan dan kelahiran, dimana apa pembangunan posone (rumah yang
nantinya dipakai untuk proses kelahiran si bayi) bahkan ketika lahirpun bayi tidak
dibawa ke rumah sakit melainkan ke rumah posone. Dengan modal sebilah pisau
yang berbuat dari bambu mereka mampu melalui proses persalinan. Dalam kegiatan
tersebut yang perlu dinegosiasikan adalah mengenai kehamilan seorang ibu yang
tidak dihiraukan kesehatannya sampai usia kehamilan 8 bulan. Pada masyarakat
Nuaulu harusnya diberikan suatu pengertian yang memberikan suatu pendidikan
kesehatan bahwa kehamilan perempuan harusnya diperhatikan sejak usia dini,

12
bukan hanya pada usia kehamilan 9 bulan, karena hal ini akan berakibat fatal pada
kondisi kesehatan sang ibu serta janin yang dikandungnya apabila tidak
terpenuhinya kebutuhan ibu hamil.

Selain itu usaha negosiasi juga diberlakukan kepada ibu hamil serta perempuan
yang baru mendapatkan haid pertama, harusnya tidak dikucilkan di sebuah rumah
gubuk yang terletak di tengah hutan karena hal ini tentunya akan mempengaruhi
kesehatan sang ibu hamil dan janinnya serta perempuan haid karena tentunya akan
memperlukan perhatian yang khusus baik dari keluarga maupun masyarakat
setempat.

c. Restrukturisasi budaya 

Klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan.

Ada banyak fase pada upacara masa dewasa bagi laki-laki dan perempuan suku
Nuaulu. Proses ritual yang boleh dikatakan sangat berbeda dengan masyarakat
lainnya bagi perempuan (pinamou), selama dalam rumah posone tidak
diperbolehkan untuk mandi, bahkan hanya memakai pakaian setengah telanjang
(hanya dibagian bawah pusar), jika dilihat dari segi kesehatan hal tersebut tidaklah
baik untuk bagi si gadis karena dapat mengakibatkan timbulnya timbulnya penyakit.

2.      Proses keperawatan

Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan


keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit
(Sunrise Model). Geisser (1991). menyatakan bahwa proses keperawatan ini
digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap
masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan
dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.

a)      Pengkajian

13
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien. Pengkajian dirancang
berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model"

2.6 7 KOMPONEN DALAM PENGKAJIAN TRANSCULTURAL NURSING

1.      Faktor teknologi (tecnological factors)

Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat


penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu
mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah
kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan
alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk
mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.

2.      Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)

Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis
bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk
menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri.
Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status
pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan
kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.

3.      Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)

Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala
keluarga.

4.      Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)

Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut
budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah
yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu

14
dikaji pada faktor ini adalah: posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga,
bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan
membersihkan diri.

5.      Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)

Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew
and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan
yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh
menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat

6.      Faktor ekonomi (economical factors)

Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang


dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus
dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan,
tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi,
penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga

7.      Faktor pendidikan (educational factors)

Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan
klien biasanya didukung oleh buktibukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut
dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi
kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien,
jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang
pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.

b)      Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang


budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa

15
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural
yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.

c)      Perencanaan dan Pelaksanaan

Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu


proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses
memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang
sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga
pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle,
1995) yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien
kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang
dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.

a.      Cultural care preservation/maintenance

1.      Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat

2.      Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien

3.      Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat

b.      Cultural careaccomodation/negotiation

1.      Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien

2.      Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan

3.      Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan


berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.

16
c.       Cultual care repartening/reconstruction

1.      Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya

2.      Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok

3.      Gunakan pihak ketiga bila perlu

4.      Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang di


pahami oleh klien dan orang tua.

5.      Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan

6.      Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing


melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan
budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka.

7.      Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa
tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien
akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas
keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

d)     Evaluasi

Evaluasi asuhan keperawatan dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang


mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien
yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang
mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi
bisa diketahui latar belakang budaya pasien.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program


pendidikankeperawatan, berwenang di negara bersangkutan untuk memberikan
pelayanan dan bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit serta pelayanan terhadap pasien. Implikasi berfungsi membandingkan
antara hasil penelitian yang lalu dengan hasil penelitian yang baru dilakukan.

Transcultural nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses


belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaanh dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat, sakit didasarkan
pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk
memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada
manusia (leininger, 2002).

Transculturasi dalam praktek keperawatan meliputi

4. Keperawatan

5. Mempertahankan budaya

6. Perilaku sehat-sakit

7. Negosiasi budaya

8. Restrukturisasi

9. Budaya

10. Proses keperawatan ( pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan dan


pelaksanaan dan evaluasi ).

18
B. Saran

Perawat diharapkan memahami betapa pentingnya peran kebudayaan dalam


keperawatan, karena perawat dituntut untuk bisa melayani kebutuhan klien sesuai
dengan ajaran budaya yang telah di lakukan secaara turun-temurun serta
kepercayaan yang di yakini oleh masyarakat ambon khususnya suku nualu.

Pihak penulis menyarankan agar  para pembaca sekalian dapat mengikuti


sebagian besar petunjuk yang telah dirangkum dalam penulisan makalah ini, hal ini
dikarenakan  untuk  mengetahui  transkultural  nursing dan perawat harus
mengetahui budaya individu yang dirawat karena sangat berpengaruh dengan 
kehidupan individu maupun kelompok.

19
DAFTAR PUSTAKA

http://faizalbnu.blogspot.co.id/2014/10/makalah-implikasi-penggunaan.html

http://ners.unair.ac.id/materikuliah/Keperawatan%20Transkultural-SP.pdf

http://wwwpusink.blogspot.co.id/p/hubungan-antara-lingkungan-dan-perilaku.html

http://dokumen.tips/documents/transkultural-nursing-55c1ea59e1c89.html

Royal College of Nursing (2006), Transcultural Nursing Care of Adult ; Section One
Understanding The Theoretical Basis of Transcultural Nursing Care
Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari
http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing

__________________________, Transcultural Nursing Care of Adult ; Section Two


Transcultural NursingModels ; Theory and Practice, Ditelusuri tanggal
14 Oktober 2006 dari
http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing.

http;//gooogle.com,ahli madya,Dasar-dasar keperawatan.Transkultural Nursing.

https://prezi.com/jehncblqcawi/transkultural-nursing/

20

Anda mungkin juga menyukai