Anda di halaman 1dari 16

Aplikasi Transcultural Nursing Sepanjang Daur

Kehidupan Manusia
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikososial dan Budaya

Dosen pengampu : Pramono, GK, MPH.

Disusun oleh :

1. Kartika Nur Faizah (P1337420720007)


2. Andri Subiyantoro (P1337420720018)
3. Anggraeni Putri Y (1337420720019)
4. Hanif Nazhir Hawari (P1337420720025)
5. Rizkiya Anggie P (P1337420720030)
6. Della Ciska Amelia (P1337420720032)
7. Ashilla Nur M P (P1337420720037)
8. Siti Barkah (P1337420720047)
9. Laila Putri Andini (P1337420720049)
10. Karisma Wijayanti (P1337420720051)

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MAGELANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Psikososial
dan Budaya dalam Keperawatan yang berjudul “Aplikasi Transcultural Nursing
Sepanjang Daur Kehidupan Manusia” ini dengan baik serta tepat waktu.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Bapak Pramono GK.,S.Pd.M.PH pada mata kuliah Psikososial dan Budaya dalam
Keperawatan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Aplikasi Transcultural Nursing Sepanjang Daur Kehidupan Manusia bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Pramono GK.,S.Pd.M.PH


selaku dosen mata kuliah Promosi Kesehatan yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Magelang, Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Menjelaskan pengertian transkultural
B. Menjelaskan pegkajian asuhan keperawatan budaya
C. Menjelaskan instrumen pengkajian budaya
D. Menjelaskan aplikasi konsep & prinsip transkultural ursing sepanjang daur
kehidupan manusia

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring berkembangnya zaman di era globalisasi saat ini, terjadi


peningkatan jumlah penduduk baik populasi maupun variasinya. Keadaan ini
memungkinkan adanya multikultural atau variasi kultur pada setiap wilayah.
Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkualitas
pun semakin tinggi. Hal ini menuntut setiap tenaga kesehatan profesional
termasuk perawat untuk mengetahui dan bertindak setepat mungkin dengan
prespektif global dan medis bagaimana merawat pasien dengan berbagai
macam latar belakang kultur atau budaya yang berbeda dari berbagai tempat di
dunia dengan memperhatikan namun tetap pada tujuan utama yaitu
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas. Penanganan pasien dengan
latar belakang budaya disebut dengan transkultural nursing. Tanskultural
nursing adalah suatu daerah/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan
praktek keperawatan yang fokusnya memandang perbedaan dan kesamaan
diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada
nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk
memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya
kepda manusia (Leininger, 2002). Proses keperawatan transkultural
diaplikasikan untuk mengurangi konflik perbedaan budaya atau lintas budaya
antara perawat sebagai profesional dan pasien

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan transkultural ?


2. Bagaimana pengkajian asuhan keperawatan budaya ?
3. Apa saja instrumen pengkajian budaya ?
4. Bagaiman aplikasi konsep & prinsip transkultural nursing sepanjang daur
kehidupan manusia ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini
diharapkan mahasiswa mampu mengetahui dan memahami bagaimana
aplikasi transkultural nursing sepanjang daur kehidupan manusia.
2. Tujuan Khusus Mahasiswa diharapkan mampu :
a. Menjelaskan pengertian transkultural
b. Menjelaskan pegkajian asuhan keperawatan budaya
c. Menjelaskan instrumen pengkajian budaya
d. Menjelaskan aplikasi konsep & prinsip transkultural ursing
sepanjang daur kehidupan manusia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Transkultural

Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya


pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang
perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan,
sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan
tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan
khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger,
2002).
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah
esensi dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan
tindakan keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang
dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh.
Perilaku Caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam
perkembangan dan pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala
manusia itu meninggal. Human caring secara umum dikatakan sebagai
segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan bimbingan pada
manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang universal
dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu
tempat dengan tempat lainnya

B. Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya


Perawat dalam menjalankan tugasnya sering menghadapi klien yang
memiliki latar belakang etnik, budaya, dan agama yang berbeda. Untuk
menghadapi situasi ini penting bagi perawat untuk memahami bahwa klien
memiliki pendangan dan interpretasi mengenai penyakit dan kesehatan yang
berbeda. Pandangan tersebut didasarkan pada keyakinan sosial-budaya klien.
Perawat harus sensitif dan waspada terhadap keunikan warisan budaya dan
tradisi kesehatan klien dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien
dari latar belakang kebudayaan yang berbeda. Perawat harus mengkaji dan
mendengarkan dengan cermat tentang konsistensi warisan budaya klien.
Pengakajian tentang budaya klien merupakan pengkajian yang sisrematik dan
komprehensif dari nilai- nilai pelayanan budaya, kepercayaan, dan praktik
individual, keluarga, komunitas. Tujuan pengkajian budaya adalah untuk
mendapatkan informasi yang signifikan dari klien sehingga perawat dapat
menerapkan kesamaan budaya (Leininger dan MC Farland, 2002).
Perawat dalam melakukan pengkajian terhadap kebudayaan klien dimulai
dari menentukan warisan kultural budaya klien, latar belakang organisasi
sosial, dan keterampilan bahasa sertamenayakan penyebab penyakit atau
masalah untuk mengetahui klien mendapatkan pengobatan rakyat secara
tradisional baik secara ilmiah maupun mesogisoreligus atau kata ramah, suci
untuk mencegah dan mengatasi penyakit. Hal ini dilakukan untuk pemenuhan
kompoen pengakajian budaya untuk menyediakan informasi yang berguna
dalam mengumpulkan data kebudayaan klien. Model matahari terbit dari
leininger menggambarkan keberagaman budaya dalam kehidupan sehari-hari
dan membantu melaksanakan pengkajian budaya yang dilakukan secara
komprehensif. Model ini beranggapan bahwa nilai-nilai pelayanan budaya,
kepercayaan, dan praktik merupakn hal yang tidak dapat diubah dalam budaya
dan dimensi struktur sosial masyarakat, konteks lingkungan,bahasa dan
riwayat etik atau peristiwa bersejarah dari kelompok tertentu (Potter dan
perry, fundamental keperawatan ed 7, 187)
Tahapan pengkajian budaya dimulai dari mengetahui perubahan
demografik populasi pada lingkungan praktik komunitas yang disebut dengan
data sensus. Data sensus didapatkan dari data sensus lokal dan regional serta
laporan pelayanan kesehatan. Langkah berikutnya perawta menggunakan
teknik wawancara yang terbuka, terfokus, dan kontras untuk mendorong klien
menceritakan nilai-nilai, kepercayaan, dan praktik dalam warisan
budayanya( Spradley, 1979).
Dalam melaksanakan pengkajian budaya seorang perawt menjalin
hubungan dengan klien dan memiliki keterampilam dalam berkomuknikasi.
Pengkajian budaya yang komprehensif membutuhkan keterampilan, waktu
hingga persiapan dan antisipasi sangat diperlukan.
C. Instrumen Pengkajian Budaya

Pada abad ke-21 ini,tuntutan terhadap asuhan keperawatan semakin


besar, tak hanya asuhan keperawatan yang melihat sisi medisnya saja, tetapi
juga melihat dari sisi budaya. Jika melihat dari sisi budaya, ini termasuk ilmu
keperawatan yang memasuki level midle theory range, yaitu teori
transkultural nursing. Transkultural nursing mempunyai tahapan yang sama
dengan proses keperawatan; antara lain pengkajian, diagnosis, perencanaan,
implemantasi dan evaluasi.
Pengkajian dalam transkultural nursing memiliki instrument atau
komponen tersendiri, antara lain; warisan dan sejarah etnik, variasi biologis,
religious dan kepercayaan, organisasi sosial, komunikasi, waktu,
kepercayaan perawatan dan prakteknya, serta pengalaman sebagai tenaga
proposional. Warisan budaya dan sejarah etnik sering membawa pada nilai-
nilai dan norma yang berlaku pada suatu adat istiadat, ras klien, atau dalam
hal ini dapat dikaji tentang persepsin sehat dan sakit menurut budaya klien,
keikutsertaan cara-cara budaya dalam proses perawatan. Relijius dan
kepercayaan ini dalah faktor yang sangat mempengaruhi karena membawa
motivasi tersendiri untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya. Kajian
religious dapat meliputi agama yang dianut, sudut pandang pasien terhadap
penyebab penyakit, proses penyembuhannya serta sisi positif agama pasien
yang dapat membantu proses kesembuhanya. Variasi biologis, perbedaan
biologis antara anggota kelompok kultur, seperti struktur dan bentuk tubuh,
warna kulit, variasi enzimatik dan genetik, kerentanan terhadap penyakit,
variasi nutrisi.
Pengkajian organisasi sosial mengacu pada unit keluarga dan kelompok
sosial, dimana di lihat tentang keadaan soal keluarga seperti ekonomi,
pergaulan sosial. Sedangkan pada kelompok sosila klien dapat dilihat sejarah
lingkungan dan kondisi lingkungan. Komunikasi adalah hal terpenting dalam
pelaksanaan proses asuhan keperawatan, ketidak berhasilan komunikasi dapat
menghambat proses diagnosis dan tindakaan serta dapat membawa pada hasil
yang tragis. Dalam hal ini perawat harus dapat melihat bahasa yang digunakan
pasien secara verbal maupun non verbal. Ruang personal menujukkan sikap
klien yang harus ditanggapi oleh perawat secara sensitive, sehingga tidak
menimbulkkan rasa ketidak nyamanan pasien. Bukan hanya mengenai ruang
personal yang harus menjadi pertimbangan tetapi juga mengenai
waktu ,orientasi waktu berbeda-deada dalam setiap ethic ada yang
memprioritaskan pada saat ini ada juga yang saat mendatang. Perbedaan
orientasi waktu ini akan membawa pada perencaan asuhan jangka panjang.
Keyakinan perawtan klien juga menjadi factor kajian, di sini perawat harus
melihat bagai mana keyakinan dan praktik pengobatan tradisional yang
dipercai pasien dlam proses penyembuhannya apakah dapat membantu atau
memperparah penyakitnnya. Dan factor kajian terakhir yang mempengaruhi
adalah pengalam an propesional perawtan itu sendiri dalam menangggapi atau
dalam member asuhan keperawatan itu

D. Aplikasi Transcultural Nursing Sepanjang Daur Kehidupan Manusia


1. Penerapan Kehamilan dan Kelahiran
Kehamilan dan kelahiran bayi pun dipengaruhi oleh aspek sosial
dan budaya dalam suatu masyarakat. Dalam ukuran-ukuran tertentu,
fisiologi kelahiran secara universal sama. Namun proses kelahiran sering
ditanggapi dengan cara-cara yang berbeda oleh aneka kelompok
masyarakat (Jordan, 1993). Berbagai kelompok yang memiliki penilaian
terhadap aspek kultural tentang kehamilan dan kelahiran menganggap
peristiwa itu merupakan tahapan yang harus dijalani didunia. Salah satu
kebudayaan masyarakat kerinci di Provinsi Jambi misalnya, wanita hamil
dilarang makan rebung karena menurut masyarakat setempat jika wanita
hamil makan rebung maka bayinya akan berbulu seperti rebung. Makan
jantung pisang juga diyakini menurut keyakinan mereka akan membuat
bayi lahir dengan ukuran yang kecil.
Dalam kebudayaan Batak, wanita hamil yang menginjak usia
kehamilan tujuh bulan diberikan kepada ibunya ulos tondi agar wanita
hamil tersebut selamat dalam proses melahirkan. Ketika sang bayi lahir
pun nenek dari pihak ibu memberikan lagi ulos tondi kepada cucunya
sebagai simbol perlindungan. Sang ibu akan menggendong anaknya
dengan ulos tersebut agar anaknya selalu sehat dan cepat besar. Ulos
tersebut dinamakan ulos parompa.
Pantangan dan simbol yang terbentuk dari kebudayaan hingga kini
masih dipertahankan dalam komunitas dan masyarakat. Dalam
menghadapi situasi ini, pelayanan kompeten secara budaya diperlukan
bagi seorang perawat untuk menghilangkan perbedaan dalam pelayanan,
bekerja sama dengan budaya berbeda, serta berupaya mencapai pelayanan
yang optimal bagi klien dan keluarga.
Menurut Meutia Farida Swasono salah satu contoh dari masyarakat
yang sering menitikberatkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari
peristiwa kehamilan dan kelahiran adalah orang jawa yang di dalam adat
adat istiadat mereka terdapat berbagai upacara adat yang rinci untuk
menyambut kelahiran bayi seperti pada upacara mitoni, procotan, dan
brokohan.
Perbedaan yang paling mencolok antara penanganan kehamilan
dan kelahiran oleh dunia medis dengan adat adalah orang yang
menanganinya, kesehatan modern penanganan oleh dokter dibantu oleh
perawat, bidan, dan lain sebagainya tapi penangana dengan adat dibantu
oleh dukun bayi. Menurut Meutia Farida Swasono dukun bayi umumnya
adalah perempuan, walaupun dari berbagai kebudayaan tertentu, dukun
bayi adalah laki laki seperti pada masyarakat Bali Hindu yang disebut
balian manak dengan usia di atas 50tahun dan profesi ini tidak dapat
digantikan oleh perempuan karena dalam proses menolong persalinan,
sang dukun harus membacakan mantra mantra yang hanya boleh
diucapkan oleh laki laki karena sifat sakralnya.
Proses pendidikan atau rekrutmen untuk menjadi dukun bayi
bermacam macam. Ada dukun bayi yang memperoleh keahliannya
melalui proses belajar yang diwariskan dari nenek atau ibunya, namun ada
pula yang mempelajari dari seorang guru karena merasa terpanggil. Dari
segi budaya, melahirkan tidak hanya merupakan suatu proses semata mata
berkenaan dengan lahirnya sang bayi saja, namun tempat melahirkan pun
harus terhindar dari berbagai kotoran tapi “kotor” dalam arti keduniawian,
sehingga kebudayaan menetapkan bahwa proses mengeluarkan unsur
unsur yang kotor atau keduniawian harus dilangsungkan di tempat yang
sesuai keperluan itu. Jika dokter memiliki obat obat medis maka dukun
bayi punya banyak ramuan untuk dapat menangani ibu dan janin,
umumnya ramuan itu diracik dari berbagai jenis tumbuhan, atau bahan
bahan lainnya yang diyakini berkhasiat sebagai penguat tubuh atau
pelancar proses persalinan.
Menurut pendekatan biososiokultural dalam kajian antropologi,
kehamilan dan kelahiran dilihat bukan hanya aspek biologis dan fisiologis
saja, melainkan sebagai proses yang mencakup pemahaman dan
pengaturan hal-hal seperti; pandangan budaya mengenai kehamilan dan
kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dalam pertolongan persalinan,
wilayah tempat kelahiran berlangsung, cara pencegahan bahaya,
penggunaan ramuan atau obat-obatan tradisional, cara menolong
kelahiran, pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai
pertolongan serta perawatan bayi dan ibunya.
Berdasarkan uraian diatas, perawat harus mampu memahami
kondisi kliennya yang memiliki budaya berbeda. Perawat juga dituntut
untuk memiliki keterampilan dalam pengkajian budaya yang akurat dan
komprehensif sepanjang waktu berdasarkan warisan etnik dan riwayat
etnik, riwayat biokultural, organisasi sosial, agama dan kepercayaan serta
pola komunikasi. Semua budaya mempunyai dimensi lampau, sekarang
dan mendatang. Untuk itu penting bagi perawat memahami orientasi
waktu wanita yang mengalami transisi kehidupan dan sensitif terhadap
warisan budaya keluarganya.
2. Perawatan Dan Pengasuhan Anak
Disepanjang daur kehidupannya, manusia akan melewati masa
transisi dari awal masa kelahiran hingga kematiannya. Kebudayaan turut
serta mempengaruhi peralihan tersebut. Dalam asuhan keperawatan
budaya, perawat harus paham dan bisa mengaplikasikan pengetahuannya
pada tiap daur kehidupan manusia. Salah satu contohnya yaitu aplikasi
transkultural pada perawatan dan pengasuhan anak. Setiap anak
diharapkan dapat berkembang secara sempurna dan simultan, baik
perkembangan fisik, kejiwaan dan juga sosialnya sesuai dengan standar
kesehatan, yaitu sehat jasmani, rohani dan sosial. Untuk itu perlu
dipetakan berbagai unsur yang terlibat dalam proses perkembangan anak
sehingga dapat dioptimalkan secara sinergis.
Menurut Urie Bronfenbrenner (1990) setidaknya ada 5 (lima)
sistem yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak,yaitu:
 Pertama, sistem mikro yang terkait dengan setting individual di
mana anak tumbuh dan berkembang yang meliputi : keluarga,
teman sebaya, sekolah dan lingkungan sekitar tetangga.
 Kedua, sistem meso yang merupakan hubungan di antara mikro
sistem, misalnya hubungan pengalaman-pengalaman yang
didapatkan di dalam keluarga dengan pengalaman di sekolah atau
pengalaman dengan teman sebaya.
 Ketiga, sistem exo yang menggambarkan pengalaman dan
pengaruh dalam setting sosial yang berada di luar kontrol aktif
tetapi memiliki pengaruh langsung terhadap perkembangan
anak,seperti,pekerjaan orang tua dan media massa.
 Keempat, sistem makro yang merupakan budaya di mana individu
hidup, seperti : ideologi, budaya, sub-budaya atau strata sosial
masyarakat.
 Kelima, sistem chrono yang merupakan gambaran kondisi kritis
transisional (kondisi sosio-historik). Keempat sistem pertama harus
mampu dioptimalkan secara sinergis dalam pengembangan
berbagai potensi anak sehingga dibutuhkan pola pengasuhan, pola
pembelajaran, pola pergaulan termasuk penggunaan media massa,
dan pola kebiasaan (budaya) yang koheren dan saling mendukung.
Proses sosialisasi pada anak secara umum melalui 4 fase, yaitu:
1) Fase Laten (Laten Pattern), pada fase ini proses sosialisasi
belum terlihat jelas. Anak belum merupakan kesatuan
individu yang berdiri sendiri dan dapat melakukan kontak
dengan lingkungannya. Pada fase ini anak masih dianggap
sebagai bagian dari ibu,dan anak pada fase ini masih
merupakan satu kesatuan yang disebut “two persons system”.
2) Fase Adaptasi (Adaption), pada fase ini anak mulai mengenal
lingkungan dan memberikan reaksi atas rangsangan-
rangsangan dari lingkungannya. Orangtua berperan besar pada
fase adaptasi, karena anak hanya dapat belajar dengan baik
atas bantuan dan bimbingan orangtuanya.
3) Fase Pencapaian Tujuan (Goal Attainment), pada fase ini
dalam sosialisasinya anak tidak hanya sekadar memberikan
umpan balik atas rangsangan yang diberikan oleh
lingkungannya, tapi sudah memiliki maksud dan tujuan. Anak
cenderung mengulangi tingkah laku tertentu untuk
mendapatkan pujian dan penghargaan dari lingkungannya.
4) Fase Integrasi (Integration), pada fase ini tingkah laku anak
tidak lagi hanya sekadar penyesuaian (adaptasi) ataupun untuk
mendapatkan penghargaan, tapi sudah menjadi bagian dari
karakter yang menyatu dengan dirinya sendiri.

Interaksi anak dengan lingkungannya secara tidak langsung telah


mengenalkan dirinya pada kultural atau kebudayaan yang ada di
sekelilingnya. Lingkungan dan keluarga turut berperan serta dalam
tumbuh kembang anak. Hal ini pun tidak terlepas dari pengaruh-
pengaruh budaya yang ada di sekitarnya. Sebagai perawat, dalam
memberikan pengasuhan dan perawatan perlu mengarahkan anak pada
perilaku perkembangan yang normal, membantu dalam memaksimalkan
kemampuannya dan menggunakan kemampuannya untuk koping
dengan membantu mencapai keseimbangan perkembangan yang
penting. Perawat juga harus sangat melibatkan anak dalam
merencanakan proses perkembangan. Karena preadolesens memiliki
keterampilan kognitif dan sosial yang meningkat sehingga dapat
merencnakan aktifitas perkembngan.
Dalam lingkungannya, anak diharuskan bekerja dan bermain secara
kooperatif dalam kelompok besar anak-anak dalam berbagai latar
belakang budaya. Dalam proses ini, anak mungkin menghadapi masalah
kesehatan psikososial dan fisik (misalnya meningkatnya kerentanan
terhadap infeksi pernapasan, penyesuaian yang salah di sekolah,
hubungan dengan kawan sebaya tidak adekuat, atau gangguan belajar).
Perawat harus merancang intervensi peningkatan kesehatan anak
dengan turut mengkaji kultur yang berkembang pada anak. Agar tidak
terjadi konflik budaya terhadap anak yang akan mengakibatkan tidak
optimalnya pegasuhan dan perawatan anak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu. Oleh
sebab itu, penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang
dirawat. misalnya kebiasaan hidup sehari-hari, seperti tidur, makan, pekerjaan,
pergaulan sosial dan lain-lain. Kultur juga terbagi dalam sub kultur. Nilai-nilai
budaya timur masih sangat kental, seperti misalnya wanita yang sedang hamil
ingin diperiksa oleh bidan atau perawat wanita daripada dengan dokter pria.
Hal ini menunjukkan bahwa budaya timur masih kental dengan hal-hal yang
dianggap tabu. Dalam Masyarakat tradisional sistem pengobatan tradasional ini
adalah pranata sosial yang harus dipelajari dengan cara yang sama seperti
mempelajari pranata sosial umumnya dan bahwa praktek pengobatan asli
(tradisional) adalah rasional dilihat dari sudut kepercayaan yang berlaku
mengenai sebab akibat.

B. Saran
Pihak penulis menyarankan agar para pembaca sekalian dapat
mengikuti sebagian besar petunjuk yang telah dirangkum dalam penulisan
makalah ini, hal ini dikarenakan untuk mengetahui transkultural nursing dan
perawat harus mengetahui budaya individu yang dirawat karena sangat
berpengaruh dengan kehidupan individu maupun kelompok.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, N. (2019, Januari 16). Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya.


Pengkajian Budaya dalam Keperawatan, p. 26 page.
ChefFlower1349. (2017). Pengkajian Instrument Budaya. Nursing, page 4.
Rhamadhan, R. (2016, Oktober 21). Pengertian Transcultural Nursing.
Transcultural Nursing, p. 12.
Safriani, L. (2019, Desember 05). Aplikasi Transcultural Nursing Sepanjang Daur
Hidup Manusia. p. 20 page.

Anda mungkin juga menyukai