Anda di halaman 1dari 15

TANSKULTURAL NURSING SEPANJANG DAUR KEHIDUPAN MANUSIA

Pengertian

Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan
praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya
dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia,
kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan
khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).

Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi dari keperawatan,
membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Tindakan Caring
dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu
secara utuh. Perilaku Caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam
perkembangan dan pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal.
Human caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan
dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang
universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan
tempat lainnya

Peran Dan Fungsi Perawat

Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu. Oleh sebab itu, penting bagi
perawat mengenal latar belakang budaya orang yang dirawat (pasien). Misalnya kebiasaan
hidup sehari – hari, seperti tidur, makan , kebersihan diri, pekerjaan, pergaulan social, praktik
kesehatan, pendidikan anak, ekspresi perasaan, hubungan kekeluargaaan, peranan masing –
masing orang menurut umur.

Kultur juga terbagi dalam sub – kultur. Subkultur adalah kelompok pada suatu kultur yang
tidak seluruhnya menganut pandangan kelompok kultur yang lebih besar atau memberi
makna yang berbeda . Kebiasaan hidup juga saling berkaitan dengan kebiasaan cultural,
misalnya nilai – nilai budaya timur, dalam beberapa setting, lebih mudah menerima
pelayanan kesehatan pre-natal dari dokter wanita dan bidan.

Dalam tahun – tahun terakhir ini, makin ditekankan pentingknya pengaruh kultur terhadap
pelayanan perawatan. Perawatan Transkultural merupakan bidang yang relative baru ; ia
berfokus pada studi perbandingan nilai – nilai dan praktik budaya tentang kesehatan dan
hubungannya dengan perawatannya.

Menurut Leininger (1996) Transcultural nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang
berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai – nilai budaya. Nilai budaya yang
berbeda mempengaruhi perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien.
Perawatan transkultural berkaitan dengan praktik budaya yang ditujukan untuk pengutamaan
dan pengobatan rakyat (tradisional).

Caring practices adalah kegiatan perlindungan dan bantuan yang berkaitan dengan
kesehatan. Menurut Madelini Leininger (1996) studi praktik pelayanan kesehatan
transkultural adalah berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas tingkah laku manusia
dalam kaitan dengan kesehatannya. Dengan mengidentifikasi praktik kesehatan dalam
berbagai budaya (kultur), baik di masa lampau maupun zaman sekarang akan terkumpul
persamaan – persamaan. Lininger berpendapat, kombinasi pengetahuan tentang pola praktik
transkultural dengan kemajuan teknologi dapat menyebabkan makin sempurnanya pelayanan
perawatan dan kesehatan orang banyak dan berbagai kultur.

Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya

Perawat dalam menjalankan tugasnya sering menghadapi klien yang memiliki latar belakang
etnik, budaya, dan agama yang berbeda. Untuk menghadapi situasi ini penting bagi perawat
untuk memahami bahwa klien memiliki pandangan dan interpretasi mengenai penyakit dan
kesehatan yang berbeda. Pandangan tersebut didasarkan pada keyakinan sosial-budaya klien.
Perawat harus sensitif dan waspada terhadap keunikan warisan budaya dan tradisi kesehatan
klien dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien dari latar belakang kebudayaan
yang berbeda. Perawat harus mengkaji dan mendengarkan dengan cermat tentang konsistensi
warisan budaya klien. Pengakajian tentang budaya klien merupakan pengkajian yang
sistematik dan komprehensif dari nilai- nilai pelayanan budaya, kepercayaan, agama, dan
praktik individual, keluarga, komunitas. Tujuan pengkajian budaya adalah untuk
mendapatkan informasi yang signifikan dari klien sehingga perawat dapat menerapkan
kesamaan budaya (Leininger dan MC Farland, 2002).

Perawat dalam melakukan pengkajian terhadap kebudayaan klien dimulai dari menentukan
warisan budaya klien, latar belakang organisasi sosial, dan keterampilan bahasa serta
menanyakan penyebab penyakit atau masalah untuk mengetahui klien mendapatkan
pengobatan rakyat secara tradisional atau ilmiah. Hal ini dilakukan untuk pemenuhan
komponen pengakajian budaya untuk menyediakan informasi yang berguna dalam
mengumpulkan data kebudayaan klien.

Tahapan pengkajian budaya dimulai dari mengetahui perubahan demografik populasi pada
lingkungan praktik komunitas yang disebut dengan data sensus. Data sensus didapatkan dari
data sensus lokal dan regional serta laporan pelayanan kesehatan. Langkah berikutnya
perawat menggunakan teknik wawancara yang terbuka, terfokus, mendorong klien
menceritakan nilai-nilai, kepercayaan, dan praktik dalam warisan budayanya( Spradley,
1979).

Dalam melaksanakan pengkajian budaya seorang perawat menjalin hubungan dengan klien
dan memiliki keterampilam dalam berkomuknikasi. Pengkajian budaya yang komprehensif
membutuhkan keterampilan dan waktu.

Beberapa Instrumen Pengkajian Budaya

Pada abad ke-21 ini,tuntutan terhadap asuhan keperawatan semakin besar, tak hanya asuhan
keperawatan yang melihat sisi medisnya saja, tetapi juga melihat dari sisi budaya. Jika
melihat dari sisi budaya, ini termasuk ilmu keperawatan yang memasuki level midle theory
range, yaitu teori transkultural nursing. Transkultural nursing mempunyai tahapan yang sama
dengan proses keperawatan; antara lain pengkajian, diagnosis, perencanaan, implemantasi ,
dan evaluasi.

Pengkajian dalam transkultural nursing memiliki instrument atau komponen tersendiri, antara
lain; warisan dan sejarah etnik, variasi biologis, religious dan kepercayaan, organisasi sosial,
komunikasi, waktu, kepercayaan perawatan, dan prakteknya, serta pengalaman sebagai
tenaga profesional. Warisan budaya dan sejarah etnik sering membawa pada nilai-nilai dan
norma yang berlaku pada suatu adat istiadat, ras klien, atau dalam hal ini dapat dikaji tentang
persepsi sehat dan sakit menurut budaya klien, keikutsertaan cara-cara budaya dalam proses
perawatan. Religius dan kepercayaan ini adalah faktor yang sangat mempengaruhi karena
membawa motivasi tersendiri untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya. Kajian
religious dapat meliputi agama yang dianut, sudut pandang pasien terhadap penyebab
penyakit, proses penyembuhannya, serta sisi positif agama pasien yang dapat membantu
proses kesembuhannya. Variasi biologis atau perbedaan biologis antara anggota kelompok
kultur, seperti struktur dan bentuk tubuh, warna kulit, variasi enzimatik dan genetik,
kerentanan terhadap penyakit, serta variasi nutrisi.

Pengkajian organisasi sosial mengacu pada unit keluarga dan kelompok sosial, dimana di
lihat tentang keadaan sosial keluarga seperti ekonomi, pergaulan sosial. Sedangkan pada
kelompok sosial klien dapat dilihat sejarah lingkungan dan kondisi lingkungan. Komunikasi
adalah hal terpenting dalam pelaksanaan proses asuhan keperawatan, ketidakberhasilan
komunikasi dapat menghambat proses diagnosis dan tindakan serta dapat membawa pada
hasil yang tragis. Dalam hal ini perawat harus dapat melihat bahasa yang digunakan pasien
secara verbal maupun non verbal. Ruang personal menujukkan sikap klien yang harus
ditanggapi oleh perawat secara sensitive, sehingga tidak menimbulkkan rasa ketidak
nyamanan pasien. Bukan hanya mengenai ruang personal yang harus menjadi pertimbangan
tetapi juga mengenai waktu ,orientasi waktu berbeda-beda dalam setiap ethic ada yang
memprioritaskan pada saat ini ada juga yang saat mendatang. Perbedaan orientasi waktu ini
akan membawa pada perencaan asuhan jangka panjang. Keyakinan klien juga menjadi factor
kajian, di sini perawat harus melihat bagaimana keyakinan dan praktik pengobatan tradisional
yang dipercayai pasien dalam proses penyembuhannya apakah dapat membantu atau
memperparah penyakitnnya. Faktor kajian terakhir yang mempengaruhi adalah pengalaman
profesional perawatan itu sendiri dalam menangggapi atau dalam memberi asuhan
keperawatan itu sendiri.

Aplikasi Konsep Dan Prinsip Transkultural Nursing Sepanjang Daur Kehidupan


Manusia

1. Perawatan Kehamilan dan Kelahiran

Kehamilan dan kelahiran bayi pun dipengaruhi oleh aspek sosial dan budaya dalam
suatu masyarakat. Dalam ukuran-ukuran tertentu, fisiologi kelahiran secara universal
sama. Namun proses kelahiran sering ditanggapi dengan cara-cara yang berbeda oleh
aneka kelompok masyarakat (Jordan, 1993). Berbagai kelompok yang memiliki
penilaian terhadap aspek kultural tentang kehamilan dan kelahiran menganggap
peristiwa itu merupakan tahapan yang harus dijalani di dunia.
Contoh :
a. Salah satu kebudayaan masyarakat Kerinci di Provinsi Jambi misalnya,
wanita hamil dilarang makan rebung karena menurut masyarakat setempat
jika wanita hamil makan rebung maka bayinya akan berbulu seperti
rebung. Makan jantung pisang juga diyakini menurut keyakinan mereka
akan membuat bayi lahir dengan ukuran yang kecil.
b. Dalam kebudayaan Batak, wanita hamil yang menginjak usia kehamilan
tujuh bulan diberikan kepada ibunya ulos tondi agar wanita hamil tersebut
selamat dalam proses melahirkan. Ketika sang bayi lahir pun nenek dari
pihak ibu memberikan lagi ulos tondi kepada cucunya sebagai simbol
perlindungan. Sang ibu akan menggendong anaknya dengan ulos tersebut
agar anaknya selalu sehat dan cepat besar. Ulos tersebut dinamakan ulos
parompa. Pantangan dan simbol yang terbentuk dari kebudayaan hingga
kini masih dipertahankan dalam komunitas dan masyarakat.
Dalam menghadapi situasi ini, pelayanan kompeten secara budaya diperlukan bagi
seorang perawat untuk menghilangkan perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama
dengan budaya berbeda, serta berupaya mencapai pelayanan yang optimal bagi klien
dan keluarga.

Menurut Meutia Farida Swasono salah satu contoh dari masyarakat yang sering
menitikberatkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari peristiwa kehamilan dan
kelahiran adalah orang jawa yang di dalam adat adat istiadat mereka terdapat berbagai
upacara adat yang rinci untuk menyambut kelahiran bayi seperti pada upacara mitoni,
procotan, dan brokohan.

Perbedaan yang paling mencolok antara penanganan kehamilan dan kelahiran oleh
dunia medis dengan adat adalah orang yang menanganinya, kesehatan modern
penanganan oleh dokter dibantu oleh perawat, bidan, dan lain sebagainya tapi
penanganan dengan adat dibantu oleh dukun bayi. Menurut Meutia Farida Swasono
dukun bayi umumnya adalah perempuan, walaupun dari berbagai kebudayaan
tertentu, dukun bayi adalah laki laki seperti kepercayaan pada masyarakat Bali Hindu
yang disebut balian manak dengan usia di atas 50 tahun dan profesi ini tidak dapat
digantikan oleh perempuan karena dalam proses menolong persalinan, sang dukun
harus membacakan mantra mantra yang hanya boleh diucapkan oleh laki laki karena
sifat sakralnya.

Menurut pendekatan biososiokultural dalam kajian antropologi, kehamilan dan


kelahiran dilihat bukan hanya aspek biologis dan fisiologis saja, melainkan sebagai
proses yang mencakup pemahaman dan pengaturan hal-hal seperti; pandangan budaya
mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dalam
pertolongan persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung, cara pencegahan
bahaya, penggunaan ramuan atau obat-obatan tradisional, cara menolong kelahiran,
pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan serta perawatan
bayi dan ibunya.

Berdasarkan uraian di atas, perawat harus mampu memahami kondisi kliennya yang
memiliki budaya berbeda. Perawat juga dituntut untuk memiliki keterampilan dalam
pengkajian budaya yang akurat dan komprehensif sepanjang waktu berdasarkan
warisan etnik dan riwayat etnik, riwayat biokultural, organisasi sosial, agama, dan
kepercayaan serta pola komunikasi. Semua budaya mempunyai dimensi lampau,
sekarang, dan mendatang. Untuk itu penting bagi perawat memahami orientasi waktu
wanita yang mengalami transisi kehidupan dan sensitif terhadap warisan budaya
keluarganya.

2. Perawatan Dan Pengasuhan Anak

Pada sepanjang daur kehidupannya, manusia akan melewati masa transisi dari awal
masa kelahiran hingga kematiannya. Kebudayaan turut serta mempengaruhi peralihan
tersebut. Dalam asuhan keperawatan budaya, perawat harus paham dan bisa
mengaplikasikan pengetahuannya pada tiap daur kehidupan manusia. Salah satu
contohnya yaitu aplikasi transkultural pada perawatan dan pengasuhan anak.
Setiap anak diharapkan dapat berkembang secara sempurna dan simultan, baik
perkembangan fisik, kejiwaan, dan sosialnya sesuai dengan standar kesehatan, yaitu
sehat bio-psiko-sosio-spiritual. Untuk itu perlu dipetakan berbagai unsur yang terlibat
dalam proses perkembangan anak sehingga dapat dioptimalkan secara sinergis.

Menurut Urie Bronfenbrenner (1990) setidaknya ada 5 (lima) sistem yang


berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak,yaitu:
Pertama, sistem mikro yang terkait dengan setting individual di mana anak tumbuh
dan berkembang yang meliputi : keluarga, teman sebaya, sekolah dan lingkungan
sekitar tetangga.
Kedua, sistem meso yang merupakan hubungan di antara mikro sistem, misalnya
hubungan pengalaman-pengalaman yang didapatkan di dalam keluarga dengan
pengalaman di sekolah atau pengalaman dengan teman sebaya.
Ketiga, sistem exo yang menggambarkan pengalaman dan pengaruh dalam setting
sosial yang berada di luar kontrol aktif tetapi memiliki pengaruh langsung terhadap
perkembangan anak,seperti,pekerjaan orang tua, dan media massa.
Keempat, sistem makro yang merupakan budaya di mana individu hidup, seperti :
ideologi, budaya, sub-budaya atau strata sosial masyarakat.
Kelima, sistem chrono yang merupakan gambaran kondisi kritis transisional (kondisi
sosio-historik).

Sistem – sitem tersebut di atas harus dioptimalkan secara sinergis dalam


pengembangan berbagai potensi anak sehingga dibutuhkan pola pengasuhan, pola
pembelajaran, pola pergaulan (termasuk penggunaan media massa), dan pola
kebiasaan (budaya) yang koheren (menyatu) dan saling mendukung.

Proses sosialisasi pada anak secara umum melalui 4 fase, yaitu:

1. Fase Laten (Laten Pattern), pada fase ini proses sosialisasi belum terlihat jelas.

Anak belum merupakan kesatuan individu yang berdiri sendiri dan dapat melakukan
kontak dengan lingkungannya. Pada fase ini anak masih dianggap sebagai bagian dari
ibu, dan anak pada fase ini masih merupakan satu kesatuan yang disebut “two
persons system”.

2. Fase Adaptasi (Adaption), pada fase ini anak mulai mengenal lingkungan dan
memberikan reaksi atas rangsangan-rangsangan dari lingkungannya. Orangtua
berperan besar pada fase adaptasi, karena anak hanya dapat belajar dengan baik atas
bantuan dan bimbingan orangtuanya.
3. Fase Pencapaian Tujuan (Goal Attainment), pada fase ini dalam sosialisasinya anak
tidak hanya sekadar memberikan umpan balik atas rangsangan yang diberikan oleh
lingkungannya, tapi sudah memiliki maksud dan tujuan. Anak cenderung mengulangi
tingkah laku tertentu untuk mendapatkan pujian dan penghargaan dari lingkungannya.
4. Fase Integrasi (Integration), pada fase ini tingkah laku anak tidak lagi hanya sekadar
penyesuaian (adaptasi) ataupun untuk mendapatkan penghargaan, tapi sudah menjadi
bagian dari karakter yang menyatu dengan dirinya sendiri. Interaksi anak dengan
lingkungannya secara tidak langsung telah mengenalkan dirinya pada kultural atau
kebudayaan yang ada di sekelilingnya. Lingkungan dan keluarga turut berperan serta
dalam tumbuh kembang anak. Hal ini pun tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh
budaya yang ada di sekitarnya. Sebagai perawat, dalam memberikan pengasuhan dan
perawatan perlu mengarahkan anak pada perilaku perkembangan yang normal,
membantu dalam memaksimalkan kemampuannya dan menggunakan kemampuannya
untuk koping dengan membantu mencapai keseimbangan perkembangan yang
penting. Perawat juga harus sangat melibatkan anak dalam merencanakan proses
perkembangan. Karena preadolesens memiliki keterampilan kognitif dan sosial yang
meningkat sehingga dapat merencanakan aktifitas perkembngan.

Dalam lingkungannya, anak diharuskan bekerja dan bermain secara kooperatif dalam
kelompok besar anak-anak dalam berbagai latar belakang budaya. Dalam proses ini,
anak mungkin menghadapi masalah kesehatan psikososial dan fisik (misalnya
meningkatnya kerentanan terhadap infeksi pernapasan, penyesuaian yang salah di
sekolah, hubungan dengan kawan sebaya tidak adekuat, atau gangguan belajar).
Perawat harus merancang intervensi peningkatan kesehatan anak dengan turut
mengkaji kultur yang berkembang pada anak agar tidak terjadi konflik budaya
terhadap anak yang akan mengakibatkan tidak optimalnya pengasuhan dan perawatan
anak.

Penerapan Konsep Kultur Lainnya

Sistem pengobatan tradisional merupakan sub unsur kebudayaan masyarakat sederhana,


pengetahuan tradisional. Dalam masyarakat tradisional, sistem pengobatan tradisional ini
adalah pranata sosial yang harus dipelajari dengan cara yang sama seperti mempelajari
pranata social umumnya dan bahwa praktek pengobatan asli (tradisional) adalah rasional
dilihat dari sudut kepercayaan yang berlaku mengenai sebab akibat.

Beberapa hal yang berhubungan dengan kesehatan (sehat – sakit) menurut budaya – budaya
yang ada di Indonesia diantaranya adalah : Untuk menentukan sebab – sebab suatu penyakit
ada dua konsep, yaitu konsep personalistik dan konsep naturalistik.
Dalam konsep personalistik, ada manusia yang berkeyakinan bahwa penyakit disebabkan
oleh makhluk supernatural (makhluk gaib), makhluk yang bukan manusia (hantu, roh leluhur,
roh jahat) dan manusia (tukang sihir, tukang tenung). Penyakit ini dikatakan tidak wajar /
tidak biasa. Penyembuhannya adalah berdasarkan pengetahuan secara gaib atau supernatural,
misalnya melakukan upacara dan sesaji. Penyembuhan dapat melalui seorang dukun atau “
wong tuo “.Ada beberapa kategori dukun pada masyarakat Jawa yang mempunyai nama dan
fungsi masing – masing :

1)  Dukun bayi : khusus menangani penyembuhan terhadap penyakit yang


berhubungan dengan kesehatan bayi, dan orang yang hendak melahirkan.

2)  Dukunpijat/tulang(sangkalputung):Khusus menangani orang yang sakitt erkilir,


patah tulang , jatuh atau salah urat.

3)  Dukun klenik : khusus menangani orang yang terkena guna – guna.

4)  Dukun mantra:khusus menangani orang yangterkenapenyakitkarenakemasukan

roh halus.

5)  Dukun hewan : khusus mengobati hewan.


Sedangkan konsep naturalistik,penyebab penyakit bersifat natural dan mempengaruhi
kesehatan tubuh, misalnya karena cuaca, iklim, makanan racun, bisa, kuman atau kecelakaan.
Di samping itu ada unsur lain yang mengakibatkan ketidakseimbangan dalam tubuh,
misalnya dingin, panas, angin atau udara lembab. Oleh orang Jawa hal ini disebut dengan
penyakit biasa. Adapun penyembuhannya dengan model keseimbangan dan keselarasan ,
artinya dikembalikan pada keadaan semula sehingga orang sehat kembali .

Adapun beberapa contoh pengobatan tradisional masyarakat jawa yang tidak terlepas dari
tumbuhan dan buah –buahan yang bersifat alami adalah :

1)  Daun dadap sebagai penurun panas dengan cara ditempelkan di dahi.

2)  Temulawak untuk mengobati sakit kuning dengan cara di parut , diperas dan
airnya diminum 2 kali sehari satu sendok makan , dapat ditambah sedikit gula batu
dan dapat juga digunakan sebagai penambah nafsu makan.

3)  Akar ilalang untuk menyembuhkan penyakit hepatitis

4)  Mahkota dewa untuk menurunkan tekanan darah tinggi,yakni dengan dikeringkan


terlebih dahulu lalu diseduh seperti teh dan diminum seperlunya.

5)  Brotowali sebagai obat untuk menghilangkan rasa nyeri, peredam panas, dan
penambah nafsu makan.

7)  Daun sirih untuk membersihkan vagina.

8)  Lidah buaya untuk kesuburan rambut.

9)  Cicak dan tokek untuk menghilangkan gatal – gatal.

10)  Mandi air garam untuk menghilangkan sawan.

11)  Daun simbung dan daun kaki kuda untuk menyembuhkan influenza.

12)  Jahe untuk menurunkan demam / panas , biasanya dengan diseduh lalu diminum
ataupun dengan diparut dan detempelkan di ibu jari kaki ,Air kelapa hijau dengan
madu lebah untuk menyembuhkan sakit kuning yaitu

Budaya Sunda

a)  Sakit Demam

Keluhan demam ditandai dengan badan terasa pegal – pegal, menggigil, kadang –
kadang bibir biru. Penyebab demam adalah udara kotor, menghisap debu kotor,
pergantian cuaca, kondisi badan lemah, kehujanan, kepanasan cukup lama, dan
keletihan. Pencegahan demam adalah dengan menjaga kebersihan udara yang dihisap,
makan teratur, olahraga cukup, tidur cukup, minum cukup, kalau badan masih
panas/berkeringat jangan langsung mandi, jangan kehujanan dan banyak makan
sayuran atau buah. Pengobatan sendiri demam dapat dilakukan dengan obat
tradisional, yaitu kompres badan dengan tumbuhan daun melinjo, daun cabe atau
daun singkong, atau dapat juga dengan obat warung yaitu Paramek atau Puyer bintang
tujuh nomor 16.

b. Keluhan batuk
Batuk TBC, yaitu batuk yang sampai mengeluarkan darah dari mulut, batuk biasa,
dan batuk yang terus menerus dengan suaranya melengking dengan gejala
tenggorokan gatal, terkadang hidung rapet, dan kepala sakit. Penyebab batuk
TBC adalah karena orang tersebut menderita penyakit TBC paru, sedangkan
batuk biasa atau batuk bangkong adalah menghisap debu dari tanah kering yang
baru tertimpa hujan, alergi salah satu makanan, makanan basi, masuk angin,
makan makanan yang digoreng dengan minyak yang tidak baik, atau tersedak
makanan/keselek. Pencegahan batuk dilakukan dengan menjaga badan agar
jangan kedinganan, jangan makan makanan basi, tidak kebanyakan minum es,
menghindari makanan yang merangsang tenggorokan, atau menyebabkan alergi.
Pengobatan sendiri batuk dapat dilakukan dengan obat warung misalnya konidin
atau oikadryl. Bila batuk ringan dapt minum obat tradisional yaitu air perasan
jeruk nipis dicampur kecap, daun sirih 5 lembar diseduh dengan air hangat
setengah gelas atau rebusan jahe dengan gula merah.

c) Sakit Pilek
Keluhan pilek ringan, yaitu hidung tersumbat atau berair, dan pilek berat yaitu pilek yang
disertai sakit kepala, demam, badan terasa pegal dan tenggorokan kering. Penyebab pilek
adalah kehujanan menghisap debu kotor, menghisap asap rokok, menghisap air, pencegahan
pilek adalah jangan kehujanan, kalau badan berkeringat jangan langsung mandi, apabila
muka terasa panas, jangan mandi langsung minum obat, banyak minum air dan istirahat.
Pengobatan sendiri, pilek dapat dilakukan dengan obat warung yaitu mixagrib diminum 3x
sehari sampai keluhannya hilang. Dapat juga digunakan obat tradisional untuk mengurangi
keluhan , misalnya minyak kelapa dioleskan di kanan dan kiri hidung.

d) Sakit Panas
Sakit panas adalah sakit yang menyebabkan sekujur tubuh seseorang terasa panas biasanya
yang disertai. Untuk mengobatinya, orang sunda biasa dengan menggunakan labu yang
diparut, kemudian dibungkus kain dan di kompreskan ke tubuh orang yang sakit panas
tersebut hingga panasnya turun. Selain itu juga bisa dengan menggunakan kompres air
dingin.
Format Pengkajian Keperawatan Transkutural

A. Pengkajian

1. Indetitas
a. Indetitas klien

Nama : Ny. N

Usia : 22 Tahun
Agana : Islam
Pendidikan : SD
Suku : Sunda
Alamat : Kp. Lebak Desa Tanjung Kerta Sukamantri : Post Natal 1 hari (G0P2A0)

: b. Indetitas Penanggung Jawab

Nama : Tn. L
Usia : 23 Tahun

Agama : Islama
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Sunda
Alamat : Kp. Lebak Desa Tanjung Kerta Sukamantri : Suami klien

2. Riwayat kesehatan sekarang


Klien post natal 1 hari, melahirkan di bidan pukul 22:00 WIB dengan usia kehamilan
40 minggu. Kehamilan yang kedua dan diharapkan oleh pasangan suami istri. Mulai
merasakan mulas sejak pukul 12:00 dinihari, berharap dapat melahirkan di emak
paraji (indung beurang). Pukul 04:00 klien merasakan adanya cairan yang keluar dari
kemaluannyan, berwarna bening, oleh indung beurang dicoba untuk mengeluarkan
bayi dengan cara diurut dari bagian atas perut, minum air kelapa muda tetepi bayi
tidak mau keluar. Setelah klien kecapaian dan tidak ada tenaga lagi untuk mengejan
oleh indung beurang klien dibawa ke puskesmas yang jarkanyan 50 km (1jam perjalan
menggunakan ojek) dari tempat tinggal klien. Setalah dirangsang bayi keluar pukul
22:00 di Puskesmas. Keluarga memaksa pulang bayi dan ibu yang baru melahirkan
karena menurutnya bayi tidak boleh berada terlalu lama di luar rumah.
3. Factor teknologi
Klien memeriksakan kehamilannya kepada indung beurang dan melahirkan disana.
Sebelum kehamilan klien tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi dan setalah
melahirkan klien dan suami berencana mengguanakan alat KB tradisional yaitu
dengan minum bunga pohon jati yang telah direbus.

4. Factor agama dan falsafat hidup


Klien menyatakan beragam Islam, percaya kepada ilmu sihir dan hal – hal gaib. Klien
percaya bila bayinya dibawa terlalu lama dari rumah maka bayinya akan hilang
dibawa gendolwewe atau kolongwewe, biasanyan bayi tersebut akan dibawa selepas
maghrib, karena menurut meraka bayi masih berbau amis dan mahluk gaib sangat
menyukain hai – hal yang berbau amis. Bayi tersebut biasanya digunakan tumbal oleh
meraka yangmemuja ingin awet muda. Biasanyan bagi keluarga yang baru saja
memliki bayi akan menggunakan tradisi “meutingan” yaitu tradisi menginap di rumah
keluaga yang baru saja melahirkan. Mereka biasanyan ngaos (membaca ayat – ayat
suci AL Qur’an) selama 7 hari 7 malam yang dimulai selepas maghrib sampai dengan
isya. Meraka percaya dengan cara tersebut bayi yang baru saja lahir tidak akan hilang.
5. Factor social dan keterikatan keluarga
Hubungan kekeraban masih sangat kuat terutama dari keluarga perempuan. Ibu dari
pihak wanita, uwak (kakak orang tua wanita), bibi ( adek dari orang tua) akan
menginap dan mendukung anak wanitanya yang baru saja melahirkan sampai dengan
bayi berusia 1 minggu. Keputusan dalam keluarga dipegang oleh suami. Biasayan
pasangan akan menayakan terlebih dahulu kepada orang tua masing – masing
bagaimana yang terbaik. Tetepi keputusan tetep diambil oleh suami. Selama proses
setlah melahirkan sampai dengan 40 hari biasanya akan tinggal dipihak suami.
6. Factor nilai – nilai budaya dipihak gaya hidup
Bahsa yan digunakan adalah bahasa Sunda. Wanita setalah melahirkan pantang
makan – makanan yang berbau hanyir (amis) seperti ikan, telur karena akan
menyebabkan proses penyembuhan pada alat kelamin akan lama (sulit kering). Ibu
diwajibkan menggunakan kain panjang (stagen) agar perut ibu dapat kembali seperti
keadaan semua keadaan semua sebelum hamil 3 bulan. Bagi bayi, sebelum berusia 40
hari bayi akan dipasangkan bawang putih, peniti, jarum, dan gunting yang
dimasukkan ke dalam kantong (buntel kadut) dan disematkan pada baju bayi. Pada
saat kehamilan anak pertama ibumembuang air susu petama yang masih berwarna
bening (colostrum) karena menurut ibu dan orang tua bayi akan mengalami keracunan
dan mati. Bayi yang belum diberi ASI akan diberi air gula jawa sampai usia ± 3 hari,
bahkan anak yang pertama pada hari kedua diberi makan dengn pisang karena
bayinya yang masih lapar meskipun sudah diberi air gula jawa. Untuk plasenta bayi,
orang tua byi akan mencuci bal sampai bersih, diberi pelengkapan (tujuh potong kain
perca dengan warna berbeda), dibungkus dengan kain putih bersih dan dikubur
dibelakang rumah. Selama 7 hari 7 malam deberi penerangan dengan tujuan agar bayi
yang baru lahir juga aka terang. Meraka percaya bahwa bali adalah saudara muda
yang akan mendapingi bayi dalam keadaan suka dan duka.

7. Factor kebijakan dan peraturan yang berlaku


Indung beurang adalah wanita yang sangat dihormati oleh masyarakat
setempatkehamilan dan melahirkan, wanita di daerah tersebut diwajibkan untuk
berobat hanya pada indung berurang, bila berobat ke pertugas kesehtan meskipun
dekat akan dikucilkan oleh warga setempat. selama 7 hari setelah bayi lahir, indung
becurang akan dating setiap hari ke rumah bayi untuk memandikan bayi, mengurut
bayi dan merawat tali pusat bayi.
8. Factor ekonomi
Keduanya adalah pasangan muda, yang mencari nafkah hanya laki – laki, berkerja
dengan cara merantau ke daerah lain untuk berdagang, kehadiran mertua dan ibu dari
pihak wanita sangat membantu ibu dalam perawatan bayi. Biaya persalinan
ditanggung bersama – sama antar keluarga perempuan dan laki – laki.
9. Factor pendidikan
Pendidikan keduanyan adalah SD, meraka tidak mengetahui adanya Kontrasepsi
moderan karena selam pendidikan belum pernah mendengar alat kontrasepsi moderan.
Keluarga tidak punya biaya untuk menyekolahkan ke SMP karena untuk sekolah ke
SMP sangat jauh dan mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk sekali berangkat ke
sekolah.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang dapat ditegakkan pada kasus ini adalah : resiko ketidakpatuhan dalam
pengobatan berhubungan dengan sisitem nilai yang diyakini.

C. Perencanaan dan Pelaksanaan

Berdasarkan data – data yang ada dimana ibu melahirkan anak ke dua, anak pertama tidak
diberi ASI colostrum, diberi makan pisang maka tindakan yang harus dilakukan adalah :

1. Cultural care preservation/maintenance

1)  Indetitas perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses


melahirkan dan perawatan bayi.

2)  Bersikap tenang dan tidak terburu – buru saat berinteraksi dengan klien.

3)  Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat.

2. Cultural care accommodation/negotiation

1)  Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien.

2)  Jelakantentangpentingnyamakan–makananyangmengandungprotein.Ikan

dan telur boleh saja tidak makan tetepi harus diganti dengan temped an tahu,
kalau bias sekali- kali makan daging ayam untuk memenuhi kebutuhan protein
hawani baik kepada orang tua maupun keluarga klien.

3)  Libatkan keluarga dalam perancanaan perawatan.

3. Cultural care repartening/recodtruction

1) Jelaskan kepada klien tentang pentingnya pemberian colostrum untuk


meningkatkan pertahanan tubuh bayi.

2)  Jelaskan kepada klien akan pentingnya pemberian ASI exclusive sampai dengan 6
bulan, tanpa pemberian makanan lain, hanya ASI

3)  Gunakan gambar – gambar yang lebih mudah dipahami oleh klien.

4)  Jelaskan pada klien bahwasanya pemberian pisang pada hari kedua akan sangat
membahayakan kesahatan percernaan bayi dan berikan contoh – contoh

dimana bayi yang baru lahir makan pisang dapat mengakibatkan kematian.

5)  Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya.

6)  Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok.

7)  Gunakan pihak ketiga misalnya keluarga yang sekolah sampai ke tahap SMA

atau pada saat menjelaskan juga menghadirkan kepada desa sebagai pemimpin

di daerah tersebut.

8)  Terjemahkan terminologigejala pasein ke dalam bahasa kesehtan yang dapat

dipahami oleh klien dan orang tua.

9)  Berikan informasi pada klien tenteng saranan keshatan yang dapat dugunakan

misalnya imunisasi di Puskesmas untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit


mematikan.

D. Evaluasi

Evaluasi dilakukan terhadap peningkatan pemahaman klien tentang:

1. Makan – makan protein nabati seperti tempe dan tahu dan makan protein hewani
selain ikan dan telur misalnya daging ayam.
2. Pemberian ASI (colostrum) kepada bayi, setelah diberikan penjelasan ibu tidak lagi
membuang ASI Colostrumnya tetapi justru memberikan kepada bayi.
3. Tidak lagi memberi makan pisang kepada bayi meskipun bayi tersebut menangis.
Makanan yang diberikan hanyalah ASI sampei dengan 6 bulan (ASI exclusive)

PEMBAHASAN

Proses keperawatan adalah suatu tahapan desain tindakan yang ditujukan untuk

memenuhi tujuan keperawatan yang meliputi : mempertahankan keadaan kesehatan klien


yang optimal, apabila keadaannya berubah membuat suatu jumlah dan kualitas tindakan
keperawatan terhadap kondisinya guna kembali ke keadaan yang normal. Jika kesehatan yang
optimal tidak dapat tercapai, proses kesehatan harus dapat memfasilitasi kualitas kehidupan
yang maksimal berdasarkan keadaannya untuk mencapai derajat kehidupan yang lebih tinggi
selama hidupnya (Iyer et al, 1996).

Pearson (1996) menyatakan konsep proses keperawatan dalam konteks budaya


mendefinisikan sebagai siklus, ada saling keterkaitan antar elemen proses keperawatan dan
bersifat dinamis (Royal College Nursing, 2006). Keperawatan transkultural adalah suatu
proses pemberian asuhan keperawatan yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk
mempertahankan, meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya.
Sehingga didapatkan kesinambungan antara proses keperawatan dengan keperawatan
transkultural.
Kasus yang dibahas pada makalah ini adalah kasus pada pasien pasca melahirkan. Kasus ini
pada umumnya menggunakan format pengkajian pasca melahirkan. Penggunaan format
pengkajian ini pada umumnya hanya melihat kebutuhan fisik pada ibu melahirkan.
Penggunaan pengkajian aspek budaya pada saat ini dianggap penting karena bila perawat
tidak melihat konteks budaya maka pasien mungkin saja mengikuti apa yang dianjurkan oleh
perawat tetapi hanya pada saat dirawat, setelah kembali ke rumah karena kuatnya pengaruh
budaya maka pasien akan kembali kepada budayanya sendiri. Bila hal ini terjadi maka tujuan
dari asuhan keperawatan tidak akan tercapai.

A. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistemis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Iyer, Taptich & Bemochi,1996). Pengkajian pada
konteks budaya didefinisikan sebagai proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar,1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “sunrise
model” yaitu :1). Faktor teknologi ,2) agama dan filosofi ,3) faktor sosial dan kekerabatan
keluarga, 4)Nilai budaya dan gaya hidup, 5) faktor ekonomi ,6) faktor pendidikan,7) faktor
politik dan peraturan yang berlaku.

1. Faktor teknologi

Faktor ini menguraikan alasan klien memilih pengobatan tradisional. Pada kasus tersebut
mungkin disebabkan karena tempat tinggal klien yang jauh dari pusat kota , ketidakadaan
pelayanan kesehatan dan didukung pula oleh adanya peraturan yang tidak tertulis bils berobat
ke petugas kesehatan akan dikucilkan oleh masyaratkan setempat. Penggunan rebusan air
daun jati untuk m,enjarangkan kehamilan menurut pasien dianggap cukup efektif dan tetbukti
dengan jarak antara putra pertama dan kedua yang cukup jauh yaitu 7 tahun(menikah pada
usia 15tahun, memiliki anak pertama 16 tahun dan sekarang adalah kehamilan kedua).

2. Faktor agama dan falsafah hidup

Meskipun pasien beragama islam tetapi karena kuatnya budaya membuat ia percaya hal- hal
gaib. Meskipun pada saat itu belom belom diperbolehkan pulang pasienmemaksa untuk
pulang karena pasien tidak menghendaki kejadian yang menimpa tetangganya terjadi pula
pada dirinya. Penggunan bawang putih dan lainya digunakan untuk menolak bala. Bila dilihat
dari aspek medis dan penjelasan ilmiah maka hal tersebut dapat dipercaya. Tetapi sebagai
perawat yang memahami konteks budaya maka tidak dapat dipaksakan untuk tidak
menggunkan alat seperangkat alat penolak bala. Bila dilihat dari

efek negatifterhadap kesehatan penggunan seprangkat alat yang ditempelkan di baju bayi
tidak membahayakan bayi. Hanya saja mungkin bau yang menyengat akan menggangu rasa
nyaman baik ibu maupun bayi.

3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga


Keterikatan keluarga pada kasus ini cukup kuat. Perawat yang tidak mengetahui konteks
budaya mungkin akan mengabaikan peran keluarga dalam mengambil keputusan. Keputusan
yang dianggap penting adalah ibu dan suami. Tetapi dalam konteks ini ternyata bukan ibu
yang paling berperan dalam pengambilan keputusan melainkan suamidan pihak dari keluarga
suami. Sehingga tindakan yang diberikandapat dilaksanakan dengan dukungan dari keluarga.

4. Nilai budaya dan gaya hidup

Nilai budaya dan gaya hidup yang dimiliki oleh pasien dari kasus yang ada nampak sangat
bertentangan dengan kesehatan. Hal ini jelas dilihat dari dibuangnya ASI pertama karena
dapat menyebabkan kematian, pemberian pisang pada hari-hari pertama bayi lahir karena
dianggap bayi lapar. Colostrum yang seharusnya diberikan dan tidak diberikan makanan lain
selain ASI justru dillaksanakan oleh pasien(ibu). Untuk mengatasi hal tersebut maka harus
ada tindakan yang mengubah pola pandang keluarga berkaitan dengan budaya yang diyakini.
Tetapi tentu aja pelaksanaanini harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati agar tidak
menimbulkan ketidaksesuainkepada perawat.

5. faktor politik dan peraturan yang berlaku

Hasil pengkajian bahwasanya indung beurang sangat memilik peran di daerah diamana
pasien tersebut tinggal. Perawat bila akan melakukan intervensi pada masalah ini tentunya
harus melibatkan orang ketiga yang dianggap cuku bwerpengaruh sehingga tidka
menimbulkanancaman baik kepada petugas kesehatan maupunkepada pasien itu sendiri. Bila
hal ini tidak diperhatikan maka ada kemungkinan pasien tidak akan melakukan apa yang
disarankan oleh perawat.

B. Diagnosa Keperawatan

Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transcultural yaitu: gangguan komunikasi verbal berhubunagan dengan perbedaan kultural,
gangguan interaksi sosial berhubungan dengan system nilai yang diyakini.

Pada kasus ini diagnosa yang diangkat adalah resiko ketidakpatuhan dalam pengobatan yang
berhubungan dengan system nilai yang diyakini . diagnosa yang diangkat berdasarkan data
yaitu ASI (colostrum) tidak diberikasn kepada bayi, diberikannya pisang pada hari hari
pertama bayi lahir dan ibu tidak diperbolehkan makan makaan protein hewani yang berbau
amis misalkan ikan. Data-data tersebut lebih cenderung kepada diagnosa ketidakpatuhan
pengobatan karena system nilai yang dimiliki pasien sangat kuat.

C. Perencanaan dan pelaksanaan

Untuk mengatasi budaya klien dimana dimana klien tidak diperbolehkan makan makanan
protein hewani yang berbau amis misalkan telur dan ikan, tindakan yang dilakukan adalah
mengakomodasi budaya klien yang tidak menguntungkan. Intervensi yang diberikan adalah
mengganti protei nabati atau hewan yang tidak berbau amis misalnya daging ayam.
Sedangkan budaya yang merugikan kesehatan bayiyaitu dibuangnya kolostrum dan diberi
makan pisang maka perawat harus mampu mengubah budaya klien. Hanya saja
dalampelaksanaan tindakanya tidak dapat langsung menyalahkan teteapi dengan dukungan,
dengan pemberian informasi yang adekuat dan dengan penuh kesabaran serta menggunakan
pihak ke3 yang memiliki pengaruh yang cukup kuat dari daerah tersebut.

D. Evaluasi

Kemajuan perkembangan pasien dilihat dari apakah klien mengganti protein hewani dengan
protein nabati untuk memenuhi kecukupan gizi ibu dan bayi, apakah ibnu tidak membuang
kolostrum dan apakah ibu tidak memberikan makanan tambahan selain hanya ASI. Bila ini
tidak berhasil maka petugas harus melakukan evaluasi ketidakberhasilan dan berupaya
memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang ada didaerah tersebut serta melibatkan
INDUNG BEURANG ( dukun bayi) agar tujuan asuhan keperawatan dapat tercapai.

A. Kesimpulan

Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu. Oleh sebab itu, penting bagi
perawat mengenal latar belakang budaya orang yang dirawat. misalnya kebiasaan hidup
sehari-hari, seperti tidur, makan, pekerjaan, pergaulan sosial dan lain-lain. Kultur juga terbagi
dalam sub kultur.

Nilai-nilai budaya timur masih sangat kental, seperti misalnya wanita yang sedang hamil
ingin diperiksa oleh bidan atau perawat wanita daripada dengan dokter pria. Hal ini
menunjukkan bahwa budaya timur masih kental dengan hal-hal yang dianggap tabu. Dalam
Masyarakat tradisional sistem pengobatan tradasional ini adalah pranata sosial yang harus
dipelajari dengan cara yang sama seperti mempelajari pranata sosial umumnya dan bahwa
praktek pengobatan asli (tradisional) adalah rasional dilihat dari sudut kepercayaan yang
berlaku mengenai sebab akibat.

B. Saran

Pihak penulis menyarankan agar para pembaca sekalian dapat mengikuti sebagian besar
petunjuk yang telah dirangkum dalam penulisan makalah ini, hal ini dikarenakan untuk
mengetahui transkultural nursing dan perawat harus mengetahui budaya individu yang
dirawat karena sangat berpengaruh dengan kehidupan individu maupun kelompok.

Anda mungkin juga menyukai