Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

“DISFUNGSIONAL UTERI BLEEDING” (DUB)

Disusun oleh :

Rosa Anugrah Kusuma Dewi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI

CIMAHI

2020
A. Pengertian
Perdarahan uterus disfungsi adalah perdarahan abnormal dari uterus (lama, frekuensi,
jumlah) yang terjadi di dalam dan di luar siklus haid, tanpa kelainan organ,
hematologi, dan kehamilan, dan merupakan kelainan poros hipotalamus-hipofise-
ovarium (Sadikin, 2005).
Perdarahan rahim disfungsional atau DUB didefinisikan sebagai perdarahan yang
terjadi dari endometrium proliferatif sebagai akibat anovulasi bila tidak ada penyakit
organik (Hacker, edisi 2, 2001).
B. Penyebab
Perdarahan rahim disfungsional yang terjadi selama umur reproduksi dapat
diakibatkan oleh berbagai penyebab misalnya :
1. Gagalnya efek umpan balik positif  dari estrogen, pengubahan perifer yang
abnormal dari androgen menjadi estrogen, atau cacat endometrium yang dapat
berada dalam tingkat reseptor atau dalam sekresi atau pelepasan prostaglandin.
2. Bila tidak ada sekresi progesteron (anovulasi) dan dalam perangsangan yang terus
berlanjut, endometrium akan berproliferasi , sehingga mencapai tinggi yang
abnormal. Terdapat vaskularitas yang hebat dan pertumbuhan kelenjar yang tanpa
dukungan stroma. Endometrium akhirnya tumbuh melebihi perangsangan yang
ditimbulkan oleh estrogen dan perdarahan terjadi, dengan peluruhan endometrium
secara tidak teratur.
3. Kelainan fungsi poros hipotalamus-hipofise-ovarium.
Usia terjadinya :
-   Perimenars                   (usia 8-16 tahun)
-   Masa reproduksi          (usia 16-35 tahun)
-   Perimenopouse            (usia 45-65 tahun
(Manuaba edisi 2010 )
C. Tanda dan Gejala
     Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah
perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang.Kejadian
tersering pada menarche (atau menarke: masa awal seorang wanita mengalami
menstruasi) atau masa pre-menopause.
D. Adaptasi Fisiologi / Patofisiologi
Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada siklus berovulasi maupun pada
siklus tidak berovulasi.
1. Siklus berovulasi
Perdarahan teratur dan banyak terutama pada tiga hari pertama siklus,haid.
Penyebab perdarahan adalah terganggunya mekanisme hemostasi lokal di
endometrium.
2. Siklus tidak berovulasi
Perdarahan tidak teratur dan siklus haid memanjang disebabkan oleh gangguan
pada poros hipothalamus-hipofisis-ovarium. Adanya siklus tidak berovulasi
menyebabkan efek estrogen tidak terlawan (unopposed estrogen) terhadap
endometrium. Proliferasi endometrium terjadi secara berlebihan hingga tidak
mendapat aliran darah yang cukup kemudian mengalami iskemia dan dilepaskan
dari stratum basal.(Manuaba edisi 2010 )
3. Efek samping penggunaan kontrasepsi
Dosis estrogen yang rendah dalam kandungan pil kontrasepsi kombinasi (PKK)
menyebabkan integritas endometrium tidak mampu dipertahankan.
Progestin menyebabkan endometrium mengalami atrofi. Kedua kondisi ini dapat
menyebabkan perdarahan bercak. Sedangkan pada pengguna alat kontrasepsi
dalam rahim (AKDR) kebanyakan perdarahan terjadi karena endometritis (Munro
M. Dysfunctional uterine bleeding. Curr Op in Obstet Gynecol 2001)
E. Penatalaksanaan
Beberapa pasien mungkin memerlukan terapi penunjang berupa zat besi atau transfusi
darah. Pasien dengan pemeriksaan pelvis yang normal dan dengan endometrium
proliferatif yang dipastikan dengan biopsi endometrium terbaik diterapi dengan terapi
hormonal. Pasien yang tidak memberi respons terhadap terapi hormonal secara cepat
atau yang lebih tua daripada 35 tahun harus menjalani kuretase untuk menyingkirkan
karsinoma endometrium. Pasien yang gagal memberi respons terhdap terapi hormonal
dapat juga mengalami mioma submukosa atau polip endometrium dan dapat
membutuhkan histereskopi untuk diagnosis dan terapi.
Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai kemungkinan
kelainan organ, teryata tidak ditemukan penyakit lainnya, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan prinsip-prinsip pengobatan sebagai berikut:
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mengatur menstruasi agar kembali normal
3. Transfusi jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%.
1. Menghentikan perdarahan
Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan adalah sebagai berikut:
a. Kuret (curettage)
Hanya untuk wanita yang sudah menikah. Tidak bagi gadis
b. Obat  (medikamentosa)
1) Golongan estrogen.
Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama
generik) yang relatif menguntungkan karena tidak membebani kinerja liver
dan tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya:
etinil estradiol, tapi obat ini dapat menimbulkan gangguan fungsi liver.
2) Obat Kombinasi
Obat golongan ini diberikan secara bertahap bila perdarahannya banyak, yakni
4×1 tablet selama 7-10 hari, kemudian dilanjutkan dengan dosis 1×1 tablet
selama 3 hingga 6 siklus.
3) Golongan progesterone
2. Mengatur menstruasi agar kembali normal
Setelah perdarahan berhenti, langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk
mengatur siklus menstruasi, misalnya dengan pemberian:
Golongan progesteron: 2×1 tablet diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai
pada hari ke 14-15 menstruasi.
3. Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%.
Pada keadaan ini,klien dianjurkan untuk rawat inap di Rumah Sakit atau
klinik,sekantong darah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin
(Hb) 0,75 gr%. Ini berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka
kira-kira perlu sekitar 4 kantong darah.
F. Fokus Pengkajian Keperawatan
1. Data demografi
2. Riwayat penyakit:
a. Riwayat penyakit sekarang
b. Riwayat penyakit dahulu
c. Riwayat penyakit keluarga
3. Pemeriksaan fisik
a. Kulit, rambut, kuku
Warna kulit kemerahan, sianosis (-), pucat (-), pruritus (-), gatal (-), turgor
kulit elastis, bersih, rambut distribusi merata, rontok (-), kuku pendek bersih,
pucat (-), kapilary refil <2 detik.
b. Kepala dan leher
Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), pembesaran kelenjar limfe (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-), peningkatan JVP (-),
c. Telinga
Simetris, bersih, discharge (-)
d. Mulut, hidung dan tenggorokan
Mukosa mulut merah muda, stomatitis (-), sianosis (-), faringitis (-), mulut dan
gigi bersih, hidung bersih, tidak ada sekret
e. Thorak dan paru-paru
Simetris, pengembangan dada maksimal, ketinggalam gerak (-), retraksi (-),
taktil fremitus (+), perkusi sonor, auskultasi vesikuler, ronchi (-), wheezing (-)
f. Payudara
Membesar, kebersihan baik, putting menonjol, ASI keluar.
g. Jantung
S1-2 murni, bising (-), murmur (-), nyeri tekan (-), perkusi pekak, kesan besar
normal
h. Abdomen
Luka post SC memanjang di bawah umbilikus sepanjang 12 cm, pus (-),
peristaltik (+), balutan belum diganti sejak pulang rawat inap.
i. Genetalia
Lochea sanguinolenta, perdarahan (+) 150 cc, edema (-), laserasi (-)
j. Anus dan Rektum
Ruptur perineum (-), episiotomi (-), jahiran perineal (-), kesan bersih
k. Muskuloskeletal
Pergerakan (+), kekuatan (+), edema ekstremitas (-)
G. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut ybd agen injuri fisik
2. Risiko infeksi
3. Resiko kekurangan volume cairan
H. Rencana Tindakan Keperawatan

No Masalah Keperawatan Kritria Hasil Intervensi Rasional


Tupan Manajemen Nyeri Manajemen nyeri
1 Nyeri akut bd agen injuri fisik
Setelah dilakukan Observasi Observasi
DS :
intervensi keperawatan  Identikasi lokasi,  Untuk mengetahui lokasi
 Mengeluh tidak nyaman
selama 3x24 jam pasien karakteristik,durasi, karakteristik durasi
 Mengelut sulit tidur
diharapkan gangguan rasa frekuensi, kualitas frekuensi kualitas serta
 Tidak mampu rileks
nyaman (nyeri) kembali  Idenfikasi skala nyeri intensitas nyeri yang
 Mengeluh
normal  Identifakasi nyeri non dirasakan pasien
kedinginan/kepanasan
verbal  Untuk mengetahui
 Merasa gatal Tupen  Identikasi faktor yang sekolah nyeri yang
 Mengeluh mual Setelah dilakukan memperberat dan dirasakan pasien
 Mengeluh Lelah intervensi keperawatan  Untuk mengetahui respon
memperingan nyeri
DO : selama 8 jam dengan non verbal pasien saat
 Identifikasi pengetahuan
 Gelisah kriteria hasil : nyeri
dan keyakinan tentang nyeri
 Menunjukkan gejala  Gelisah sudah  Untuk mengetahui faktor
 Identifikasi pengaruh
distress berkurang apa saja yang dapat
budaya tentang nyeri
 Tampak  Gejala distress memper berat serta
 Identifikasi nyeri pada
merintih/menangis sudah berkurang kualitas hidup memperingan nyeri
 Pola eliminasi berubah  Tidak tampak  Monitor keberhasilan terapi  Untuk mengetahui
 Postur tubuh berubah merintih/menangis komplementer yang sudah seberapa jauh pengetahuan
 Iritabilitas  Pola eliminasi di berikan pasien mengenai nyeri
normal  Monitor efek samping  Untuk mengetahui
 Postur tubuh penggunaan analgetik bagaimana pengaruh
berubah kembali Terapeutik budaya terhadap respon
normal  Berikan terapi nyeri pasien
 Tidak terjadi farmakologis untuk  Untuk mengetahui
Iritabilitas mengurangi rasa nyeri pengaruh nyeri pada
 Kontrol lingkungan kualitas hidup pasien
yang memperberat rasa  Untuk mengetahui dan
nyeri memantau seberapa besar
 Fasilitas istirahat dan keberhasilan terapi
tidur komplementer yang
 Pertimbangkan jenis dan diberikan
sumber nyeri dalam  Untuk mengetahui efek
pemilihan strategi samping penggunaan
meradakan nyeri analgetik pada pasien

Terapeutik
 Untuk mengurangi rasa
nyeri pada pasien
Edukasi  Untuk mengontrol
 Jelaskan penyebab, lingkungan yang dapat
priode, dan pemicu memperberat rasa nyeri
nyeri  Agar istirahat dan tidur
 Jelaskan strategi pasien terpenuhi
meredakan nyeri  Agar strategi dalam
 Anjurkan memonitor meredakan nyeri dapat
nyeri secara mandiri memberi efek yang
 Anjurkan maksimal
menggunakan analgetik
Edukasi
secara tepat
 Agar pasien dan keluarga
 Ajarakan terapi non
mengetahui penyebab,
farmakologis untuk
periode dan pemicu nyeri
mengurangi rasa nyeri
 Agar pasien dan keluarga
dapat mengerti strategi
Kolaorasi
yang akan dilakukan
 Kolaborasi pemberian
dalam meredakan nyeri
analgetik
 Untuk memandirikan
pasien dan keluarga dalam
memonitor nyeri
 Agar penggunaan
analgetik tidak diluar batas
dosis yang ditentukan
 Untuk memandirikan
pasien beserta keluarganya
dalam meredakan nyeri
menggunakan teknik non
farmakologis

Kolaborasi

Agar pemberian analgetik


sesuai dengan dosis yang
ditentukan

Tupan Pencegahan Infeksi Pencegahan infeksi


2 Risiko infeksi
Setelah dilakukan Observasi Observasi
intervensi keperawatan  Monitor tanda dan  Untuk mengetahui
selama 3x24 jam pasien gejala infeksi local tanda dan gejala
diharapkan risiko infeksi sistemik infeksi pada pasien
kembali normal Terapeutik Terapeutik
 Batasi jumlah  Agar tidak terjadi
pengunjung penyebaran agen
Tupen  Berikan perawatan penginfeksi
Setelah dilakukan kulit pada araea  Untuk menghindari infeksi
intervensi keperawatan edema yang akan timbul
selama 8 jam risiko infeksi  Cuci tangan  Agar tidak terjadi
Sudah berkurang sebelum dan penyebaran agen
sesudah kontak penginfeksi
dengan pasien dan  Sebagai pencegahan
lingkungan pasien terjadinya penularan
 Pertahankan teknik Edukasi
aseptik pada pasien  Agar pasien
beresiko tinggi mengetahui tanda dan
Edukasi gejala infeksi
 Jelaskan tanda dan gejala  Untuk menghindari infeksi
infeksi yang akan timbul
 Ajarkan acara mencuci  Untuk mengurangi
tangan dengan benar terjadinya penyebaran
 Ajarkan etika batuk virus
 Ajarkan cara memeriksa  Untuk menghindari infeksi
kondisi luka atau luka yang akan timbul
operasi  Agar sistem imun
 Anjurkan meningkatkan membaik
asupan nutrisi Kolaborasi
 Anjurkan meningkatkan Meminimalkan timbulnya infeksi
asupan nutrisi pada pasien
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

Tupan Manajemen Hipovolemia Manajemen hipovolemia


3 Resiko kekurangan volume
Setelah dilakukan Observasi Observasi
cairan
intervensi keperawatan  Periksa tanda dan gejala  Untuk mengetahui apakah
selama 3x24 jam pasien hypovolemia (mis. dan bagaimana tanda dan
diharapkan Resiko Frekeunsi nadi meningkat, gejala hipovolemia yang
kekurangan volume cairan nadi teraba lemah, tekanan dialami pasien
kembali normal darah menurun, tekanan  Untuk memantau cairan
nadi menyempit, turgor dalam tubuh pasien berupa
kulit menurun, membran intake dan output nya
Tupen mukosa kering, volume
Setelah dilakukan urine menurun, hematocrit
intervensi keperawatan meningkat, haus,lemah)
selama 8 jam Resiko  Monitor intake dan output
kekurangan volume cairan
cairan Terapeutik
Sudah berkurang
Terapeutik  Untuk mengetahui
 Hitung kebutuhan cairan kebutuhan cairan yang
 Berikan posisi modified dibutuhkan
Trendelenburg  Memberikan posisi untuk
 Berikan asupan cairan oral memperingan keadaan
Edukasi  Untuk mencegah efek
 Anjurkan memperbanyak samping dari kurangnya
asupan cairan oral cairan di tubuh
 Anjurkan menghindari
Edukasi
perubahan posisi mendadak
 Agar terhindar dari
Kolaborasi
dehidrasi dan menghindari
 Kolaborasi pemberian
disposisi
cairan IV isotonis (mis.
Kolaborasi
NaCl, RL)
 Untuk memberikan cairan
 Kolaborasi pemberian
isotonis maupun hipotonis
cairan IV hipotonis (mis.
sesuai dengan dosis
Glukosa 2,5 %, NaCl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian Begitupun dengan cairan koloid

cairan koloid (mis. dan produk darah

Albumin, plasmanate)
 Kolaborasi pemberian
produk darah

Daftar Pustaka
Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, Edisi 7. Jakarta:EGC
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia
Mochtar, Rustam. 1998. Synopsis Obstetric dan Ginekologi. EGC. Jakarta
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis obstetric. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, S. 2000. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai