Anda di halaman 1dari 29

PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN

GANGGUAN ELIMINASI URIN


PADA PASIEN PRE TURP
1. Pengertian Transurethral Resection Prostate (TURP) merupakan tindakan
pembedahan pada pasien BPH untuk menyingkirkan jaringan prostat
penyebab obstruksi saluran kemih.
Gangguan eliminasi urin adalah disfungsi eliminasi urin
2. Tanda dan Gejala dan Tanda Mayor
a. Subjektif
Gejala
1. Desakan berkemih (urgensi)
2. Urine menetes (dribbling)
3. Sering buang air kecil
4. Nokturia
5. Mengompol
6. Enuresis
b. Objektif
1. Distensi kandung kemih
2. Berkemih tidak tuntas (hesitancy)
3. Volume residu urin meningkat
3. Pengkajian 1) Identitas
Keperawatan Identitas digunakan untuk mengetahui klien yang mengalami BPH
yang sering dialami oleh laki –laki di atas umur 45 tahun (Rendy,
2012).
2) Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh klien pada umumnya adalah
nyeri pada saat kencing atau disebut dengan disuria, hesistensi
yaitu memulai kencing dalam waktu yang lama dan sering kali
disertai dengan mengejan disebabkan karena otot detrussor buli-
buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra
prostatika dan setelah post operasi TURP klien biasanya mengalami
nyeri di bagian genetalianya. Untuk penilaian nyeri berdasarkan
PQRST yaitu:
P = oleh luka insisi
Q = seperti ditusuk-tusuk/ disayat-sayat pisau/terbakar panas
R = di daerah genetalia bekas insisi
S = dari kategori 0 = tidak nyeri, 1-3 = nyeri ringan, 4-6 = nyeri
sedang, 7-9 = nyeri berat, 10 = sangat berat tidak bias ditoleransi.
T = Sering timbul/tidak sering/sangat sering (Muttaqin, 2012).
3) Riwayat penyakit sekarang
Klien datang dengan keluhan adanya nyeri tekan pada kandung
kemih, terdapat benjolan massa otot yang padat dibawah abdomen
bawah (distensi kandung kemih), adanya hernia inguinalis atau
hemoroid yang menyebabkan peningkatan tekanan abdominal yang
memerlukan pengosongan kandung kemih dalam mengatasi
tahanan (Dongoes, 2012).
4) Riwayat penyakit dahulu
Klien dengan BPH biasanya sering mengonsumsi obat-obatan
seperti antihipetensif atau antidepresan, obat antibiotic urinaria
atau agen antibiotik, obat yang dijual bebas untuk flu/alergi serta
obat yang mengandung simpatomimetik (Dongoes, 2012).
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah mengalami kanker prostat,
hipertensi dan penyakit ginjal (Doengoes, 2012).
6) Keadaan umum
Keadaan klien BPH biasanya mengalami kelemahan setelah
dilakukan tindakan post operasi prostatektomi, untuk tingkat
kesadaran composmentis tanda-tanda vital: tekanan darah
meningkat, nadi meningkat akibat nyeri yang dirasakan oleh klien,
RR umumnya dalam batas normal 18-20x/ menit.
7) Pola fungsi kesehatan
a. Pola hidup dan tatalaksana hidup sehat. Adakah kebiasaan
merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan
olahraga (lama frekuensinya), bagaimana status ekonomi
keluarga, kebiasaan merokok dalam mempengaruhi
penyembuhan luka. Biasanya penderita BPH mempunyai gaya
hidup yang tidak sehat, makanan yang kurang sehat, dan suka
mengonsumsi alkohol, dan merokok.
b. Pola tidur dan istirahat. Insisi pembedahan dapat menimbulkan
nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu kenyamanan
pola tidur klien. Klien sering mengeluh pola tidurnya terganggu.
c. Pola aktivitas. Aktivitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas
bergerak karena rasa nyeri luka operasi, aktivitas biasanya
terbatas karena harus bedrest beberapa waktu yang cukup
lama setelah pembedahan. Pada pasien post operasi TURP
mudah berkeringat saat melakukan aktivitas, mengalami
gangguan saat melakukan aktivitas mandiri.
d. Pola hubungan dan peran. Dengan keterbatasan gerak
kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam
keluarganya dan dalam masyarakat. Penderita mengalami
emosi yang tidak stabil. Namun, tidak begitu banyak
mengganggu sosialisasi pasien terhadap lingkungan dan
masyarakat.
e. Pola sensorik dan kognitif. Ada tidaknya gangguan sensorik
nyeri, penglihatan, peran serta pendengaran, kemampuan
berpikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua,
waktu, dan tempat. Pada pasien post operasi TURP fungsi indra
penciuman, pendengaran, penglihatan, perasa, peraba tidak
mengalami gangguan. Pasien merasakan nyeri. Pasien
mengetahui penyakit yang dialaminya akan segera sembuh
dengan dilakukannya pengobatan medis.
f. Pola penanggulangan stres. Kebiasaan klien yang digunakan
dalam mengatasi masalah tersebut. Pada pasien post operasi
TURP emosi masih stabil, sabar dalam proses pengobatan.
g. Pola tata nilai dan kepercayaan Bagaimana keyakinan klien
terhadap agamanya dan bagaimana cara klien mendekatkan diri
dengan Tuhan selama sakit. Pasien dengan post operasi TURP
dapat melakukan ibadah agama yang dianutnya dengan
kemampuan yang dimilikinya.
h. Sistem pernafasan. Inspeksi : Biasanya klien terjadi sesak nafas.
Palpasi: Pada palpasi supra simfisis akan teraba distensi
bladder. Auskultasi: Biasanya terdengar suara nafas tambahan
seperti ronchi, wheezing, suara nafas menurun, dan perubahan
bunyi nafas.
i. Sistem kardiovaskuler. Inspeksi: Tidak terdapat sianosis, tidak
terdapat perubahan letak maupun pemeriksaan pada inspeksi.
Palpasi: Biasannya denyut nadi meningkat akral hangat.
Perkusi: Pada pemeriksaan manusia normal pemeriksaan
perkusi yang didapatkan pada thorax adalah redup,
j. Sistem persyarafan. Inspeksi: Klien menggigil, kesadaran
menurun dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat
sampai pada syok septik.
k. Sistem perkemihan. Inspeksi: Terdapat massa padat di bawah
abdomen bawah (distensi kandung kemih) Palpasi: Pada palpasi
bimanual ditemukan adanya rabaan pada ginjal. Dan pada
palpasi supra simfisis akan teraba distensi bladder dan terdapat
nyeri tekan. Perkusi: Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
residual urine terdapat suara redup dikandung kemih karena
terdapat residual (urine).
l. Sistem pencernaan.
a) Mulut dan tenggorokan: Hilang nafsu makan mual dan
muntah.
b) Abdomen. Inspeksi: Bentuk abdomen datar, tidak terdapat
masa dan benjolan. Auskultasi: Biasanya bising usus normal.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan dan tidak terdapat
pembesaran permukaan halus. Perkusi: Timpani
m. Sistem integumen. Palpasi: Kulit terasa panas karena
peningkatan suhu tubuh karena adanya tanda gejala urosepsis
klien menggigil, kesadaran menurun.
n. Sistem endokrin. Inspeksi: Adanya perubahan keseimbangan
hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut.
o. Sistem reproduksi, Pada pemeriksaan penis, uretra, dan
skrotum tidak ditemukan adanya kelainan, kecuali adanya
penyakit penyerta seperti stenosis meatus. Pemeriksaan RC
(rectal toucher) adalah pemeriksaan sederhana yang paling
mudah untuk menegakkan BPH. Tujuannya adalah untuk
menentukan konsistensi sistem persarafan vesica uretra dan
besarnya prostate.
p. Sistem muskuloskeletal, Traksi kateter direkatkan di bagian
paha klien. Pada paha yang direkatkan kateter tidak boleh fleksi
selama traksi masih diperlukan.
4. Standar (D.0040) hal 96
Diagnosa
Keperawatan
5. Standar Luaran Luaran Utama
Keperawatan Eliminasi Urine
Luaran Tambahan
a. Kontinensia Urine
b. Kontrol Gejala
c. Status Neurologis
d. Tingkat Infeksi
Kriteria hasil : (L.04034) hal 24
Sebelum dilakukan intervensi :
a. Sensasi berkemih menurun atau cukup menurun dengan skor 1-2
b. Desakan berkemih (urgensi) meningkat atau cukup meningkat
dengan skor 1-2
c. Distensi kandung kemih meningkat atau cukup meningkat dengan
skor 1-2
d. Berkemih tidak tuntas (hesitancy) meningkat atau cukup
meningkat dengan skor 1-2
e. Volume residu urine meningkat atau cukup meningkat dengan
skor 1-2
f. Urin menetes (dribbling) meningkat atau cukup meningkat
dengan skor 1-2
g. Nokturia meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
h. Mengompol meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
i. Enuresis meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
j. Disuria meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
k. Anuria meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
l. Frekuensi BAK memburuk atau cukup memburuk dengan skor 1-2
m. Karakteristik urine memburuk atau cukup memburuk dengan skor
1-2

Saat dilakukan intervensi :


a. Sensasi berkemih sedang atau cukup meningkat dengan skor 3-4
b. Desakan berkemih (urgensi) sedang atau cukup menurun dengan
skor 3-4
c. Distensi kandung kemih sedang atau cukup menurun dengan skor
3-4
d. Berkemih tidak tuntas (hesitancy) sedang atau cukup menurun
dengan skor 3-4
e. Volume residu urine sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
f. Urin menetes (dribbling) sedang atau cukup menurun dengan
skor 3-4
g. Nokturia sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
h. Mengompol sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
i. Enuresis sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
j. Disuria sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
k. Anuria sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
l. Frekuensi BAK sedang atau cukup membaik dengan skor 3-4
m. Karakteristik urine sedang atau cukup membaik dengan skor 3-4

Setelah dilakukan intervensi :


a. Sensasi berkemih meningkat dengan skor 5
b. Desakan berkemih (urgensi) menurun dengan skor 5
c. Distensi kandung kemih menurun dengan skor 5
d. Berkemih tidak tuntas (hesitancy) menurun dengan skor 5
e. Volume residu urine menurun dengan skor 5
f. Urin menetes (dribbling) menurun dengan skor 5
g. Nokturia menurun dengan skor 5
h. Mengompol menurun dengan skor 5
i. Enuresis menurun dengan skor 5
j. Disuria menurun dengan skor 5
k. Anuria menurun dengan skor 5
l. Frekuensi BAK membaik dengan skor 5
m. Karakteristik urine membaik dengan skor 5
6. Standar Manajemen Eliminasi Urin (I.04152) hal 175
Intervensi Pengertian : Mengidentifikasi dan mengelola gangguan pola eliminasi
urin.
Keperawatan
Tindakan
Observasi
1. Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urin
2. Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia
urin
3. Monitor eliminasi urin (mis. frekuensi, konsistensi, aroma, volume,
dan warna)

Terapeutik
1. Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
2. Batasi asupan cairan, jika perlu
3. Ambil sampel urin tengah (midstream) atau kultur

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra, jika perlu

Irigasi Kandung Kemih (I.04145) hal 126


Pengertian : Membersihkan atau membilas kandung kemih untuk
mencegah bekuan darah, pemberian obat, hematuria dan
mengeluarkan benda asing dari kandung kemih.
Tindakan
Observasi
1. Monitor keseimbangan cairan
2. Periksa aktivitas dan mobilitas (mis. posisi kateter, lipatan kateter)
3. Identifikasi kateter yang akan digunakan adalah three ways
4. Identifikasi kemampuan pasien merawat kateter
5. Identifikasi order obat irigasi kandung kemih kembali
6. Monitor cairan irigasi yang keluar (mis. bekuan darah atau benda
asing lainnya)
7. Monitor respon psien selama dan setelah irigasi kandung kemih
8. Monitor hasil elektrolit darah
9. Monitor jumlah cairan intake dan output pada kartu cairan/irigasi

Terapeutik
1. Gunakan cairan isotonic untuk irigasi kandung kemih
2. Jaga privasi
3. Kosongkan kantung urine
4. Gunakan alat pelindung diri
5. Lakukan standar operasional prosedur dengan teknik aseptik
6. Persiapkan alat-alat yang akan digunakan dengan
mempertahankan kesterilan
7. Siapkan cairan irigasi sesuai kebutuhan
8. Buka dan disinfeksi akses port kateter dengan swab alkohol
9. Hubungkan set cairan irigasi ke kateter uruine
10. Atur tetesan cairan sesuai keutuhan
11. Pastikan cairan irigasi mengalir ke kateter, kandung kemih dan
keluar kandung ke kantung urine
12. Berikan posisi nyaman

Perawatan Kateter Urin (I.04164) hal 322


Pengertian : Mengidentifikasi dan merawat pasien yang menjalani
kateterisasi urin.
Tindakan
Observasi
1. Monitor kepatenan urine
2. Monitor tanda dan gejala infeksi slauran kemih
3. Monitor tanda dan gejala obstruksi aliran urine
4. Monitor kebocoran kateter, selang dan kantung urine
5. Monitor intake dan output cairan (jumlah dan karakteristik)

Terapeutik
1. Gunakan teknik aseptic selama perawatan kateter urine
2. Pastikan selang kateter dan kantung urine terbebas dari lipatan
3. Pastikan kantung urine diletakkan dibawah ketinggian kandung
kemih dan tidak dilantai
4. Lakukan perawatan perineal (perineal hygiene) minimal 1 kali
sehari
5. Lakukan irigasi rutin dengan cairan isotonis untuk mencegah
kolonisasi bakteri
6. Kosongkan kantung urine jika kantung urine telah terisi sebagian
7. Ganti kateter dan kantung urine secara rutin sesuai protocol dan
sesuai indikasi
8. Lepaskan kateter urine sesuai kebutuhan
9. Jaga privasi selama melakukan tindakan
7. Informasi dan 1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran berkemih
edukasi 2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urin
3. Ajarkan mengambil spesimen urin midstream
4. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk
berkemih
5. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot panggul/berkemihan
6. Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi
7. Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
8. Jelaskan tujuan dan prosedur irigasi kandung kemih
9. Anjurkan melapor jika mengalami keluhan nyeri BAK, urine merah
dan tidak dapat BAK
10. Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur dan risiko sebelum
pemasangan kateter
8. Evaluasi Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item-item
atau perilaku yang dapat diamati dan dipantau untuk menentukan
apakah hasil sudah tercapai atau belum dalam jangka waktu yang
telah ditentukan
9. Penelaah Kritis Komite Keperawatan
10. Kepustakaan PPNI. 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1
cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1


cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI. 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1


cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN
NYERI AKUT
PADA PASIEN PRE TURP
1. Pengertian Transurethral Resection Prostate (TURP) merupakan tindakan
pembedahan pada pasien BPH untuk menyingkirkan jaringan prostat
penyebab obstruksi saluran kemih.
Nyeri akut adalah pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan
2. Tanda dan Gejala dan Tanda Mayor
a. Subjektif
Gejala
1. Mengeluh nyeri
b. Objektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
a. Subjektif
(tidak tersedia)
b. Objektif
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis
3. Pengkajian 1) Identitas
Keperawatan Identitas digunakan untuk mengetahui klien yang mengalami BPH
yang sering dialami oleh laki –laki di atas umur 45 tahun (Rendy,
2012).
2) Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh klien pada umumnya adalah
nyeri pada saat kencing atau disebut dengan disuria, hesistensi
yaitu memulai kencing dalam waktu yang lama dan sering kali
disertai dengan mengejan disebabkan karena otot detrussor buli-
buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra
prostatika dan setelah post operasi TURP klien biasanya mengalami
nyeri di bagian genetalianya. Untuk penilaian nyeri berdasarkan
PQRST yaitu:
P = oleh luka insisi
Q = seperti ditusuk-tusuk/ disayat-sayat pisau/terbakar panas
R = di daerah genetalia bekas insisi
S = dari kategori 0 = tidak nyeri, 1-3 = nyeri ringan, 4-6 = nyeri
sedang, 7-9 = nyeri berat, 10 = sangat berat tidak bias ditoleransi.
T = Sering timbul/tidak sering/sangat sering (Muttaqin, 2012).
3) Riwayat penyakit sekarang
Klien datang dengan keluhan adanya nyeri tekan pada kandung
kemih, terdapat benjolan massa otot yang padat dibawah abdomen
bawah (distensi kandung kemih), adanya hernia inguinalis atau
hemoroid yang menyebabkan peningkatan tekanan abdominal yang
memerlukan pengosongan kandung kemih dalam mengatasi
tahanan (Dongoes, 2012).
4) Riwayat penyakit dahulu
Klien dengan BPH biasanya sering mengonsumsi obat-obatan
seperti antihipetensif atau antidepresan, obat antibiotic urinaria
atau agen antibiotik, obat yang dijual bebas untuk flu/alergi serta
obat yang mengandung simpatomimetik (Dongoes, 2012).
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah mengalami kanker prostat,
hipertensi dan penyakit ginjal (Doengoes, 2012).
6) Keadaan umum
Keadaan klien BPH biasanya mengalami kelemahan setelah
dilakukan tindakan post operasi prostatektomi, untuk tingkat
kesadaran composmentis tanda-tanda vital: tekanan darah
meningkat, nadi meningkat akibat nyeri yang dirasakan oleh klien,
RR umumnya dalam batas normal 18-20x/ menit.
7) Pola fungsi kesehatan
a. Pola hidup dan tatalaksana hidup sehat. Adakah kebiasaan
merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan
olahraga (lama frekuensinya), bagaimana status ekonomi
keluarga, kebiasaan merokok dalam mempengaruhi
penyembuhan luka. Biasanya penderita BPH mempunyai gaya
hidup yang tidak sehat, makanan yang kurang sehat, dan suka
mengonsumsi alkohol, dan merokok.
b. Pola tidur dan istirahat. Insisi pembedahan dapat menimbulkan
nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu kenyamanan
pola tidur klien. Klien sering mengeluh pola tidurnya terganggu.
c. Pola aktivitas. Aktivitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas
bergerak karena rasa nyeri luka operasi, aktivitas biasanya
terbatas karena harus bedrest beberapa waktu yang cukup
lama setelah pembedahan. Pada pasien post operasi TURP
mudah berkeringat saat melakukan aktivitas, mengalami
gangguan saat melakukan aktivitas mandiri.
d. Pola hubungan dan peran. Dengan keterbatasan gerak
kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam
keluarganya dan dalam masyarakat. Penderita mengalami
emosi yang tidak stabil. Namun, tidak begitu banyak
mengganggu sosialisasi pasien terhadap lingkungan dan
masyarakat.
e. Pola sensorik dan kognitif. Ada tidaknya gangguan sensorik
nyeri, penglihatan, peran serta pendengaran, kemampuan
berpikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua,
waktu, dan tempat. Pada pasien post operasi TURP fungsi indra
penciuman, pendengaran, penglihatan, perasa, peraba tidak
mengalami gangguan. Pasien merasakan nyeri. Pasien
mengetahui penyakit yang dialaminya akan segera sembuh
dengan dilakukannya pengobatan medis.
f. Pola penanggulangan stres. Kebiasaan klien yang digunakan
dalam mengatasi masalah tersebut. Pada pasien post operasi
TURP emosi masih stabil, sabar dalam proses pengobatan.
g. Pola tata nilai dan kepercayaan Bagaimana keyakinan klien
terhadap agamanya dan bagaimana cara klien mendekatkan diri
dengan Tuhan selama sakit. Pasien dengan post operasi TURP
dapat melakukan ibadah agama yang dianutnya dengan
kemampuan yang dimilikinya.
h. Sistem pernafasan. Inspeksi : Biasanya klien terjadi sesak nafas.
Palpasi: Pada palpasi supra simfisis akan teraba distensi
bladder. Auskultasi: Biasanya terdengar suara nafas tambahan
seperti ronchi, wheezing, suara nafas menurun, dan perubahan
bunyi nafas.
i. Sistem kardiovaskuler. Inspeksi: Tidak terdapat sianosis, tidak
terdapat perubahan letak maupun pemeriksaan pada inspeksi.
Palpasi: Biasannya denyut nadi meningkat akral hangat.
Perkusi: Pada pemeriksaan manusia normal pemeriksaan
perkusi yang didapatkan pada thorax adalah redup,
j. Sistem persyarafan. Inspeksi: Klien menggigil, kesadaran
menurun dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat
sampai pada syok septik.
k. Sistem perkemihan. Inspeksi: Terdapat massa padat di bawah
abdomen bawah (distensi kandung kemih) Palpasi: Pada palpasi
bimanual ditemukan adanya rabaan pada ginjal. Dan pada
palpasi supra simfisis akan teraba distensi bladder dan terdapat
nyeri tekan. Perkusi: Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
residual urine terdapat suara redup dikandung kemih karena
terdapat residual (urine).
l. Sistem pencernaan.
a) Mulut dan tenggorokan: Hilang nafsu makan mual dan
muntah.
b) Abdomen. Inspeksi: Bentuk abdomen datar, tidak terdapat
masa dan benjolan. Auskultasi: Biasanya bising usus normal.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan dan tidak terdapat
pembesaran permukaan halus. Perkusi: Timpani
m. Sistem integumen. Palpasi: Kulit terasa panas karena
peningkatan suhu tubuh karena adanya tanda gejala urosepsis
klien menggigil, kesadaran menurun.
n. Sistem endokrin. Inspeksi: Adanya perubahan keseimbangan
hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut.
o. Sistem reproduksi, Pada pemeriksaan penis, uretra, dan
skrotum tidak ditemukan adanya kelainan, kecuali adanya
penyakit penyerta seperti stenosis meatus. Pemeriksaan RC
(rectal toucher) adalah pemeriksaan sederhana yang paling
mudah untuk menegakkan BPH. Tujuannya adalah untuk
menentukan konsistensi sistem persarafan vesica uretra dan
besarnya prostate.
p. Sistem muskuloskeletal, Traksi kateter direkatkan di bagian
paha klien. Pada paha yang direkatkan kateter tidak boleh fleksi
selama traksi masih diperlukan.
4. Standar (D.0077) hal 172
Diagnosa
Keperawatan
5. Standar Luaran Luaran Utama
Tingkat Nyeri
Keperawatan
Luaran Tambahan
a. Fungsi Gastrointestinal
b. Keseimbangan Cairan
c. Keseimbangan Elektrolit
d. Kontrol mual/muntah
e. Nafsu Makan
f. Status Kenyamanan
g. Status Menelan
h. Status Nutrisi
i. Tingkat Ansietas
Kriteria hasil : (L.08066) hal 145
Sebelum dilakukan intervensi :
a. Keluhan nyeri meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
b. Meringis meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
c. Sikap protektif meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
d. Gelisah meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
e. Kesulitan tidur meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
f. Ketegangan otot meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
g. Muntah meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
h. Mual meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
i. Frekuensi nadi memburuk atau cukup memburuk dengan skor 1-2
j. Pola napas memburuk atau cukup memburuk dengan skor 1-2
k. Tekanan darah memburuk atau cukup memburuk dengan skor 1-2
l. Nafsu makan memburuk atau cukup memburuk dengan skor 1-2
m. Pola tidur memburuk atau cukup memburuk dengan skor 1-2

Saat dilakukan intervensi :


a. Keluhan nyeri sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
b. Meringis sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
c. Sikap protektif sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
d. Gelisah sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
e. Kesulitan tidur sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
f. Ketegangan otot sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
g. Muntah sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
h. Mual sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
i. Frekuensi nadi sedang atau cukup membaik dengan skor 3-4
j. Pola napas sedang atau cukup membaik dengan skor 3-4
k. Tekanan darah sedang atau cukup membaik dengan skor 3-4
l. Nafsu makan sedang atau cukup membaik dengan skor 3-4
m. Pola tidur sedang atau cukup membaik dengan skor 3-4

Setelah dilakukan intervensi :


a. Keluhan nyeri menurun dengan skor 5
b. Meringis menurun dengan skor 5
c. Sikap protektif dengan skor 5
d. Gelisah menurun dengan skor 5
e. Kesulitan tidur menurun dengan skor 5
f. Ketegangan otot menurun dengan skor 5
g. Muntah menurun dengan skor 5
h. Mual menurun dengan skor 5
i. Frekuensi nadi membaik dengan skor 5
j. Pola napas membaik dengan skor 5
k. Tekanan darah membaik dengan skor 5
l. Nafsu makan membaik dengan skor 5
m. Pola tidur membaik dengan skor 5
6. Standar Manajemen Nyeri (I.0823) hal 201
Intervensi
Pengertian : Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik
Keperawatan
atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau
fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat dan konstan.
Tindakan
Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain).
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Pemberian Analgesik (I.08243) hal 251


Pengertian : menyiapkan dan memberikan agen farmakologis untuk
mengurangi atau menghilangkan rasa sakit.
Tindakan
Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri (mis: pencetus, pereda, kualitas,
lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
2. Identifikasi Riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis: narkotika, non-
narkotik, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgesic
5. Monitor efektifitas analgesik

Terapeutik
1. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan
respons pasien
4. Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek yang
tidak diinginkan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi
7. Informasi dan 1. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
edukasi 2. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
3. Jelaskan strategi meredakan nyeri
4. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
5. Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
6. Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri
8. Evaluasi Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item-item
atau perilaku yang dapat diamati dan dipantau untuk menentukan
apakah hasil sudah tercapai atau belum dalam jangka waktu yang
telah ditentukan
9. Penelaah Kritis Komite Keperawatan
10. Kepustakaan PPNI. 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1
cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1


cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI. 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan


II. DPP PPNI. Jakarta
PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN
RISIKO INFEKSI
PADA PASIEN PRE TURP
1. Pengertian Transurethral Resection Prostate (TURP) merupakan tindakan
pembedahan pada pasien BPH untuk menyingkirkan jaringan prostat
penyebab obstruksi saluran kemih.
Risiko infeksi adalah berisiko mengalami peningkatan terserang
organisme patogenik.
2. Tanda dan a. Nyeri akibat pembedahan
Gejala b. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter,
hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal
c. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu
miksi
d. Hernia/ hemoroid
e. Karena selalu terdapat sisa urine sehingga menyebabkan
terbentuknya batu
f. Hematuria
g. Sistitis dan pielonefritis
3. Pengkajian 1) Identitas
Keperawatan Identitas digunakan untuk mengetahui klien yang mengalami BPH
yang sering dialami oleh laki –laki di atas umur 45 tahun (Rendy,
2012).
2) Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh klien pada umumnya adalah
nyeri pada saat kencing atau disebut dengan disuria, hesistensi
yaitu memulai kencing dalam waktu yang lama dan sering kali
disertai dengan mengejan disebabkan karena otot detrussor buli-
buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra
prostatika dan setelah post operasi TURP klien biasanya mengalami
nyeri di bagian genetalianya. Untuk penilaian nyeri berdasarkan
PQRST yaitu:
P = oleh luka insisi
Q = seperti ditusuk-tusuk/ disayat-sayat pisau/terbakar panas
R = di daerah genetalia bekas insisi
S = dari kategori 0 = tidak nyeri, 1-3 = nyeri ringan, 4-6 = nyeri
sedang, 7-9 = nyeri berat, 10 = sangat berat tidak bias ditoleransi.
T = Sering timbul/tidak sering/sangat sering (Muttaqin, 2012).
3) Riwayat penyakit sekarang
Klien datang dengan keluhan adanya nyeri tekan pada kandung
kemih, terdapat benjolan massa otot yang padat dibawah abdomen
bawah (distensi kandung kemih), adanya hernia inguinalis atau
hemoroid yang menyebabkan peningkatan tekanan abdominal yang
memerlukan pengosongan kandung kemih dalam mengatasi
tahanan (Dongoes, 2012).
4) Riwayat penyakit dahulu
Klien dengan BPH biasanya sering mengonsumsi obat-obatan
seperti antihipetensif atau antidepresan, obat antibiotic urinaria
atau agen antibiotik, obat yang dijual bebas untuk flu/alergi serta
obat yang mengandung simpatomimetik (Dongoes, 2012).
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah mengalami kanker prostat,
hipertensi dan penyakit ginjal (Doengoes, 2012).
6) Keadaan umum
Keadaan klien BPH biasanya mengalami kelemahan setelah
dilakukan tindakan post operasi prostatektomi, untuk tingkat
kesadaran composmentis tanda-tanda vital: tekanan darah
meningkat, nadi meningkat akibat nyeri yang dirasakan oleh klien,
RR umumnya dalam batas normal 18-20x/ menit.
7) Pola fungsi kesehatan
a. Pola hidup dan tatalaksana hidup sehat. Adakah kebiasaan
merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan
olahraga (lama frekuensinya), bagaimana status ekonomi
keluarga, kebiasaan merokok dalam mempengaruhi
penyembuhan luka. Biasanya penderita BPH mempunyai gaya
hidup yang tidak sehat, makanan yang kurang sehat, dan suka
mengonsumsi alkohol, dan merokok.
b. Pola tidur dan istirahat. Insisi pembedahan dapat menimbulkan
nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu kenyamanan
pola tidur klien. Klien sering mengeluh pola tidurnya terganggu.
c. Pola aktivitas. Aktivitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas
bergerak karena rasa nyeri luka operasi, aktivitas biasanya
terbatas karena harus bedrest beberapa waktu yang cukup
lama setelah pembedahan. Pada pasien post operasi TURP
mudah berkeringat saat melakukan aktivitas, mengalami
gangguan saat melakukan aktivitas mandiri.
d. Pola hubungan dan peran. Dengan keterbatasan gerak
kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam
keluarganya dan dalam masyarakat. Penderita mengalami
emosi yang tidak stabil. Namun, tidak begitu banyak
mengganggu sosialisasi pasien terhadap lingkungan dan
masyarakat.
e. Pola sensorik dan kognitif. Ada tidaknya gangguan sensorik
nyeri, penglihatan, peran serta pendengaran, kemampuan
berpikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua,
waktu, dan tempat. Pada pasien post operasi TURP fungsi indra
penciuman, pendengaran, penglihatan, perasa, peraba tidak
mengalami gangguan. Pasien merasakan nyeri. Pasien
mengetahui penyakit yang dialaminya akan segera sembuh
dengan dilakukannya pengobatan medis.
f. Pola penanggulangan stres. Kebiasaan klien yang digunakan
dalam mengatasi masalah tersebut. Pada pasien post operasi
TURP emosi masih stabil, sabar dalam proses pengobatan.
g. Pola tata nilai dan kepercayaan Bagaimana keyakinan klien
terhadap agamanya dan bagaimana cara klien mendekatkan diri
dengan Tuhan selama sakit. Pasien dengan post operasi TURP
dapat melakukan ibadah agama yang dianutnya dengan
kemampuan yang dimilikinya.
h. Sistem pernafasan. Inspeksi : Biasanya klien terjadi sesak nafas.
Palpasi: Pada palpasi supra simfisis akan teraba distensi
bladder. Auskultasi: Biasanya terdengar suara nafas tambahan
seperti ronchi, wheezing, suara nafas menurun, dan perubahan
bunyi nafas.
i. Sistem kardiovaskuler. Inspeksi: Tidak terdapat sianosis, tidak
terdapat perubahan letak maupun pemeriksaan pada inspeksi.
Palpasi: Biasannya denyut nadi meningkat akral hangat.
Perkusi: Pada pemeriksaan manusia normal pemeriksaan
perkusi yang didapatkan pada thorax adalah redup,
j. Sistem persyarafan. Inspeksi: Klien menggigil, kesadaran
menurun dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat
sampai pada syok septik.
k. Sistem perkemihan. Inspeksi: Terdapat massa padat di bawah
abdomen bawah (distensi kandung kemih) Palpasi: Pada palpasi
bimanual ditemukan adanya rabaan pada ginjal. Dan pada
palpasi supra simfisis akan teraba distensi bladder dan terdapat
nyeri tekan. Perkusi: Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
residual urine terdapat suara redup dikandung kemih karena
terdapat residual (urine).
l. Sistem pencernaan.
a) Mulut dan tenggorokan: Hilang nafsu makan mual dan
muntah.
b) Abdomen. Inspeksi: Bentuk abdomen datar, tidak terdapat
masa dan benjolan. Auskultasi: Biasanya bising usus normal.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan dan tidak terdapat
pembesaran permukaan halus. Perkusi: Timpani
m. Sistem integumen. Palpasi: Kulit terasa panas karena
peningkatan suhu tubuh karena adanya tanda gejala urosepsis
klien menggigil, kesadaran menurun.
n. Sistem endokrin. Inspeksi: Adanya perubahan keseimbangan
hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut.
o. Sistem reproduksi, Pada pemeriksaan penis, uretra, dan
skrotum tidak ditemukan adanya kelainan, kecuali adanya
penyakit penyerta seperti stenosis meatus. Pemeriksaan RC
(rectal toucher) adalah pemeriksaan sederhana yang paling
mudah untuk menegakkan BPH. Tujuannya adalah untuk
menentukan konsistensi sistem persarafan vesica uretra dan
besarnya prostate.
p. Sistem muskuloskeletal, Traksi kateter direkatkan di bagian
paha klien. Pada paha yang direkatkan kateter tidak boleh fleksi
selama traksi masih diperlukan.
4. Standar (D.0142) hal 304
Diagnosa
Keperawatan
5. Standar Luaran Luaran Utama
Tingkat Infeksi
Keperawatan
Luaran Tambahan
a. Integritas Kulit dan Jaringan
b. Kontrol Risiko
c. Status Imun
d. Status Nutrisi
Kriteria hasil : (L.14137) hal 139
Sebelum dilakukan intervensi :
a. Demam meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
b. Kemerahan meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
c. Nyeri meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
d. Bengkak meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
e. Vesikel meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
f. Cairan berbau busuk meningkat atau cukup meningkat dengan
skor 1-2
g. Periode malaise meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-
2
h. Periode menggigil meningkat atau cukup meningkat dengan skor
1-2
i. Letargi meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
j. Kadar sel darah putih memburuk atau cukup memburuk dengan
skor 1-2
k. Kultur darah memburuk atau cukup memburuk dengan skor 1-2
l. Kultur urine memburuk atau cukup memburuk dengan skor 1-2
m. Kultur area luka memburuk atau cukup memburuk dengan skor 1-
2
n. Nafsu makan memburuk atau cukup memburuk dengan skor 1-2
o. Kebersihan tangan menurun atau cukup menurun dengan skor 1-
2
p. Kebersihan badan menurun atau cukup menurun dengan skor 1-2

Saat dilakukan intervensi :


a. Demam sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
b. Kemerahan sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
c. Nyeri sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
d. Bengkak sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
e. Vesikel sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
f. Cairan berbau busuk sedang atau cukup menurun dengan skor 3-
4
g. Periode malaise sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
h. Periode menggigil sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
i. Letargi sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
j. Kadar sel darah putih sedang atau cukup membaik dengan skor
3-4
k. Kultur darah sedang atau cukup membaik dengan skor 3-4
l. Kultur urine sedang atau cukup membaik dengan skor 3-4
m. Kultur area luka sedang atau cukup membaik dengan skor 3-4
n. Nafsu makan sedang atau cukup membaik dengan skor 3-4
o. Kebersihan tangan sedang atau cukup meningkat dengan skor 3-4
p. Kebersihan badan sedang atau cukup meningkat dengan skor 3-4

Setelah dilakukan intervensi :


a. Demam menurun dengan skor 5
b. Kemerahan menurun dengan skor 5
c. Nyeri menurun dengan skor 5
d. Bengkak menurun dengan skor 5
e. Vesikel menurun dengan skor 5
f. Cairan berbau busuk menurun dengan skor 5
g. Periode malaise menurun dengan skor 5
h. Periode menggigil menurun dengan skor 5
i. Letargi menurun dengan skor 5
j. Kadar sel darah putih membaik dengan skor 5
k. Kultur darah membaik dengan skor 5
l. Kultur urine membaik dengan skor 5
m. Kultur area luka membaik dengan skor 5
n. Nafsu makan membaik dengan skor 5
o. Kebersihan tangan meningkat dengan skor 5
p. Kebersihan badan meningkat dengan skor 5
6. Standar Pencegahan Infeksi (I.14539) hal 278
Intervensi Pengertian : mengidentifikasi dan menurunkan risiko terserang
organisme patogenik.
Keperawatan
Tindakan
Observasi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

Terapeutik
1. Batasi jumlah pengunjung
2. Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

Perawatan Area Insisi (I.14558) hal 310


Pengertian : Mengidentifikasi dan meningkatkan penyembuhan luka
yang ditutup dengan jahitan, klip atau staples
Tindakan
Observasi
1. Periksa lokasi insisi adanya kemerahan, bengkak, atau tanda-tanda
dehisen atau eviserasi
2. Identifikasi karakteristik drainase
3. Monitor proses penyembuhan area insisi

Terapeutik
1. Bersihkan area insisi dengan pembersih yang tepat
2. Usap area insisi dari area yang bersih menuju area yang kurang
bersih
3. Bersihkan area di sekitar tempat pembuangan atau tabung
drainase
4. Pertahankan posisi tabung drainase
5. Berikan salep antiseptic, jika perlu
6. Ganti balutan luka sesuai jadwal
7. Informasi dan 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
edukasi 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
7. Jelaskan prosedur kepada pasien, dengan menggunakan alat
bantu
8. Ajarkan meminimalkan tekanan pada tempat insisi
9. Ajarkan cara merawat area insisi
8. Evaluasi Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item-item
atau perilaku yang dapat diamati dan dipantau untuk menentukan
apakah hasil sudah tercapai atau belum dalam jangka waktu yang
telah ditentukan
9. Penelaah Kritis Komite Keperawatan
10. Kepustakaan PPNI. 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1
cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1


cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI. 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan


II. DPP PPNI. Jakarta
PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN MOBILITAS FISIK
PADA PASIEN PRE TURP
1. Pengertian Transurethral Resection Prostate (TURP) merupakan tindakan
pembedahan pada pasien BPH untuk menyingkirkan jaringan prostat
penyebab obstruksi saluran kemih.
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari
satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.
2. Tanda dan Gejala dan Tanda Mayor
a. Subjektif
Gejala
1. Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
b. Objektif
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak (ROM) menurun
Gejala dan Tanda Minor
a. Subjektif
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
b. Objektif
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
3. Pengkajian 1) Identitas
Keperawatan Identitas digunakan untuk mengetahui klien yang mengalami BPH
yang sering dialami oleh laki –laki di atas umur 45 tahun (Rendy,
2012).
2) Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh klien pada umumnya adalah
nyeri pada saat kencing atau disebut dengan disuria, hesistensi
yaitu memulai kencing dalam waktu yang lama dan sering kali
disertai dengan mengejan disebabkan karena otot detrussor buli-
buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra
prostatika dan setelah post operasi TURP klien biasanya mengalami
nyeri di bagian genetalianya. Untuk penilaian nyeri berdasarkan
PQRST yaitu:
P = oleh luka insisi
Q = seperti ditusuk-tusuk/ disayat-sayat pisau/terbakar panas
R = di daerah genetalia bekas insisi
S = dari kategori 0 = tidak nyeri, 1-3 = nyeri ringan, 4-6 = nyeri
sedang, 7-9 = nyeri berat, 10 = sangat berat tidak bias ditoleransi.
T = Sering timbul/tidak sering/sangat sering (Muttaqin, 2012).
3) Riwayat penyakit sekarang
Klien datang dengan keluhan adanya nyeri tekan pada kandung
kemih, terdapat benjolan massa otot yang padat dibawah abdomen
bawah (distensi kandung kemih), adanya hernia inguinalis atau
hemoroid yang menyebabkan peningkatan tekanan abdominal yang
memerlukan pengosongan kandung kemih dalam mengatasi
tahanan (Dongoes, 2012).
4) Riwayat penyakit dahulu
Klien dengan BPH biasanya sering mengonsumsi obat-obatan
seperti antihipetensif atau antidepresan, obat antibiotic urinaria
atau agen antibiotik, obat yang dijual bebas untuk flu/alergi serta
obat yang mengandung simpatomimetik (Dongoes, 2012).
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah mengalami kanker prostat,
hipertensi dan penyakit ginjal (Doengoes, 2012).
6) Keadaan umum
Keadaan klien BPH biasanya mengalami kelemahan setelah
dilakukan tindakan post operasi prostatektomi, untuk tingkat
kesadaran composmentis tanda-tanda vital: tekanan darah
meningkat, nadi meningkat akibat nyeri yang dirasakan oleh klien,
RR umumnya dalam batas normal 18-20x/ menit.
7) Pola fungsi kesehatan
a. Pola hidup dan tatalaksana hidup sehat. Adakah kebiasaan
merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan
olahraga (lama frekuensinya), bagaimana status ekonomi
keluarga, kebiasaan merokok dalam mempengaruhi
penyembuhan luka. Biasanya penderita BPH mempunyai gaya
hidup yang tidak sehat, makanan yang kurang sehat, dan suka
mengonsumsi alkohol, dan merokok.
b. Pola tidur dan istirahat. Insisi pembedahan dapat menimbulkan
nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu kenyamanan
pola tidur klien. Klien sering mengeluh pola tidurnya terganggu.
c. Pola aktivitas. Aktivitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas
bergerak karena rasa nyeri luka operasi, aktivitas biasanya
terbatas karena harus bedrest beberapa waktu yang cukup
lama setelah pembedahan. Pada pasien post operasi TURP
mudah berkeringat saat melakukan aktivitas, mengalami
gangguan saat melakukan aktivitas mandiri.
d. Pola hubungan dan peran. Dengan keterbatasan gerak
kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam
keluarganya dan dalam masyarakat. Penderita mengalami
emosi yang tidak stabil. Namun, tidak begitu banyak
mengganggu sosialisasi pasien terhadap lingkungan dan
masyarakat.
e. Pola sensorik dan kognitif. Ada tidaknya gangguan sensorik
nyeri, penglihatan, peran serta pendengaran, kemampuan
berpikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua,
waktu, dan tempat. Pada pasien post operasi TURP fungsi indra
penciuman, pendengaran, penglihatan, perasa, peraba tidak
mengalami gangguan. Pasien merasakan nyeri. Pasien
mengetahui penyakit yang dialaminya akan segera sembuh
dengan dilakukannya pengobatan medis.
f. Pola penanggulangan stres. Kebiasaan klien yang digunakan
dalam mengatasi masalah tersebut. Pada pasien post operasi
TURP emosi masih stabil, sabar dalam proses pengobatan.
g. Pola tata nilai dan kepercayaan Bagaimana keyakinan klien
terhadap agamanya dan bagaimana cara klien mendekatkan diri
dengan Tuhan selama sakit. Pasien dengan post operasi TURP
dapat melakukan ibadah agama yang dianutnya dengan
kemampuan yang dimilikinya.
h. Sistem pernafasan. Inspeksi : Biasanya klien terjadi sesak nafas.
Palpasi: Pada palpasi supra simfisis akan teraba distensi
bladder. Auskultasi: Biasanya terdengar suara nafas tambahan
seperti ronchi, wheezing, suara nafas menurun, dan perubahan
bunyi nafas.
i. Sistem kardiovaskuler. Inspeksi: Tidak terdapat sianosis, tidak
terdapat perubahan letak maupun pemeriksaan pada inspeksi.
Palpasi: Biasannya denyut nadi meningkat akral hangat.
Perkusi: Pada pemeriksaan manusia normal pemeriksaan
perkusi yang didapatkan pada thorax adalah redup,
j. Sistem persyarafan. Inspeksi: Klien menggigil, kesadaran
menurun dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat
sampai pada syok septik.
k. Sistem perkemihan. Inspeksi: Terdapat massa padat di bawah
abdomen bawah (distensi kandung kemih) Palpasi: Pada palpasi
bimanual ditemukan adanya rabaan pada ginjal. Dan pada
palpasi supra simfisis akan teraba distensi bladder dan terdapat
nyeri tekan. Perkusi: Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
residual urine terdapat suara redup dikandung kemih karena
terdapat residual (urine).
l. Sistem pencernaan.
a) Mulut dan tenggorokan: Hilang nafsu makan mual dan
muntah.
b) Abdomen. Inspeksi: Bentuk abdomen datar, tidak terdapat
masa dan benjolan. Auskultasi: Biasanya bising usus normal.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan dan tidak terdapat
pembesaran permukaan halus. Perkusi: Timpani
m. Sistem integumen. Palpasi: Kulit terasa panas karena
peningkatan suhu tubuh karena adanya tanda gejala urosepsis
klien menggigil, kesadaran menurun.
n. Sistem endokrin. Inspeksi: Adanya perubahan keseimbangan
hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut.
o. Sistem reproduksi, Pada pemeriksaan penis, uretra, dan
skrotum tidak ditemukan adanya kelainan, kecuali adanya
penyakit penyerta seperti stenosis meatus. Pemeriksaan RC
(rectal toucher) adalah pemeriksaan sederhana yang paling
mudah untuk menegakkan BPH. Tujuannya adalah untuk
menentukan konsistensi sistem persarafan vesica uretra dan
besarnya prostate.
p. Sistem muskuloskeletal, Traksi kateter direkatkan di bagian
paha klien. Pada paha yang direkatkan kateter tidak boleh fleksi
selama traksi masih diperlukan.
4. Standar (D.0054) hal 124
Diagnosa
Keperawatan
5. Standar Luaran Luaran Utama
Mobilitas Fisik
Keperawatan
Luaran Tambahan
a. Berat Badan
b. Fungsi Sensori
c. Keseimbangan
d. Konservasi Energi
e. Koordinasi Pergerakan
f. Motivasi
g. Pergerakan Sendi
h. Status Neurologis
i. Status Nutrisi
j. Toleransi Aktivitas
Kriteria hasil : (L.05042) hal 65
Sebelum dilakukan intervensi :
a. Pergerakan Ekstremitas menurun atau cukup menurun dengan
skor 1-2
b. Kekuatan Otot menurun atau cukup menurun dengan skor 1-2
c. Rentang Gerak (ROM) menurun atau cukup menurun dengan skor
1-2
d. Nyeri meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
e. Kecemasan meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
f. Kaku sendi meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2
g. Gerakan tidak terkoordinasi meningkat atau cukup meningkat
dengan skor 1-2
h. Gerakan terbatas meningkat atau cukup meningkat dengan skor
1-2
i. Kelemahan fisik meningkat atau cukup meningkat dengan skor 1-2

Saat dilakukan intervensi :


a. Pergerakan Ekstremitas sedang atau cukup meningkat dengan
skor 3-4
b. Kekuatan Otot sedang atau cukup meningkat dengan skor 3-4
c. Rentang Gerak (ROM) sedang atau cukup meningkat dengan skor
3-4
d. Nyeri sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
e. Kecemasan sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
f. Kaku sendi sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
g. Gerakan tidak terkoordinasi sedang atau cukup menurun dengan
skor 3-4
h. Gerakan terbatas sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4
i. Kelemahan fisik sedang atau cukup menurun dengan skor 3-4

Setelah dilakukan intervensi :


a. Pergerakan Ekstremitas meningkat dengan skor 5
b. Kekuatan Otot meningkat dengan skor 5
c. Rentang Gerak (ROM) meningkat dengan skor 5
d. Nyeri menurun dengan skor 5
e. Kecemasan menurun dengan skor 5
f. Kaku sendi menurun dengan skor 5
g. Gerakan tidak terkoordinasi menurun dengan skor 5
h. Gerakan terbatas menurun dengan skor 5
i. Kelemahan fisik menurun dengan skor 5
6. Standar Dukungan Ambulasi (I.06171) hal 22
Intervensi Pengertian : memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas
berpindah
Keperawatan
Tindakan
Observasi
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
ambulasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi

Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis: tongkat, kruk)
2. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi

Dukungan Mobilisasi (I.05173) hal 30


Pengertian : memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas
pergerakan fisik
Tindakan
Observasi
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi

Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis: pagar tempat
tidur)
2. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan
7. Informasi dan 1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
edukasi 2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis: berjalan
dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke
kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)
4. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
5. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
6. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis: duduk di
tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur
ke kursi)
8. Evaluasi Evaluasi adalah perbandingan yang sitematik dan terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah dilakukan dengan
berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan
lain
9. Penelaah Kritis Komite Keperawatan
10. Kepustakaan PPNI. 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1
cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1


cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI. 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan


II. DPP PPNI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai