Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEBUTUHAN DASAR MANUSIA I

RETENSI URIN

DOSEN PEMBIMBING

1. Ns Ana Ratnawati, S.Kep., M.Kep.


2. Dra. Elsa Ismail, M.Kes.
3. Ari Setyawan, M.Pd.
4. Dra. Ni ketut Mendri, S.Kep, Ns, M.Sc.

DISUSUN OLEH

1. Dian Novita (P07120217016)


2. Lantana Camarasari (P07120217024)
3. Rizka Cindy Arina Putri (P07120217033)

POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2017/2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sehat adalah suatu keadaan yang masih termasuk dalam variasi normal dalam
standar yang diterima untuk kriteria tertentu berdasarkan jenis kelamin, kelompok
penduduk dan wilayah (WHO, 1957). Dalam era globalisasi segala upaya
ditujukan untuk dapat meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Peningkatan
kesehatan masyarakat harus dimulai dari peningkatan kesehatan keluarga. Hal ini
tidak mungkin dapat terwujud tanpa perbaikan dan peningkatan kesehatan
masyarakat Indonesia, maka dibutuhkan petugas kesehatan yang memiliki
keterampilan ketelitian dan kecakapan dalam merawat klien dalam mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal. Dalam kesempatan ini, penulis membahas tentang
perawatan pasien dengan retensio urine,karena pasien dengan retensio urine
merupakan hal penting yang harus ditangani dan dibutuhkan keterampilan,
ketelitian serta kecakapan dalam merespon keluhan-keluhan yang dialami oleh
pasien.

B. Tujuan

1. Tujuan umum Untuk meningkatkan wawasan dan kemampuan tenaga


kesehatan serta masyarakat sebagai gambaran nyata dalam asuhan keperawatan
pada klien retensio urine dan incontinensia urine.

2. Tujuan khusus

a. Sebagai bahan masukan untuk mengembangkan program pendidikan


dimasa-masa mendatang.
b. Sebagai bahan masukan atau tolak ukur keberhasilan dalam program
pendidikan kesehatan
c. Sebagai bahan kajian dalam hal memberikan asuhan keperawatan pada
klien retensio urine.
BAB II

LANDASAN TEORI

RENTENSI URINE

1. Definisi

Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria.
(Kapita Selekta Kedokteran). Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam
akndung kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes
1995).

Retensio urine adlah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun


terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner & Suddarth).
Retensio urine adalah sutau keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan
tidak punya kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. (PSIK
UNIBRAW).

2. Etiologi

Adapun penyebab dari penyakit retensio urine adalah sebagai berikut:

a. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinallis S2 S4


setinggi T12 L1. Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian
ataupun seluruhnya, misalnya pada operasi miles dan mesenterasi pelvis,
kelainan medulla spinalis, misalnya miningokel, tabes doraslis, atau spasmus
sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat.
b. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada
pasien DM atau penyakit neurologist, divertikel yang besar.

c. Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika, striktur, batu


kecil, tumor pada leher vesika, atau fimosis.
d. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran porstat, kelainan patologi
urethra (infeksi, tumor, kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik kandung
kemih.

e. Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine),


preparat antidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin
(Pseudoefedrin hidroklorida = Sudafed), preparat penyekat β adrenergic
(Propanolol), preparat antihipertensi (hidralasin).

3. Patofisiologi

Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit
yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai
mengejan. Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, factor obat dan factor
lainnya seperti ansietas, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya.
Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat
miksi di medulla spinalsi menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis
sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang
mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot spinkter internal,
vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa
hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil
menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi
bladder kemudian distensi abdomen. Factor obat dapat mempengaruhi proses
BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi glumerolus sehingga
menyebabkan produksi urine menurun. Factor lain berupa kecemasan, kelainan
patologi urethra, trauma dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan tensi otot
perut, peri anal, spinkter anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan baik. Dari
semua factor di atas menyebabkan urine mengalir labat kemudian terjadi poliuria
karena pengosongan kandung kemih tidak efisien. Selanjutnya terjadi distensi
bladder dan distensi abdomen sehingga memerlukan tindakan, salah satunya
berupa kateterisasi urethra
4. Tanda dan gejala Adapun tanda dan gejala atau menifestasi klinis pada penyakit
ini adalah sebagai berikut:

a. Diawali dengan urine mengalir lambat.


b. Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena
pengosongan kandung kemih tidak efisien.

c. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.

d. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK. e.Pada
retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc.

5. Pemeriksaan Diagnostik

Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah
sebagai berikut: Pemeriksaan specimen urine. – Pengambilan: steril, random,
midstream. – Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, KEton,
Nitrit. – Sistoskopy, IVP.

6. Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada retensio urine


adalah sebagai berikut:

a. Kateterisasi urethra.

b. Dilatasi urethra dengan boudy.

c. Drainage suprapubik.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN RETENSIO URINE

1. PENGKAJIAN

a. Identitas klien

b. - Riwayat kesehatan umum


- Riwayat kesehatan keluarga

- Riwayat kesehatan klien

- Riwayat kesehatan sekarang

c. - Bagaimana frekuensi miksinya

- Adakah kelainan waktu miksi

- Apakah rasa sakit terdapat pada daerah setempat atau secara umum

- Apakah penyakit timbul setelah adanya penyakit lain

- Apakah terdapat mual muntah atau oedema

- Bagaimana keadaan urinya

- Adakah secret atau darah yang keluar

- Adakah hambatan seksual

- Bagaimana riwayat menstruasi

- Bagaimana riwayat kehamilan

- Rasa nyeri

d. Data fisik

- Inpeksi : seluruh tubuh dan daerah genital

- Palpasi : pada daerah abdomen

- Auskultasi : kuadran atas abdomen dilakukan untuk mendeteksi bruit

- Tingkat kesadaran
- TB, BB

- TTV

e. Data psikologis

- Keluhan dan reaksi pasien terhadap penyakit

- Tingkat adaptasi pasien terhadap penyakit

- Persepsi pasien terhadap penyakit

f. Data social, budaya, spiritual

- Umum : hubungan dengan orang lain, kepercayaan yang dianut dan


keaktifanya dalam kegiatan Pengkajian keperawatan

- Tanda-tanda dan gejala retensi urine mudah terlewatkan kecuali bila


perawat melakukan pengkajian secara sadar terhadap tanda dan gejala
tersebut.Oleh karna itu ,pengkajian keperawatan harus memperhatikan
masalah berikut:

Kapan urinasi terakhir dilakukan dan berapa banyak urine yang


dieliminasikan?

Apakah pasien mengeluarkan urine sedikit-sedikit dengan


sering?

Apakah urine yang keluar itu menetes?

Apakah pasien mengeluh adanya rasa nyeri atau gangguan rasa


nyaman pada abdomen bagian bawah?

Apakah ada massa bulat yang muncul dari pelvis

Apakah perkusi didaerah suprapubik menghasilkan suara yang


pekak?
Adakah indicator lain yang menunjukan retensi kandung kemih
seperti kegelisahan dan agitasi?

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Nyeri akut berhubungan dengan radang urethra, distensi bladder.

b. Gangguan pola eliminasi urine berhubungan infeksi bladder,


gangguan neurology, hilangnya tonus jaringan perianal, efek terapi.

c. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan.

d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan tidak mengenal informasi masalah tentang
area sensitife.

e. Resiko infeksi berhubungan dengan terpasangnya kateter urethra.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan radang urethra, distensi bladder.

Tujuan : Pasien menyatakan nyeri hilang dan mampu untuk melakukan


istirahat dengan tenang.

Intervensi :

 Kaji nyeri, lokasi dan intensitas.


 Perhatikan tirah baring bila diindikasikan.

 Pasang kateter untuk kelancaran drainase.

 *.Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi, contoh eperidin.


Diagnosa 2 : Gangguan pola eliminasi urine berhubungan infeksi bladder,
gangguan neurology, hilangnya tonus jaringan perianal, efek
terapi. Tujuan: Setelah intervensi diharapkan berkemih dengan
jumlah yang normal dan tanpa adanya retensi.

Tujuan:

Tampak rileks, menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.


Menunjukkan rentang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takutnya.
Intervensi:

Berikan informasi tentang prosedur dan apa yang akan terjadi, contoh
kateter, iritasi kandung kemih.

Pertahankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur atau menerima


pasien.

Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah / perasaan.

Intervensi :

 Kaji pengeluaran urine dan system kateter.


 Perhatikan waktu, jumlah berkemih, dan ukuran aliran..

 Dorong pasien untuk berkemih bila terasa adanya dorongan.

 Dorong pemasukan cairan sesuai toleransi..

 Intruksikan pasien untuk latihan perineal, contoh mengencangkan bokong,


menghentikan dan memulai aliran urine.. Diagnosa 3 Ansietas
berhubungan dengan status kesehatan.

Diagnosa 4 : Kurang pengetahuan tentang kondisi, kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan tidak mengenal informasi masalah tentang area sensitive.
Tujuan :

Pasien menyatakan pemahaman proses penyakit.


Pasien dapat melakukan perubahan perilaku yang perlu.

Pasien dapat berpartisipasi dalam program pengobatan. Intervensi:

Dorong pasien untuk menyatakan rasa takut dan atau perasaan perhatian.

Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan tindakan atau evaluasi
medik.

Berikan informasi bahwa kondisi pasien tidak ditularkan secara seksual.

Anjurkan menghindari makanan berbumbu, kopi, dan minuman


mengandung alkohol.

Intervensi :

 Berikan informasi tentang prosedur dan apa yang akan terjadi. Contoh
kateter, iritasi kandung kemih.
 Pertahankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur aau menerima
pasien.

 Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau


perasaan

 Berikan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya.

Diagnosa 5 : Resiko infeksi berhubungan dengan terpasangnya kateter urethra.

Tujuan : Mencapai waktu penyembuhan dan tidak mengalami tanda infeksi.

Intervensi :

 Pertahankan system kateter steril, berikan perawatan kateter regular


dengan sabun dan air, berikan salep antibiotic di sekitar sisi kateter.
 Awasi tanda tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan
pernafasan cepat, gelisah.

 Observasi sekitar kateter suprapubik.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan hasil analisa dari bab 1 sampai pada bab 3
dapat disimpulkan bahwa :

Retensio urine adalah ketidakmampuan melekukan urinasi


meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut atau
tertahanya urine didalam kandung kemih. Klien dengan retensio urine
dapat terjadi karena berbagai factor seperti: Vesikal,berupa kelemahan otot
detrusor karena lama teregang, pembesaran porstat, kelainan patologi
urethra. Oleh karena itu perlu dilakukan perawatan dan Penatalaksanaan
pada kasus retensio urine dengan cara :

a Kateterisasi urethra.

b. Dilatasi urethra dengan boudy.


c. Drainage suprapubik. Sedangkan incontinensia urine merupakan
eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi
diluar keinginan. Incontinenensia dibedakan atas 3 tipe antara lain:

Incontinensia urgensi
Incontinentia tekanan

Over flow incontinensia

B. Saran

1. Bagi perawat agar dapat menunjang kebersihan keperawatan maka


perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan kasus
retensio urine.

2. Perawat hendaknya menerapkan asuhan keperawatan dalam


melaksanakan proses

3. Perlu ada kerja sama antara perawat dan pihak keluarga pasien yang
baik, agar intervensi yang dilakukan dapat terlaksana dengan baik
untruk mengatasi masalah pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges E. Marilynn, Moorhouse Frances Mary, Geisster C Alice. 1999.


2. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien Edisi 3. Jakarta: EGC. 2. Smeltzer,
Suzanne C. 2001.

3. Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahBrunner & Suddarth Edisi 8.


Jakarta: EGC. 3. Mansyoer Arif, dkk. 2001.
4. Kapita selekta kedokteran Jilid 1 Edisi ke tiga. Jakarta: Media
Aesculapius. 4.Depkes RI Pusdiknakes. 1995.

5. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan dan Penyakit Urogenital.


Jakarta: Depkes RI. 5. www. Google.com

Anda mungkin juga menyukai