Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN RETENSI URINE DI RUMAH

SAKIT ABUNAWAS KOTA KENDARI

DI SUSUN OLEH:
TUTI NOVIANTI

PROGRAM STUDI ILMU PROFESI NERS


UNIVESITAS MANDALA WALUYA
KENDARI
2021
PENDAHULUAN
A. Pengertian
Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan isi
kandung kemih sepenuhnya selama proses pengeluaran urine. (Brunner and
Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th Edition. Hal
1370).

Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine yang di


kandung kemih dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya
secara sempurna. Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan
urine dari fesika urinaria. (Kapita Selekta Kedokteran).

Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih,


dapat terjadi secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes, 1995).

B. Etiologi
Penyebab dari retensi antara lain diabetes, pembesaran kelenjar
prostat, kelainan uretra ( tumor, infeksi, kalkulus), trauma, melahirkan atau
gangguan persyarafan ( stroke, cidera tulang belakang, multiple sklerosis
dan parkinson). Beberapa pengobatan dapat menyebabkan retensi urine baik
dengan menghambat kontraksi kandung kemih atau peningkatan resistensi
kandung kemih. (Karch, 2008).

C. Patofisiologi dan Patoflow


Patofisiologi penyebab retensi urin dapat dibedakan berdasarkan
sumber penyebabnya antara lain:
1. Gangguan supravesikal adalah gangguan inervasi saraf motorik dan
sensorik. Misalnya DM berat sehingga terjadi neuropati yang
mengakibatkan otot tidak mau berkontraksi.
2. Gangguan vesikal adalah kondisi lokal seperti batu di kandung kemih,
obat antimuskarinik/antikolinergik (tekanan kandung kemih yang
rendah) menyebabkan kelemahan pada otot detrusor.
3. Gangguan infravesikal adalah berupa pembesaran prostat (kanker,
prostatitis), tumor pada leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra,
tumor penis, striktur uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher
kandung kemih (bladder neck sclerosis).

D. Tanda dan Gejala


1. Diawali dengan urine mengalir lambat
2. Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena
pengosongan kandung kemih tidak efisien.
3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
4. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc.
E. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada
retensio urine adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan specimen urine.
2. Pengambilan: steril, random, midstream.
3. Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, Keton dan
Nitrit.
4. Sistoskopi ( pemeriksaan kandung kemih )
5. IVP ( Intravena Pielogram ) / Rontgen dengan bahan kontras.

F. Penatalaksanaan Medis
1. Kateterisasi urethra.
2. Dilatasi urethra dengan boudy.
3. Drainase suprapubik.

G. Komplikasi
1. Urolitiasis atau nefrolitiasis.
2. Pielonefritis.
3. Pendarahan.
4. Ekstravasasi urine.

H. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Kaji kapan klien terakhir kali buang air kecil dan berapa banyak
urin yang keluar.
b. Kaji adanya nyeri pada daerah abdomen.
c. Perkusi pada area supra pubik, apakah menghasilkan bunyi pekak
yang menunjukkan distensi kandung kemih.
d. Kaji pola nutrisi dan cairan.
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Retensi urin berhubungan dengan ketidakmampuan kandung kemih
untuk berkontraksi dengan adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam
masalah retensi urine dapat teratasi.
Kriteria Hasil : - Berkemih dengan jumlah yang cukup
- Tidak teraba distensi kandung kemih
Intervensi :
1) Dorong pasien utnuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba
dirasakan.
R : Meminimalkan retensi urin dan distensi berlebihan pada
kandung kemih.
2) Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih
R : Retensi urin meningkatkan tekanan dalam saluran
perkemihan atas.
3) Perkusi/palpasi area suprapubik
R: Distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea suprapubik.
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi pada
kandung kemih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam
masalah nyeri dapat teratasi.
Kriteria Hasil : - Menyatakan nyeri hilang / terkontrol
- Menunjukkan rileks, istirahat dan peningkatan
aktivitas dengan tepat.
Intervensi :
1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas nyeri.
R : Memberikan informasi untuk membantu dalam menetukan
intervensi.
2) Plester selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen.
R : Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan
penis-skrotal.
3) Pertahankan tirah baring bila diindikasikannyeri
R : Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase
retensi akut.

4) Berikan tindakan kenyamanan.


R : Meningktakan relaksasi dan mekanisme koping
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring, nyeri,
kelemahan otot.
Tujuan : Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24
jam masalah intoleransi aktivitas dapat teratasi.
Kriteria Hasil : Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap
aktivitas yang dapat diukur dengan tidak adanya dispnea,
kelemahan, tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi :
1) Evaluasi respon klien terhadap aktivitas.
R : Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase
akut sesuai indikasi
R : Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
R : Tirah baring dapat menurunkan kebutuhan metabolik,
menghemat energi untuk penyembuhan.
4) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
R : Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respons individual
pasien terhadap aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th
Edition. China : LWW.
Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai