Anda di halaman 1dari 19

PENGERTIAN

Retensi urine adalah tertahannya urine di dalam


kandung kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis
(Depkes RI Pusdiknakes 1995).

Retensio urin adalah ketidak-mampuan berkemih selama


24 jam yang membutuhkan pertolongan kateter, dimana
keadaan tidak dapat mengeluarkan urin ini lebih dari 25-50
% kapasitas kandung kemih (Stanson)
• Mrp kedaruratan yg hrs mendapat pertolongan
atau tindakan segera.
• Retensi urin total yg berlangsung bbrp hari dpt
mengakibatkan urosepsis ( berakhir dg
kematian
• Residu urin normal adalah kurang atau sama
dengan 150 ml,
• volume residu urin lebih dari 150 ml dapat
dikatakan abnormal dan biasa disebut retensi
urin
ETIOLOGI

• Lemahnya daya peras otot detrusor, akibat kelainan


neurologik

• Meningkatnya daya tahanan perifer :


a. kongenital : fimosis.
b. infeksi : sistitis, prostatitis, uretritis.
c. trauma.
d. striktur.
e. batu sal. Kemih.
f. tumor
TANDA & GEJALA
• Kencing tak lampias, sukar, nyeri, pancaran kecil & lemah,
menetes sampai tak bs bak.
• Riw. Trauma infeksi sal. Kemih.
• Nyeri spontan / tekan / ketok daerah supra symphisis.
• Ketidak nyamanan daerah pubis
• Distensi vesika urinaria
• Ketidak seimbangan jumlah urin yang di keluarkan dengan asupannya

• Mungkin disertai jg dg tanda penyebab :


a. pembesaran prostat.
b. teraba benda keras pd uretra.
c. fimosis.
Gejala
1. Mengedan bila miksi
2. Rasa tidak puas sehabis miksi
3. Frekuensi miksi bertambah
4. Nokturia atau pancaran kurang kuat
5. Ketidak nyamanan daerah pubis
6. Distensi vesika urinaria
7. Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc
Penyebab

• Supravesikal
• Vesikal
• Infravesikal
• Obat - obatan
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan spesimen urine
2. Pengambilan: steril, random, midstream
3. Pengambilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb,
KEton, Nitrit.

4. Sistoskopi, IVP
Klasifikasi
• Retensi urin akut
• Retensi urin kronik
• Retensi urin neurogenik
 Pada retensi urin akut, penderita akan merasa nyeri yang hebat di
daerah suprapubik, dan bila penderita tidak terlalu gemuk, akan
terlihat / teraba benjolan di daerah suprapubik.

 Pada retensi urin totalis, penderita sama sekali tidak bisa miksi,
gelisah, mengedan bila ingin miksi, dan terjadi inkontinensia
paradoksal.

 Pada anamnesa, pasien akan mengeluh sulit buang air kecil. Pada
inspeksi, palpasi dan perkusi, akan didapatkan buli-buli yang
mengembang. Pada perkusi akan terdengar pekak, yang
menentukan adanya buli-buli yang penuh pada penderita yang
gemuk.
Retensi urine dapat menimbulkan infeksi yang bisa
terjadi akibat distensi kandung kemih yang berlebihan
gangguan suplai darah pada dinding kandung kemih dan
proliferasi bakteri. Gangguan fungsi renal juga dapat
terjadi, khususnya bila terdapat obstruksi saluran kemih.
Komplikasi
1. Urolitiasis atau nefrolitiasis
2. Pielonefritis
3. Hydronefrosis
4. Pendarahan
5. Ekstravasasi urine
PENATALAKSANAAN
• Prinsipnya adalah :
a. mengeluarkan urin secepatnya.
b. memperbaiki KU.
c. pengobatan kausal.
 cara non invasif seperti upaya bladder training dengan
menggunakan hidroterapi Sitz bath agar fungsi eliminasi
berkemih dapat terjadi secara spontan.
 bladder training dengan kateterisasi dengan memasang
kateter foley dalam kandung kemih selama 24 - 48 jam untuk
menjaga kandung kemih agar tetap kosong dan
memungkinkan kandung kemih menemukan tonus otot otot
normalnya kembali agar tercapai proses berkemih spontan.
• Urin dikeluarkan secepatnya dg cara :
a. kateterisasi.
b. bila kateterisasi gagal gunakan busi filiform
( 2F – 6F ).
c. bila point kedua gagal, lakukan puksi buli-
buli ( sistostomi ).

d. pengobatan kausal :
- fimosis : sirkumsisi.
- infeksi : AB.
- trauma : tangani sbg satu kesatuan.
- striktur : konservatif & operatif.
e. batu saluran kemih : operatif.
f. neurologik : coba fisioterapi.
g. tumor prostat : prostatektomi.
Penatalaksanaan lainnya :
1. Kateterisasi uretra
2. Kateterisasi Suprapubik
3. Sistostomi Trokar
4. Sistostomi Terbuka
5. Uretrolitotomy
Pengkajian

1. Anamnesa : Data Demografi


Pasien, Keluhan Utama,
Riwayat Penyakit
2. Kaji : KU, Obat – obatan yang
di konsumsi, riwayat operasi,
riwayat kesehatan keluarga
3. Pemeriksaan fisik : TTV, sistem
tubuh (B1 – B6)
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) s/d tertahannya urine pada daerah vesical uirnaria, ditandai

dengan :

Klien mengeluh nyeri pada daerah abdomen bawah yang terkena.

Adanya nyeri tekan pada daerah bladder yang terkena.

Ekspresi wajah meringis / tegang

Intervensi :

a. Kaji skala nyeri, catat lokasi, lama, intensitas dan karakteristiknya.

Rasional : Perubahan dalam lokasi atau intensitas tidak umum tetapi dapat menunjukkan

adanya komplikasi.

b. Atur posisi sesuai indikasi, misalnya semi fowler.

Rasional : Mmemudahkan drainase cairan / luka karena gravitasi dan membantu meminimalkan

nyeri karena gerakan.

C. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya nafas dalam, tekhnik relaksasi / visualisasi.

Rasional : Meningkatkan kemampuan koping dengan memfokuskan perhatian pasien)

d. Kolaborasi untuk pemberian analgesik.

Rasional : Menurunkan laju metabolisme yang membantu menghilangkan nyeri dan

penyembuhan.
2. Potensial infeksi s/d adanya luka trauma.
Intervensi :
a. berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tekhnik
cuci tangan yang baik.
Rasional : Cara pertama untuk menghindari infeksi nasokomial .
b. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan seperti adanya
inflamasi.
Rasional : Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk
melakukan tindakan segera dan pencegahan terhadap komplikasi
selanjutnya .
c. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam dan
menggigil.
Rasional : Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang
selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera .
d. Berikan antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : Terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien yang
mengalami trauma / perlukaan
3. Gangguan pemenuhan aktifitas s/d kelemahan fisik sekunder
terhadap retensi urine, ditandai dengan :
• Klien tampak lemah.
• Aktifitas dibantu oleh orang lain / keluarga.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan fungsional dengan skala 0 – 4.
Rasional : Untuk menentukan tingkat aktifitas dan bantuan yang
diberikan ).
b. Ubah posisi pasien setiap 2 jam sekali.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah seluruh tubuh dan mencegah
penekanan pada daerah tubuh yang menonjol
c. Lakukan rentang gerak aktif dan pasif.
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya trauma dan mempertahankan
fungsi sendi dan mencegah penurunan tonus .
d. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL.
Rasional : Bantuan yang memberikan sangat bermanfaat untuk
menghemat energi yang dapat digunakan untuk membantu proses
penyembuhan luka ).

Anda mungkin juga menyukai