Anda di halaman 1dari 9

BPH

( BENIGNA PROSTATE
HYPERLASIA)

Oleh:
1. Silvie Rahma Mariska (19613312)
2. Devi Yussi Nurdia (19613309)
3. Alfina Iswandari (19613279)
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Pengertian
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa
hiperplasia kelenjar atauhiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi
prostat namun secarahistologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,2004)

B. Klasifikasi
a. Derajat I, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1-2 cm, sisa urin kurang
dari 50 cc, pancaran lemah, nokturia, berat ± 20 gram.
b. Derajat II, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nokturia bertambah berat, suhu
badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas
masih teraba, sisa urin 50-100 cc dan beratnya ± 20-40 gram.
c. Derajat III, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tidak teraba, sisa urin
lebih 100 cc, penonjolan prostat 3-4 cm dan beratnya 40 gram.
d. Derajat III, inkontinensia, prostat lebih dari 4 cm, beberapa penyulit ke ginjal seperti
gagal ginjal, hidroneprosis.
KONSEP DASAR PENYAKIT
C. Etiologi
1. Dihydrotestosteron
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
3. Interaksi stroma – epitel
4. Berkurangnya sel yang mati
5. Teori sel stem

D. Pathofisiologi
Perubahan patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya
disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika
dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem
parasimpatis, sedang trigonum leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis
KONSEP DASAR PENYAKIT
E. Manifestasi Klinis
1. Gejala iritatif meliputi :
a. Peningkatan frekuensi berkemih
b. Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
c. Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)
d. Nyeri pada saat miksi (disuria)
2. Gejala obstruktif meliputi :
a. Pancaran urin melemah
b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
c. Kalau mau miksi harus menunggu lama
d. Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih

F. Pemeriksaan Penunjang
- Urinalisa
- Pemeriksaan Darah Lengkap
- Pemeriksaan Radiologis
KONSEP DASAR PENYAKIT
G. Penatalaksanaan
a. Stadium I, Pada stadium ini biasanya belum memerluksn tindakan bedah, diberikan
pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoreseptor alfa seperti alfasozin dan
terazosin
b. Stadium II, Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya
dianjurkan reseki endoskopi melalui uretra (trans uretra)
c. Stadium III, Pada stadium III reaksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan
prostat sudah cukup besar, sehingga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam.
d. Stadium IV, Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi
urine total dengan memasang kateter atau sitostomi
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
- Data Subjektif (Anamnesis)
1. Klien mengatakan nyeri saat berkemih
2. Sulit kencing
3. Frekwensi berkemih meningkat
4. Sering terbangun pada malam hari untuk miksi

- Data Objektif (Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang)


1. Ekspresi wajah tampak menhan nyeri
2. Terpasang kateter
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BPH
1. Kaji riwayat berkemih :
a. Frekwensi buang air kencing (BAK)setiap hari
b. BAK malam hari
c. Perasaan tidak dapat mengosongkan bladder
d. Menurunnya pancaran urin
2. Gunakan keluhan LUTS I-PSS untuk menentukan beratnya gejala dan dampak terhadap gaya hidup
pasien.
3. Lakukan palpasi/ rektal untuk menentukan ukuran, bentuk dan konsistensi prostat.
4. Lakukan palpasi abdomen untuk mendeteksi distensi badder.
5. Lakukan pengukuran erodinamik sederhana, uroflowmetry dan pengukuran residual urin jika
diindikasikan
MASALAH KEPERAWATAN
A. Pre Operasi

1. Gangguan eliminasi urin b.d obstruksi uretra


2. Nyeri akut b.d rangsangan nociceptor bladder
3. Resiko infeksi b.d resiko refluk urin ke ureter,ginjal
4. Ancietas b.d tindakan pembedahan

B. Post Operasi
1. Nyeri akut b.d rangsangan nociceptor diskontinuitas jaringan bladder, bladder spasme
2. Resiko infeksi b.d pemasangan kateter pasca pembedahan/tindakan invasif, pertahanan primer
yang tidak adekuat.
3. Resiko retensio urin b.d faktor resiko obstruksi uretra/ kateter oleh bekuan darah
4. Resiko kurang volume cairan b.d kehilangan cairan, perdarahan
5. Defisien pengetahuan b.d perawatan diri post operasi, manajemen pemeliharaan/perawatan di
rumah
6. Resiko urge incontinensia b.d edema uretra dampak prosedur operasi
7. Resiko injuri (komplikasi TURP) b.d pasca pembedahan TURP, usia
TERIMAKASIH
-Kelompok 5

Anda mungkin juga menyukai