Koledokolitiasis
Pembimbing
Dr.Bambang ,Sp.Rad
Disusun oleh :
Leonardo
112015241
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
anugerah yang dilimpahkanNya, sehingga pada akhirnya penulis
dapat
menyelesaikan
Referat
dengan
topik
Kolelitiasis
dan
koledokolitiasis
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna
dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan hati terbuka
penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan penulisan makalah ini.
Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr.Bambang,Sp.Rad yang telah
memberikan ilmu dan bimbingannya selama siklus kepaniteraan
Ilmu radiologi di RS.Mardi Rahayu sejak tanggal 27 Juni 9 Juli 2016
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap
semoga
makalah
ini
dapat
memberikan
manfaat
bagi
pembacanya.
Penulis
para
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
ii
Bab I :
iii
Pendahuluan
Bab II :
iv
Definisi
Anatomi
Fisiologi
Pembahasan :
Kolelitiasis dan koledokolitiasis
Patofisiologi
Gejala
Pendekatan Diagnostik
Penatalaksanaan
Bab III :
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Bab I
Pendahuluan
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui
dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu
kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan
pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi
untuk tujuan yang lain.1
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang
baru USG maka banyak penderita batu kandung empedu yang
ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan
terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin
kurang
invasifnya
tindakan
pengobatan
sangat
mengurangi
kanker
pada
kandung
empedu.
Pengobatan
pada
Bab II
Definisi
Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones,biliary calculus.
Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang
membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam
kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu
(koledokolitiasis) atau pada kedua-duanya.
Anatomi
Sistem biliaris disebut juga sistem empedu. Sistem biliaris dan
hati tumbuh bersama. Berasal dari divertikulum yang menonjol dari
foregut, dimana tonjolan tersebut akan menjadi hepar dan sistem
biliaris. Bagian kaudal dari divertikulum akan menjadi gallbladder
(kandung empedu), ductus cysticus, ductus biliaris communis
(ductus choledochus) dan bagian cranialnya menjadi hati dan
ductus hepaticus biliaris.1
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah
pear/alpukat dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml
empedu . Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat
bendungan oleh batu, maka infundibulum menonjol seperti kantong
(kantong Hartmann). Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus
dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah
pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding
anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan.
distal
papila
Vateri.
Bagian hulu
saluran empedu
dan
bermuara
di
sebelah
medial
dari
duodenum
Fisiologi
Sekresi Empedu
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli.
Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam
septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus
hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris
komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke
kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum. 2
Empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
a. Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak
karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu
membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi
partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan
dalam getah pankreas. Asam empedu membantu transpor dan absorpsi
produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa
intestinal.
b. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk
buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir
dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk
oleh sel- sel hati. 3
Penyimpanan dan Pemekatan Empedu
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml per hari.
Empedu yang disekresikan secara terus-menerus oleh sel-sel hati disimpan
dalam kandung empedu sampai diperlukan di duodenum. Volume maksimal
kandung empedu hanya 30-60 ml. Meskipun demikian, sekresi empedu selama
12 jam (biasanya sekitar 450 ml) dapat disimpan dalam kandung empedu karena
air, natrium, klorida, dan kebanyakan elektrolit kecil lainnya secara terus
menerus diabsorbsi oleh mukosa kandung empedu, memekatkan zat-zat empedu
lainnya, termasuk garam empedu, kolesterol, lesitin, dan bilirubin. Kebanyakan
absorpsi ini disebabkan oleh transpor aktif natrium melalui epitel kandung
empedu, dan keadaan ini diikuti oleh absorpsi sekunder ion klorida, air, dan
kebanyakan zat-zat terlarut lainnya. Empedu secara normal dipekatkan
sebanyak 5 kali lipat dengan cara ini, sampai maksimal 20 kali lipat. 3
Pengosongan Kandung Empedu
Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh
hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Empedu
dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.
Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam
duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari
mukosa duodenum, kemudian masuk kedalam darah dan menyebabkan kandung
empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung
distal duktus koledokus dan sfingter Oddi mengalami relaksasi, sehingga
memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. 3
Proses koordinasi aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
a. Hormonal :
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
merangsang mukosa sehingga hormon kolesistokinin akan terlepas.
Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung
empedu.
b. Neurogen :
o Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase cephalik dari sekresi
cairan
lambung
atau
dengan
refleks
intestino-intestinal
akan
Kontraksi sfingter Oddi dan pengisian empedu ke kandung empedu. b. Relaksasi sfingter Oddi
dan pengosongan kandung empedu.
Kolelitiasis
Definisi
Penyakit
batu
empedu
yang
dapat
ditemukan
didalam
(Kolesistolitiasis).
Kalau
batu
kandung
empedu
ini
empedu berupa konjugat glukuronida, yang cukup larut air dan stabil, tetapi
sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak
terkonjugasi, seperti asam lemak, fosfat, karbonat, dan anion lainnya,
cenderung membentuk endapan tidak larut dengan kalsium. Kalsium akan
memasuki empedu secara pasif bersama dengan elektrolit lain. 5
Dalam situasi tinggi kadar heme, seperti hemolisis kronis atau sirosis,
bilirubin tak terkonjugasi dapat hadir dalam empedu dengan konsentrasi
lebih tinggi dari normalnya. Kalsium bilirubinate kemudian dapat
membentuk kristal dari larutan dan akhirnya akan menjadi batu. Seiring
waktu, berbagai oksidasi menyebabkan bilirubin akan membentuk pigmen
berwarna hitam pekat, disebut dengan batu empedu pigmen hitam. 5
Manifestasi klinis
1. Asimtomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak
memberikan gejala (asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri
akut akibat kolesistitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang
ataupun dispepsia, mual. Studi perjalanan penyakit sampai 50 %
dari
semua
pasien
dengan
batu
kandung
empedu,
tanpa
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium :
Batu kandung empedu yang asimptomatik umunya tidak
menunjukkan kelainan laboratorik. Apabila terjadi peradangan akut,
dapat terjadi lekositosis. Apabila ada Mirizzi Syndrome, akan
ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus
koledokus oleh batu, dinding udem didaerah kantong hartmann, dan
penjalaran radang ke dinding yang tertekan tersebut. Kadar serum
bilirubin yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus
koledokus.
Alanin
Aminotransferase
(SGOT)
dan
Aspartat
2. Kolesistografi Intravena
Digunakan untuk memungkinkan visualisasi keseluruhan saluran
empedu ekstrahepatik. Tetapi resolusi radiografi sering buruk dan
tes ini tidak dapat diandalkan bila kadar bilirubin serum lebih dari 3
gm/dl. Tetapi test ini dapat menimbulkan reaksi yang fatal, dan telah
di gantikan dengan pemeriksaan yang lebih aman.
3. Kolesistografi Oral
98% bila
ini
tidak
4. Ultrasonografi (USG)
1 Perkembangan
yang
canggih
dari
USG
telah
oral,
standar
maka
kolesistografi
terbaik
dalam
oral
diagnosis
tetap
batu
I
I Gambaran ultrasonografi batu empedu pada vesika felea yang
memberikan gambaran hipoechoic dengan acoustic shadow
(tanda panah )
I
5. CT Scan
1 CT Scan tidak tepat digunakan dalam mendeteksi
batu
empedu,
mengandung
kecuali
kalsium
bila
batu
dalam
tersebut
jumlah
yang
bisa
menentukan
abses
intrahepatik,
Tatalaksana
Kolelitiasis dapat ditangani secara bedah maupun secara non
bedah.
A. Tatalaksana non bedah
2 Agen disolusi yang digunakan ialah asam ursodioksikolat.
Pada manusia, penggunaan jangka panjang dari agen ini
akan mengurangi saturasi kolesterol pada empedu yaitu
dengan mengurangi sekresi kolesterol dan efek deterjen
dari asam empedu pada kandung empedu. Desaturasi dari
empedu mencegah kristalisasi. Dosis lazim yang digunakan
ialah 8-10 mg/kgBB terbagi dalam 2-3 dosis harian akan
mempercepat disolusi. Intervensi ini membutuhkan waktu
6-18 bulan dan berhasil bila batu yang terdapat ialah kecil
dan murni batu kolesterol.
Laparoskopik Kolesistektomi
3 Berbeda dengan kolesistektomi terbuka, pada laparoskopik
hanya membutuhkan 4 insisi yang kecil. Oleh karena itu,
pemulihan pasca operasi juga cepat. Kelebihan tindakan ini
menggunakan
pemulihan
lebih
baik,
teknik
tidak
laparoskopi
terdapat
nyeri,
kualitas
kembali
3. Kolesistostomi
Pada pasien dengan kandung empedu yang mengalami
empiema dan sepsis, yang dapat dilakukan ialah kolesistostomi.
Kolesistostomi adalah penaruhan pipa drainase di dalam kandung
empedu.
Setelah
pasien
stabil,maka
kolesistektomi
dapat
dilakukan.2
Koledokolitiasis
Definisi
Batu
empedu
yang
berada
di
duktus
koledokus
dan
primer
di
dalam
saluran
empedu
ekstrahepatik
maupun
intrahepatik.3
Manifestasi Klinis
90% batu di duktus koledokus terdapat di distal duktus, maka
muncul gejala seperti riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan
perut kanan atas akan disertai dengan tanda sepsis, seperti demam
dan menggigil bila terjadi kolangitis serta biasanya terdapat ikterus
dan feses berwarna seperti dempul serta urin berwarna gelap. 3
Komplikasi
1. Kolangitis adalah infeksi bakteri akut pada sistem saluran
empedu. Gambaran klasik kolangitis terdiri dari trias, demam
& menggigil, ikterus, dan nyeri abdomen kuadran kanan atas
yang dikenal dengan trias Charcot yang menunjukkan adanya
kolangitis bacterial nonpiogenik. Apabila trias Charcot tersebut
ditambah dengan adanya shock septikemia dan penurunan
kesadaran maka disebut Pentade Reynold yang menunjukkan
adanya
kolangiolitis
berupa
kolangitis
piogenik
kolangitis
yang
menimbulkan
kolangiolitis
pemeriksaaan
laboratorium
ditemukan
adanya
Pemeriksaan Radiologis
1. Foto polos abdomen
Meskipun
sering
dilakukan
pada
evaluasi
awal
nyeri
Menunjukkan
ultrasonografi
dari
duktus
intrahepatik
yang
mengalami dilatasi
3. CT-Scan
CT Scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk
mendiagnosis batu kandung empedu. Cara ini berguna untuk
diagnosis keganasan pada kandung empedu yang mengandung
batu, dengan ketepatan sekitar 70-90%
resonance
cholangio-pancreatography
atau
MRCP
untuk
mengamati
duktus
biliaris
dan
duktus
Hasil MRCP
Diagnosis Banding
1. Cholangiocarcinoma adalah adenocarcinoma pada duktus
hepatikus atau duktus koledokus. Gambaran klinisnya adalah
ikterus obstruktif yang progresif disertai pruritus. Biasanya
tidak ditemukan tanda kolangitis seperti febris, menggigil dan
kolik bilier kecuali perasaan tidak enak pada perut kuadran
kanan atas. Bila tumor mengenai duktus koledokus, terjadi
distensi kandung empedu sehingga mudah diraba, sementara
tumornya sendiri tidak pernah dapat diraba. Kandung empedu
yang teraba di bawah pinggir iga pun tidak nyeri, dan
penderita tampak ikterus karena obstruksi. Kumpulan tersebut
disebut Trias Courvoisier.
Hepatomegali karena bendungan sering ditemukan. Apabila
obstruksi empedu tidak diatasi, hati akan menjadi sirosis,
terdapat splenomegali, ascites dan perdarahan esophagus.
Pemeriksaan
laboratorium
menunjukkan
tanda
ikterus
ERCP
dan
MRCP
Transhepatic
Cholangiography)
serta
dapat
PTC
(Percutaneous
menentukan
lokasi
ditemukan,
sedangkan
pada
keganasan
jarang.
Batu
Kesimpulan
Kolelitiasis dipengaruhi oleh beberapa factor, di antaranya etnis,
jenis kelamin, komorbiditas, dan genetic. Insidens kolelitiasis di
negara Barat adalah sekitar 10-20 %, dan biasanya terjadi pada
orang dewasa tua dan lanjut usia. Prevalensi kolelitiasis di Asia dan
Africa lebih rendah daripada negara Barat. Angka kejadian pada
wanita lebih banyak 2-3 kali lebih banyak daripada pria. Risiko
terjadinya kolelitiasis juga meningkat dengan bertambahnya umur.
Dikenal tiga jenis batu empedu yaitu, batu kolesterol, batu
pigmen atau batu bilirubin yang terdiri dari kalsium bilirubinat, serta
batu campuran. Patofisiologi dari terjadinya batu tersebut berbedabeda. Pada Asia lebih banyak batu pigmen.
Kebanyakan kolelitiasis tidak mempunyai gejala maupun tanda.
Perpindahan batu menuju ductus cysticus menyebabkan kolik selain
itu dapat menyebabkan kolesistitis akut. Kolangitis dapat terjadi
ketika batu menghambat duktus hepaticus atau ductus billiaris
sehingga mengakibatkan infeksi dan inflamasi. Kolelitiasis kronik
menyebabkan fibrosis dan hilangnya fungsi dari kandung empedu,
selain itu merupakan factor predisposisi terjadinya kanker pada
kandung empedu.
Ultrasonografi merupakan modalitas yang terpilih jika terdapat
kecurigaan penyakit kandung empedu dan saluran empedu.
Pengobatan pada kolelitiasis tergantung pada tingkat dari
penyakitnya.
Jika
kolesistektomi.
diperlukan
Tapi
tidak
ada
gejala
jika
satu
kali
kolesistektomi.
Selain
maka
saja
itu
tidak
terjadi
juga
diperlukan
gejala,
dapat
maka
dilakukan
karena
kebanyakan
koledokolitiasis
merupakan
Daftar Pustaka
1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Kolelitiasis. Dalam : Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi 2. 2004. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 560-93.
2. Doherty GM. Biliary Tract. In : Current Diagnosis & Treatment
Surgery 13th edition. 2010. US : McGraw-Hill Companies,
p544-55.
3. Hunter JG. Gallstones Diseases. In : Schwarts Principles of
Surgery 8th edition. 2007. US : McGraw-Hill Companies. P.34557
4. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Biliary
Tract. In : Sabiston Textbook of Surgery 18th edition.
Pennsylvania : Elsevier. 2008. P.267-75
5. Lesmana L. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi IV. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007. P.479 - 481