CHOLECYSTITIS
PEMBIMBING :
dr. Paralam S, Sp.Rad (K) RI, M.Kes
DISUSUN OLEH :
FLORA RATU PUTRIBUNDA
1
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh :
Flora Ratu Putribunda
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan karunia-Nya, penulis
dapat menyelesaikan penulisan referat kepaniteraan klinik ilmu radiologi di
Rumah Sakit TNI AL Dr.Mintohardjo Periode 28 Oktober – 29 November 2019.
Tugas referat ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada para pembimbing yang
sudah meluangkan waktunya dan ilmunya yaitu dr. Paralam S, Sp.Rad (K) RI,
M.Kes dan juga kepada seluruh dokter lainnya yang turut membantu dan
membimbing penulis serta teman-teman coass kepaniteraan klinik ilmu radiologi
yang telah membantu dan mendukung penulis. Semoga Allah SWT membalas
kebaikan atas bantuannya selama ini.
Penulis berharap semoga referat ini dapat membantu menambah ilmu
pengetahuan dan pemahaman mengenai materi ini, serta salah satunya untuk
memenuhi tugas di kepaniteraan klinik ilmu radiologi di Rumah Sakit TNI AL
Dr.Mintohardjo.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penulisan referat
ini, diharapkan saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan
penulisan ini. Demikian yang penulis dapat sampaikan, semoga referat ini dapat
bermanfaat dan digunakan sebagaimana mestinya.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………2
KATA PENGANTAR……………………………………………………….3
DAFTAR ISI……………………………………………………….………....4
BAB I PENDAHULUAN……………………………………..……..……….5
BAB II Cholecytitis………………………………………..………6
2.1 Anatomi Kandung Empedu……………………………………….……….6
2.2 Fisiologi Kandung Empedu………………………………………………..7
2.3 Definisi Kolesistitis………………………………………………………...8
2.4 Etiologi……………………………………………………………………..8
2.5 Epidemiologi……………………………………………………………….9
2.5 Patosiologi………………………..……………………………………….10
2.6 Penegakkan Diagnosis…………………………………………………….13
2.7 Pemeriksaan Radiologi…………….……….……………………………..14
2.8 Emfisema Cholecytitis……………………………………………………
BAB III KESIMPULAN……………………………………..……………..18
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….19
4
BAB I
PENDAHULAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.1 Anatomi Kandung Empedu
Kandung empedu (vesika felea) yang merupakan organ berbentuk seperti
buah pir, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm,
terletak dalan suatu cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati oleh
jaringan ikat yang longgar. Dinding kandung empedu terutama tersusun dari otot
polos. Kandung empedu dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus
sistikus. Kandung empedu memiliki bagian berupa fundus, korpus dan kolum.
Fundus berbentuk bulat, berujung buntu pada kandung empedu sedikit memanjang
di atas tepi hai. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum
merupakan bagian sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan
duktus sistikus.5
Empedu yang disekresikan dari hati akan disimpan sementara waktu dalam
kandung empedu. Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikuus terletak
diantara lobulus hati. Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit dan
membawanya ke saluran empedu yang lebih besar yang akhirnya akan
membentuk duktus hepatikus. Duktus hepatikus dari hati dan duktus sistikus dari
kandung empdu bergabung untuk membentuk duktus koledokus (common bile
duct) yang akan mengosongkan isinya ke dalam intestinum. Aliran empedu ke
dalam intestinum dikendalikan oleh stingter oddi yang terletak pada tempat
sambungan (junction) dimana duktus koledokus memasuki duodenum.5
6
Gambar : Anatomi Kandung Empedu5
7
Empedu memiliki fungsi sebagai ekskretorik seperti eksresi bilirubin dan
sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garm-garam
empedu. Selain membantu proses pencernaan dan penyerapan lemak, empedu
juga berperan dalam membantu metabolism dan pembuangan limbah dari tubuh,
seperti pembuangan hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah
dan kelebihan kolestrol. Garam empedu membantu proses penyerapan dengan
cara meningkatkan kelarutan kolestrol, lemak dan vitamin yang larut dalam
lemak.5
2.4 Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun faktor
predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang menyebabkan
terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung
empedu.
8
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting
dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol
mengekskresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang
berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum
diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu.6
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-unsur tersebut.
Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingteroddi, atau keduanya
dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin)
dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.6
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam
pembentukan batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel
atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi/ pengendapan. Infeksi
lebih timbul akibat dari terbentuknya batu, dibanding penyebab
terbentuknya batu.6
2.5 Epidemiologi
Dari mereka yang dirawat di rumah sakit karena penyakit traktus
bilier, 20% mengalami kolesistitis akut. Dan jumlah kolesistektomi secara
perlahan meningkat, terutama pada lansia. Distribusi jenis kelamin untuk
batu empedu adalah 2-3 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada
pria, sehingga insiden kolesistitis kalkulus juga lebih tinggi pada wanita.
Kadar progesteron yang tinggi selama kehamilan dapat menyebabkan
empedu stasis, sehingga insiden penyakit kandung empedu pada wanita
hamil juga tinggi. Kolesistitis kalkulus dijumpai lebih sering pada pria usia
lanjut.7
Insidensi kolesistitis meningkat seiring dengan usia. Penerangan
secara fisiologi untuk meningkatnya kasus penyakit batu empedu dalam
populasi orang yang lebih tua kurang difahami. Meningkatnya kadar insidensi
untuk laki-laki yang lebih berusia telah dikaitkan dengan rasio perubahan
androgen kepada estrogen.7
9
2.6 Patofiologi
Seperti telah disebutkan sebelumnya, sembilan puluh persen kasus
kolesistitis melibatkan batu di saluran sistikus (kolesistitis kalkulus), dan 10%
sisanya merupakan kasus kolesistitis kalkulus. Faktor yang mempengaruhi
timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman
dan iskemia dinding kandung empedu. Kolesistitis kalkulus akut disebabkan
oleh tersumbatnya duktus sistikus hingga menyebabkan distensi kandung
empedu.5,6
Biasanya sumbatan ini adalah disebabkan adanya batu empedu yang
mempunyai 2 tipe yaitu batu kolesterol dan batu pigmen. Pada batu
kolesterol, empedu yang disupersaturasi dengan kolesterol dilarutkan dalam
daerah hidrofobik micelle, kemudian terjadinya kristalisasi dan akhirnya
prepitasi lamellar kolesterol dan senyawa lain membentuk matriks batu.
Pada batu pigmen, ada dua bentuk yakni batu pigmen murni dan batu
kalsium bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil, sangat keras dan
penampilannya hijau sampai hitam. Proses terjadinya batu ini berhubungan
dengan sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan
pigmen abnormal yang mengendap di dalam empedu. Sirosis dan statis
biliaris merupakan predisposisi pembentukan batu pigmen.5,6
Batu empedu yang mengobstruksi duktus sistikus menyebabkan
cairan empedu menjadi stasis dan kental, kolesterol dan lesitin menjadi pekat
dan seterusnya akan merusak mukosa kandung empedu diikuti reaksi
inflamasi atau peradangan dan supurasi. Seiring membesarnya ukuran
kantong empedu, aliran darah dan drainase limfatik menjadi terganggu
hingga menyebabkan terjadinya di dinding kandung empedu iskemia,
nekrosis mukosa dan jika lebih berat terjadinya ruptur.5,6
Sementara itu, mekanisme yang akurat dari kolesistitis akalkulus
tidaklah jelas, namun beberapa teori mencoba menjelaskan. Radang mungkin
terjadi akibat kondisi dipertahankannya konsentrat empedu, zat yang sangat
berbahaya, di kandung empedu, pada keadaan tertentu. Misalnya pada
10
kondisi puasa berkepanjangan, kantong empedu tidak pernah menerima
stimulus dari kolesistokinin (CCK) untuk mengosongkan isinya, dengan
demikian, empedu terkonsentrasi dan tetap stagnan di lumen.5,6
Batu empedu terjadi karena adanya zat tertentu dalam empedu yang hadir
dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutan mereka. Bila empedu
terkonsentrasi di dalam kandung empedu, larutan akan berubah menjadi jenuh
dengan bahan-bahan tersebut, kemudian endapan dari larutan akan membentuk
Kristal mikroskopis. Kristal terperangkap dalam mukosa bilier, akan
menghasilkan suatu endapan. Oklusi dari saluran oleh endapan dan batu
menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu.8
Pada kondisi normal kolesterol tidak mengendap di empedu karena
mengandung garam empedu terkonjugasi dan lesitin dalam jumlah cukup agar
kolesterol berada di dalam larutan misel. Jika rasio konsentrasi kolesterol
berbanding garam empedu dan lesitin meningkat, maka larutan misel menjadi
sangat jenuh. Kondisi yang sangat jenuh ini mungkin karena hati memproduksi
kolesterol dalam bentuk konsentrasi tinggi. Zat ini kemudian mengendap pada
lingkungan cairan dalam bentuk kristal kolesterol.8
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif
disekresi ke dalam empedu oleh hati. Sebagian besar bilirubin di dalam empedu
berada dalam bentuk konjugat glukoronida yang larut dalam air dan stabil, tetapi
11
sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi,
seperti lemak, fosfat, karbonat, dan anion lainnya cenderung untuk membentuk
presipitat tak larut dengan kalsium. Kalsium memasuki empedu secara pasif
bersama dengan elektrolit lain. Dalam situasi pergantian heme tinggi, seperti
hemolisis kronis atau sirosis, bilirubin tak terkonjugasi mungkin berada dalam
empedu pada konsentrasi yang lebih tinggi dari biasanya. Kalsium bilirubinat
mungkin kemudian mengkristal dari larutan dan akhirnya membentuk batu
pigmen hitam.8
Empedu yang biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak
biasa (misalnya ada striktur bilier), mungkin terkolonisasi dengan bakteri. Bakteri
menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dari hasil peningkatan bilirubin tak
terkonjugasi dapat menyebabkan presipitasi terbentuknya kristal kalsium
bilirubinat, bakteri hidrolisis lesitin menyebabkan pelepasan asam lemak yang
komplek dengan kalsium dan endapan dari larutan lain. Konkresi yang dihasilkan
memiliki konsistensi disebut batu pigmen coklat.8
Batu empedu kolesterol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat
menimbulkan peradangan mukosa kandung empedu. Enzim dari bakteri dan
leukosit menghidrolisis bilirubin konjugasi dan asam lemak. Akibatnya, dari
waktu ke waktu, batu kolesterol bisa mengumpulkan proporsi kalsium bilirubinat
dan garam kalsium, lalu menghasilkan campuran batu empedu.8
Kondisi batu kandung empedu memberikan berbagai manifestasi keluhan
pada pasien dan menimbulkan berbagai masalah keperawatan. Jika terdapat batu
empedu yang menyumbat duktus sistikus dan biliaris komunis untuk sementara
waktu, tekanan di duktus biliaris akan meningkat dan peningkatan peristaltik di
tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri visera di daerah epigastrum, mungkin
dengan penjalaran ke punggung. Respon nyeri, gangguan gastrointestinal dan
anoreksia akan meningkatkan penurunan intake nutrisi.8
Respon komplikasi akut dengan peradangan akan memberikan manifestasi
peningkatan suhu tubuh. Respon kolik bilier secara kronis akan meningkatkan
kebutuhan metabolisme sehingga pasien cenderung mengalami kelelahan. Respon
12
adanya batu akan dilakukan intervensi medis pembedahan, intervensi litotripsi
atau intervensi endoskopi.8
13
yang menyebabkan pasien berhenti menghirup napas, hal ini disebut sebagai tanda
Murphy positif. Terdapat tanda-tanda peritonitis lokal dan demam.9,10
Pemeriksaan pencitraan
Temuan yang sesuai pada pemeriksaan USG atau skintigrafi
14
kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG
punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih
jelas daripada dengan palpasi biasa. Nilai kepekaan dan ketepatan USG
mencapai 90-95%.12
15
3. Skintigrafi saluran empedu
Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau
99m Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai kepekaan dan ketepatan yang lebih
rendah daripada USG dan juga lebih rumit untuk dikerjakan. Terlihatnya
gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung empedu pada
pemeriksaan kolesistografi oral atau skintigrafi sangat menyokong kolesistitis
akut.1,3
16
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan
duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus
tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan
memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil
batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang
disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang
disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala
gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah diangkat.12
Gambar : ERCP12
17
BAB III
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
19
cholecystitis: Tokyo Guidelinex. J Hepatobiliary Pancreat Surgery 14; 2007.
p. 27-34.
12. Nathanson LK. Management of Common Bile Duct Stone in:Hepatobiliary
And Pancreatic Surgery. Saunders 2009; 4th edition, Chapter 10:185-196.
13. Khan AN, Karani J, Patankar TA. Acute Cholecystitis Imaging. [Diakses
pada: 1 Juni 2011]. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/365698-overviw.
20