Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

CHOLECYSTITIS

PEMBIMBING :
dr. Paralam S, Sp.Rad (K) RI, M.Kes

DISUSUN OLEH :
FLORA RATU PUTRIBUNDA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT TNI AL Dr. MINTOHARDJO
PERIODE 28 OKTOBER – 29 NOVEMBER 2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul :


“CHOLECYSTITIS”

Disusun oleh :
Flora Ratu Putribunda

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing,


Sebagai salah satu syarat dalam tugas menyelesaikan tugas
kepaniteraan klinik Ilmu Radiologi
Di Rumah Sakit TNI AL Dr.Mintohardjo
Periode 28 Oktober – 29 November 2019

Jakarta, November 2019


Pembimbing

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan karunia-Nya, penulis
dapat menyelesaikan penulisan referat kepaniteraan klinik ilmu radiologi di
Rumah Sakit TNI AL Dr.Mintohardjo Periode 28 Oktober – 29 November 2019.
Tugas referat ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada para pembimbing yang
sudah meluangkan waktunya dan ilmunya yaitu dr. Paralam S, Sp.Rad (K) RI,
M.Kes dan juga kepada seluruh dokter lainnya yang turut membantu dan
membimbing penulis serta teman-teman coass kepaniteraan klinik ilmu radiologi
yang telah membantu dan mendukung penulis. Semoga Allah SWT membalas
kebaikan atas bantuannya selama ini.
Penulis berharap semoga referat ini dapat membantu menambah ilmu
pengetahuan dan pemahaman mengenai materi ini, serta salah satunya untuk
memenuhi tugas di kepaniteraan klinik ilmu radiologi di Rumah Sakit TNI AL
Dr.Mintohardjo.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penulisan referat
ini, diharapkan saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan
penulisan ini. Demikian yang penulis dapat sampaikan, semoga referat ini dapat
bermanfaat dan digunakan sebagaimana mestinya.

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………2
KATA PENGANTAR……………………………………………………….3
DAFTAR ISI……………………………………………………….………....4
BAB I PENDAHULUAN……………………………………..……..……….5
BAB II Cholecytitis………………………………………..………6
2.1 Anatomi Kandung Empedu……………………………………….……….6
2.2 Fisiologi Kandung Empedu………………………………………………..7
2.3 Definisi Kolesistitis………………………………………………………...8
2.4 Etiologi……………………………………………………………………..8
2.5 Epidemiologi……………………………………………………………….9
2.5 Patosiologi………………………..……………………………………….10
2.6 Penegakkan Diagnosis…………………………………………………….13
2.7 Pemeriksaan Radiologi…………….……….……………………………..14
2.8 Emfisema Cholecytitis……………………………………………………
BAB III KESIMPULAN……………………………………..……………..18
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….19

4
BAB I
PENDAHULAN

Kolesistitis merupakan inflamasi pada kandung empedu yang terjadi


paling sering karena obstruksi duktus sistikus oleh batu empedu. Kurang lebih
90% kasus kolesistitis melibatkan batu pada duktus sistikus (kolesistitis kalkulus)
dan sebanyak 10% termasuk kolesistitis akalkulus.1
Insidensi terjadinya kolesistitis meningkat dengan seiringnya pertambahan
usia. Peningkatan insiden pada laki-laki usia lanjut dikaitkan dengan perubahan
rasio androgen-estrogen.2
Perempuan penderita kolesistitis 2-3 kali lebih banyak daripada laki-laki,
sehingga lebih banyak perempuan yang menderita kolesistitis. Peningkatan kadar
progesteron selama kehamilan dapat menyebabkan statis cairan empedu, sehingga
penyakit kandung empedu meningkat terjadinya pada wanita hamil. Sedangkan,
kolesistitis akalkulus lebih sering terjadi pada laki-laki usia lanjut.2,3
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh kolesistitis akut akalkulus dapat
menyerupai kolesistitis akut dengan penyebab batu, sehingga diperlukan
pemeriksaan penunjang untuk memastikannya. Kolesistitis akut akalkulus sering
dikaitkan dengan peningkatan resiko mortalitas dan morbiditas, oleh sebab itu,
diagnosis dan tata laksana harus dapat dilakukan dengan cermat.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

5
2.1 Anatomi Kandung Empedu
Kandung empedu (vesika felea) yang merupakan organ berbentuk seperti
buah pir, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm,
terletak dalan suatu cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati oleh
jaringan ikat yang longgar. Dinding kandung empedu terutama tersusun dari otot
polos. Kandung empedu dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus
sistikus. Kandung empedu memiliki bagian berupa fundus, korpus dan kolum.
Fundus berbentuk bulat, berujung buntu pada kandung empedu sedikit memanjang
di atas tepi hai. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum
merupakan bagian sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan
duktus sistikus.5
Empedu yang disekresikan dari hati akan disimpan sementara waktu dalam
kandung empedu. Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikuus terletak
diantara lobulus hati. Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit dan
membawanya ke saluran empedu yang lebih besar yang akhirnya akan
membentuk duktus hepatikus. Duktus hepatikus dari hati dan duktus sistikus dari
kandung empdu bergabung untuk membentuk duktus koledokus (common bile
duct) yang akan mengosongkan isinya ke dalam intestinum. Aliran empedu ke
dalam intestinum dikendalikan oleh stingter oddi yang terletak pada tempat
sambungan (junction) dimana duktus koledokus memasuki duodenum.5

6
Gambar : Anatomi Kandung Empedu5

2.2 Fisiologi Kandung Empedu


Kandung empedu berfungsi sebagai tempat penyimpan empedu. Kapasitas
kandung empedu adalah 30-50ml empedu. Empedu yang ada di hati akan
dikeluarkan diantara saat-saat makan, ketika sfingter Oddi tertutup, empedu yang
diproduksi oleh hepatosit akan memasuki kandung empedu. Selama penyimpanan,
sebagian besar air dalam empedu akan diserap melalui dinding kandung empedu
sehingga empedu dalam kandung empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali
dari konstrasi saat disekresikan pertama kalinya oleh hati. Ketika makanan masuk
ke dalam duodenum akan terjadi kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter
Oddi yang memungkinkan empedu mengalir masuk ke dalam intestinum. Respon
ini diantarai oleh sekresi hormone kolesistokinin-pankreozimin dari dinding usus.5

7
Empedu memiliki fungsi sebagai ekskretorik seperti eksresi bilirubin dan
sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garm-garam
empedu. Selain membantu proses pencernaan dan penyerapan lemak, empedu
juga berperan dalam membantu metabolism dan pembuangan limbah dari tubuh,
seperti pembuangan hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah
dan kelebihan kolestrol. Garam empedu membantu proses penyerapan dengan
cara meningkatkan kelarutan kolestrol, lemak dan vitamin yang larut dalam
lemak.5

2.3 Definisi Kolesistitis


Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan
nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Berdasarkan etiologinya,
kolesistitis dapat dibagi menjadi:5
1. Kolesistitis kalkulus, yaitu kolesistitis yang disebabkan batu kandung empedu
yang berada di duktus sistikus.
2. Kolesistitis akalkulus, yaitu kolesistits tanpa adanya batu empedu.
Berdasarkan onsetnya, kolesistitis dibagi menjadi kolesistitis akut dan
kolesistitis kronik. Pembagian ini juga berhubungan dengan gejala yang
timbul pada kolesistitis akut dan kronik. Pada kolesistitis akut, terjadi inflamasi
akut pada kandung empedu dengan gejala yang lebih nyata seperti nyeri perut
kanan atas, nyeri tekan dan demam. Sedangkan, kolesistitis kronik merupakan
inflamasi pada kandung empedu yang timbul secara perlahan-lahan dan sangat
erat hubugannya dengan litiasis dan gejala yang ditimbulkan sangat minimal dan
tidak menonjol.5

2.4 Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun faktor
predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang menyebabkan
terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung
empedu.

8
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting
dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol
mengekskresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang
berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum
diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu.6
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-unsur tersebut.
Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingteroddi, atau keduanya
dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin)
dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.6
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam
pembentukan batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel
atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi/ pengendapan. Infeksi
lebih timbul akibat dari terbentuknya batu, dibanding penyebab
terbentuknya batu.6

2.5 Epidemiologi
Dari mereka yang dirawat di rumah sakit karena penyakit traktus
bilier, 20% mengalami kolesistitis akut. Dan jumlah kolesistektomi secara
perlahan meningkat, terutama pada lansia. Distribusi jenis kelamin untuk
batu empedu adalah 2-3 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada
pria, sehingga insiden kolesistitis kalkulus juga lebih tinggi pada wanita.
Kadar progesteron yang tinggi selama kehamilan dapat menyebabkan
empedu stasis, sehingga insiden penyakit kandung empedu pada wanita
hamil juga tinggi. Kolesistitis kalkulus dijumpai lebih sering pada pria usia
lanjut.7
Insidensi kolesistitis meningkat seiring dengan usia. Penerangan
secara fisiologi untuk meningkatnya kasus penyakit batu empedu dalam
populasi orang yang lebih tua kurang difahami. Meningkatnya kadar insidensi
untuk laki-laki yang lebih berusia telah dikaitkan dengan rasio perubahan
androgen kepada estrogen.7

9
2.6 Patofiologi
Seperti telah disebutkan sebelumnya, sembilan puluh persen kasus
kolesistitis melibatkan batu di saluran sistikus (kolesistitis kalkulus), dan 10%
sisanya merupakan kasus kolesistitis kalkulus. Faktor yang mempengaruhi
timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman
dan iskemia dinding kandung empedu. Kolesistitis kalkulus akut disebabkan
oleh tersumbatnya duktus sistikus hingga menyebabkan distensi kandung
empedu.5,6
Biasanya sumbatan ini adalah disebabkan adanya batu empedu yang
mempunyai 2 tipe yaitu batu kolesterol dan batu pigmen. Pada batu
kolesterol, empedu yang disupersaturasi dengan kolesterol dilarutkan dalam
daerah hidrofobik micelle, kemudian terjadinya kristalisasi dan akhirnya
prepitasi lamellar kolesterol dan senyawa lain membentuk matriks batu.
Pada batu pigmen, ada dua bentuk yakni batu pigmen murni dan batu
kalsium bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil, sangat keras dan
penampilannya hijau sampai hitam. Proses terjadinya batu ini berhubungan
dengan sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan
pigmen abnormal yang mengendap di dalam empedu. Sirosis dan statis
biliaris merupakan predisposisi pembentukan batu pigmen.5,6
Batu empedu yang mengobstruksi duktus sistikus menyebabkan
cairan empedu menjadi stasis dan kental, kolesterol dan lesitin menjadi pekat
dan seterusnya akan merusak mukosa kandung empedu diikuti reaksi
inflamasi atau peradangan dan supurasi. Seiring membesarnya ukuran
kantong empedu, aliran darah dan drainase limfatik menjadi terganggu
hingga menyebabkan terjadinya di dinding kandung empedu iskemia,
nekrosis mukosa dan jika lebih berat terjadinya ruptur.5,6
Sementara itu, mekanisme yang akurat dari kolesistitis akalkulus
tidaklah jelas, namun beberapa teori mencoba menjelaskan. Radang mungkin
terjadi akibat kondisi dipertahankannya konsentrat empedu, zat yang sangat
berbahaya, di kandung empedu, pada keadaan tertentu. Misalnya pada

10
kondisi puasa berkepanjangan, kantong empedu tidak pernah menerima
stimulus dari kolesistokinin (CCK) untuk mengosongkan isinya, dengan
demikian, empedu terkonsentrasi dan tetap stagnan di lumen.5,6

Gambar : Kolesistitis Akut yang disebabkan oleh batu empedu.5

Batu empedu terjadi karena adanya zat tertentu dalam empedu yang hadir
dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutan mereka. Bila empedu
terkonsentrasi di dalam kandung empedu, larutan akan berubah menjadi jenuh
dengan bahan-bahan tersebut, kemudian endapan dari larutan akan membentuk
Kristal mikroskopis. Kristal terperangkap dalam mukosa bilier, akan
menghasilkan suatu endapan. Oklusi dari saluran oleh endapan dan batu
menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu.8
Pada kondisi normal kolesterol tidak mengendap di empedu karena
mengandung garam empedu terkonjugasi dan lesitin dalam jumlah cukup agar
kolesterol berada di dalam larutan misel. Jika rasio konsentrasi kolesterol
berbanding garam empedu dan lesitin meningkat, maka larutan misel menjadi
sangat jenuh. Kondisi yang sangat jenuh ini mungkin karena hati memproduksi
kolesterol dalam bentuk konsentrasi tinggi. Zat ini kemudian mengendap pada
lingkungan cairan dalam bentuk kristal kolesterol.8
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif
disekresi ke dalam empedu oleh hati. Sebagian besar bilirubin di dalam empedu
berada dalam bentuk konjugat glukoronida yang larut dalam air dan stabil, tetapi

11
sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi,
seperti lemak, fosfat, karbonat, dan anion lainnya cenderung untuk membentuk
presipitat tak larut dengan kalsium. Kalsium memasuki empedu secara pasif
bersama dengan elektrolit lain. Dalam situasi pergantian heme tinggi, seperti
hemolisis kronis atau sirosis, bilirubin tak terkonjugasi mungkin berada dalam
empedu pada konsentrasi yang lebih tinggi dari biasanya. Kalsium bilirubinat
mungkin kemudian mengkristal dari larutan dan akhirnya membentuk batu
pigmen hitam.8
Empedu yang biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak
biasa (misalnya ada striktur bilier), mungkin terkolonisasi dengan bakteri. Bakteri
menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dari hasil peningkatan bilirubin tak
terkonjugasi dapat menyebabkan presipitasi terbentuknya kristal kalsium
bilirubinat, bakteri hidrolisis lesitin menyebabkan pelepasan asam lemak yang
komplek dengan kalsium dan endapan dari larutan lain. Konkresi yang dihasilkan
memiliki konsistensi disebut batu pigmen coklat.8
Batu empedu kolesterol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat
menimbulkan peradangan mukosa kandung empedu. Enzim dari bakteri dan
leukosit menghidrolisis bilirubin konjugasi dan asam lemak. Akibatnya, dari
waktu ke waktu, batu kolesterol bisa mengumpulkan proporsi kalsium bilirubinat
dan garam kalsium, lalu menghasilkan campuran batu empedu.8
Kondisi batu kandung empedu memberikan berbagai manifestasi keluhan
pada pasien dan menimbulkan berbagai masalah keperawatan. Jika terdapat batu
empedu yang menyumbat duktus sistikus dan biliaris komunis untuk sementara
waktu, tekanan di duktus biliaris akan meningkat dan peningkatan peristaltik di
tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri visera di daerah epigastrum, mungkin
dengan penjalaran ke punggung. Respon nyeri, gangguan gastrointestinal dan
anoreksia akan meningkatkan penurunan intake nutrisi.8
Respon komplikasi akut dengan peradangan akan memberikan manifestasi
peningkatan suhu tubuh. Respon kolik bilier secara kronis akan meningkatkan
kebutuhan metabolisme sehingga pasien cenderung mengalami kelelahan. Respon

12
adanya batu akan dilakukan intervensi medis pembedahan, intervensi litotripsi
atau intervensi endoskopi.8

2.7 Penegakkan Diagnosis


Pasien kolesistitis akut memiliki riwayat nyeri hebat pada abdomen
bagian atas yang bertahan dalam beberapa jam hingga akhirnya mereka
mencari pertolongan ke unit gawat darurat lokal. Secara umum, pasien kolesistitis
akut juga sering merasa mual dan muntah serta pasien melaporkan adanya
demam. Tanda-tanda iritasi peritoneal juga dapat muncul, dan pada beberapa
pasien menjalar hingga ke bahu kanan atau skapula. Kadang-kadang nyeri
bermula dari regio epigastrium dan kemudian terlokalisisr di kuadran kanan atas
(RUQ). Meskipun nyeri awal dideskripsikan sebagai nyeri kolik, nyeri ini
kemudian akan menetap pada semua kasus kolesistitis. Pada kolesistitis akalkulus,
riwayat penyakit yang didapatkan sangat terbatas. Seringkali, banyak pasien
sangat kesakitan (kemungkinan akibat ventilasi mekanik) dan tidak bisa
menceritakan riwayat atau gejala yang muncul.9,10

Gambar : Algoritma diagnosis kolesistitis11

Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan nyeri tekan di kuadran kanan


atas abdomen, dan seringkali teraba massa atau teraba penuh. Palpasi kuadran
kanan atas saat inspirasi seringkali menyebabkan rasa tidak nyaman yang berat

13
yang menyebabkan pasien berhenti menghirup napas, hal ini disebut sebagai tanda
Murphy positif. Terdapat tanda-tanda peritonitis lokal dan demam.9,10

Berdasarkan Tokyo Guidelines (2007), kriteria diagnosis untuk


kolesistitis adalah:11

Gejala dan tanda lokal


 Tanda Murphy
 Nyeri atau nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
 Massa di kuadran kanan atas abdomen

Gejala dan tanda sistemik


 Demam
 Leukositosis
 Peningkatan kadar CRP

Pemeriksaan pencitraan
 Temuan yang sesuai pada pemeriksaan USG atau skintigrafi

2.8 Pemeriksaan Radiologi


Dari pemeriksaan laboratorium pada pasien akut kolesistitis, dapat
ditemukan leukositosis dan peningkatan kadar C-reactive protein (CRP). Pada
15% pasien, ditemukan peningkatan ringan dari kadar aspartate aminotransferase
(AST), alanine aminotransferase (ALT), alkali fosfatase (AP) dan bilirubin
jika batu tidak berada di duktus biliaris.2,9,10
Pemeriksaan pencitraan untuk kolesistitis diantaranya adalah:
1.Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding
kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau oedem yang diakibatkan oleh
peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal

14
kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG
punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih
jelas daripada dengan palpasi biasa. Nilai kepekaan dan ketepatan USG
mencapai 90-95%.12

Gambar : USG batu empedu12

2. Computed Tomography Scanning (CT-scan)


Metode ini juga merupakan pemeriksaan yang kurang akurat untuk
menentukkan adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan
koledolithiasis.12

Gambar : CT Scan Abdomen12

15
3. Skintigrafi saluran empedu
Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau
99m Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai kepekaan dan ketepatan yang lebih
rendah daripada USG dan juga lebih rumit untuk dikerjakan. Terlihatnya
gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung empedu pada
pemeriksaan kolesistografi oral atau skintigrafi sangat menyokong kolesistitis
akut.1,3

Gambar : Koleskintigram normal13

Gambar : Gambaran 99mTc-HIDA scan yang memperlihatkan tidak


adanya pengisian kandung empedu akibat obstruksi duktus sitikus13

16
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan
duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus
tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan
memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil
batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang
disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang
disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala
gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah diangkat.12

Gambar : ERCP12

17
BAB III
KESIMPULAN

Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan


nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Berdasarkan etiologinya,
kolesistitis dapat dibagi menjadi kolesistitis kalkulus yaitu kolesistitis yang
disebabkan batu kandung empedu yang berada di duktus sistikus dan kolesistitis
akalkulus yaitu kolesistits tanpa adanya batu empedu.
Penegakkan diagnosis kolesistitis berdasarkan Tokyo Guidelines kriteria
diagnosis untuk kolesistitis adalah gejala dan tanda lokal yaitu tanda Murphy,
nyeri atau nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen dan massa di kuadran
kanan atas abdomen. Gejala dan tanda sistemik yaitu demam, leukositosis dan
peningkatan kadar CRP. Sedangkan pemeriksaan pencitraan didapatkan temuan
yang sesuai pada pemeriksaan USG atau skintigrafi.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang didapatkan hasil pemeriksaan
laboratorium pada pasien akut kolesistiti dapat ditemukan leukositosis dan
peningkatan kadar C-reactive protein (CRP). Pada 15% pasien, ditemukan
peningkatan ringan dari kadar aspartate aminotransferase (AST), alanine
aminotransferase (ALT), alkali fosfatase (AP) dan bilirubin jika batu tidak
berada di duktus biliaris. Pada pemeriksaan ultrasonografi mempunyai derajat
spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung
empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik.
Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-95%.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et all. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2006. Hal 477-478.
2. Steel PAD, Sharma R, Brenner BE, et all. Cholecystitis and Biliary Colic in
Emergency Medicine. [Diakses pada: 1 Juni 2011]. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1950020-overview.
3. Bloom AA, Amin A, Anand BS. Cholecystitis. [Diakses pada: 1 Juni 2011].
Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/171886-overview.
4. Firmansyah MA. (2015). Diagnosis dan Tata Laksana Kolesistitis Akalkulus
Akut. Medicinus, 28(2), 30.
5. Albert J. Bredenoord, Andre S, Jan T. Functional Anatomy and Pysiology. A
guide to Gastrointestinal Motility Disorder, Springer; 2016:1-13.
6. Keshav K, Chahal MS, Joshi H.S, Kashmir S, Agarwal R. Prevalece of
different types Gallstone in the patient with cholelithiasis at rohilkhan medical
college and hospital. International Journal of contemporary surgery:
2015:3(1):1-4.
7. Parmar AD, Sheffield KM, Adhikari DMS, Davee RA, Vargas GM, Tamirisa
NP, Kuo YF, Goodwin JS, Riall TS. PREOP-Gallstone : Aprocnostic
normogram the Management of Symptomatic Cholelithiasis in Older Patients.
Annals of Surgery:2015;261(6):1184-1190.
8. Debas Haile T.Biliary Tract In : Pathophysiology and Management.Springer-
Verlaag 2004;Chapter 7:198–224.
9. Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Yoshida M, Mayumi T, Sekimoto M et al.
Background: Tokyo guidelines for the management of acute cholangitis and
cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Surgery 14; 2007. p. 1-10. 7.
10. Vogt DP. Gallbladder disease:An update on diagnosis and treatment. Cleveland
Clinic Journal of Medicine vol. 69 (12); 2002.
11. Miura F, Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Wada K, Hirota M, et al.
Flowchart for the diagnosis and treatment of acute cholangitis and

19
cholecystitis: Tokyo Guidelinex. J Hepatobiliary Pancreat Surgery 14; 2007.
p. 27-34.
12. Nathanson LK. Management of Common Bile Duct Stone in:Hepatobiliary
And Pancreatic Surgery. Saunders 2009; 4th edition, Chapter 10:185-196.
13. Khan AN, Karani J, Patankar TA. Acute Cholecystitis Imaging. [Diakses
pada: 1 Juni 2011]. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/365698-overviw.

20

Anda mungkin juga menyukai