BRONKIEKTASIS
DISUSUN OLEH :
LARAS HANUM ISTININGTIAS
030.12.147
PEMBIMBING :
dr. ANIS NURHAYATI, Sp.Rad
i
LEMBAR PENGESAHAN
“BRONKIEKTASIS”
Disusun oleh :
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Tugas referat ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada para
pembimbing yang sudah meluangkan waktu dan ilmunya yaitu dr. Anis
Nurhayati, Sp.Rad dan juga kepada seluruh dokter lainnya yang turut
membantu dan membimbing penulis serta teman-teman coass kepaniteraan
klinik ilmu radiologi yang telah membantu dan mendukung penulis. Semoga
Allah SWT membalas kebaikan atas bantuannya selama ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
2.5 Klasifikasi…………………………………………………………………………6
iv
DAFTAR GAMBAR
v
Daftar Tabel
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus
yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan
berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis
digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai
peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran
udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai
dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis. 1,2,3
Prevalensi bronkiektasis dilaporkan semakin meningkat di Amerika Serikat. Seitz
dkk melaporkan prevalensi bronkiektasis meningkat setiap tahun mulai dari tahun 2000
sampai dengan tahun 2007 dengan kenaikan sebesar 8,74%, dengan puncaknya usia 80-
84 tahun, lebih banyak dijumpai pada wanita, dan ras asia.4 Namun, Di Indonesia belum
ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya
penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki maupun
wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak bahkan dapat berupa kelainan
kongenital.5,6,7
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh bronkiektasis harus dicurigai pada setiap pasien
dengan batuk kronis dengan produksi sputum atau infeksi saluran napas berulang.
Hemoptisis, nyeri dada, penurunan berat badan, bronkospasme, sesak napas dan
penurunan kemampuan fisik juga didapatkan pada pasien bronkiektasis.4,8
Pemeriksaan radiologi adalah cara-cara pemeriksaan yang menghasilkan gambar
bagian dalam tubuh manusia tujuan untuk penegakkan diagnostik yang dinamakan
pencitraan diagnostik. Peran radiologi untuk mendiagnosis bronkiektasis adalah untuk
memeriksa ada atau tidaknya gangguan pada saluran pernapasan. Metode pencitraan yang
dapat digunakan untuk mendiagnosis bronkiektasis adalah Foto Thoraks, CT-scan,
HRCT dan MRI. Diagnosis bronkiektasis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
radiologis dengan gold standard menggunakan HRCT. Oleh karena itu, penting sekali
bidang radiologi untuk membantu para medis untuk mendiagnosis suatu penyakit.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan
bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan
terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi
bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung alveoli. Bronkiolus
terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh
kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh
saluran udara sampai pada tingkat ini disebut saluran penghantar udara karena fungsinya
menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas terjadi. 9
Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari paru-
paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus alveolaris
terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki diameter 0,5 sampai 1
cm. Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea sampai sakkus alveolaris
terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh septum. Lubang pada
dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang memungkinkan komunikasi antara sakkus.
2
Alveolus hanya selapis sel saja, namun jika seluruh alveolus yang berjumlah sekitar 300
juta itu dibentangkan akan seluas satu lapangan tennis.9
Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh kapiler-
kapiler darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk suatu tegangan
permukaan yang cenderung mencegah ekspansi pada saat inspirasi dan cenderung kolaps
saat ekspirasi. Di sinilah letak peranan surfaktan sebagai lipoprotein yang mengurangi
tegangan permukaan dan mengurangi resistensi saat inspirasi sekaligus mencegah kolaps
saat ekspirasi.9
Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh kematangan
sel-sel alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa anti tripsin, kecepatan regenerasi,
ventilasi yang adekuat serta perfusi ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan, enzim
biosintesis serta mekanisme inflamasi yang berjung pada pelepasan produk yang
mempengaruhi elastisitas paru menjadi dasar patogenesis emphysema, dan penyakit
lainnya.9
Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus dextra dan
bronchus sinistra.
Bronkus Dextra mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan letaknya lebih
vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh desakan dari arcus aortae
pada ujung caudal trachea ke arah kanan, sehingga benda-benda asing mudah masuk
ke dalam bronkus dextra. Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan masuk kedalam hilus
pulmonis setinggi vertebra thoracalis VI. Vena Azygos melengkung di sebelah
cranialnya. Arteria pulmonalis pada mulanya berada di sebelah inferior, kemudian
berada di sebelah ventralnya. Membentuk tiga cabang (bronkus sekunder), masing-
masing menuju ke lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Bronkus sekunder
yang menuju ke ke lobus superior letaknya di sebelah cranial a.pulmonalis dan disebut
bronkus eparterialis. Cabang bronkus yang menuju ke lobus medius dan lobus inferior
berada di sebelah caudal a.pulmonalis disebut bronkus hyparterialis. Selanjutnya
bronkus sekunder tersebut mempercabangkan bronkus tertier yang menuju ke segmen
pulmo.10
Bronkus Sinistra mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya lebih
panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah caudal arcus aortae, menyilang di
sebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aorta thoracalis. Pada mulanya
berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah dorsalnya dan akhirnya
berada di sebelah inferiornya sebelum bronkus bercabang menuju ke lobus superior
3
dan lobus inferior, disebut letak bronkus hyparterialis. Pada tepi lateral batas trachea
dan bronkus terdapat lymphonodus tracheobronchialis superior dan pada bifurcatio
trachea (di sebelah caudal) terdapat lymphonodus tracheobronchialis inferior.10
Bronkus memperoleh vascularisasi dari a.thyroidea inferior. Innervasinya
berasal dari N.vagus, n. Recurrens, dan truncus sympathicus.10
Bronkiektasis berasal dari bahasa Yunani dari kata “broncos” dan “ectasia”,
dimana broncos berarti saluran napas dan ectasia berarti dilatasi.12 Sehingga secara
morfologi dapat disimpulkan definisi bronkiektasis adalah saluran napas yang berdilatasi.
Bronkiektasis adalah suatu proses kronik di paru, berupa dilatasi saluran napas yang
irreversible atau permanen dan adanya fibrosis di paru sehingga mengurangi kemampuan
saluran napas untuk membersihkan hasil sekresi (mukus).12 Bronkiektasis adalah tahapan
terakhir dari berbagai proses patologik yang menyebabkan kerusakan dari dinding
bronkial dan jaringan penyokong sekitarnya.13 Berkurangnya kemampuan tersebut
membuat hasil sekresi tersebut menjadi media pertumbuhan mikroba dan berkumpulnya
partikel lain sehingga memicu penambahan sekresi mukus. Bronkiektasis merupakan
penyakit yang jarang ditemukan di masyakarat dan seringnya disebabkan oleh proses
infeksi sekunder. Pada anak-anak apabila terdapat batuk berdahak yang kronik dan tidak
responsif terhadap terapi antibiotik mungkin dapat diindikasikan adanya bronkiektasis.14
2.3 Etiologi
1. Kondisi postinfeksi
Bakteri (pseudomonas,haemophilus) Mycobacterium tuberculosis Aspergillus
sp
4
Virus (adenovirus, measles virus, influenzavirus, human immunodeficiency
virus)
2. Kondisi kongenital
Primary ciliary dyskinesia
Alpha1-antitrypsin deficiency
Fibrosis kistik
Trakeobronkomegali (sindroma Mounier-Kuhn)
Defisiensi kartilago (sindroma Williams-Campbell)
3. Pulmonary sequestration
Sindroma Marfan's
4. Immunodeficiency
Primer
Hipogammaglobulinemia
Sekunder
Disebabkan oleh kanker (chronic lymphatic leukemia), kemoterapi, atau
modulasi sistem imun(setelah transplantasi)
5. Sekuelle dari inhalasi gas toksik atau aspirasi Klorin
Overdosis (heroin)
Benda asing
6. Kondisi rematik Rheumatoid arthritis
Systemic lupus erythematosus Sindroma Sjogren's
Relapsing polychondritis
7. Penyebab lainnya
Inflammatory bowel disease (chronic ulcerative colitis atau Crohn's disease)
sindroma Young's (secondary ciliary dykinesia)
sindroma Yellow nail (yellow nails and lymphedema)
2.4 Epidemiologi
2.5 Klasifikasi
2.6 Patosiologi
6
memenuhi jalan nafas dan menjadi tempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya
bakteri-bakteri tersebut akan merusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan
antara infeksi dan kerusakan jalan nafas.16
Gejala Klinis
Eksaserbasi terjadi bila didapatkan 4 atau lebih gejala berikut: Batuk dengan
peningkatan dahak, sesak bertambah, peningkatan suhu badan > 38˚C, peningkatan
wheezing, penurunan kemampuan fisik, fatigue, penurunan.5
7
2.8 Pemeriksaan Radiologi
2.8.1 Foto Thoraks
Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat ditemukan
gambaran seperti dibawah ini:
Ring shadow
Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai
diameter 1 cm) dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk
gambaran ‘honeycomb appearance’ atau ‘bounches of grapes’. Bayangan cincin
tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi pada bronkus. 18,19,20,21
8
Gambar 5 : Foto Thoraks
Tampak Ring Shadow yang
menandakan adanya dilatasi
bonkus.20
Tramline shadow
Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayangan ini
terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh
daerah berwarna hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada
daerah parahilus. Tramline shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan
pada daerah parahilus. 18,19,20,21
Tubular shadow
Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat mencapai 8
mm. Gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang penuh dengan sekret.
Gambaran ini jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk
bronkiektasis.18,19
9
Glove finger shadow
Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat
seperti jari-jari pada sarung tangan.18,19
2.8.2 Bronkografi
10
CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding
bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena, terutama
penting untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan.20
Gambar 8 : CT-Scan Thorax menunjukkan adanya dilatasi bronkus pada lobus inferior
kiri20
2.8.4 HRCT
Diagnosis bronkiektasis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan radiologis, dengan
gold standard menggunakan HRCT.22,23 Dilatasi bronkus, yang merupakan tanda kardinal
bronkiektasis, pada HRCT dapat diidentifikasikan dengan adanya rasio bronkoarterial > 1
(BAR > 1), kurangnya bronchial tapering, dan terlihatnya saluran napas sampai dengan 1
cm dari permukaan pleura atau berdekatan dengan permukaan pleura mediastinal. Rasio
bronkoarterial adalah perbandingan antara diameter bronkial dengan diameter arteri yang
berdampingan, rasio > 1 adalah abnormal dan dikenal dengan istilah signet ring sign.23
11
infeksi sekunder. Penebalan dinding bronkus dapat disebabkan oleh inflamasi saluran
napas, hipertrofi otot polos, dan proliferasi fibroblastik. Penebalan bronkus minor juga
dapat ditemui pada individu normal, asma, perokok, dan infeksi saluran napas bawah.23
Gambar 13 : MRI tanpa kontras (a) dan setelah pemberian kontras (b) pada
bronkiestasis. Setelah pemberian kontras menggambarkan penebalan dinding
bronkial dengan adanya cairan pada intrabronkial (air fluid-level).25
13
BAB III
KESIMPULAN
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus
yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan
berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis
digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai
peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran
udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai
dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis.
Penegakkan diagnosis bronkiektasis berdasarkan gejala klinis adalah batuk kronis
dengan produksi sputum atau infeksi saluran napas berulang. Hemoptisis, nyeri dada,
penurunan berat badan, bronkospasme, sesak napas dan penurunan kemampuan fisik.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. O’Regan AW, Berman JS. Baum’s Textbook of Pulmonary Disease 7th Edition.
Editor James D. Crapo, MD. Lippincott Williams & Walkins. Philadelphia. 2004.
hal 255-274.
2. Benditt, JO. Lung and Airway Disorder: Bronchiectasis. www.merck.com last
update Januari 2008.
3. Rahmatullah P. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
Ketiga. Editor Slamet Suyono. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal 861-871.
4. Pamela J, McShane I, Edward T, Naureckas I, Gregory T, Mary E. Non–Cystic
Fibrosis Bronchiectasis. American Journal Of Respiratory And Critical Care
Medicine 2013; 188: 647–656.
5. Barker AF. The New English Journal of Medicine:Bronkiektasis.2002; 346:1383-
1393.
6. Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor Hartanto
Huriawati, dkk. EGC. Jakarta 2006. hal 737-740.
7. Luhulima JW. Trachea dan Bronchus. Diktat Anatomi Systema Respiratorius.
Bagian Anatomi FKUH. Makassar. 2004. hal 13-14.
8. Neves PC, Guerra M, Ponce P, Miranda J, Vouga L.State-of-the-art - Pulmonary
Non-cystic fibrosis bronchiectasis. Interactive CardioVascular and Thoracic
Surgery 2011;13: 619–625.
9. Luhulima JW. Trachea dan Bronchus. Diktat Anatomi Systema Respiratorius.
Bagian Anatomi FKUH. Makassar. 2004. hal 13-14.
10. Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor Hartanto
Huriawati, dkk. EGC. Jakarta 2006. hal 737-740.
11. Iseman D, Chan ED.Bronchiectasis:Murray and Nadels’s Textbook of
Respiratory Medicine. 5th ed.2011;48: 853–876.
12. Shirawi ALN, Jahdali AHH, Shimemeri AA. Pathogenesis, etiology and
treatment of bronchiectasis.Ann Thorac Med [serial online]2006 [cited 2014 Aug
3];1:41-51.
13. Ratjen F. Cystic Fibrosis:Pathogenesis and Future Treatment Strategies.
Respiratory care, May.2009;54(5).152.
14. Vendrell M. Diagnosis and Treatment of Bronchiectasis. Arch
Bronconeumol.2008;44(11):629-4.
15
15. Bilton D, Jones AL. European Respiratory Monograph: Bronchiectasis. European
Respiratory Society. 2011;52:1–10.
16. Rahmatullah P. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
Ketiga. Editor Slamet Suyono. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal 861-871.
17. De Gracia J, Rodrigo MJ, Morell F, et al. IgG subclass deficiencies associated
with bronchiectasis. Am J Respir Crit Care Med 1996;153:650–655.
18. Patel PR. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 2005. hal 40-
41.
19. Eng P, Cheah FK. Interpreting Chest X-rays. Cambridge Univesrsity Press. New
York.2005. hal 67-68.
20. Greif J.Medical Imaging in Patients with Cystic Fibrosis.
www.eradimaging.com. Last update Februari 2008.
21. Ketai LH. Infectious Lung Disease. American Journal of Roentgenology
Fundamental of Chest Radiology, 2nd Edition.2006;187(2):304.
22. Elborn JS, Drain M. Assesment and Investigation of Adult with Bronchiectasis.
Eur Respir Mon 2011; 2: 52–35.
23. Perea PL, Screaton NJ. Radiological Feature of Bronchiectasis. European
Respiratory Monograph: Bronchiectasis2011;2:44–65.
24. Swinson DR, Symmons D, Suresh U, Jones M, Booth J. Decreased survival in
patient with co-existent rheumatoid arthritis and bronchiectasis. Br J Rheumatol
1997; 36:689–91
25. Meschan I. Obstrictive Pulmonary Disease. Synopsis of Analysis of Roentgen
Signs in General Radiology. Philadelphia. 1975. hal 55-56.
16