Anda di halaman 1dari 43

STUDI LITERATUR

OCCUPATIONAL CHEMICAL HAZARD IN GASOLINE STATION

Disusun oleh:
Laras Hanum Istiningtias 030.12.147
Ade Kurnia Cornellis B. 030.14.002
Fandy Setiawan 030.14.062
Klemensius Devin S. 030.14.111
Nabila 030.14.131
Zahra Ayu Handayani 030.14.205

Pembimbing:

dr. Magdalena Wartono, MKK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN DAN KESELAMATAN


KERJA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 28 OKTOBER – 29 NOVEMBER 2019
LEMBAR PENGESAHAN

STUDI LITERATUR DENGAN JUDUL


“OCCUPATIONAL CHEMICAL HAZARD IN GASOLINE STATION”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk


menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Periode 28 Oktober – 29 November 2019

Jakarta, November 2019

dr. Magdalena Wartono, MKK

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya kita dapat
menyelesaikan makalah mengenai ilmu kesehatan dan keselamatan kerja yang
berjudul “Occupational Chemical Hazard In Gasoline Station”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi sebagian tugas dan sebagai syarat
mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan dan Keselamatan
kerja. Dalam kesempatan ini, kita ingin mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan dan penyelesaian
makalah, terutama kepada:

1. dr. Magdalena Wartono, MKK selaku pembimbing.


2. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Dan Keselamatan
Kerja.
Kami menyadari dalam penyelesaian makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran guna penyempurnaan
makalah ini sangat saya harapkan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, terutama dalam bidang ilmu kesehatan dan
keselamatan kerja

Jakarta, November 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ...................................................................................................... i


Kata Pengantar ............................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................................ i
Daftar Gambar ............................................................................................................... i
BAB I Pendahuluan ..................................................................................................... 1
BAB II Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 3
2.1. Bensin .......................................................................................................................3
2.1.1Komposisi bensin ............................................................................................................ 3
2.1.2Bahan kimia berbahaya di SPBU dan Bahaya Penyakit yang Ditimbulkan .................... 4
2.2. Hasil penelitian .......................................................................................................14
BAB III Pengendalian Bahaya Kimia Pada Pekerja Gas Station .............................. 18
BAB IV Kesimpulan ................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 35

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Komposisi bensin dan batas pajanan ........................................................ 4


Gambar 2.2 Label GHS dari Benzene .......................................................................... 5
Gambar 2.3 Metabolisme Benzene ............................................................................... 6
Gambar 2.4 Label GHS dari Toluene........................................................................... 8
Gambar 2.5 metabolisme dari Ethyl-Benzene ............................................................ 10
Gambar 2.6 Label GHS dari MTBE .......................................................................... 13
Gambar 3.1 Hierarki pengendalian bahaya kerja ....................................................... 19

i
BAB I

PENDAHULUAN

Bekerja di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) merupakan


pekerjaan berisiko tinggi. Para pekerja di SPBU berpotensi untuk berhadapan
dengan bahaya-bahaya yang ada di lingkungan kerjanya antara lain kontak
dengan bahan bakar dan produk bahan kimia lainnya, berada dekat dengan
pompa bahan bakar, kebisingan, panas, dingin, risiko ditabrak, perampokan,
gerakan berulang, berdiri berjam-jam, dan kelebihan beban kerja karena
perbedaan fungsi mereka. Beberapa produk kimia yang umumnya ditemukan di
lingkungan kerja SPBU adalah hidrokarbon aromatik, benzene, Toluene dan
xylene (BTX) yang merupakan komponen dari bensin dan pelarut kimia. 1

Zat benzena, dapat memberikan efek yang buruk terhadap kesehatan dan
keselamatan pekerja, walaupun dalam jumlah yang sedikit. Zat ini merupakan
cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, mudah larut, mudah terbakar
dengan potensi karsinogenik yang sangat tinggi.1

Paparan terhadap bahan kimia yang terdapat pada SPBU telah menjadi
penelitian dari beberapa ahli lingkungan dan okupasional di seluruh dunia
karena merupakan suatu kontaminan yang memiliki potensi berbahaya terkait
dengan kemungkinan menyebabkan penyakit, seperti leukemia mieloid dan
leukemia limfoblastik. Data dari National Cancer Institute of Brasil
menunjukkan bahwa benzene, Toluene dan xylene adalah kontaminan yang
menimbulkan risiko kanker tertinggi. Toksisitas benzena tidak tidak tergantung
pada rute masuk ke dalam organisme, meskipun jalur utamanya adalah
pernapasan, saluran pencernaan dan kulit. Paparan terhadap bahan kimia tersebut
dapat menyebabkan gangguan pencernaan seperti sakit perut, mulas dan
pencernaan yang buruk; alergi dan kulit gatal, terutama pada tangan; perubahan
dalam sistem saraf pusat seperti pusing.1

1
Pada sebuah studi yang dilakukan di Sokoto, Nigeria dinyatakan hanya
41% dari pekerja SPBU memiliki pengetahuan yang cukup tentang besarnya
risiko yang dihadapi selama bekerja, keadaan yang lebih buruk dapat didapatkan
pada pekerja di Thailand, yang memiliki pengetahuan yang cukup mengenai
bahaya ini hanya mencapai 34.1%. Dalam studi tersebut juga disebutkan bahwa
hanya sebanyak 71.4% dari para pekerja SPBU yang tahu bahwa mereka harus
memakai APD (alat pelindung diri) saat bekerja. Hal yang menajdi alasan utama
para pekerja idak memakai APD adalah tidak disediakannya barang tersebut dari
pengelola SPBU, hal yang sedikit berbeda terjadi di Thailand, para pekerja
disana tidak memakai APD karena tidak nyaman saat dipakai.2

Adapun situasi di Indonesia adalah para pekerja SPBU melaksanakan


pekerjaannya dengan dibekali dengan aturan dari perusahaan yang menaungi
mereka. Salah satu peraturan tersebut adalah adanya penerapan motto 3S yaitu
Senyum, Salam, Sapa. Motto tersebut bertujuan untuk menciptakan pelayanan
yang nantinya dapat memuaskan para pelanggan ataupun konsumen. Menurut
salah satu supervisor SPBU di kota Pekanbaru, dengan adanya motto tersebut
diharapkan nantinya dapat terjalin komunikasi yang baik antara pelanggan dan
pekerja/operator SPBU dalam melakukan pengisian bahan bakar. Adanya motto
tersebut menjadi suatu alasan bagi perusahaan untuk tidak menyediakan masker
sebagai alat pelindung pernafasan agar uap dari bahan bakar tidak terhirup.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bensin
Pompa bensin dapat menimbulkan bahaya yang signifikan bagi
manusia. Ketika orang mengisi tangki gasnya, bahan bakar diesel atau
bensin mungkin menetes dari nozzle ke tanah, dan uap mungkin bocor dari
tangki gas terbuka ke udara. Hal ini dapat menyebabkan polusi udara dan
polusi tanah.4
Polusi udara tercipta saat bahan bakar menguap, mengeluarkan asap
beracun, dan saat kendaraan bermotor berjalan. Polusi tanah dapat terjadi
ketika bahan bakar yang tumpah ke tanah menumpuk dan meresap ke tanah
dan air tanah. Ini dapat mencemari air sumur setempat. Pipa atau tangki
bawah tanah yang berkarat atau bocor juga dapat melepaskan kontaminan
ke area di sekitarnya.4,5
Sifat bensin adalah sangat mudah terbakar, mengandung bahan kimia
berbahaya, diantaranya termasuk benzene, yang diketahui dapat
menyebabkan kanker. Uap bensin mengandung senyawa organik yang
mudah menguap, yang membahayakan kesehatan manusia dan berkontribusi
terhadap polusi ozon. Selain itu, kendaraan bermotor yang berjalan
menghasilkan karbon monoksida dan partikel. Adanya kebocoran bahan
bakar dari tangki penyimpanan bawah tanah dapat mencemari air tanah.4
2.1.1 Komposisi bensin
Didalam bensin terdapat komponen-komponen zat kimia, antara lain
senyawa hidrokarbon dan senyawa alkohol. Komposisi dari bensin antara
lain benzene, toluena, etilbenzene, xilen, Methyl-tertiary Buthyl Ether
(MTBE), Tertiary-Amyl Methyl Ether (TAME), etanol, dan Hexana. Zat-zat
tersebut sudah beberapa yang ditelti dan menyebabkan bahaya bagi
kesehatan manusia, seperti benzene yang menyebabkan karsinogen, zat
tersebut diberikan kode A1. Untuk zat yang bersifat A3 atau zat yang
karsinogen terhadap binatang. Bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogen

3
pada binatang percobaan pada dosis relatif tinggi, pada jalan yang
ditempuh,lokasi, tipe histologik atau mekanisme yang kurang sesuai dengan
pemaparan terhadap tenaga kerja yang terpapar, zat yang masuk dalam
kelompok A3 adalah ethyl-benzene dan MTBE. Untuk zat yang bersifat A4
atau Tidak diklasifikasikan karsinogen terhadap manusia. Tidak cukup data
untuk mengklasifikasikan bahan-bahan ini bersifat karsinogen terhadap
manusia ataupun binatang, zat yang masuk dalam kelompok ini adalah
ethanol, Toluene dan xilen.

Gambar 2.1 Komposisi bensin dan batas pajanan

2.1.2 Bahan kimia berbahaya di SPBU dan Bahaya Penyakit yang Ditimbulkan
a. BTEX ( benzene, Toluene, ethylbenzene, xylen)
a. Benzene

Benzene merupakan suatu senyawa hidrokarbon yang tersusun


atas 6 cincin karbon aromatik. Merupakan produk sampingan cair
beracun yang mudah terbakar dari distilasi batubara, digunakan sebagai
pelarut bahan intermediate pada industri dan terdapat pada bensin
digunakan sebagai peningkat nilai oktan. Benzene bersifat karsinogenik
terhadap sumsum tulang dan sistem saraf pusat. Benzene tidak hanya

4
ditemukan pada industri perminyakan, tetapi juga ditemukan pada pabrik
pembuatan plastik, nilon, serat sintetik, dan juga sering dipakai dalam
pembuatan karet, pelumas, cat, detergen, rokok dan pestisida. 6,7
Benzene memiliki sifat fisik berupa cairan yang tidak berwarna,
memiliki bau khas, mudah menguap, mudah terbakar. Memiliki titik
didih 80 oC dan titik nyala -11 oC. Sifat Kimia dari benzene yaitu mudah
terbakar dengan menghasilkan banyak jelaga, benzene bersifat non polar
yang masih dapat sedikit larut dalam air, tetapi karena memiliki berat
jenis yang lebih ringan dibanding air, maka benzene akan mengambang
diatas air. Uap dari benzene memiliki vapor pressure yang lebih tinggi
dibanding udara, sehingga zat ini bersifat lebih mudah menguap.
Benzene merupakan zat yang memiliki sifat karsinogenik. 6,7

Gambar 2.2 Label GHS dari Benzene

Berdasarkan Globally Harmonized System of Classification and


Labelling of Chemical (GHS), benzene dimasukan dalam kelompok zat
yang berbahaya dengan label mudah terbakar (flammable), iritan
(irritant), dan bahaya kesehatan (Health hazard). Nilai ambang batas (
Threshold Limit Value/ TLV) untuk waktu paparan selama 8 jam dari
benzene berdasarkan ACGIH yang dianjurkan ialah 0.5 ppm dan untuk
Short Term Exposure Limit (STEL)/ paparan dalam jangka waktu
maksimal 15 menit adalah 2.5 ppm 8
Paparan benzena dapat melalui inhalasi, ingesti ataupun secara
kontak langsung dengan kulit. Dalam hal menimbulkan dampak pada
kesehatan, efek dari benzene ada yang bersifat akut dan ada yang bersifat
kronik. Dampak akut yang ditimbulkan, yaitu menyebabkan gangguan

5
pada sistem saraf, kurangnya suplai oksigen ke otak, pusing, denyut
jantung yang cepat, sakit kepala, tremor, kebingungan dan juga pingsan.
Paparan benzena secara kronis dapat menyebabkan penurunan produksi
sel darah benzena juga dapat sampai ke sumsum tulang dan merusak
produksi sel-sel darah sehingga orang yang terpapar benzene dapat
mengalami penyakit-penyakit yang berkaitan dengan penurunan produksi
sel-sel darah di sumsum tulang. 9
Pengukuran udara ambien (ambient air monitoring) dan
pengukuran bahan biologis (biological monitoring) dapat dilakukan
untuk mengetahui adanya paparan benzene. Beberapa penelitian
mengindikasikan hubungan kuantitas antara paparan benzene secara
inhalasi dengan trans, trans-Muconic Acid (ttMA) sebagai biomarker
terhadap paparan benzene. trans, trans-Muconic Acid (ttMA) merupakan
metabolit minor dari benzene yang dapat digunakan sebagai indikator
biologi untuk paparan benzene. 9
Farmakokinetik dari benzene adalah sebagai berikut:
 Absorpsi:
benzene dapat diabsorpsi oleh paru
 Distribusi:
setelah masuk ke dalam tubuh, benzene akan tersimpan dalam jaringan
lemak dan beberapa akan disimpan dalam sumsum tulang
 Metabolisme dan Eksresi:

Gambar 2.3 Metabolisme Benzene


6
Organ hati merupakan tempat utama dalam metabolisme benzene,
akan dihasilkan beberapa metabolit. Setelah masuk ke dalam aliran
darah, benzene akan beredar ke seluruh tubuhdan disimpan sementara di
dalam jaringan lemak dan sumsum tulang, kemudian akan dikonversi
menjadi metabolit di dalam hati dan sumsum tulang. Setelah kurang lebih
48 jam paparan, sebagian besar hasil metabolisme akan keluar melalui
urin. Di dalam hati benzene pertama sekali dioksidasi oleh katalis
enzyme cytochrome P-450 monooxygenase menjadi benzene oksida.
Setelah reaksi ini, maka terbentuklah beberapa metabolit sekunder baik
secara enzymatic dan non enzymatic. Biotransformasi benzene dalam
tubuh berupa metabolit akhir yang utama adalah fenol yang dieksresikan
melalui urin dalam bentuk konjugasi dengan asam sulfat dan glukuronat.
Setelah benzene dimetabolisme di hati dan menghasilkan metabolit-
metabolit sekunder, maka metabolit-metabolit tersebut kemudian dibawa
ke sumsum tulang, toksisitas benzene terlihat melalui metabolit reaktif
benzene. trans, trans-Muconic Acid (ttMA) dapat digunakan sebagai
indikator yang lebih sensitif dan spesifik untuk biomonitoring biologi,
terutama untuk paparan benzene dengan konsentrasi rendah. 9

b. Toluene (C6H5CH3)
Cairan tidak bewarna, berbau manis, mudah menguap, titik didih
110,6oC, titik lebur -95oC, tekanan uap 28,4 mmHg pada 25oC, tidak
larut dalam air, merupakan zat yang mudah menguap. Toluene sering
digunakan sebagai pelarut dalam dunia industri. Selain sebagai
komponen bensin, Toluene juga ditemukan pada tinta, cat, lem, cat kuku,
karet dan zat pembersih. 10
Paparan Toluene melalui inhalasi maupun kontak langsung
dengan kulit. Efek pada kesehatan yang ditimbulkan antara lain iritasi
pada saluran pernafasan, pencernaan, mata dan kulit, gangguan sistem

7
saraf pusat, ginjal, dan hati. Uap yang dihasilkan dapat mengiritasi mata
dan saluran pernapasan bagian atas, menyebabkan pusing, sakit kepala,
gangguan pernapasan. Cairannya bersifat mengiritasi mata dan
menyebabkan kulit kering. Jika teraspirasi, maka dapat menyebabkan
batuk, tersedak, dan edema paru. Jika tertelan menyebabkan muntah,
diare, dan penurunan fungsi respirasi. Efek dosis rendah terhadap
kesehatan manusia tidak diketahui. Manusia yang terpapar toluena
tingkat tinggi di udara dalam waktu singkat dapat menunjukkan depresi
sistem saraf pusat (kelelahan, pingsan, dan koma). Orang dengan paparan
jangka pendek toluena pada tingkat yang lebih tinggi dari standar udara
tempat kerja telah menunjukkan kinerja yang buruk pada tes kognitif,
gangguan neurobehavioral, dan iritasi mata dan saluran pernapasan
bagian atas (ATSDR, 2000). 11,12,13

Gambar 2.4 Label GHS dari Toluene

Berdasarkan Globally Harmonized System of Classification and


Labelling of Chemical (GHS), benzene dimasukan dalam kelompok zat
yang berbahaya dengan label mudah terbakar (flammable), iritan
(irritant), dan bahaya kesehatan (Health hazard). Nilai ambang batas
(Threshold Limit Value/ TLV) untuk waktu paparan selama 8 jam dari
Toluene berdasarkan ACGIH yang dianjurkan ialah 20 ppm.14
Toluena diserap dengan baik oleh jalur paparan inhalasi, kulit,
dan oral. Setelah diserap, toluena dimetabolisme dengan cepat oleh
enzim mikrosom hati, dan produk ekskresi urin utama adalah asam
hippuric. Metabolit urin lain termasuk orto dan para-kresol, asam S-
benzylmercapturic, dan asam S-para-toluylmercapturic.11,12,13

8
Penyalahgunaan inhalan pelarut kronis, biasanya melibatkan
toluena dan hidrokarbon volatil lainnya, telah mengakibatkan kerusakan
otak permanen dan demensia (Filley et al., 2004). Paparan kerja kronis
pada tingkat yang melebihi standar tempat kerja telah merusak
pendengaran dan kemungkinan penglihatan warna (Lomax et al., 2004).
Dalam penelitian pada hewan, paparan toluena prenatal mengganggu
pertumbuhan janin dan perkembangan tulang, dan perubahan
perkembangan perilaku pada keturunannya (ADSDR, 2000; Jones dan
Balster, 1997). Studi epidemiologis terhadap pekerja yang terpajan
toluena (atau toluena bersama dengan pelarut lain) belum menunjukkan
peningkatan risiko kanker, dan penelitian pada hewan belum
menunjukkan peningkatan insiden tumor (IARC, 1999). IARC
menetapkan bahwa toluena tidak dapat diklasifikasikan sehubungan
dengan karsinogenisitas manusia. EPA AS telah menetapkan air minum
dan standar lingkungan lainnya untuk toluena. 11,12,13
Dalam monitoring kadar Toluene, kadar Toluene dalam darah
dapat mencerminkan paparan yang belum lama terjadi. Menemukan
jumlah toluena yang terukur dalam darah tidak menyiratkan bahwa
tingkat toluena menyebabkan efek kesehatan yang buruk. Studi
biomonitoring toluena darah dapat memberikan nilai referensi kepada
dokter dan pelaku kesehatan masyarakat sehingga mereka dapat
menentukan apakah orang telah terpapar toluena dengan kadar yang lebih
tinggi daripada kadar yang ditemukan pada populasi umum. 11,12,13
c. Ethyl benzene
Ethylbenzena atau Phenylethane merupakan senyawa alkyl
aromatic yang sering diproduksi dalam bentuk styrene. Senyawa
ethylbenzena memiliki sifat cair, berat molekul 106.16 g/mol , titik didih
136oC, titik leleh -95oC, warna bening, dan tidak mudah terbakar.
Ethylbenzena tergolong senyawa karsinogenik, Dalam sehari-hari sering
digunakan sebagai pelarut, bagian komponen minyak tanah maupun
bensin.15

9
Menurut Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor PER.13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang
batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja, nilai ambang batas
senyawa Ethylbenzena ialah 100 ppm. Paparan ethylbenzena dapat
melalui kontak langsung kulit, mata, maupun inhalasi ke saluran
pernafasan. Gangguan yang dapat ditimbulkan antara lain iritasi mata,
kulit, saluran pernafasan, dan kerusakan sistem saraf pusat. 15

Gambar 2.5 metabolisme dari Ethyl-Benzene

Metabolisme dari ethyl benzene ketika masuk ke dalam tubuh


dapat secara inhalasi (40-60%) ataupun kontak langsung dengan kulit,

10
maka zat tersebut akan dimetabolisme di hepar. Setelah dimetabolisme
di hepar, maka zat zat tersebut akan diekresikan di urine dengan
komposisi metabolit terbanyaknya adalah mandelic acid (65-70%) dan
phenylglyoxylic acid (20-25%). 16
b. MTBE
Methyl tertiary—buthyl ether (MTBE) adalah senyawa kimia
yang diproduksi oleh reaksi kimia methanol dan isobutylene. MTBE
adalah salah satu dari kelompok bahan kimia yang dikenal sebagai
"oksigenat" karena mereka meningkatkan kandungan oksigen bensin dan
berfungsi sebagai booster oktan dalam bensin. Sifat fisik dari MTBE
adalah berbentuk cair, tidak berwarna, memiliki bau khas (anesthetic-like
odor). Titik didihnya berada pada 131°F dan titik nyala nya berada pada
18°F. Pada suhu kamar, MTBE adalah cairan yang mudah menguap,
mudah terbakar, dan tidak berwarna yang mudah larut dalam air. MTBE
diproduksi dalam jumlah banyak dan hampir secara eksklusif digunakan
17,18,19
sebagai aditif bahan bakar dalam bensin.
MTBE dalam bensin
MTBE telah digunakan dalam bensin pada tingkat rendah sejak
1979 untuk menggantikan timbal yang terdapat pada tetraethyl-lead
yang berfungsi sebagai penambah oktan. Pada tahun 2005, Kongres
mengeluarkan Undang-Undang Kebijakan Energi yang menghapus
persyaratan oksigenat untuk bensin yang diformulasi ulang atau
reformulated gasoline (RFG). Pada saat yang sama, Kongres juga
melembagakan standar bahan bakar terbarukan. Sebagai tanggapan,
MTBE mulai dihapuskan dan mulai mencampur bahan bakar dengan
etanol. Menurut Data Survei RFG EPA (Environmental Protection
Agency), MTBE belum digunakan dalam jumlah yang signifikan di
daerah dengan penggunaan RFG sejak 2005. Penurunan serupa dalam
penggunaan MTBE juga telah diamati di daerah dengan penggunaan
bensin konvensional. 17

11
Oksigen membantu bensin membakar lebih sempurna,
mengurangi emisi knalpot berbahaya dari kendaraan bermotor. Dalam
satu hal, oksigen mencairkan atau memindahkan komponen bensin
seperti aromatik (mis., Benzena) dan belerang. Di sisi lain, oksigen
mengoptimalkan oksidasi selama pembakaran. Sebagian besar penyuling
telah memilih untuk menggunakan MTBE di atas oksigenat lain terutama
karena karakteristik campurannya dan karena alasan ekonomi 18
Efek MTBE bagi manusia
MTBE dapat masuk melalui inhalasi, kontak kulit, dan secara
digestif. MTBE ditemukan di beberapa sumber air, terutama di daerah
perkotaan dengan tangki penyimpanan bensin bawah tanah yang bocor.
MTBE juga telah terdeteksi di udara dekat beberapa fasilitas bahan
bakar, di udara kota-kota di mana MTBE masih digunakan dalam bensin,
dan di udara di sekitar pompa bensin ketika orang-orang mengisi bahan
bakar kendaraan mereka. Orang dapat terpapar MTBE dengan menghirup
udara yang terkontaminasi dan minum air yang terkontaminasi. 18
Mayoritas penelitian terkait kesehatan manusia yang dilakukan
hingga saat ini di MTBE berfokus pada efek yang terkait dengan
penghirupan bahan kimia. Sampai saat ini, kelompok peninjau ahli
independen yang telah menilai risiko kesehatan inhalasi MTBE misalnya,
Penilaian Antar Lembaga Bahan Bakar Oksigen, belum menyimpulkan
bahwa penggunaan MTBE Bensin yang dioksigenasi mengancam
kesehatan masyarakat. Namun, para peneliti memiliki data yang terbatas
tentang dampak kesehatan bila tertelan MTBE. Kantor Air EPA telah
menyimpulkan bahwa data yang tersedia tidak memadai untuk
memperkirakan risiko kesehatan potensial MTBE pada tingkat paparan
rendah dalam air minum tetapi data tersebut mendukung kesimpulan
bahwa MTBE adalah karsinogen manusia yang potensial pada dosis
tinggi. Pekerjaan terbaru oleh EPA dan peneliti lain diharapkan dapat
membantu menentukan lebih tepat potensi dampak kesehatan dari MTBE
dalam air minum.18

12
US Enviromental Protection Agency (EPA) meninjau informasi
efek kesehatan yang tersedia pada MTBE dalam pedoman air minum
1997 dan memutuskan bahwa ada informasi yang tidak cukup untuk
memungkinkan EPA untuk membuat estimasi kuantitatif untuk risiko
kesehatan dan dengan demikian tidak akan menetapkan batas penasehat
kesehatan. Bahwa kemungkinan yang sangat minimal jika MTBE dalam
air minum akan menyebabkan efek kesehatan yang merugikan pada
konsentrasi antara 20 dan 40 ppb atau di bawah. 17,18
Dalam memonitor kadar MTBE, Studi menunjukan bahwa
biomonitoring bermanfaat dan dapat diandalkan bahkan pada paparan
tingkat rendah. Urine-MTBE adalah biomarker yang sensitif dan spesifik
untuk paparn uap bensin karena tidak dipengaruhi oleh kebiasaan
merokok, beda dengan benzene. Diantara biomarker benzene, U-B
memiliki spesifisitas namun juga sensitif terhadap paparan okupasional
(akibat perkerjaan) dan juga kebiasaan merokok

Gambar 2.6 Label GHS dari MTBE


Berdasarkan Globally Harmonized System of Classification and
Labelling of Chemical (GHS), MTBE dimasukan dalam kelompok zat
yang berbahaya dengan label mudah terbakar (flammable), dan iritan
(irritant). Threshold Limit Value (TLV) dari ACGIH (American
Conference of Governmental and Industrial Hygienists) untuk MTBE
(50 ppm; 1 ppm MTBE = 3.61 mg/m3;50 ppm = 180,5 mg/m3 = 180,500
microgram/m3. 20

13
2.2. Hasil penelitian

No Nama peneliti Lokasi desain Subjek variabel Waktu Hasil


penelitian penelitian
1 Sipayung LP, SPBU di Cross N= 43 orang Benzene yang Oktober • Didapatkan korelasi negatif
Suryanto D., Medan Sectional Pekerja dinilai dengan 2014 – antara ttMA dalam urin dengan
Megawati ER 9 SPBU kadar ttMA Maret 2015 penurunan nilai CBC, yang
urine dan ditunjukkan dengan arah
Complete Blood korelasi negatif
Count (CBC) • Tidak terdapat perbedaan kadar
ttMA yang signifikan pada
Massa kerja dan responden dengan masa kerja
kebiasaan ≤1 tahun dan masa kerja >1
merokok tahun (p=0,451), dan kebiasaan
terhadap CBC merokok (p=0,559).
2 Zamanian Z., 20 gas Case control N= 160 Paparan benzene 2018 • Paparan jangka panjang dari
Sedaghat Z., stations orang dengan fungsi benzene pada bensin
Mehrifar Y. 21 Kermanshah (80 cases, 80 hati dan darah memberikan efek penurunan
City, Iran controls) dari total WBC
• Paparan benzen tidak
berhubungan dengan
peningkatan enzim fungsi hati
3 Salem E., El- Sheƅin El- Comparative N=124 orang Paparan benzene Mei- • Ditemukan korelasi positif
garawanI I., Kom city, Cross- ( 62 subjek dan genotoxicity Desember antara paparan benzene dan
Allam H., El-aal Menoufia Sectional dan 62 (parameter: 2016 persentase DNA
BA., Hegazy M. Governorate, sebagai fragmentasi fragmentations, micronucleus

14
22
Egypt pembanding) DNA, MN, Dead formation dan kematian sel
Cell) dari leukosit perifer pada
pekerja gasoline station
• Umur, merokok dan durasi dari
paparan tidak memiliki
hubungan yang bermakna
dengan parameter genotoksik
ini

4 Fardani Irmasari. Surabaya Cross- Kadar Toluena 2015 Kadar Toluene di Udara
10
Sectional di Udara Lingkungan Kerja Berkorelasi
Lingkungan Terhadap kadar Asam Hipurat
Kerja dan kadar Urine
Asam Hipurat
Urine Pada tingkat paparan ethylbenzena
yang mencapai 1000 ppm akan
mengiritasi mata dan kulit.
Sedangkan pada tingkat mencapai
2.000 ppm dapat mengiritasi berat
mata, kulit dan mucosa hidung.
Pada percobaan tikus yang terkena
ethylbenzena 1000 mg/m3,
senyawa tersebut ditemukan di
organ bagian otak, hati, dan ginjal
5 Jianping Yang, Bagian Cross N= 71 Pajanan MTBE April – • Karena paparan yang didapatkan
QinzhiWei, Selatan, Sectional sampel dan NAFLD September pada subyek cenderung rendah,
Xiaochun Peng, Tiongkok 2014 studi ini tidak dapat melihat
Xiaowu Peng, hubungan paparan MTBE yang

15
Jianhui Yuan, tinggi dengan NAFLD
Dalin Hu 23 • Karena studi ini bersifat cros
sectional, sehingga tidak bisa
menunjukan efek paparan jangka
panjang dari MTBE.
6 Federica Rota, Milan Case- N= 179 Pajanan benzene Temuan pada studi ini hanya
Anastasia Conti, Control orang dan MTBE sebagian mendukung hasil
Laura Camp, (89 cases, 90 terhadap observasi sebelumnya, yang
Chiara Favero, controls) Epigenetic dan mengkaitkan paparan benzen
Laura Cantone, Transcriptional dengan hipometilasi DNA dan
ValeriaMotta, Modifications in menekankan kompleksitas regulasi
Elisa Polledri, Repetitive retroelemen dalam respon terhadap
RosaMercadante, Elements benzene dan zat kimia lain yang
Giorgio Dieci, terkait dalam bensin.
Valentina Bollati
and Silvia
Fustinoni 24
7 Giuseppe De Parma Cross- N= 102 Biomarker April – Mei Studi menunjukan bahwa
Palma, Diana Sectional petugas terhadap paparan 2008 biomonitoring bermanfaat dan
Poli, Paola SPBU MTBE dan dapat diandalkan bahkan pada
Manini, Roberta Benzene paparan tingkat rendah
Andreoli, Paola
Mozzoni, Diantara biomarker benzene, U-B
Pietro Apostoli memiliki spesifisitas namun juga
and Antonio sensitif terhadap paparan
Mutti 25 okupasional (akibat perkerjaan)
dan juga kebiasaan merokok.

16
8 Tunsaringkarn T. Bangkok, Cross- N= 46 Hubungan April – Juni Pajanan toluena pada darah
Suwansaksri J. Thailand Sectional pekerja pajanan toluena 2019 berhubungan positif dengan
Ketkaew P. SPBU dalam darah peningkatan kerusakan kromosom
Siriwong W 26 dengan pada limfosit.
genotoksisitas
SCE adalah biomarker sitogenetik.

biomonitoring paparan toluena dan


efeknya direkomendasikan pada
pekerja dengan paparan toluena
substansial.

17
BAB III
PENGENDALIAN BAHAYA KIMIA PADA PEKERJA GAS STATION

Pengendalian bahaya di tempat kerja adalah proses yang dilakukan oleh

instansi atau perusahaan dalam mencapai tujuan agar para pekerja di instansi

atau perusahaan dapat menghindari risiko aktivitas yang dapat berpotensi

menimbulkan cedera dan penyakit akibat kerja sebagai tujuan awal dari suatu

perusahaan. Sehingga suatu perusahaan minyak dan gas harus mengenal dari

potensi bahaya kimia di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan

kesehatan.

Potensi bahaya kimia, yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-

bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat

memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui: inhalation (melalui

pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin

contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh

tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk

potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun bahan (toksisitas); cara masuk ke

dalam tubuh. Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh dapat melalui:

pernapasan (inhalation), kulit (skin absorption) dan tertelan (ingestion). Racun

dapat menyebabkan efek yang bersifat akut, kronis atau kedua-duanya. Adapun

potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia dapat berupa, korosi,

iritasi, reaksi alergi, asfiksiasi, dan kanker.

HIRARC (Hazard identification, Risk Assessment, and Risk Control)

merupakan elemen pokok dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan

kerja yang berkaitan langsung dengan upaya pencegahan dan pengendalian

bahaya. Risiko/bahaya yang sudah diidentifikasi dan dilakukan penilaian

18
memerlukan langkah pengendalian untuk menurunkan tingkat risiko/bahaya-nya

menuju ke titik yang aman. Hierarki pengendalian tersebut antara lain ialah

eliminasi, substitusi, perancangan, administrasi dan alat pelindung diri (APD).

Gambar 3.1 Hierarki pengendalian bahaya kerja

A. Zat Benzene

 Tanda-tanda Bahaya

Efek pajanan akut benzene berupa sakit kepala, kelelahan, dan

kelemahan. Sedangkan tanda-tanda klinis toksisitas dari benzena termasuk

depresi sistem saraf pusat (SSP), aritmia jantung, dan akhirnya sesak

napda dan juga kegagalan pernapsan jika pajanan berada tingkat yang

mematikan.

Efek pajanan kronis benzena berupa efek kesehatan yang paling

signifikan dari pajanan dalam jangka pendek dan jangka panjang adalah

hemotoksisitas, immunotoksisitas, neurotoksisitas dan karsinogenisitas.

Selain itu tiga jenis efek terhadap sumsum tulang karena pajanan benzene

19
yaitu depresi sumsum tulang yang mengarah terjadinya anemia aplastic,

perubahan kromosom dan karsinogenisitas.

1. Eliminasi
Pertama yaitu eliminasi penggunaan benzene, hal ini sudah dapat
diterapkan walaupun belum maksimal yakni mengurangi penggunaan
benzene, saat ini kandungan benzene yang digunakan pada bensin adalah
1%.
2. Substitusi
Dalam mengganti/substituti bahan yaitu dengan cara mengganti
penggunaan benzene dengan zat Toluene, cyclohexane, atau keton yang
memiliki efek buruk bagi kesehatan yang lebih rendah dibandingkan
dengan benzene.
3. Pengendalian teknis
Upaya yang dapat dilakukan adalah menambah ventilasi pada
lingkungan kerja.
4. Pengendalian administratif
 Pemeriksaan Kesehatan

Pengertian kesehatan berdasarkan Undang-undang Nomor 13


tahun 2003 ialah keadan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomi. Adapun pengertian kesehatan kerja menurut
beberapa pendapat ahli ialah suatu kondisi menyangkut jiwa, raga, dan
lingkungan kerja yang menyatakan bahwa seseorang bebas dari segala
jenis gangguan yang timbul di tempat kerja sehingga dapat melakukan
pekerjaan secara produktif. Kesehatan kerja meliputi kesehatan fisik dan
kesehatan psikis karyawan di tempat kerja. Kesehatan kerja karyawan
diperlukan untuk peningkatkan produktivitas perusahaan.
Pemeriksaan kesehatan berkala adalah pemeriksaan kesehatan
yang dilakukan secara berkala yaitu 1 (satu) tahun sekali terhadap
seluruh karyawan yang bekerja di unit-unit berisiko. Dalam pasal 86 UU

20
No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan
harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Jika pada pemeriksaan kesehatan secara berkala ini ditemukan
kelainan-kelainan atau gangguan-gangguan kesehatan pada tenaga kerja
maka pengurus wajib mengadakan tindak lanjut untuk memperbaiki
kelainan-kelainan tersebut dan sebab-sebabnya untuk menjamin
terselenggaranya keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk menunjang
agar pemeriksaan kesehatan berkala ini mencapai sasaran yang luas,
maka pengurus dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan diluar
perusahaan
 Prosedur Keselamatan

Di Indonesia memiliki beberapa standart yang telah ditetapkan

untuk penetapan Nilai Ambang Batas (NAB) terhadap beberapa faktor-

faktor fisika dan kimia di tempat kerja. Standar Nasional Indonesia tahun

2005 (SNI 2005) yang mengacu pada Surat Ederan Menteri Tenaga Kerja

Nomor SE 01/Men/1997 yang memuat tentang Nilai Ambang Batas

(NAB) rata-rata tertimbang waktu (TWA/ Time Weighted Average) zat

kimia di tempat kerja dengan jumlah jam kerja 8 jam per hari atau 40 jam

per minggu, dan paparan terhadap zat tersebut harus berada di bawah NAB

tersebut.

 Pengukuran dan monitoring Benzene di Lingkungan

Terdapat beberapa metode pengukuran benzene termasuk benzene

yang terdapat di udara, lingkungan maupun benzena yang masuk ke dalam

tubuh. OSHA merekomendasikan pengukuran pajanan benzena di udara

tempat kerja dengan menggunakan tabung sorbent arang teraktivasi,

dilakukan desorpsi dengan karbon disulfida (CS2), kemudian dianalisa

21
dengan gas kromatografi menggunakan detector ionisasi sinar, Flame

Ionization Detector (FID), sedangkan NIOSH merekomendasikan

pengumpulan melalui kantung udara, kemudian dianalisis dengan

kromatografi gas portable menggunakan detector fotoionisasi. Untuk

metode penentuan benzene diudara didapat dari metode NIOSH 1501.

Metode yang tersedia untuk penentuan benzene di udara, sedimen

air, tanah, makanan, asap rokok dan minyak bumi dan produk minyak

bumi sebagian besar melibatkan pemisahan dengan Gas Chromatography

(GC) yang dideteksi melalui Flame Ionization Detector (FID), atau

Photoionization (PID) atau dengan Mass Spectrometry (MS). Pengukuran

benzene di udara (ambien dan tempat kerja) biasanya melibatkan langkah

prekonstrasi dimana sampel dilewatkan melalui sebuah penyerap padat.

Umumnya adsorben yang digunakan adalah resin TenaxR, silica gel dan

karbon aktif. Prekonsentrasi benzena juga bias dilakukan dengan

perangkap kriogenik pada kolom.

Teknik GC/FID atau GC/PID memiliki batas deteksi yang rendah,

dari konsentrasi rendah dalam satuan ppb (µg/m3) sampai konsentrasi

rendah dalam satuan ppt (Ng/m3). Sedangkan metode GC/MS memiliki

batas deteksi konsentrasi yang rendah dalam satuan (µg/m3). Meskipun

GC/FID dan GC/PID memberikan sensitivitas lebih besar dari GC/MS,

namun teknik GC/MS umumnya dianggap lebih handal untuk pengukuran

benzene pada sampel yang mengandung beberapa komponen yang

memiliki karakteristik yang serupa. Atomic Line Molecular Spectrometry

(ALMS) telah dikembangkan untuk memantau benzene dan senyawa

organic lainnya pada udara ambien. Batas deteksi adalah 800 µg/m3.

22
Benzena di tempat kerja dapat diukur dengan instrument portable

yang dapat langsung dibaca. Real-time Continous Monitoring Systems dan

Passive Dosimeters memiliki kepekaan jangkauan dalam ppm (mg/m3). Di

Amerika Serikat, prosedur penggunaan Charcoal yang diikuti dengan

analisis GC/MS adalah prosedur yang sensitive yang menjadi pilihan

untuk pengukuran benzene di udara. Benzena dalam media air, tanah,

endapan dan makanan diisolasi melalui metode Purge and Trap, yang

kemudian dianalisis dengan metode GC/MS, GC/FID atau GC/PID. Gas

inert seperti nitrogen digunakan untuk membersihkan sampel, benzene

terjebak pada zat pengabsorbsi seperti TenaxR atau arang aktif, kemudian

diikuti oleh desorpsi termal. Sensitivitas dari metode ini dapat mendeteksi

pada konsentrasi rendah dalam satuan mg/liter (IPCS EHC 150, 1993).

Metode lain juga tersedia untuk mendeteksi benzene di media lingkungan

lain seperti asap rokok, bensin dan bahan bakar jet serta asapnya.

Pemisahan dan pendeteksian dengan teknik HPLC/UV, GC/FID dan

GC/MS telah digunakan untuk analisis ini. Sensivititas dan kehandalan

metode ini tidak dapat dibandingkan karena kurangnya data

 Durasi kerja

Durasi pajanan adalah lamanya seseorang terpajan bahan kimia

berbahaya (benzena) di SPBU dalam satu tahun. Durasi pajanan ditentukan

berdasarkan lamanya kerja dari pekerja itu sendiri, sehingga pengalaman

kerja dari pekerja akan mempengaruhi besar kecilnya pajanan benzene

yang dapat diterima pekerja tersebut.

Penelitian di Semarang tahun 2010 terhadapa paparan benzena

dengan durasi sedang dan kronis menunjukkan bahwa rata-rata benzena

yang teridentifikasi pada tubuh pekerja diperoleh dari pekerja lebih dari 1

23
tahun, selain itu juga penelitian ini menyatakan hasil dimana benzene

dapat menyebabkan penurunan tingkat sirkulasi leukosit pada pekerja yang

terpapar benzene kadar rendah (30 ppm) dan menurunkan tingkat sirkulasi

sistem antibodi pada pekerja yang terpapar benzene dengan konsentrasi 3-

7 ppm sehingga hal ini menunjukkan semakin besar kemungkinan pekrja

terpajan benzene berdasarkan durasi pajanan.

 Rambu, Poster, Label

Pasang tanda bahwa kawasan sekitar pom bensin tersebut adalah

kawasan yang bebas asap rokok, dilarang menyalakan telepon genggam

dan dilarang menyalakan mesin saat pengisian bensin.

B. Zat Toluene

 Tanda-tanda Bahaya

Gejala akut yang dapat timbul akibat terpapar zat Toluene adalah

sebagai berikut sakit kepala, kelalahan, iritasi tenggorok, iritasi hidung,

mual, pusing, depresi. Sedangkan gejala kronis yang dapat timbul berupa

depresi berat dan gangguan pada sistem saraf pusat.

1. Pengendalian teknis
upaya yang dapat dilakukan adalah menambah ventilasi pada
lingkungan kerja.
2. Pengendalian administratif
 Pemeriksaan Kesehatan

 Prosedur Keselamatan

Adapun konsentrasi toluena berada di bawah nilai Minimal Risk

Level (MRL) untuk pajanan inhalasi kronis toluena yang diturunkan

oleh Agent for Toxic Substance and Disease Registry (ATSDR) sebesar

2 ppm (7,6 mg/m3) untuk pajanan akut, 1 ppm (3,8 mg/m3) untuk

24
pajanan kronik dan masih jauh di bawah NAB yang ditetapkan oleh

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

Per.13/MEN/X/2011 tahun 2011 tentang nilai ambang batas faktor

fisika dan faktor kimia.

 Pengukuran dan monitoring Toluene di Lingkungan

Pengukuran konsentrasi Toluene udara di lingkungan kerja

dilakukan dengan menggunakan metode pengukuran NIOSH 1501 dengan

bahan pipa pengabsorbsi karbon aktif (charcoal) yaitu dengan

menggunakan teknik gas Chomatography (GC) dengan perinician sebagai

berikut:

Teknik: Gas Chromatography Flame Ionization Detector (FID)

Desorption: 1 ml CS2 didiamkan selama 30 menit

Volume injeksi: 5 µl

Temperature injeksi: 255˚C

Temperature detector: 255˚C

Temperature kolom: 50˚C (3 menit) - 200˚C (15˚C/menit)

Gas pembawa: N2 atau Helium dengan kecepatan alir 25ml/menit

Kolom: pipa kapiler, 30m x 2mm

Adapun langkah-langkah cara pengambilan sampel udara sebagai

berikut:

1. Udara disampling dengan menggunakan alat pompa vakum

sederhana yang dihubungkan dengan tabung kac yang berisi karbon

aktif (coconut shell charcoal), yang diletakkan di titik-titik yang

ditentukan dengan kecepatan (flow rate) 0,2 liter/menit selama 30 menit

sesuai dengan ketentuan pada NIOSH metode 1501.

25
2. Karbon aktif yang sudah mengandung Toluene dibawa ke

laboratorium untuk dianalisa

3. Tabung berisi karbon aktif dipecahkan dan karbon aktif dilarutan ke

dalam larutan CS2 yang akan mengekstrasi Toluene yang terdapa dalam

karbon aktif tersebut untuk kemudian disuntikkan ke dalam Gas

Chromatography.

4. Gas Chromatography yang digunakan dilengkapi dengan flame

ionitation detector.

5. Larutan injeksi akan didorong oleh gas pembawa (carrier gas)

melalui pipa kapiler (kolom oven).

6. Toluene akan mencapai detektor pada waktunya dan pada detekttor

akan terlihat luar puncak dari Toluene tersebut kemudian dibandingkan

dengan standart sehingga diperoleh konsentrasi dari Toluene.

 Durasi kerja

Pajanan 3 tahun dihitung untuk mempertimbangkan waktu

maksimal seorang karyawan dipekerjakan di dalam sebuah perusahaan.

Sedangkan untuk pajanan lifetime digunakan nilai default (30 tahun untuk

non kanker dan 70 tahun untuk kanker).

 Rambu, Poster, Label

Pasang tanda bahwa kawasan sekitar pom bensin tersebut adalah

kawasan yang bebas asp rokok, dilarang menyalakan telepon genggam dan

dilarang menyalakan mesin saat pengisian bensin.

C. Zat Xylene

 Tanda-tanda Bahaya

Xilen merupakan zat yang iritatif pada mata, kulit dan mukosa.

Pada dosis tinggi xilen memiliki efek sedasi. Pemaparan jangka panjang

26
terhadap xilen akan menyebabkan kerusakan hati dan ginjal. Efek

karsinogenik dari xilen masih sangat sedikit

1. Pengendalian teknis
Upaya yang dapat dilakukan adalah menambah ventilasi pada
lingkungan kerja.
2. Pengendalian administratif
 Pemeriksaan Kesehatan

 Pengukuran dan monitoring Xylene

Sampel dikumpulkan dengan Personal Sampling Pump yang

dikalibrasi, dengan sampler terpasang, dalam ± 5% pada 50 mL / menit.

Sampel dikumpulkan dalam tabung pengambilan sampel gelas yang

mengandung dua bagian arang tempurung kelapa berukuran 7-cm × 4-mm

i.d. × 6-mm o.d. Bagian depan mengandung 100 mg arang dan bagian

belakang berisi 50 mg arang.

 Pembuatan shift kerja

Pembuatan shift kerja disesuaikan dengan berapa dosis paparan

yang diterima pekerja dan disesuaikan dengan batas TLV dan TWA yang

diijinkan.

 Rambu, Poster, Label

Pasang tanda bahwa kawasan sekitar pom bensin tersebut adalah

kawasan yang bebas asap rokok, dilarang menyalakan telepon genggam

dan dilarang menyalakan mesin saat pengisian bensin.

D. Zat Etil-benzene

 Tanda-tanda Bahaya

27
Etil-benzena merupakan zat yang iritatif pada kulit dan mukosa.

Paparan akut maupun kronik dari etil benzene menyebabkan efek sedasi,

vertigo, tremor gangguan pada pusat pernapasan di Sistem saraf Pusat.

Pemaparan jangka panjang etilbenzena akan menyebabkan kerusakan hati,

ginjal dan testis. Efek karsinogenik dari etil benzen pada manusia belum

diketahui tapi pada hewan sudah terbukti bersifat karsinogenik

3. Pengendalian teknis
Upaya yang dapat dilakukan adalah menambah ventilasi pada
lingkungan kerja.
4. Pengendalian administratif
 Pengukuran dan monitoring etilbenzene

 Pembuatan shift kerja

Pembuatan shift kerja disesuaikan dengan berapa dosis paparan

yang diterima pekerja dan disesuaikan dengan batas TLV dan TWA yang

diijinkan.

 Rambu, Poster, Label

Pasang tanda bahwa kawasan sekitar pom bensin tersebut adalah

kawasan yang bebas asp rokok, dilarang menyalakan telepon genggam dan

dilarang menyalakan mesin saat pengisian bensin.

E. Zat Methyl-Tertiary Butyl Ether (MTBE)

 Tanda-tanda Bahaya

Gejala yang timbul akibat paparan zat MTBE antara lain ganggguan

pernapasan hingga depresi pernapasan berat.

1. Pengendalian teknis
Upaya yang dapat dilakukan adalah menambah ventilasi pada
lingkungan kerja.
2. Pengendalian administratif

28
 Prosedur Keselamatan

Cara Pencegahan kebocoran MBTE dari Underground

Storage Tank (UST):

Peraturan UST, EPA membantu mencegah kontaminasi pasokan

air dari rilis UST. Namun, tidak ada rangkaian peraturan yang dapat

mencegah semua rilis. Bahkan dengan peraturan yang paling ideal, akan

terus ada beberapa kegagalan peralatan dan kesalahan instalasi yang

menghasilkan rilis. Meskipun demikian, EPA bekerja dengan negara-

negara untuk meningkatkan tingkat kepatuhan dengan persyaratan deteksi

kebocoran dan peraturan yang mengharuskan semua UST di bawah

standar ditingkatkan (dengan tumpahan, pengisian yang berlebihan, dan

perlindungan korosi), diganti, atau ditutup dengan benar. EPA juga

melakukan upaya multi tahun besar dengan negara-negara untuk

meningkatkan tingkat kepatuhan pemilik dan operator UST melalui

bantuan teknis, inspeksi, dan penegakan hukum.

Cara Pencegahan kebocoran MTBE dari jaringan pipa:

Regulasi jalur pipa bensin, sumber kebocoran potensial lainnya,

berada di bawah yuridiksi US Department of Transportation (DOT). DOT

mengawasi program keselamatan pipa yang ekstensif Keluar dari

penyangkalan EPA untuk meminimalkan rilis dari jaringan pipa.

 Durasi kerja

Pajanan 3 tahun dihitung untuk mempertimbangkan waktu

maksimal seorang karyawan dipekerjakan di dalam sebuah perusahaan.

Sedangkan untuk pajanan lifetime digunakan nilai default (30 tahun untuk

nonkanker dan 70 tahun untuk kanker).

29
 Rambu, Poster, Label

Pasang tanda bahwa kawasan sekitar pom bensin tersebut adalah

kawasan yang bebas asp rokok, dilarang menyalakan telepon genggam dan

dilarang menyalakan mesin saat pengisian bensin.

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri (APD) atau Personal Protective equipment

(PPE) adalah peralatan yang digunakan untuk melindungi pengguna

terhadap risiko kesehatan ataupun keselamatan yang belum dapat

dikendalikan di tempat kerja. Alat pelindung diri sebisa mungkin harus

nyaman saat digunakan dan memberikan perlindungan efektif terhadap

bahaya serta tidak mengganggu proses pekerjaan.

Alat pelindung yang digunakan oleh pekerja untuk mengurangi

pajanan benzene, Toluene, methyl-tertiary butyl ether (MTBE)

dlingkungan kerja seperti masker dan sarung tangan. Menggunakan

masker pada pajanan benzene, Toluene, methyl-tertiary butyl ether

(MTBE) dari lingkungan kerja yang masuk melalui saluran pernapasan

akan berkurang. Masker akan menyaring udara yang dihirup dan zat

benzene, Toluene, methyl-tertiary butyl ether (MTBE) dalam udara akan

tersaring meskipun tidak seluruhnya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

RI No.PER.08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri, bermacam-

macam antara lain alat pelindung pernapasan, alat pelindung tangan, alat

pelindung kaki, alat pelindung mata dan alat pelindung muka. Sementara

alat pelindung diri (APD) yang cocok untuk pekerja operator SPBU

30
adalah menggunakan kacamata (Safety googles), menggunakan masker

jenis Air-purifyng respiratory, menggunakan sepatu yang berbahan PVC,

sarung tangan jenis Chemical resistant, menggunakan peralatan

pelindung pakaian yang sesuai

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.109 tahun 2012 tentang

alat pelindung diri yang biasanya digunakan di area SPBU adalah:

A. Alat pelindung pernapasan

Alat pelindung pernapasan berguna untuk melindungi sistem pernapasan

dari pengaruh gas, debu, uap ataupun udara yang terkontaminasi di tempat

kerja. Alat pelindung pernapasan antara lain:

1. Air-purifyng repirators

Respirator ini berfungsi untuk melindungi pemakainya dari

paparan (inhalasi) debu, uap, mist, fumes, asap dan fog. Alat ini dipakai

terutama apabila toksisitas zat kimia yang terpapar dan kadar dalam

udara tempat kerja rendah. Respirator tipe ini membersihkan udara

yang terkontaminasi dengan cara filtrasi, adsorsi dan absorbsi. Macam-

macam Air-purifyng repirators:

a. Chemical respirator (catridge respirator dan canister as mask)

Berupa full face mask, half mask atau mouthpiece respirator.

Alat ini mampu membersihkan kontaminan zat kimia di udara

dengan cara adsorsi dan absorbsi.

b. Canister gas mask (canister repirator)

Cara kerjanya sama seperti chemical respirator tetapi tidak

boleh digunakan di tempat kerja dengan kadar toksik yang tinggi

(immedietly dangerous to life). Alat ini dapat melindungi dari

paparan partikel-partikel karena dilengkapi filter.

31
c. Mechanical filter respirator

Digunakan untuk melindungi dari paparan aerosol zat padat

(debu, asap, fume) dan aerosol cair (mist, fog) melalui berbagai

proses filtrasi. Efisiensi alat ini ditentukan oleh ukuran aerosol

dan jenis filter. Semakin kecil diameter paru-paru filternya

semakin besar tahanan (resistence) terhadap aliran udara. Filter

dapat dibedakan menurut fungsinya menjadi 3 macam yaitu:

 Dust and mist filters

 Fume filter

 High efficienct filter

2. Air-supplied repirators/breathing apparatus

Alat ini tidak dilengkapi dengan filter dan absorbent. Alat ini

melindungi pemakainya dari paparan zat-zat kimia yang sangat toksik

dana tau berbahaya dari kekurangan oksigen (oxygen deficiency).

B. Alat pelindung tangan (sarung tangan)

Alat pelindung tangan atau sarung tangan berfungsi untuk

melindungi kulit tangan dari paparan bahan berbahaya, untuk

memilih sarung tangan yang tepat perlu dipertimbangkan factor-

faktor dibawah ini:

a. Bentuk bahan berbahaya, apakah berbentuk bahan kimia

korosif, benda panas/dingin, dan tajam/kasar.

b. Daya tahan terhadap bahn-bahan kimia.

c. Kepekaan yang diperlukan dalam melakukan suatu

pekerjaan

d. Bagian tangan yang dilindungi.

Menurut bentuknya sarung tangan dapat dibedakan menjadi:

32
a. Gloves, adalah sarung tangan biasa

b. Gauntlets, adalah sarung tangan yang dilapisi plat logam

c. Mitts, adalah sarung tangan dimana keempat jari pemakai

dibungkus menjadi satu kecuali ibu jari (seperti sarung tangan

tinju)

C. Alat pelindung kaki

Alat-alat yang digunakan untuk melindungi kaki dari benda-benda jatuh, dan

benda ceceran minyak pelumas agar tidak menempel dikulit kaki.

D. Alat pelindung mata dan muka

Alat pelindung mata dan muka digunakan untuk melindungi mata ataupun muka

dari gas uap.

33
BAB IV
KESIMPULAN

Pekerja SPBU berkaitan erat dengan zat zat kimia , terutama zat -zat

kimia yang terdapat dalam bensin. Di dalam bensin dapat ditemukan zat-zat

kimia antara lain benzene, Toluene, etilbenzene, xylen (BTEX), MTBE dan

beberapa zat kimia lainnya. Zat zat ini menimbulkan bahaya (hazard) bagi

pekerja SPBU tersebut. Zat tersebut dapat masuk ke tubuh pekerja, bisa melalui

inhalasi, tertelan / ingesti, ataupun kontak langsung dengan kulit. Bahaya yang

ditimbulkan oleh zat tersebut dapat bersifat akut ataupun secara kronik, dan

setiap zat memiliki dampak ataupun efeknya masing masing terhadap kesehatan.

Contoh dari dampak yang bersifat akut antara lain iritasi, sementara yang

bersifat kronik dapat menyebabkan timbulnya keganasan.

Dampak zat-zat ini sudah banyak diteliti oleh beberapa peneliti yang

mencari hubungan-hubungan antara zat ini dengan kesehatan tubuh. Seperti

dampak paparan dari benzene terhadap sel darah, dampak paparan benzene

terhadap perubahan genetik, dampak paparan Toluene terhadap mukosa saluran

nafas. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

dari zat-zat ini terhadap kesehatan.

Dalam mengatasi/ mengendalikan bahaya ini, maka diperlukan suatu

metode pengendalian, berdasarkan hierarki pengendalian bahaya, bahaya bahaya

tersebut dapat dikontrol dengan beberapa metode, seperti eliminasi, substitusi,

pengendalian teknik, pengendalian administratif hingga penggunaan alat

pelindung diri

34
DAFTAR PUSTAKA
1. Rocha LP. Cezar-Vaz MR. Almeida MCVd. Bonow CA. Silva MSd
Costa VZD. Use Of Personal Protective Equipment By Gas Stations
Workers: A Nursing Contribution. Text Context Nursing, Florianópolis,
2014. 23(1):193-202
available at: http://www.index-f.com/textocontexto/2014pdf/e23-193.pdf
accessed date: 07 November 2019
2. Nneka OC. Mansur OO. Godwin JG. Jessica TA. Edzu UY. Knowledge
of occupational hazards and safety practices among petrol station
attendants in Sokoto metropolis, Sokoto State, Nigeria. JOHE. 2017; 6
(3). 122-7.
Available at: http://johe.rums.ac.ir/article-1-226-en.pdf accessed date: 07
November 2019
3. Kurniawan A. Perlindungan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada
Pekerja Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (Spbu) Di Kota
Pekanbaru. JOM Fakultas Hukum. 2016. 3 (1) . 1-13.
Available at: https://media.neliti.com/media/publications/115043-ID-
perlindungan-keselamatan-dan-kesehatan-k.pdf accessed date: 08
November 2019
4. De Palma G. Poli D. Manini P. Andreoli R. Mozzoni P. Apostoli P. Mutti
A.Biomarkers of exposure to aromatic hydrocarbons and methyl tert-
butyl ether in petrol station workers. Biomarkers, 2012; 17(4): 343–51
5. Rota F. Conti A. Campo L.Favero C. Cantone L. Motta V. Polledri E.
Mercadante R. Dieci G. Bollati V. Fustinoni S. Epigenetic and
Transcriptional Modifications in Repetitive Elements in Petrol Station
Workers Exposed to Benzene and MTBE. Int. J. Environ. Res. Public
Health.2018. 15; 735
6. National Center for Biotechnology Information. Benzene. US National
Library of Medicine, Department of Human and Health Service.

35
Available at: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Benzene,
Accessed date: 02 November 2019
7. National Oceanic and Athmospheric Administration. Benzene. US
Department of Commerce.
Available at: https://cameochemicals.noaa.gov/chemical/2577, accessed
date: 05 November 2019
8. NIOSH. NIOSH Pocket Guide to Chemical Hazard: Benzene. NIOSH.
US.
Available at: https://www.cdc.gov/niosh/npg/npgd0049.html, Accessed
date: 06 November 2019
9. Sipayung LP. Suryanto D. Megawati ER. Korelasi Paparan Benzene
Dengan Gambaran Complete Blood Count Karyawan Spbu X Dan Y.
Jurnal MKMI.2016. 12(2). 82-90
10. Fardani Irmasari. Kadar Toluen di Udara Lingkungan Kerja Berkorelasi
Terhadap kadar Asam Hipurat Urine pada Pekerja Percetakan di
Surabaya. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Surabaya. 2015.
11. Derry Samuel Salim. Laju Transpor Mukosiliar Mukosa Nasal Pada
Petugas SPBU. Junal Kedokteran Diponegoro. Semarang. 2016
12. Redyaksa Drestanta, Awal Prasetyo. Perbedaan Profil SPirometri Pada
Petugas SPBU. Jurnal Kedokteran Diponegoro. Semarang. 2017
13. Bambang Udji Rianto, Kurniawan Linggawati, Sudarman Kartono. The
Difference of Mucosal Cytology Feature in Gas station Workers
Compared to Non Gas Station workers. Journal of The Medical Sciences.
14. National Center for Biotechnology Information. Toluene. US National
Library of Medicine, Department of Human and Health Service.
Available at: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/1140,
Accessed date: 09 November 2019
15. Evaluation of health hazards by exposure to Ethylbenzene an proposal of
a health-based quality criterion for ambient air. Division of Toxicology
University of Denmark. 2013.

36
16. National Center for Biotechnology Information. Ethyl-Benzene. US
National Library of Medicine, Department of Human and Health Service.
Available at:
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/7500#section=UV-Spectra,
Accessed date: 08 November 2019
17. https://archive.epa.gov/mtbe/web/html/gas.html
18. https://www.cdc.gov/biomonitoring/MTBE_FactSheet.html
19. https://cameochemicals.noaa.gov/chemical/7091
20. National Center for Biotechnology Information. Ethyl-MTBE. US
National Library of Medicine, Department of Human and Health Service.
Available at: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/15413,
Accessed date: 08 November 2019
21. Zamanian Z., Sedaghat Z., Mehrifar Y. Harmful Outcome of
Occupational Exposure to Petrol: Assessment of Liver Function and
Blood Parameters among Gas Station Workers in Kermanshah City, Iran.
IJPVM. 2018. 9.100
22. Salem e., El-garawanI I., Allam H., El-aal BA., Hegazy M. Genotoxic
effects of occupational exposure to benzene in gasoline station workers.
Industrial Health. 2018.56.132–40
23. Yang JP. Wei QZ. Peng XC. Peng XW. Yuan JH. Hu DL. Relationship
between Methyl Tertiary Butyl Ether Exposure and Non-Alcoholic Fatty
Liver Disease: A Cross-Sectional Study among Petrol Station Attendants
in Southern China. Int J Environ Res Public Health. 2016. 23;13(10)
24. Rota F. Conti A. Camp L. Favero F. Cantone L. Motta V. Polledri E. Et
al. Epigenetic and Transcriptional Modifications in Repetitive Elements
in Petrol StationWorkers Exposed to Benzene and MTBE. Int J Environ
Res Public Health. 2018. 12;15(4)
25. De Palma G. Poli D. Manini P. Andreoli R. Mozzoni P Apostoli P. Mutti
A. Biomarkers of exposure to aromatic hydrocarbons and methyl tert-
butyl ether in petrol station workers. Biomarkers. 2012 .17(4):343-51

37
26. Tunsaringkarn T. Suwansaksri J. Ketkaew P. Siriwong W. Blood Toluene
And Genotoxicity In Gasoline Station Workers In Bangkok: A
Preliminary Study. J Health Res. 2011. 25(4): 161-4
27. Budiono, Sugeng A.M. Management Resiko dalam Hiperkes dan
Keselamatan Kerja Bunga Rampai Hiperkes dan KK Edisi kedua.
Semarang: Universitas Diponegoro. 2011.
28. Suardi, Rudi. Sistem Managemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta: PPM. 2013.
29. Ramli, Soehatman. Pedoman Praktis Manajemen Risiko Dalam
Perspektif K3 OHS Risk Management. Jakarta: Dian Rakyat. 2010.
30. Winandar, Aris, Indiraswari. 2016. Hubungan Pengetahuan Dan
Sikap Pekerja SPBU Dengan Penggunaan APD Masker Terhadap
Paparan Zat Benzene Di Kota Langsa 2014. Serambi Saintia Vol IV.
2016.

31. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.2011.Peraturan Menteri Tenaga


Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER13/MEN/X/2011
tentang Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja.
Jakarta. http://www.djpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2011/bn684-
2011.pdf

38

Anda mungkin juga menyukai