Anda di halaman 1dari 45

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Farmasi Kertas Karya Diploma

2016

Analisis Dissolved Oxygen (DO) dan


Biological Oxygen Demand (BOD) pada
Air Limbah Industri Menggunakan
Metode Winkler

Berutu, Rinaldo
Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/13245
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
ANALISIS DISSOLVED OXYGEN (DO) DAN BIOLOGICAL
OXYGEN DEMAND (BOD) PADA AIR LIMBAH INDUSTRI
MENGGUNAKAN METODE WINKLER

TUGAS AKHIR

OLEH :

RINALDO BERUTU
NIM 132410001

PROGRAM STUDI DIPLOMA III


ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan pengetahuan, kekuatan,
kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir ini, serta shalawat beriring salam untuk Rasulullah Nabi Muhammad
SAW sebagai contoh tauladan dalam kehidupan.

Adapun judul Tugas Akhir ini adalah “Analisis Dissolved Oxygen (DO)
Dan Biological Oxygen Demand (BOD) Pada Air Limbah Industri Menggunakan
Metode Winkler”disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun berdasarkan apa
yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Laboratoriun Balai
Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I
Medan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak,


penulis tidak dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagaimana mestinya. Penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak antara
lain :

1. Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang
telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan Tugas
Akhir ini.
3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku ketua Program
Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt., selaku Dosen Penasehat
Akademik yang telah memberikan nasehat dan pengarahan kepada penulis
selama melaksanakan pendidikan pada Program Diploma III Analis
Farmasi dan Makanan.

iii
Universitas Sumatera Utara
5. Ibu Rumanti Siahaan, SKM., M.Kes., beserta Staf dan Pegawai Balai
Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP)
Kelas I Medan.
6. Bapak dan Ibu Dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara.
7. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis Andri, Afif, Rahmadi, Wantrio,
Wirda, Nova dan Dila yang telah memberikan semangat, dukungan,
bantuan dan masukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
8. Teman-teman Analis Farmasi dan Makanan stambuk 2013, adik-adik
stambuk 2014 dan yang tidak disebutkan namanya, terima kasih buat
kebersamaan, dukungannya serta masukan dalam penyusunan Tugas Akhir
ini.

Terutama penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada


yang tercinta ayahanda Alm. Abel Berutu dan Ibunda Nurmaya Tumangger yang
telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan cinta
serta memberikan motivasi dan semangat untuk dapat mewujudkan cita-cita yang
diharapkan.

Penulis menyadari bahwa sepenuhnya isi dari Tugas Akhir ini masih
terdapat kekurangan dan kelemahan serta masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini dan demi peningkatan
mutu penulisan Tugas Akhir di masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis sangat berharap semoga Tugas Akhir ini dapat
memberikan manfaat kepada pembaca dan semua pihak yang memerlukan.

Medan, Juni 2016


Penulis,

Rinaldo Berutu
NIM 132410001

iv
Universitas Sumatera Utara
ANALISIS DISSOLVED OXYGEN (DO) DAN BIOLOGICAL OXYGEN
DEMAND (BOD) PADA AIR LIMBAH INDUSTRI MENGGUNAKAN
METODE WINKLER

ABSTRAK
Industri merupakan salah satu kegiatan yang menimbulkan dampak
terhadap lingkungan. Bahan-bahan pencemar yang dikeluarkan oleh industri
tersebut dapat menyebabkan terjadinya pencemaran terhadap lingkungan, baik
berupa pencemaran air, tanah maupun udara.Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis kadar DO dan BOD air limbah industri kelapa sawit.
Dissolved Oxygen (DO) adalah banyaknya oksigen yang terkandung di
dalam air dan Biological Oxygen Demand (BOD) adalah banyaknya oksigen
dalam ppm atau miligram/liter yang diperlukan untuk menguraikan benda organik
oleh bakteri di dalam air.
Dalam penulisan tugas akhir ini analisis DO pada air limbah industri
kelapa sawit menggunakan DO Meter dan analisis BOD menggunakan metode
Winkler/Iodometri yang dilakukan dengan cara mengukur berkurangnya kadar
oksigen terlarut dalam sampel yang disimpan dalam botol tertutup rapat dan
diinkubasi pada suhu 20oC selama 5 hari.
Dari hasil analisis yang dilakukan pada sampel air limbah industri kelapa
sawit dengan nomor sampel 531/K/AL/15/02/2016 diperoleh nilai DO sebesar
0,300 mg/L dan nilai BOD sebesar 85,95 mg/L, dengan nomor sampel
532/K/AL/15/02/2016 diperoleh nilai DO sebesar 0,160 mg/L dan nilai BOD
sebesar 100,67 mg/L serta dengan nomor sampel 533/K/AL/15/02/2016 diperoleh
nilai DO sebesar 0,160 mg/L dan nilai BOD sebesar 85,95 mg/L. Kadar DO yang
diperoleh menunjukkan bahwa air limbah kelapa sawit mengandung kadar
oksigen terlarut yang sangat rendah dan kadar BOD yang diperoleh menunjukkan
bahwa air limbah industri kelapa sawit tersebut tidak memenuhi persyaratan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-51/MENLH/10/1995 tentang
baku mutu limbah cair industri yaitu 50 mg/L.

Kata Kunci: Air limbah industri kelapa sawit, Dissolved Oxygen (DO), Biological
Oxygen Demand (BOD), Winkler/Iodometri.

v
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ........................................................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ ii

KATA PENGANTAR ................................................................................ iii

ABSTRAK .................................................................................................. v

DAFTAR ISI ............................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ...................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1

1.2 Tujuan....................................................................................... 4

1.3 Manfaat..................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 5

2.1 Air .......................................................................................... 5

2.1.1Pencemaran Air.............................................................. 5

2.2 Air Limbah ............................................................................. 6

2.2.1 Sumber Air Limbah ...................................................... 7

2.2.2 Dampak Buruk Air Limbah .......................................... 8

2.2.3 Parameter-parameter dalam Air Limbah ...................... 9

2.2.4 Pengolahan Air Limbah................................................ 11

2.3 Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit ......................................... 12

2.3.1 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit .......... 13

2.4 Dissolved Oxygen (DO) ........................................................ 13

vi
Universitas Sumatera Utara
2.5 Biological Oxygen Demand (BOD) ...................................... 14

2.6 Metode Titrimetrik ................................................................. 15

2.6.1 Titrasi Oksidasi-Reduksi .............................................. 16

2.7 Titrasi Iodometri .................................................................... 17

2.8 Metode Titrasi Winkler ........................................................... 17

BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 18

3.1 Tempat ................................................................................... 18

3.2 Alat ...................................................................................... 18

3.3 Bahan ..................................................................................... 18

3.3.1 Sampel .......................................................................... 18

3.3.2 Pereaksi ........................................................................ 19

3.4 Prosedur Penelitian ................................................................ 19

3.4.1 Analisis Dissolved Oxygen (DO) ................................. 19

3.4.2 Analisis Biological Oxygen Demand (BOD) ............... 19

3.4.2.1 Titrasi Iodometri Pengencer, DO0 dan DO5 ..... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 22

4.1 Hasil ...................................................................................... 22

4.1.1 Analisis Dissolved Oxygen (DO) ................................. 22

4.1.2 Analisis Biological Oxygen Demand (BOD) ............... 22

4.2 Pembahasan ........................................................................... 23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 25

5.1 Kesimpulan ............................................................................ 25

5.2 Saran ...................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 26

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil pengujian oksigen terlarut (DO) .................................... 22

4.2 Hasil pengujian Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) .............. 23

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Perhitungan............................................................................... 27

2 Baku Mutu Air Limbah Industri............................................... 31

3 Gambar Sampel ........................................................................ 32

4 Gambar Alat DO Meter dan Hasil............................................ 33

5 Gambar Larutan Pengencer ...................................................... 34

6 Gambar Bahan dan Alat Titrasi Iodometri ............................... 35

ix
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan industrialisasi yang semakin meningkat serta ledakan

jumlah penduduk yang kurang terkendali, akan mempercepat proses kerusakan

alam. Manusia mempunyai andil yang sangat besar terhadap kerusakan

lingkungan yang diawali dari revolusi industri. Perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi yang demikian pesat selama ini untuk mengejar kesejahteraan hidup

secepat-cepatnya justru mempercepat proses kerusakan lingkungan (Sunu, 2001).

Pada umumnya, limbah industri pangan tidak membahayakan kesehatan

masyarakat, karena tidak terlibat langsung dalam perpindahan penyakit. Akan

tetapi kandungan bahan organiknya yang tinggi dapat bertindak sebagai sumber

makanan untuk pertumbuhan mikroba. Dengan pasokan makanan yang berlimpah

mikroorganisme akan berkembang biak dengan cepat dan mereduksi oksigen

terlarut yang terdapat dalam air. Secara normal, air mengandung kira-kira 8 ppm

oksigen terlarut (Dissolved Oxygen). Standar minimum oksigen terlarut untuk

kehidupan ikan adalah 5 ppm dan di bawah standar ini akan menyebabkan

kematian ikan dan biota perairan lainnya. Bila oksigen terlarut dalam air habis

sama sekali karena kadar bahan organik yang tinggi, maka akan timbul bau busuk

dan warna air menjadi gelap (Jenie dan Rahayu, 1993).

Kandungan bahan organik dari suatu limbah biasanya dinyatakan dengan

parameter BOD atau “Biological Oxygen Demand” BOD dapat didefinisikan

sebagai jumlah oksigen terlarut yang dikonsumsi atau digunakan oleh kegiatan

1
Universitas Sumatera Utara
kimia atau mikrobiologik, bila suatu contoh air diinkubasi dalam keadaaan gelap

(biasanya 5 hari) pada suhu (200 C). Oleh karena oksigen dibutuhkan untuk

oksidasi bahan organik, maka BOD menunjukkan indikasi kasar banyaknya

kandungan bahan organik dalam contoh tersebut. Efluen (air buangan) dengan

BOD tinggi dapat menimbulkan masalah polusi bila dibuang langsung kedalam

suatu perairan atau badan air, karena akibat pengambilan oksigen ini akan segera

mengganggu seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan dapat menyebabkan

kematian ikan dan biota perairan lainnya (Jenie dan Rahayu, 1993).

Limbah cair pabrik kelapa sawit (PKS) terdiri atas banyak komponen

penyusun antara lain: seperti lemak, protein dan karbohidrat. Komponen ini dapat

digunakan sebagai sumber nutrisi yang diperlukan mikroba dalam metabolisme

hidupnya. Dengan dimanfaatkannya komponen-komponen tersebut oleh mikroba,

limbah minyak sawit mengalami degradasi yang biasa disebut biodegradasi

minyak sawit. Tidak semua mikroba dapat mendegradasi limbah cair PKS. Hanya

mikroba-mikroba yang dapat beradaptasi dalam limbah cair PKS yang dapat

melaksanakan biodegradasi tersebut (Nainggolan dan Susilawati, 2011).

Untuk itu sebelum di buang ke perairan bebas, limbah tersebut harus

diolah terlebih dahulu. Dimana pengolahan limbah ada parameter-parameter yang

harus ditentukan misalnya Dissolved Oxigen (DO), Biological Oxygen Demand

(BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Kesadahan, Total Suspended Solid

(TSS), pH, Kekeruhan (turbidity) dan lain sebagainya (Mulia, 2005).

Diantara parameter yang digunakan untuk limbah industri yaitu termasuk

analisis Dissolved Oxygen (DO) dan Biological Oxygen Demand (BOD). Analisis

2
Universitas Sumatera Utara
Dissolved Oxygen (DO) penting karena oksigen terlarut digunakan sebagai tanda

derajat pengotoran limbah yang ada, semakin besar oksigen terlarut maka

menunjukkan derajat pengotoran yang relatif kecil. Analisis Biological Oxygen

Demand (BOD) penting karena kadar BOD yang tinggi dapat merusak lingkungan

hidup dan membahayakan kesehatan makhluk hidup (Mulia, 2005).

Untuk mengetahui apakah suatu limbah industri kelapa sawit memenuhi

persyaratan baku mutu uji kualitas air, maka diperlukan serangkaian tahap

pengujian untuk menentukan tingkat pencemaran tersebut. Berdasarkan hal

tersebut maka penulis memilih judul “Analisis Dissolved Oxygen (DO) Dan

Biological Oxygen Demand (BOD) Pada Air Limbah Industri Menggunakan

Metode Winkler” karena analisis tersebut sangat penting sebagai parameter uji

kualitas air.

3
Universitas Sumatera Utara
1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui kadar Dissolved Oxygen (DO) dan Biological Oxygen

Demand (BOD) pada air limbah industri kelapa sawit.

b. Mengetahui apakah kadar Biological Oxygen Demand (BOD) pada air

limbah industri kelapa sawit memenuhi persyaratan sesuai Keputusan

Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-51/MENLH/10/1995.

1.3 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Dapat mengetahui kadar Dissolved Oxygen (DO) dan Biological Oxygen

Demand (BOD) pada air limbah industri kelapa sawit.

b. Dapat mengetahui apakah kadar Biological Oxygen Demand (BOD) pada

air limbah industri kelapa sawit memenuhi persyaratan sesuai Keputusan

Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-51/MENLH/10/1995.

4
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi seluruh makhluk hidup

di muka bumi ini. Suatu perairan merupakan ekosistem yang kompleks sekaligus

merupakan habitat dari berbagai jenis makhluk hidup, baik yang berukuran besar

seperti ikan, maupun berbagai jenis makhluk hidup berukuran kecil (mikroba)

yang hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop (Nugroho, 2006).

Seiring dengan meningkatnya kemajuan di sektor industri, semakin

meningkat pula masalah pencemaran di indonesia. Masuknya berbagai bahan

pencemar ke dalam suatu perairan dapat menyebabkan menurunnya kualitas

perairan tersebut sehingga tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya

(Nugroho, 2006).

2.1.1. Pencemaran Air

Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,

energi dan/atau komponen lain kedalam air oleh kegiatan manusia sehingga

kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi

lagi sesuai dengan peruntukannya (Sumantri, 2010).

Di dalam kegiatan industri dan teknologi, air yang telah digunakan (air

limbah industri) tidak boleh langsung dibuang ke lingkungan karena dapat

menyebabkan pencemaran. Air tersebut harus diolah terlebih dahulu agar

mempunyai kualitas yang sama dengan kualitas air lingkungan. Jadi air limbah

industri harus mengalami proses daur ulang sehingga dapat digunakan lagi atau

5
Universitas Sumatera Utara
dibuang kembali kelingkungan tanpa menyebabkan pencemaran air lingkungan.

Proses daur ulang air limbah industri atau Water Treatment Recycle Process

adalah salah satu syarat yang harus dimiliki oleh industri yang berwawasan

lingkungan (Wardhana, 2004).

2.2 Air Limbah

Salah satu penyebab terjadinya pencemaran air adalah air limbah yang

dibuang tanpa pengolahan kedalam suatu badan air. Menurut Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001, air limbah adalah sisa dari

suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Air limbah dapat berasal dari

rumah tangga (domestik) maupun industri (industry) (Mulia, 2005).

Apabila limbah masuk ke dalam lingkungan, ada beberapa kemungkinan

yang diciptakan. Kemungkinan pertama, lingkungan tidak mendapat pengaruh

yang berarti; kedua, ada pengaruh perubahan tapi tidak menyebabkan

pencemaran; ketiga, memberi perubahan dan menimbulkan pencemaran. Ada

berbagai alasan untuk mengatakan demikian. Tidak memberi pengaruh terhadap

lingkungan karena volume limbah kecil dan parameter pencemar yang terdapat di

dalamnya sedikit dengan konsentrasi kecil, karena itu andai kata masuk pun dalam

lingkungan ternyata lingkungan mampu menetralisirnya. Kandungan bahan yang

terdapat dalam limbah konsentrasinya barangkali dapat diabaikan karena kecilnya.

Ada berbagai parameter pencemar yang menimbulkan perubahan kualitas

lingkungan namun tidak menimbulkan pencemaran. Artinya lingkungan itu

memberikan toleransi terhadap perubahan serta tidak menimbulkan dampak

negatip (Gintings, 1992).

6
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Sumber Air Limbah

Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain (Mulia, 2005):

a. Air limbah rumah tangga terdiri dari tiga fraksi penting yaitu:

1. Tinja (faeces), berpotensi mengandung mikroba patogen.

2. Air seni (urine), umumnya mengandung Nitrogen dan Posfor, serta

kemungkinan kecil mikro-organisme.

3. Grey water, merupakan air bekas cucian dapur, mesin cuci dan kamar

mandi. Grey water sering juga disebut dengan istilah sullage.

Campuran faeces dan urine disebut sebagai excreta, sedangkan campuran

excreta dengan air bilasan toilet disebut sebagai black water. Mikroba patogen

banyak terdapat pada excreta. Excreta ini merupakan cara transport utama bagi

penyakit bawaan air.

b. Air limbah industri umumnya terjadi sebagai akibat adanya pemakaian air

dalam proses produksi. Diindustri, air umumnya memiliki beberapa fungsi

berikut:

1. Sebagai air pendingin, untuk memindahkan panas yang terjadi dari

proses industri.

2. Untuk mentransportasikan produk atau bahan baku.

3. Sebagai air proses, misalnya sebagai umpan boiler, pada pabrik

minuman dan sebagainya.

4. Untuk mencuci dan membilas produk dan atau gedung serta instalasi.

Berbeda dengan air limbah rumah tangga, zat-zat uyang terkandung di

dalam air limbah industri sangat bervariasi sesuai dengan pemakaiannya di

7
Universitas Sumatera Utara
masing-masing industri. Oleh sebab itu, dampak yang diakibatkannya juga sangat

bervariasi, bergantung kepada zat-zat yang terkandung di dalamnya.

2.2.2 Dampak Buruk Air Limbah

Air limbah yang tidak di kelola dengan baiik dapat menimbulkan dampak

buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut

adalah sebagai berikut (Mulia, 2005):

1. Gangguan kesehatan

Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan

penyakit bawaan air (waterborne disease). Selain itu di dalam air limbah

mungkin juga terdapat zat-zat berbahaya dan beracun yang dapat

menimbulkan gangguan kesehatan bagi makhluk hidup yang

mengkonsumsinya.

2. Penurunan kualitas lingkungan

Air limbah yang dibuang langsung ke air permukaan (misalnya: sungai dan

danau) dapat mengakibatkan pencemaran air permukaan tersebut. Sebagai

contoh, bahan organik yang terdapat dalam air limbah bila dibuang langsung

ke sungai dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut (Dissolved

Oxygen) di dalam sungai tersebut. Dengan demikian akan menyebabkan

kehidupan di dalam air yang membutuhkan oksigen akan terganggu, dalam

hal ini akan mengurangi perkembangannya.

3. Gangguan terhadap keindahan

Adakalanya air limbah mengandung polutan yang tidak mengganggu

kesehatan dan ekosistem, tetapi mengganggu keindahan. Contoh yang

8
Universitas Sumatera Utara
sederhana adalah air limbah yang mengandung pigmen warna yang dapat

menimbulkan perubahan warna pada badan air penerima. Walaupun pigmen

tersebut tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, tetapi terjadi

gangguan keindahan terhadap badan air penerima tersebut.

4. Gangguan terhadap kerusakan benda

Adakalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat dikonversi oleh

bakteri anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H2S. Gas ini dapat

mempercepat proses perkaratan pada benda yang terbuat dari besi (misalnya

pipa saluran air limbah) dan bangunan air kotor lainnya. Dengan cepat

rusaknya air tersebut maka biaya pemeliharaannya akan semakin besar juga,

yang berarti akan menimbulkan kerugian material.

2.2.3 Parameter-parameter dalam Air Limbah

Dalam air limbah terdapat parameter-parameter yang perlu untuk

diketahui. Parameter tersebut dapat menentukan kualitas dan karakteristik dari air

limbah tersebut. Beberapa parameter tersebut diantaranya (Mulia, 2005):

a. BOD (Biological Oxygen Demand)

Adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau miligram/liter (mg/L) yang

diperlukan untuk menguraikan benda organik oleh bakteri pada suhu 20oC

selama 5 hari. Biasanya dalam waktu 5 hari, sebanyak 60-70% kebutuhan

terbaik karbon dapat tercapai. BOD hanya menggambarkan kebutuhan

oksigen untuk penguraian bahan organik yang didekomposisikan secara

biologis (biodegradable).

b. COD (Chemical Oxygen Demand)

9
Universitas Sumatera Utara
Menggambarkan jumlah total oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi

bahan organik secara kimiawi. Oksigen yang dikonsumsi setara dengan

jumlah dikromat yang diperlukan untuk mengoksidasi air sampel.

c. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO)

Adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air dan diukur dalam

satuan miligram per liter. Oksigen terlarut ini digunakan sebagai tanda derajat

pengotoran limbah yang ada. Semakin besar oksigen terlarut, maka

menunjukkan derajat pengotoran yang relatif kecil.

d. Kesadahan (hardness)

Adalah gambaran kation logam divalen (valensi 2) yang terdapat dalam air.

Kation-kation ini dapat bereaksi dengan sabun membentuk endapan

(presipitasi) maupun dengan anion-anion yang terdapat di dalam air

membentuk endapan atau karat pada peralatan logam.

e. Settleable Solid

Adalah lumpur yang mengendap dengan sendirinya pada kondisi yang tenang

selama 1 jam secara gaya beratnya sendiri.

f. TSS (Total Suspended Solid)

Adalah jumlah berat dalam mg/L kering lumpur yang ada di dalam air limbah

setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron.

Suspended solid (material tersuspensi) dapat dibagi menjadi zat padat dan

koloid. Selain suspended solid ada juga istilah dissolved solid (padatan

terlarut).

g. MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid)

10
Universitas Sumatera Utara
Adalah jumlah TSS yang berasal dari bak pengendap lumpur aktif setelah

dipanaskan pada suhu 103oC-105oC.

h. MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid)

Adalah kandungan organic matter yang terdapat dalam MLSS. Didapat dari

pemanasan MLSS pada suhu 600oC, benda volatile menguap disebut

MLVSS.

i. Kekeruhan (turbidity)

Adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk

mengukur keadaan air sungai, kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda

tercampur atau benda koloid dalam air.

2.2.4 Pengolahan Air Limbah

Proses pengolahan limbah cair pada dasarnya dikelompokkan menjadi

tiga tahap yaitu proses pengolahan primer, sekunder dan tersier (Sunu, 2001):

a. Pengolahan Primer

Pengolahan primer limbah cair yaitu membuang bahan-bahan padatan

yang mengendap atau mengapung. Pada dasarnya pengolahan primer

terdiri dari tahap-tahap untuk memisahkan air dari limbah padatan dengan

membiarkan padatan tersebut mengendap atau memisahkan bagian-bagian

padatan yang mengapung seperti plastik , kertas, daun dan sebagainya.

b. Pengolahan sekunder

Pengolahan sekunder limbah cair yaitu proses dekomposisi bahan-bahan

padatan secara biologis. Pada proses pengolahan sekunder ini pada

dasarnya terdapat dua macam sistem yaitu penyaring trikel dan lumpur

aktif. Penerapan yang efisien baik sistem penyaring trikel maupun sistem

11
Universitas Sumatera Utara
lumpur aktif sangat efektif untuk menghilangkan sebagian besar padatan

tersuspensi dan BOD.

c. Pengolahan Tersier

Proses pengolahan primer dan sekunder limbah cair dapat menurunkan

nilai BOD air dan menghilangkan bakteri yang berbahaya, akan tetapi

kedua proses baik primer maupun sekunder tersebut tidak dapat

menghilangkan komponen-komponen organik dan anorganik yang terlarut.

Komponen-komponen tersebut pada umumnya tahan terhadap pemecahan

oleh bakteri. Pengolahan tersier merupakan proses untuk menghilangkan

bahan-bahan terlarut tersebut.Proses pengolahan untuk menghilangkan

bahan-bahan terlarut tersebut telah dikembangkan mulai dari proses

biologis untuk menghilangkan senyawa-senyawa nitrogen dan fosfor

sampai pada proses pemisahan fisiko-kimia.

2.3 Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Limbah cair pabrik kelapa sawit (PKS) terdiri atas banyak komponen

penyusun antara lain: seperti lemak, protein dan karbohidrat. Komponen ini dapat

digunakan sebagai sumber nutrisi yang diperlukan mikroba dalam metabolisme

hidupnya. Dengan dimanfaatkannya komponen-komponen tersebut oleh mikroba,

limbah minyak sawit mengalami degradasi yang biasa disebut biodegradasi

minyak sawit. Tidak semua mikroba dapat mendegradasi limbah cair PKS. Hanya

mikroba-mikroba yang dapat beradaptasi dalam limbah cair PKS yang dapat

melaksanakan biodegradasi tersebut (Nainggolan dan Susilawati, 2011).

12
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Limbah cair PKS mengandung padatan terlarut maupun emulsi minyak di

dalam air. Limbah cair mengandung senyawa-senyawa organik seperti selulosa

dan tannin ataupun turunan alkaloid lainnya seperti karotin. Padatan terlarut

melayang dan juga mengemulsi serta bahan-bahan organik lainnya yang terurai

ataupun terdegradasi disebabkan mikroorganisme, iini menyebabkan bau dan

berwarna hitam (Nainggolan dan Susilawati, 2011).

2.4 Dissolved Oxygen (DO)

Oksigen terlarut (dissolved oxygen=DO) merupakan parameter mutu air yang

penting karena nilai oksigen terlarut dapat menunjukkan tingkat pencemaran atau

tingkat pengolahan air limbah. Oksigen terlarut ini akan menentukan kesesuaian

suatu jenis air sebagai sumber kehidupan biota flora dan fauna di suatu daerah

(Sunu, 2001).

Distribusi oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) di perairan sungai umumnya

lebih merata dibandingkan dengan perairan tergenang. Hal ini disebabkan oleh

adanya gerakan air yang kontinyu, sehingga memungkinkan terlarutnya oksigen

dari udara ke air. Oksigen terlarut dalam air pada umumnya berasal dari difusi

oksigen udara melalui permukaan air, aliran air, air hujan dan hasil fotosintesis

tumbuhan air pada siang hari (Nugroho, 2006).

Oksigen diperlukan untuk menguraikan bahan organik. Oleh karena itu,

penurunan kadar oksigen terlarut di dalam air merupakan indikasi kuat adanya

pencemaran. Semakin tinggi tingkat pencemar air, semakin berkurang kadar

oksigen terlarut dalam air. Oksigen terlarut sangat diperlukan untuk

13
Universitas Sumatera Utara
mempertahankan hidup bagi makhluk yang tinggal di air, baik tanaman maupun

hewan (Sunu, 2001).

2.5 Biological Oxygen Demand (BOD)

Biological Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah

oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk

memecah, mendegradasi atau mengoksidasi limbah organik yang terdapat di air

lingkungan. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin

kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang

membutuhkan oksigen tinggi (Sunu, 2001).

Karena melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan

organik, maka analisis BOD memang cukup memerlukan waktu. Oksidasi

biokimia adalah proses yang lambat. Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan organik

karbon mencapai 95 – 99 %, dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 – 70 % bahan

organik telah terdekomposisi. Lima hari inkubasi adalah kesepakatan umum

dalam penentuan BOD. Bisa saja BOD ditentukan dengan menggunakan waktu

inkubasi yang berbeda, asalkan dengan menyebutkan lama waktu tersebut dalam

nilai yang dilaporkan (misal BOD7, BOD10) agar tidak salah dalam interpretasi

atau memperbandingkan. Temperatur 20oC dalam inkubasi juga merupakan

temperatur standard. Temperatur 20oC adalah nilai rata-rata temperatur sungai

beraliran lambat di daerah beriklim sedang dan mudah dilakukan didalam

inkubator. hasil yang berbeda akan diperoleh pada temperatur yang berbeda

karena tingkat reaksi biologis yang bergantung pada suhu (Metcalf dan Eddy,

1979).

14
Universitas Sumatera Utara
Uji BOD mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya (Kristanto, 2013):

1. Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan

organik atau bahan-bahan tereduksi lain, disebut juga intermediate oxygen

demand.

2. Uji BOD membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu lima hari.

3. Uji BOD yang dilakukan selama lima hari masih belum dapat menunjukkan

nilai total BOD, melainkan ± 68% dari total BOD.

Meskipun ada kelemahan-kelemahan tersebut, BOD tetap digunakan sampai

sekarang. Hal ini karena beberapa alasan, terutama dalam hubungannya dengan

pengolahan air limbah, yaitu (Metcalf dan Eddy, 1979):

1. BOD penting untuk mengetahui perkiraan jumlah oksigen yang akan

diperlukan untuk menstabilkan bahan organik yang ada secara biologi

2. Untuk mengetahui ukuran fasilitas unit pengolahan limbah

3. Untuk mengukur efisiensi suatu proses perlakuan dalam pengolahan limbah

4. Untuk mengetahui kesesuaiannya dengan batasan yang diperbolehkan bagi

pembuangan air limbah.

2.6 Metode Titrimetrik

Analisis titrimetrik merupakan salah satu bagian utama kimia analisis dan

bahwa perhitungan-perhitungan yang digunakan didasarkan pada hubungan

stoikiometri sederhana dari reaksi kimia (Day dan Underwood, 1986).

Suatu metode titrimetrik untuk analisis didasarkan pada suatu reaksi kimia

seperti:

15
Universitas Sumatera Utara
aA + tT  produk

dimana a molekul analit A, bereaksi dengan t molekul reagensia T. Reagensia T,

yang disebut titran, ditambahkan sedikit demi sedikit (secara inkremental),

biasanya dari dalam buret, dalam bentuk larutan yang konsentrasinya diketahhui.

Larutan kedua ini disebut larutan standar dan konsentrasinya ditetapkan oleh suatu

proses yang disebut standarisasi. Penambahan titran diteruskan sampai telah

dimasukkan sejumlah T yang secara kimia setara dengan A. Maka dikatakan telah

tercpai titik ekuivalensi dari titrasi itu. Untuk mengetahui kapan penambahan

titran itu harus dihentikan ahli kimia itu dapat menggunakan suatu zat, yang

disebut indikator, yang menanggapi munculnya kelebihan titran dengan

perubahan warna. Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat tepat pada titik

ekuivalensi. Titik dalam titrasi pada saat indikator berubah warna disebut titik

akhir. Tentu saja diinginkan agar titik akhir sedekat mungkin ke titik ekuivalensi.

Dengan memilih indikator untuk mengimpitkan kedua titik itu (atau mengkoreksi

selisih antara keduanya) merupakan salah satu aspek yang penting dari analisis

titrimetri. Selama bertahun-tahun biasanya digunakan istilah analisis volumetri

bukannya titrimetri. Tetapi dari titik pandangan yang teliti, lebih disukai istilah

titrimetri karena pengukuran volume tidaklah terbatas pada titrasi. (Day dan

Underwood, 1986).

2.6.1 Titrasi Oksidasi-Reduksi

Titrasi oksidasi-reduksi didasarkan pada proses perpindahan elektron

antara zat pengoksidasi dan zat pereduksi. Zat pengoksidasi dititrasi dengan

larutan baku zat pereduksi kuat, misalnya Na2S2O3, TiCl3, asam askorbat.

Sebaliknya, zat pereduksi dititrasi dengan larutan baku zat pengoksidasi kuat,

16
Universitas Sumatera Utara
misalnya KMnO4, KBrO3, K2Cr2O7. Titik akhir titrasi ditentukan dengan indikator

oksidasi-reduksi yang sesuai atau secara potensiometri. Sedangkan pada titrasi

iodometri (salah satu metode oksidasi-reduksi) digunakan larutan kanji sebagai

indikator khusus (Rivai, 2006).

2.7 Titrasi Iodometri

Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan

senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada

sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti

CuSO4 5H2O. Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan

kalium iodida berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi

dengan larutan baku natrium tiosulfat. Banyaknya volume natrium tiosulfat yang

digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan

banyaknya sampel (Gandjar dan Rohman, 2008).

2.8 Metode Titrasi Winkler

Metode titrasi dengan cara Winkler secara umum banyak digunakan untuk

menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi

iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2

dan Na0H - KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4

atau HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan

molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan

ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan

menggunakan indikator larutan amilum (kanji) (Salmin, 2005).

17
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat

Analisis oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) dan kebutuhan oksigen

biologi (Biological Oxgen Demand) dilakukan di Laboratorium Kimia Balai

Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I

Medan di jalan KH. Wahid Hasyim No. 15 Medan.

3.2 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah Aerator, Beaker gelas, Bola hisap, Botol

winkler 300 mL, Buret 25 mL, Erlenmeyer 250 mL, DO Meter, Gelas ukur 100

mL, Inkubator, Pipet ukur 10 mL, Tissu.

3.3 Bahan

3.3.1 Sampel

1. Sampel 1 merupakan air limbah industri kelapa sawit dengan nomor

sampel 531/K/AL/15/02/2016.

2. Sampel 2 merupakan air limbah industri kelapa sawit dengan nomor

sampel 532/K/AL/15/02/2016.

3. Sampel 3 merupakan air limbah industri kelapa sawit dengan nomor

sampel 533/K/AL/15/02/2016.

18
Universitas Sumatera Utara
3.3.2 Pereaksi

Pereaksi yang digunakan adalah Air suling, Amilum, Asam sulfat pekat,

Mangan Sulfat (MnSO4), Larutan Alkali Iodida Azida, Natrium Thiosulfat

(Na2S2O3) 0,025 N, Larutan Buffer Fosfat, Larutan Magnesium Sulfat (MgSO4),

larutan Kalsium Klorida (CaCl), Larutan Besi (III) klorida (FeCl3), Larutan H2SO4

1N dan larutan NaOH 1 N.

3.4 Prosedur Percobaan

3.4.1 Analisis Dissolved Oxigen (DO)

1) Dihidupkan alat DO meter yang sudah dibilas dengan akuades dan sampel

2) DO meter dicelupkan kedalam Erlenmeyer yang berisi sampel

3) Ditunggu beberapa menit sampai pembacaan pada alat stabil

4) Dicatat hasil yang tertera pada DO meter

3.4.2 Analisis Biological Oxygen Demand (BOD)

1. Berdasarkan hasil pengukuran DO segera, bisa kita ketahui berapa kali

pengenceran yang harus dilakukan sesuai tabel :

NO. HARGA DO SEGERA, mg/L PENGENCERAN


1 8-9 1 kali
2 6-8 2-5 kali
3 5-6 5-10 kali
4 3-5 10-15 kali
5 1-3 15-20 kali
6 0-1 20-25 kali
7 0-0,1 25-100 Kali

2. Siapkan air pengencer, dimana untuk setiap satu liter air suling

ditambahkan 1 mL buffer fosfat, 1mL larutan CaCl2, 1 mL larutan MgSO4,

19
Universitas Sumatera Utara
1 mL FeCl3. Campuran tersebut diaerasi dengan aerator selama 30 menit,

tutup.

3. Sampel yang sudah diencerkan dipindahkan ke dalam dua botol winkler

300 ml (hati-hati, jangan sampai terjadi aerasi). Satu botol untuk inkubasi

selama 5 hari pada 20°C, satu botol lagi untuk ditentukan DO nol hari.

4. Air pengencer yang digunakan juga dipindahkan kedalam dua botol

winkler 300 mL, 1 botol untuk inkubasi selama 5 hari pada 20°C, 1 botol

lagi untuk ditentukan DO nol hari.

3.4.2.1 Titrasi Iodometri Pengencer, DO0 dan DO5

1. Diambil Larutan pengencer/sampel yang sudah disiapkan

2. Ditambahkan 1 mL MnSO4 dan 1 mL alkali iodide azida dengan ujung pipet

tepat diatas larutan.

3. Ditutup segera dan homogenkan hingga terbentuk gumpalan sempurna.

4. Dibiarkan gumpalan mengendap hingga 10 menit.

5. Ditambahkan 2 mL H2SO4 pekat, ditutup dan homogenkan hingga endapan

larut sempurna.

6. Dipipet 100 mL, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL.

7. Dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N sampai warna kuning pucat

8. Tambahkan indikator amilum hingga warna biru

9. Titrasi kembali dengan Na2S2O3 0,025 N sampai warna biru tepat hilang.

20
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan :

I. Rumus Perhitungan DO

Dissolved Oxygen (mg/L) =

Keterangan: V = mL Na2S2O3
N = N Na2S2O3
F = Faktor (volume botol dibagai volume botol dikurangi volume
pereaksi MnSO4 dan alkali iodida azida)

II. Rumus Perhitungan Biological Oxygen Demand (BOD) :

- DO sampel(0) : a mg/L
- DO larutan pengencer(0) : b mg/L
- DO sampel(5) : c mg/L
- DO larutan pengencer(5) : d mg/L

Koreksi volume pengencer =

BOD larutan pengencer(5) = (b-d) x koreksi volume pengencer


BOD sampel(5) = (a-c) – BOD larutan pengencer x faktor pengenceran (tabel)

21
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari analisis pengujian Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) dengan

menggunakan DO Meter dan Kebutuhan Oksigen Biologi (Biological Oxygen

Demand) dengan menggunakan metode Winkler didapatkan hasil sebagai berikut:

4.1.1 Analisis Dissolved Oxygen (DO)

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan terhadap ketiga sampel

air limbah industri kelapa sawit dengan menggunakan alat DO Meter dengan

pembacaan langsung diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil pengujian oksigen terlarut (DO) air limbah industri kelapa sawit
menggunakan alat DO Meter.

No. Kode Sampel DO Segera Konsentrasi

1. 531/K/AL/15/02/2016 0,300 mg/L

2. 532/K/AL/15/02/2016 0,160 mg/L

3. 533/K/AL/15/02/2016 0,160 mg/L

4.1.2 Analisis Biological Oxygen Demand (BOD)

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan terhadap ketiga sampel

air limbah industri kelapa sawit dengan menggunakan metode Winkler

(Iodometri) diperoleh hasil sebagai berikut:

22
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Hasil pengujian Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) air limbah
industri kelapa sawit menggunakan metode Winkler (Iodometri).

No. Kode Sampel FP DO0 DO5 BOD Konsentrasi

1. 531/K/AL/15/02/2016 25 x 7,852 4,027 85,95 mg/L

2. 532/K/AL/15/02/2016 25 x 8,054 4,027 100,67 mg/L

3. 533/K/AL/15/02/2016 25 x 7,852 4,027 85,95 mg/L

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap sampel air limbah

industri kelapa sawit dengan parameter Dissolved Oxygen (DO) dan parameter

Biological Oxygen Demand (BOD) pada sampel air limbah industri kelapa sawit

dengan nomor sampel 531/K/AL/15/02/2016 diperoleh kadar DO sebesar 0,300

mg/L dan BOD sebesar 85,95 mg/L, pada sampel air limbah industri kelapa sawit

dengan nomor sampel 532/K/AL/15/02/2016 diperoleh kadar DO sebesar 0,160

mg/L dan BOD sebesar 100,67 mg/L serta pada sampel air limbah industri kelapa

sawit dengan nomor sampel 533/K/AL/15/02/2016 diperoleh kadar DO sebesar

0,160 mg/L dan BOD 85,95 mg/L (Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran

I Perhitungan hal. 27-30).

Kadar Oksigen terlarut (DO) yang diperoleh sangatlah rendah

dibandingkan dengan standar minimum oksigen terlarut untuk kehidupan ikan dan

biota perairan lainnya yaitu 5 mg/L. Kadar Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)

yang diperoleh menunjukkan bahwa air limbah industri kelapa sawit tersebut tidak

memenuhi persyaratan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-

51/MENLH/10/1995 yaitu sebesar 50 mg/L tentang baku mutu limbah industri.

23
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil analisis DO dan BOD tesebut dapat dinyatakan bahwa air

limbah industri kelapa sawit tidak layak untuk dibuang begitu saja ke air badan air

(air permukaan) tanpa ada pengolahan air limbah terlebih dahulu. Limbah cair

yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan pencemaran terhadap sumber

air (air permukaan) atau lingkungan dan menjadi media tempat

berkembangbiaknya mikroorganisme patogen yang dapat menimbulkan penyakit

serta menyebabkan kematian ikan dan biota perairan lainnya.

24
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Hasil analisis yang dilakukan terhadap sampel air limbah industri kelapa

sawit dengan parameter Dissolved Oxygen (DO) dan parameter Biological

Oxygen Demand (BOD) pada sampel air limbah industri kelapa sawit

dengan nomor sampel 531/K/AL/15/02/2016 diperoleh kadar DO sebesar

0,30 mg/L dan BOD sebesar 85,95 mg/L, dengan nomor sampel

532/K/AL/15/02/2016 diperoleh kadar DO sebesar 0,160 mg/L dan BOD

sebesar 100,67 mg/L serta dengan nomor sampel 533/K/AL/15/02/2016

diperoleh kadar DO sebesar 0,160 mg/L dan BOD 85,95 mg/L.

2. Kadar Biological Oxygen Demand (BOD) yang diperoleh menunjukkan

bahwa air limbah industri kelapa sawit tersebut tidak memenuhi

persyaratan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-

51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah industri yaitu sebesar 50

mg/L.

5.2 Saran

Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, sebaiknya industri

kelapa sawit meningkatkan sistem pengolahan limbahnya. Industri kelapa sawit

harus memiliki Instalasi Pengolahan Limbah yang baik. Sehingga air limbah yang

dikeluarkan tidak melebihi standar baku mutu yang yang telah ditetapkan oleh

Menteri Lingkungan Hidup.

25
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A., dan Underwood, A.L. (1986). Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi
Kelima. Jakarta: Erlangga. Halaman 49-50.

Gandjar, I. G., dan Rohman, A. (2008). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar. Halaman 154.

Gintings, P. (1992). Mencegah Dan Mengendalikan Pencemaran Industri.


Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Halaman 35.

Jenie, B. S. L., dan Rahayu, W. P. (1993). Penanganan Limbah Industri Pangan.


Yokyakarta: Kanisius. Halaman 15-16.

Kristanto, P. (2013). Ekologi Industri. Edisi Kedua. Yokyakarta: CV. Andi Offset.
Halaman 133.

Menteri Lingkungan Hidup. 1995. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor:


51 Tahun 1995, tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri,
Jakarta.

Metcalf., dan Eddy. (1979). Watewater Engineering: Treatment Disposal Reuse.


New York: Mc Graw Hill. Halaman 86-87.

Mulia, R. M. (2005). Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Graha Ilmu. Halaman 67-


73.

Nainggolan, H., dan Susilawati. (2011). Pengolahan Limbah Cair Industri


Perkebunan dan Air Gambut menjadi Air Bersih. Medan: USU Press.
Halaman 4-5.

Nugroho, A. (2006). Bioindikator Kualitas Air. Jakarta: Universitas Trisakti.


Halaman 9, 48-49.

Rivai, H. (2006). Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI-Press. Halaman 52.

Salmin. (2005). Oksigen Terlarut (DO) Dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan.
Jakarta: LIPI. Halaman 23.

Sumantri, A. (2010). Kesehatan Lingkungan. Edisi Revisi. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group. Halaman 26-29, 34.

Sunu, P. (2001). Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001.


Jakarta: PT. Grasindo. Halaman 12-13, 98-99, 118-121, 140-143.

Wardhana, W. (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan. (Edisi Revisi).


Yokyakarta: Andi. Halaman 74.

26
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Perhitungan

III. Perhitungan DO0, DO5 Sampel dan Pengencer

Dissolved Oxygen (mg/L) =

Keterangan: V = mL Na2S2O3
N = N Na2S2O3
F = Faktor (volume botol dibagai volume botol dikurangi nvolume
pereaksi MnSo4 dan alkali iodida azida) =

1. No. sampel : 531/K/AL/15/02/2016

DO (0) =

DO (5) =

2. No. sampel : 532/K/AL/15/02/2016

DO (0) =

DO (5) =

3. No. sampel : 533/K/AL/15/02/2016

DO (0) =

DO (5) =

4. Larutan Pengencer

DO (0) =

1
Universitas Sumatera Utara
DO (5) =

IV. Perhitungan Biological Oxygen Deman (BOD):

- DO sampel(0) : a mg/L
- DO larutan pengencer(0) : b mg/L
- DO sampel(5) : c mg/L
- DO larutan pengencer(5) : d mg/L


Koreksi volume pengencer =

BOD larutan pengencer(5) = (b-d) x koreksi volume pengencer

BOD sampel(5) = (a-c) – BOD larutan pengencer x faktor pengenceran (tabel)

Tabel Pengenceran :

NO. HARGA DO SEGERA, mg/L PENGENCERAN

1 8-9 1 kali

2 6-8 2-5 kali

3 5-6 5-10 kali

4 3-5 10-15 kali

5 1-3 15-20 kali

6 0-1 20-25 kali

7 0-0,1 25-100 Kali

2
Universitas Sumatera Utara
1. No. sampel : 531/K/AL/15/02/2016

DO segera : 0,300 mg/L jadi sampel harus diencerkan 25 kali (dilihat berdasarkan
tabel pengenceran dari DO segera)

- DO sampel(0) : 7,852 mg/L


- DO larutan pengencer(0) : 8,054 mg/L
- DO sampel(5) : 4,027 mg/L
- DO larutan pengencer(5) : 7,651 mg/L

Volume Sampel = = 12 ml


Koreksi volume pengencer = = 0,96

BOD larutan pengencer(5) = (8,054 – 7,051) x 0,96

= 0,3868 mg/L

BOD sampel(5) = (7,852 – 4,027) – 0,3868 x 25

= 85,95 mg/L

2. No. sampel : 532/K/AL/15/02/2016

DO segera : 0,1600 mg/L jadi sampel harus diencerkan 25 kali (dilihat


berdasarkan tabel pengenceran dari DO segera)

- DO sampel(0) : 8,054 mg/L


- DO larutan pengencer(0) : 8,054 mg/L
- DO sampel(5) : 4,027 mg/L
- DO larutan pengencer(5) : 7,651 mg/L

Volume Sampel = = 12 ml


Koreksi volume pengencer = = 0,96

BOD larutan pengencer(5) = (8,054 – 7,051) x 0,96

3
Universitas Sumatera Utara
= 0,3868 mg/L

BOD sampel(5) = (8,054 – 4,027) – 0,3868 x 25

= 100,675 mg/L

3. No. sampel : 533/K/AL/15/02/2016

DO segera : 0,1600 mg/L jadi sampel harus diencerkan 25 kali (dilihat


berdasarkan tabel pengenceran dari DO segera)

- DO sampel(0) : 7,852 mg/L


- DO larutan pengencer(0) : 8,054 mg/L
- DO sampel(5) : 4,027 mg/L
- DO larutan pengencer(5) : 7,651 mg/L

Volume Sampel = = 12 ml


Koreksi volume pengencer = = 0,96

BOD larutan pengencer(5) = (8,054 – 7,051) x 0,96

= 0,3868 mg/L

BOD sampel(5) = (7,852 – 4,027) – 0,3868 x 25

= 85,95 mg/L

4
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Baku Mutu Air Limbah Industri

Baku mutu air limbah industri diatur dalam Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup No. Kep-51/MENLH/10/1995 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel Baku Mutu Air Limbah Industri

NO PARAMETER SATUAN BAKU MUTU

1 Suhu C 38
2 TDS mg/L 2000
3 TSS mg/L 200
4 pH - 6–9
5 Fe mg/L 5
6 Mn mg/L 2
7 Zn mg/L 5
8 Cd mg/L 0,05
9 Pb mg/L 0,1
10 Hg mg/L 0,002
11 As mg/L 0,1
12 Sc mg/L 0,05
13 Ni mg/L 0,2
14 Co mg/L 0,4
15 Ba mg/L 2
16 Cu mg/L 2
17 Krom Valensi 6 mg/L 0,1
18 Sianida mg/L 0,05
19 Sulfida mg/L 0,05
20 Fluorida mg/L 2
21 Klor Bebas mg/L 1
22 Amonia Bebas mg/L 1
23 Nitrat mg/L 20
24 Nitrit mg/L 1
25 BOD mg/L 50
26 COD mg/L 100
Sumber: Kep-51/MENLH/10/1995

5
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Gambar Sampel

Gambar 1. Tampak Depan Gambar 2. Tampak Belakang

Gambar 3. Sampel air limbah yang akan diencerkan menggunakan botol


winkler 300 ml.

6
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Gambar Alat DO Meter dan Hasil

Gambar 4. Alat DO Meter yang digunakan Gambar 5. Hasil DO


pada analisis Dissolved Oxygen / DO segera Nomor Sampel 531

Gambar 6. Hasil DO No Sampel 532 Gambar 7. Hasil DO No Sampel


533

7
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Gambar Larutan Pengencer

Gambar 8. Bahan yang digunakan Gambar 9. Aerator yang digunakan


untuk larutan pengencer untuk pembuatan larutan pengencer

Gambar 10. Sampel yang akan Gambar 11. Larutan Pengencer


ditentukan DO0 dan yang akan diinkubasi
selama lima hari untuk menentukan DO5

8
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Gambar Bahan dan Alat Titrasi Iodometri

Gambar 12. Larutan Amilum/ Kanji dan Pentiter Na2S2O3

Gambar 13. Buret untuk titrasi Gambar 14. Proses titrasi sampel
menggunakan metode iodometri

9
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai