Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM SPEKTROFOTOMETRI

PENENTUAN KADAR KALIUM (K) dan ALUMINIMUM (Al)


MENGGUNAKAN AAS

Dosen Pembimbing : : Drs. Budi Santoso, MT

Kelompok 6

Nevy Puspitasari NIM 111431020

Nur Fauziyyah Ambar NIM 111431021

Nurul Latipah NIM 111431022

Oktaviani Ratanasari NIM 111431023

Tanggal Percobaan : 20 November 2012

Tanggal Penyerahan : 27 November 2012

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

TEKNIK KIMIA - D3 ANALIS KIMIA

Tahun Ajaran 2011-2012


Tanggal Percobaan : 20 November 2012
Judul Percobaan : Penentuan Kadar Kalium (K) dan Aluminimum (Al)
Menggunakan AAS
Pembimbing : Drs. Budi Santoso, MT
Tujuan Percobaan :
1. Untuk menentukan konsentrasi Kalium dalam sampel
2. Untuk menentukan konsentrasi Aluminium dalam sampel
3. Dapat menggunakan dan mengoprasikan AAS dengan benar

A. Teori Dasar :
Spektrometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan pada
metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metalloid yang
pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang
tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog et al., 2000). Metode ini
sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai
beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spektroskopi emisi
konvensional. Sebenarnya selain dengan metode serapan atom, unsur-unsur
dengan energi eksitasi rendah dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala, akan
tetapi fotometri nyala tidak cocok untuk unsur-unsur dengan energy eksitasi tinggi.
Fotometri nyala memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang 400-800
nm, sedangkan AAS memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang 200-
300 nm (Skoog et al., 2000). Untuk analisis kualitatif, metode fotometri nyala
lebih disukai dari AAS, karena AAS memerlukan lampu katoda spesifik (hallow
cathode). Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat utama. Suatu
perubahan temperature nyala akan mengganggu proses eksitasi sehingga analisis
dari fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan bahwa metode fotometri nyala dan
AAS merupakan komplementer satu sama lainnya.

Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu


sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya
tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan
banyaknya atom bebas logam yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi diturunkan dari:

Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monkromatik melewati medium


transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya
ketebalan medium yang mengabsorbsi.

Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial


dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan:

Dimana:
lo = intensitas sumber sinar
lt = intensitas sinar yang diteruskan
ε = absortivitas molar
b = panjang medium
c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
A = absorbansi
Dengan

T = transmitan
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya
berbanding lurus dengan konsentrasi atom (Day & Underwood, 1989).

AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap


cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya
Spektrometri Serapan Atom (SSA) meliputi absorpsi sinar oleh atom-atom netral
unsur logam yang masih berada dalam keadaan dasarnya (Ground state). Sinar
yang diserap biasanya ialah sinar ultra violet dan sinar tampak. Prinsip
Spektrometri Serapan Atom (SSA) pada dasarnya sama seperti absorpsi sinar oleh
molekul atau ion senyawa dalam larutan.

Hukum absorpsi sinar (Lambert-Beer) yang berlaku pada spektrofotometer


absorpsi sinar ultra violet, sinar tampak maupun infra merah, juga berlaku pada
Spektrometri Serapan Atom (SSA). Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen
yaitu:
- Unit atomisasi (atomisasi dengan nyala dan tanpa nyala)
- Sumber radiasi
- Sistem pengukur fotometri
Bagian-bagian di dalam AAS, yaitu :
- Lampu katoda
- Tabung gas
- Ducting
- Kompresor
- Burner
- Buangan pada AAS
- Monokromator
- Detector

B. Alat dan Bahan


1. Alat :
- Labu takar 250 mL
- Labu takar 50 mL
- Pipet tetes
- Gelas kimia 100 mL
- Gelas kimia 600 mL
- Corong kecil
- Pipet ukur
- Hot plate
2. Bahan :
- Larutan Asam Nitrat pekat
- Larutan Asam Klorida pekat
- Alumunium
- Aquadest

C. Prosedur
1. Prosedur Pengoperasian AAS
1. Menyalakan komputer dan menyalakan AAS, kemudian tekan
tombol “power on”
2. Membuka vulve pada kompresor
3. Membuka saluran udara tekan sampai tanda batas searah jarum jam
4. Membuka valve utama pada tabung asetilen
5. Mengklik icon GBC savanta, Menunggu sampai instrumention ready
( dilihat pada bagian bawah layar yang panjang )
6. Menyalakan exhousepan
7. Mengklik menu method, kemudian mengklik submenu deskription.
Tekan enter. Memilih unsur yang dianalisis, memilih nomor lampu
8. Mengklik submenu instrumen memasukan panjang gelombang dan
slit width pada pengukuran I, panjang gelombnag = 766.5 nm, sift
width = 0.5 nm, Pengukuran II panjang gelombnag = 769.9 nm. Sift
width = 0.5 nm
9. Mengklik submenu measurment ---) measurment mode ---)
integration
10. Mengklik standar, masukkan konsentrasi larutan standar
11. Mengklik submenu quality ---) tidak ada yang diubah
12. Mengklik submenu flame control air-aseylen, mengatur api
turunkan asetylen sesuai kebutuhan
13. Menekan ignite dan menekan start ( tombol hijau)
14. Memasukkan selang kedalam blanko ( aquadest ) --) ok
15. Membilas dengan cara memasukkan ke dalam larutan aquades
2. Prosedur Penetapan Aluminium (Al)
1. Memotong lempengan logam Aluminium menjadi potongan kecil
dan menimbang sebanyak 0,25 gram
2. Menambahkan HCl pekat kedalamnya sebanyak 15 mL serta
menambahkan kedalamnya HNO3 pekat sebanyak 2 mL
3. Menambahkan aquadest sebanyak 50 mL kedalamnya
4. Mengaduk dan memanaskan larutan hingga semua logam Al larut
5. Mendinginkan larutan yang telah dipanaskan hingga suhu kamar
6. Memindahkan larutan kedalam labu takar dan menandabataskan
dengan aquadest
7. Menghomogenkan larutan dan larutan induk Alumunium 1000 ppm
siap digunakan
8. Untuk membuat larutan deret standar, pipet larutan induk kedalam
masing-masing labu takar sebanyak 1,25 mL, 2,5 mL, 3,75 mL, 5
mL, 6,25 mL
9. Menandabataskan masing-masing labu takar dengan aquadest
10. Mengukur masing-masing larutan deret standar menggunakan AAS

3. Prosedur Penetapan Kalium (K)


3. Menimbang 1,9067 gram KCl dan melarutkannya dalam aquadest
kemudian memindahkannya kedalam labu takar 1L
4. Menandabataskan dengan aquadest hingga tepat 1 L sehingga
larutan induk Kalium (K) 1000 ppm siap digunakan
5. Menyiapkan 7 labu takar 50 mL
6. Membuat larutan deret standar 0 ppm, 0,5 ppm, 1 ppm, 2 ppm, 4
ppm, dan 8 ppm dengan memipet dari larutan induk dan masukan
kedalam masing-masing labu takar 50 mL
7. Menandabataskan masing-masing labu takar dengan aquadest
8. Mengukur masing-masing larutan deret standar menggunakan AAS
D. Data pengamatan
1. Penggunaan AAS
Menyalakan AAS Ketika AAS dijalankan sesuai
prosedur, terlihat pada bagian
atomizer terdapat api yang menyala
menjadi biru. Warna nyala biru ini
yang diapakai untuk
pengukuran/analisis
Mematikan AAS Ketika AAS dimatikan sesuai
prosedur, terlihat pada bagian
atomizer setelah dimatikan api biru
padam dan menghilang.

2. Penetapan Al

Persiapan Sampel
Pelarutan logam Al dengan HCl Ketika Al dalam bentuk potongan
lempengan kecil dilarutkan dengan
HCl, logam Al belum terlarut,masih
terlihat potongan-potongan logam Al.
Penambahan dengan HNO3 Ketika ditambahkan dengan HNO3,
logam masih belum terlarut. Masih
terlihat potongan-potongan logam Al.
Larutan terlihat berwarna kuning
Pemanasan Ketika larutan dipanaskan, logam Al
menjadi larut dalam larutan. Terlihat
ada gelembung-gelembung gas dari
logam Al, dan lama-kelamaan logam
menjadi hilang karena larut. Larutan
tetap berwarna kuning.
Pelarutan dan penandabatasan Ketika larutan ditambahkan aquadest,
dengan aquadest larutan menjadi bening, jernih.
Pengukuran dengan AAS
Pengukuran larutan deret standar Al Ketika larutan diukur menggunakan
AAS, terlihat absorbansi memiliki nilai
minus (-) dan 0.

3. Penetapan Kalium

Persiapan Larutan
Pembuatan Larutan deret standar Dalam pembuatan larutan deret, karena
KCl apabila dilarutkan dalam aquadest,
larutan menjadi bening maka didapat
larutan KCl yang berwana bening dan
jernih. Sehingga dalam pembuatan deret
standar, larutan bening dan jernih.
Pengukuran dengan AAS
Pengukuran larutan deret standar Ketika larutan diukur menggunakan
KCl AAS, terlihat absorbansi memiliki nilai
yang semakin naik semakin tinggi
diukurnya larutan deret standar tersebut

E. Data Percobaan dan Perhitungan


1. Penetapan Aluminium (Al)
a. Pembuatan larutan 1000 ppm
Berat logam Al yang seharusnya ditimbang : 0,25 gram
Berat logam Al hasil penimbangan : 0,2552 gram

Pembuatan Larutan Deret Standar Al


Untuk konsentrasi Al 0 ppm Untuk konsentrasi Al 25 ppm
N1 . V1 = N2 . V2 N1 . V1 = N2 . V2
V1 . 1000 = N2 . 50 V1 . 1000 = 25 . 50
V1 = 0 mL V1 = 1,25 mL

Untuk konsentrasi Al 50 ppm Untuk konsentrasi Al 75 ppm


N1 . V1 = N2 . V2 N1 . V1 = N2 . V2
V1. 1000 = 50 . 50 V1. 1000 = 75 . 50
V1 = 2,5 mL V1 = 3,75 mL
Untuk konsentrasi Al 100 ppm Untuk konsentrasi Al 125 ppm
N1 . V1 = N2 . V2 N1 . V1 = N2 . V2
V1. 1000 = 100 . 50 V1. 1000 = 125 . 50
V1 = 5 mL V1 = 6,25 mL
b. Pengukuran Larutan Deret Standar Alumunium (Al)
Panjang gelombang : 309,3 nm
Konsentrasi larutan (ppm) Absorbansi
0 -0.0028
25 0.0032
50 -0.0059
75 -0.0033
100 -0.0190
125 -0.0131
(*Data percobaan selengkapnya terlampir)

Dari data tersebut, karena absorbansi bernilai minus sehingga larutan tidak
terbaca serapannya sehingga tidak dapat dibuat kurva garis linear.
Dikarenakan tidak dapat dibuat kurva garis linear larutan standar maka
tidak dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi sampel.

2. Penetapan Kalium
Konsentrasi Larutan Induk : 1000 ppm
Pembuatan Larutan Induk 100 ppm
N1 . V1 = N2 . V2
V1 . 1000 = 100 . 50
V1 = 5 mL
a. Pembuatan Larutan Deret Standar KCl
Untuk konsentrasi KCl 0 ppm Untuk konsentrasi KCl 0,5 ppm
N1 . V1 = N2 . V2 N1 . V1 = N2 . V2
V1 . 100 = 0 . 50 V1 . 100 = 0,5 . 50
V1 = 0 mL V1 = 0,25 mL
Untuk konsentrasi KCl 1 ppm Untuk konsentrasi KCl 2 ppm
N1 . V1 = N2 . V2 N1 . V1 = N2 . V2
V1. 100 = 1 . 50 V1. 100 = 2 . 50
V1 = 0,5 mL V1 = 1 mL
Untuk konsentrasi KCl 4 ppm Untuk konsentrasi KCl 8 ppm
N1 . V1 = N2 . V2 N1 . V1 = N2 . V2
V1. 100 = 4 . 50 V1. 100 = 8 . 50
V1 = 2 mL V1 = 4 mL

b. Pengukuran Larutan Deret Standar KCl


Panjang gelombang : 766,50 nm
Sample label Konsentrasi (ug/ml) Absorbansi
Blanko ------------ -0.0076
Standard 1 0.500 0.1678
Standard 2 1.000 0.2318
Standard 3 2.000 0.4506
Standard 4 4.000 0.7303
Standard 5 8.000 1.0415
Sampel 1 -0.139 -0.0203
Sampel 2 4.910 0.7182

(*Data percobaan selengkapnya terlampir)

Dari data tersebut dapat dibuat kurva

Kurva Kalibrasi larutan standar Kalium pada


=766,5 nm
1.2 y = 0,139x
R² = 0,838
1
R= 0,9154
0.8
Absorbansi

0.6

0.4 Linear (Series 1)

0.2

0
0 0.5 1 2 4 8
-0.2
Konsentrasi (ppm)
Perhitungan penentuan kadar Kalium pada sampel pada =766,5 nm
berdasarkan kurva

Persamaan garis dari grafik: y = 0,139 x

1. Kadar sampel 1 :

Abs sampel = -0,0203

y = ax

-0,0203 = 0,139 x

x = -0,0203 = 0,15 ppm


0,139

2. Kadar sampel 2 :

Abs sampel = 0,7182

y = ax

0,7182 = 0,139 x

x = 0,7182 = 5,17 ppm


0,139

c. Pengukuran Larutan Deret Standar KCl


Panjang gelombang : 769,90 nm
Sample label Konsentrasi (ug/ml) Absorbansi
Blanko ------------ 0.0029
Standard 1 0.500 0.1032
Standard 2 1.000 0.1437
Standard 3 2.000 0.3105
Standard 4 4.000 0.5419
Standard 5 8.000 0.9829
Sampel 1 5.792 0.7369
Sampel 2 4.784 0.6087
(*Data percobaan dan hasil pengukuran selengkapnya terlampir)
F. Pembahasan

Prinsip kerja Spektrofotometri Serapan Atom adalah absorpsi cahaya oleh


atom. Mekanisme yang terjadi untuk penentapan Kalium dan penetapan
Aluminium menggunakan AAS adalah larutan sampel diaspirasikan ke suatu
nyala dan unsur-unsur di dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala
mengandung atom unsur-unsur yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan
tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai
atom netral dalam keadaan dasar (ground state). Atom-atom ground state ini
kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat dari
unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber
radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam
nyala. Absorpsi ini mengikuti hukum Lambert-Beer yakni absorbansi berbanding
lurus dengan panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam
nyala. Kedua variabel ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat
konstan sehingga absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi
analit dalam larutan sampel.
Pada praktikum penentuan Al pertama-tama sampel Al dipotong-potong
kecil agar lebih cepat larut. Kemudian dilarutkan oleh larutan Asam Nitrat pekat
dan Asam klorida pekat. Hal ini bertujuan agar potongan-potongan Al dapat larut,
dimana larutan HNO3 dan HCl ini dapat mengoksidasi Al sehingga dapat larut
dalam larutan. Logam Al mengalami oksidasi menjadi ion Al3+ yang larut dalam
larutan. Pada Al yang sudah ditambahkan Asam Nitrat dan Asam Klorida
dilakukan pemanasan yang bertujuan agar mempercepat proses kelarutan dari Al.
Al Al3+ + 3é
Ketika larutan di tandabataskan dengan aquadest, larutan menjadi bening. Hal ini
dikarenakan larutan HCl dan HNO3 serta Al larut dalam aquadest, sehingga lama
kelamaan warna larutan yang kuning menjadi hilang, dan larutan menjadi bening.
Setiap sampel mempunyai variasi nyala yang berbeda-beda. Pada praktikum kali
ini dilakukan menggunakan nyala udara-asetilen. Nyala udara-asetilen digunakan
pada praktikum penentuan kadar Pottasium. Nyala udara-asitilen digunakan
karena Potasium merupakan unsur temperatur nyala-nya yang lebih rendah
sehingga mendorong terbentuknya atom netral dan dengan l dan HNO3nyala yang
kaya bahan bakar dan pembentukan oksida dari banyak unsur dapat
diminimalkan. Sedangkan pada saat penentuan kadar Alumunium dengan
menggunakan nyala udara-asetilen mengakibatkan sampel Alumunium tidak
terbaca. Hal ini dikarenakan Al merupakan unsur yang mempunyai nyala yang
relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Pottasium dan Alumunium juga
merupakan unsur yang mudah membentuk oksida dan sulit terurai. Sehingga,
Alumunium seharusnya menggunakan nyala Nitrous oksida-asetilen. Dikarenakan
tidak terbacanya absorbsi pada analisis Aluminium dikarenakan tidak tepatnya
pemakaian lampu yang digunakan, maka tidak dapat digunakan untuk membuat
kurva linear. Kurva yang tidak dapat dibuat ini tidak dapat digunakan untuk
menentukan konsentrasi Aluminium pada sampel. Sehingga pada analisis ini tidak
dilakukan pengukuran Aluminium pada sampel, dikarenakan tidak terbacanya
pada larutan deret standar oleh AAS.
Analisa kadar logam K dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer
serapan atom (SSA) dengan dua kali pengukuran dengan dua panjang gelombang
yang berbeda pada larutan yang sama. Pengukuran pertama dilakukan pada
panjang gelombang 766,6nm dan pengukuran kedua pada panjang gelombang
769,9 nm. Dari hasil pengukuran kedua panjang gelombang ini, menurut teori
seharusnya pada panjang gelombang maksimum ini akan diperoleh serapan
maksimum, dimana konsentrasi juga maksimum sehingga menghasilkan kepekaan
dan keakuratan lebih tinggi. Daya serap yang dihasilkan pada panjang gelombang
maksimum relatif lebih konstan sehingga diperoleh kurva kalibrasi yang linier.
Pada panjang gelombang maksimum ini juga bentuk serapan landai sehingga
kesalahan penempatan atau pembacaan panjang gelombang dapat diabaikan (Evi,
2004). Hal ini terbukti berdasarkan hasil pengukuran yang didapat panjang
gelombang 766,5 nm ini memiliki nilai regeresi yang lebih kecil dibanding
regeresi pada panjang gelombang 769,9 nm. Hal ini terbukti pada panjang
gelombang 766,5 memiliki regeresi sebesar 0,9224 (berdasarkan pengukuran AAS)
dan pada panjang gelombang 769,9 nm memiliki regeresi 0,9930. Dilihat dari
nilai regersi ini maka dapat menunjukan linearitas dari kurva. Nilai regeresi ini
menunjukan koefisien korelasi antara absorbansi dengan konsentrasi besar
sehingga linearitas dari kurva pengukuran pada 769,9nm adalah baik, dimana
grafik memenuhi syarat sebagai garis linear untuk penentuan konsentrasi sampel.
Pengukuran panjang gelombang pada pengukuran 769,9 nm otomatis memiliki
kurva yang lebih linear dibanding dengan pada pengukuran 769,9 nm. Sehingga
kurva kalibrasi lebih baik dilakukan pada panjang gelombang 769,9 nm.
Sebelum dilakukan penetapan dan penganalisaan, alat spektrofotometer
serapan atom harus terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan blanko yang
berisi pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel. Pengkalibrasian dengan
blanko bertujuan agar pada konsentrasi standar nol tidak terjadi penyerapan sinar
sehingga pembacaan standar atau sampel lebih tepat dan akurat. Perlu diingat
bahwa untuk AAS, pelarut yang digunakan harus menggunakan air demine (air
demineral) yaitu air yang tidak mengandung mineral atau logam yang dapat
mengganggu larutan yang akan dibuat sehingga akan mempengaruhi hasilnya itu
sendiri (tidak akurat).
Dari pengukuran larutan deret standar menggunakan AAS dapat dilihat
bahwa nilai serapan semakin tinggi dengan semakin tingginya konsentrasi. Dari
hasil pengukuran sampel pada 766,5 nm, didapat konsentrasi sampel 1 adalah
sebesar 0,139 ppm dan konsentrasi sampel 2 adalah sebesar 4,910 ppm.
Konsentrasi ini adalah yang terukur pada AAS, sedangkan pada perhitungan
dilakukan perhitungan konsentrasi sampel berdasarkan persamaan grafik.
Perbedaan hasil yang didapat dikarenakan perbedaan pembulatan, dikarenakan
perbedaannya kecil dan hasil yang diperoleh hampir mendekati nilai konsentrasi
yang terukur pada AAS. Sedangkan pada pengukuran 769,9 nm konsentrasi
sampel 1 adalah sebesar 5,792 ppm sedangkan pada sampel 2 konsentrasinya
sebesar 4,784 ppm.
G. Kesimpulan
Jadi, pada percobaan ini dapat disimpulkan bahwa pada percobaan penetapan
Aluminium (Al) tidak dapat dilakukan dikarenakan serapan larutan deret standar
tidak terbaca pada alat sehingga tidak dapat menentukan konsentrasi Kalium pada
sampel. Sedangkan pada percobaan penetapan Kalium secara pengukuran AAS,
didapat konsentrasi Kalium pada pengukuran 766,5 nm sampel 1 adalah sebesar
0,139 ppm dan konsentrasi Kalium pada sampel 2 adalah sebesar 4,910 ppm.
Sedangkan pada pengukuran 769,9 nm sampel 1 adalah sebesar 5,792 ppm dan
pada sampel 2 konsentrasinya sebesar 4,784 ppm.
DAFTAR PUSTAKA

Alex, 2012. “AAS (Athomic Absroption Spectrophotometer”, (online),


(http://alexschemistry.blogspot.com/2012/09/aasatomic-absorption-
spectrophotometer.html diunduh 24 November 2012 pkl.20.19)

Itatri. 2012. “Laporan Kimia Analitik”


http://itatrie.blogspot.com/2012/10/laporan-kimia-analitik-aas.html
diunduh pada tanggal 25 November 2012 Pukul 18.30

Putri, Anastasia. 2012. “Laporan Praktikum Kimia Dasar”


http://rinsosya.blogspot.com/2012/laporan-praktikum-kimia-dasar.html
diunduh pada tanggal 25 November 2012 pukul 18.50

Sapinatul, Evi. 2011. “Penentuan Kadar Logam Cd Pada Batang Kangkung


Menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS)”,(online),
(http://evisapinatulbahriah.wordpress.com/2012/06/04/penentuan-kadar-
logam-cd-pada-batang-kangkung-menggunakan-atomic-absorption-
spectrophotometry-aas/ diunduh 24 November 2012 pkl. 20.15)
LAMPIRAN

1. Instrument Parameters

System type Flame


Element Al
Matrix
Lamp Curent 10.00 mA
Wavelength 309.30 nm
Slit width 0,50 nm
Slit height Normal
Instrument mode Abs.BC off

2. Sample Measurment Parameters


Measurment mode integration
Sample introsuction manual
Reas time ug/ml
Time constant 0.00
Replicates 3

3. Calibration parameters
Calibration mode linear LS through Zero
Overrange sample action None
Conc.unit ug/ml
Conc.secimal places 3
Calibration failure on none
Calibration failure action STOP
Measure sample blank after cal no
Auto save method after cal no

4. Quality parameters
Second fail action stop
Range checking off
Check sample conc 1.0000 ug/ml
Check sample lower range 80.00%
Check sample upper range 120.00%
Check sample fail action stop
Check sample plag *

5. Flame control parameters


Flame type air-acetylene
Fuel flow 1.210 l/ml
Oxidant flow 12.40 l/ml
Burner angle 0.00
Calibration mode Linear LS through zero max error: .63.2109
R2:0.5875 R: 0.7664
Full calibration error

Sample label Conc. (ug/ml) %RSD Mean Abs


Cal blank ------------ HIGH -0.0028
Standard 1 25.000 HIGH 0.0032
Standard 2 50.000 10.99 -0.0059
Standard 3 75.000 19.81 -0.0033
Standard 4 100.000 5.43 -0.0190
Standard 5 125.000 2.70 -0.0131
1. Instrument Parameters

System type Flame


Element K
Matrix
Lamp Curent 6.00 mA
Wavelength 766,50 nm
Slit width 0,50 nm
Slit height Normal
Instrument mode Abs.BC off

2. Sample Measurment Parameters


Measurment mode integration
Sample introsuction manual
Reas time ug/ml
Time constant 0.00
Replicates 3

3. Calibration parameters
Calibration mode linear LS through Zero
Overrange sample action None
Conc.unit ug/ml
Conc.secimal places 3
Calibration failure on none
Calibration failure action STOP
Measure sample blank after cal no
Auto save method after cal no

4. Quality parameters
Second fail action stop
Range checking off
Check sample conc 1.0000 ug/ml
Check sample lower range 80.00%
Check sample upper range 120.00%
Check sample fail action stop
Check sample plag *

5. Flame control parameters


Flame type air-acetylene
Fuel flow 0.900 l/ml
Oxidant flow 12.10 l/ml
Burner angle 0.00
Workhead height 15.00 mm
Full calibration
Calibration mode Linear LS through zero max error: .0790
R2:0.8508 R: 0.9224 conc=6.8364*Abs

Sample label Conc. (ug/ml) %RSD Mean Abs


Cal blank ------------ HIGH -0.0076
Standard 1 0.500 2.12 0.1678
Standard 2 1.000 2.01 0.2318
Standard 3 2.000 0.09 0.4506
Standard 4 4.000 0.41 0.7303
Standard 5 8.000 0.2 1.0415
Sampel 1 -0.139 high -0.0203
Sampel 2 4.910 0.35 0.7182
1. Instrument Parameters

System type Flame


Element K
Matrix
Lamp Curent 6.00 mA
Wavelength 769,90 nm
Slit width 0,50 nm
Slit height Normal
Instrument mode Abs.BC off

2. Sample Measurment Parameters


Measurment mode integration
Sample introsuction manual
Reas time ug/ml
Time constant 0.00
Replicates 3

3. Calibration parameters
Calibration mode linear LS through Zero
Overrange sample action None
Conc.unit ug/ml
Conc.secimal places 3
Calibration failure on none
Calibration failure action STOP
Measure sample blank after cal no
Auto save method after cal no

4. Quality parameters
Second fail action stop
Range checking off
Check sample conc 1.0000 ug/ml
Check sample lower range 80.00%
Check sample upper range 120.00%
Check sample fail action stop
Check sample plag *

5. Flame control parameters


Flame type air-acetylene
Fuel flow 0.760 l/ml
Oxidant flow 11.30 l/ml
Burner angle 0.00
Workhead height 15.00 mm
Full calibration
Calibration mode Linear LS through zero max error: .0.4406
R2:0.9860 R: 0.9930 conc=7.8591*Abs

Sample label Conc. (ug/ml) %RSD Mean Abs


Cal blank ------------ HIGH 0.0029
Standard 1 0.500 0.68 0.1032
Standard 2 1.000 3.25 0.1437
Standard 3 2.000 1.44 0.3105
Standard 4 4.000 1.02 0.5419
Standard 5 8.000 0.83 0.9829
Sampel 1 5.792 0.87 0.7369
Sampel 2 4.784 1.01 0.6087

Anda mungkin juga menyukai