SKRIPSI
SKRIPSI
ii
SUMMARY
iii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
mana telah memberikan penulis kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan
tugas akhir yang berjudul Ekstraksi dan Karakterisasi Selulosa dari Kulit Buah
Aren (Arenga pinnata) untuk Penyerapam Ion Logam Cr(VI). Tersusunnya
Skripsi ini tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Drs.Damris, M.Sc., Ph.D. selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi.
2. Dr. Tedjo Sukmono, S.Si., M.Si. wakil Dekan Bidang Akademik, Kerjasama
dan Sistem Informasi Fakultas Sains dan Teknologi.
3. Heriyanti, S.T., M.Sc., M.Eng. selaku Ketua Prodi Kimia Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Jambi.
4. Edwin Permana, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing selama proses perkuliahan.
5. Dr. Intan Lestari, S.Si., M.Si. dan Dr. Diah Riski Gusti, S.Si., M.Si. selaku
pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu maupun tenaga serta
memberikan arahan, nasihat, saran, bantuan dan kerelaan hati dalam
membimbing penulis selama melakukan penelitian sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
6. Tim Penguji Skripsi Prof. Drs.Damris, M.Sc., Ph.D., Edwin Permana, S.T., M.T.
dan Indra Lasmana Tarigan, S.Pd., M.Sc. yang telah memberikan masukan
dan kritikan kepada penulis untuk kemajuan dan perbaikan penulis sendiri.
7. Bapak dan Ibu dosen di Fakultas Sains dan Teknologi yang telah memberikan
ilmunya kepada penulis selama perkuliahan.
8. Kedua orangtua yang penulis cintai dan penulis sangat banggakan, ayahanda
Rimsol yang tidak kenal lelah berjuang untuk keluarga terutama untuk anak-
anaknya dan selalu memberi semangat dan motivasi kepada penulis. Ibunda
Jusmaniar yang tak habis-habisnya mendoakan anak-anak agar selalu diberi
kelancaran dan selalu memberikan nasehat dan kasih sayang tulus kepada
penulis. Semua ini penulis persembahkan untuk kedua orangtua penulis
sebagai motivasi penulis agar semangat menyelesaikan studi penulis.
9. Kedua saudari penulis, Refika Dewi dan Agustiana Vera dan nenek penulis,
Yuliar yang selalu mendorong, mendoakan dan memotivasi penulis agar
selalu semangat dan tidak menyerah dalam melakukan penelitian dan
penulisan skripsi.
iv
10. Gymnasti Irhas Ar, Lidia Herlina, dan Widy Prasetyo sebagai rekan penelitian
yang membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.
11. Sahabat-sahabat Nurul Gusmaini, Anatasya Risky Dea Ananta, Indah
Pramana Sari Aini, Jihan Chairunnisya Puteri Subekti, Lidia Herlina yang
selalu memberi semangat, nasihat dan membantu penulis dalam penelitian.
12. Teman laki-laki Gesang Tri Wahyudi yang selalu mengingatkan, memberi
semangat, dan memotivasi penulis dalam proses penulisan skripsi.
13. Tak lupa pula teman-teman seperjuangan Kimia angkatan 2017 yang tidak
bisa disebutkan satu persatu.
Semoga Tuhan Yang Mahas Esa membalas budi baik yang tulus dan ihklas
kepada semua pihak yang bersangkutan. Penulis menyadari penyusunan skripsi
ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Semoga
skripsi ini dapat menjadi acuan untuk pelaksanaan penelitian selanjutnya.
v
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kandungan Kimia pada Tanaman Aren (Arenga pinnata) .............................. 9
2. Gugus fungsi yang terdapat pada material adsorben ................................... 32
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur Selulosa ......................................................................................... 5
2. Spektra FTIR Selulosa Standar (Mohadi et al., 2013). .................................... 6
3. Tanaman Aren (Arenga pinnata) ................................................................... 8
4. Buah Aren (Arenga pinnata) ......................................................................... 8
5. Mekanisme Kerja Adsorben dan Adsorbat ..................................................... 9
6. FE-SEM dari Kulit Buah Aren pada Perbesaran A. 500X, B. 2000X. Setelah
Penyerapan Ion Logam Cr(III) Perbesaran C. 500X, D. 2000X (Arrisujaya, 2014).
...................................................................................................................... 13
7. Spektra FTIR (a). Selulosa Standar, (b). Selulosa Serbuk Kayu (Mohadi et al.,
2014). ............................................................................................................ 14
8. Spektra FTIR Biosorben Cangkang Buah Aren AMPB0.3 (Hitam), AMPBU0.3
(Hijau), AMPBU0.5 (Biru), dan AMPBU0.7 (Merah) (Muslim et al., 2020). ......... 15
9. Uji SEM Permukaan Biosorben (a). AMPB0.3, (b). AMPBU0.3, (c). AMPBU0.5,
dan (d). AMPBU0.7 (Muslim et al., 2020). ....................................................... 15
10. Mekanisme Kerja SEM.............................................................................. 16
11. Prinsip Kerja SEM .................................................................................... 16
12. Mekanisme Kerja FTIR (Wibisono, 2017). .................................................. 17
13. Diagram Instrumen AAS (Sumantri, 2010). ............................................... 18
14. Kulit buah Aren kering ............................................................................. 22
15. Proses dewaxing dengan metode sokletasi ................................................ 23
16. Struktur Kimia Lignin .............................................................................. 25
17. Skema proses delignifikasi (Mayangsari et al., 2019). ................................ 25
18. Mekanisme reaksi hidrolisis ion OH- terhadap ikatan ester pada struktur
lignoselulosa (Modenbach dan Nokes, 2014). .................................................. 26
19. Reaksi pemutusan ikatan selulosa-lignin menggunakan NaOH (Zhang et
al.,2016). ....................................................................................................... 27
20. Mekanisme reaksi penguraian lignin menggunakan H2O2 (Jayanudin et al.,
2010). ............................................................................................................ 28
21. Perbedaan warna serbuk selulosa, (a). sebelum bleaching, (b). sesudah
bleaching. ...................................................................................................... 29
22. Spektrum FTIR selulosa dari kulit buah Aren ........................................... 30
23. Spektrum FTIR selulosa standar (Nugraheni et al., 2018). ......................... 31
24. Hasil SEM perbesaran (a). 1000x, (b). 5000x, (c). 10.000x, (d). 20.000x ..... 33
25. Spektrum EDX Selulosa Kulit Buah Aren ................................................. 33
26. Interaksi pertukaran ion antara adsorben dan adsorbat (Kusumawardani et
al., 2018). ...................................................................................................... 34
27.Pembentukan senyawa kompleks antara selulosa dengan ion logam Cr
(Kusumawardani et al., 2018). ........................................................................ 35
28. Pengaruh pH terhadap efisiensi adsorpsi ion logam Cr(VI) ......................... 35
viii
29. Pengaruh pH terhadap kapasitas adsorpsi ion logam Cr(VI) ....................... 36
30. Pengaruh waktu kontak terhadap efisiensi adsorpsi ion logam Cr(VI) ........ 37
31. Pengaruh waktu kontak terhadap kapasitas adsorpsi ion logam Cr(VI) ...... 38
32. Pengaruh konsentrasi terhadap kapasitas adsorpsi ion logam Cr(VI) ......... 39
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema Rangkaian Penelitian ...................................................................... 47
2. Bagan Alir .................................................................................................. 47
3. Perhitungan ............................................................................................... 51
4. Hasil Karakterisasi ..................................................................................... 60
5. Dokumentasi ............................................................................................. 61
x
I. PENDAHULUAN
1
2
2.1 Selulosa
Selulosa adalah glukosan yang terdapat di dalam dinding sel tanaman
dengan bobot molekul 50.000-500.000 dan berfungsi sebagai penguat pada
dinding sel tanaman tersebut.
CH2OH CH2OH CH2OH CH2OH
O O O O
H H H H
H H H H
O O O H O
O H OH H OH H OH
OH
H H H H
H OH H OH H OH H OH
Struktur selulosa yang dapat dilihat pada gambar 1 memiliki struktur kimia
berupa rantai yang tidak bercabang, tersusun atas β-D-glukopiranosa dengan
ikatan glikosida 1,4. Selulosa merupakan zat amorf yang berwarna putih, tidak
larut didalam air dan pelarut organik lainnya. Selulosa dapat larut dengan baik
di dalam pelarut dengan reaksi Cross (larutan zink klorida dalam asam klorida),
pereaksi Schweitzer (larutan amoniakal dari kupri hidroksida), dan larutan yang
diperoleh dari campuran natrium klorida dengan karbon tetraklorida (Sumardjo,
2008).
Menurut Nuringtyas (2010), selulosa dibagi menjadi tiga jenis
berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutannya dalam NaOH 17,5%,
yaitu:
1. – Selulosa. Selulosa yang memliki rantang panjang dan tidak dapat larut
dalam NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi sekitar
600-15000.
2. β – Selulosa. Selulosa yang memliki rantai pendek dan dapat larut dalam NaOH
17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi sekitar 15-90.
3. γ – Selulosa. Selulosa yang memiliki rantai pendek dan dapat larut dalam NaOH
17,5% atau larutan basa dengan derajat polimerisasi kurang dari 15. Kandungan
utamanya adalah hemiselulosa.
Menurut Fatriasari et al (2019), selulosa dibagi empat jenis berdasarkan
sumbernya, yaitu:
1. Tumbuhan kayu, memiliki kandungan selulosa yang dipengaruhi oleh jenis
biomassa, tempat bertumbuh, umur tanaman, letak dalam batang tanaman,
dan lingkungan. Selulosa yang terkandung tergabung dalam matriks
lignoselulosa yang terdiri dari lignin, hemiselulosa, dan selulosa.
2. Tumbuhan non kayu, merupakan produk perkebunan seperti kapas, kapuk,
tandang kosong kelapa sawit, serat kulit, rumput-rumputan, dan bagas.
5
6
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Spadicitlorae
Genus : Arenga
Spesies : Arenga pinnata
Bentuk tanaman Aren memiliki kemiripan dengan bentuk tanaman
Kelapa (Cocos nucifera). Bedanya, pohon Kelapa lebih bersih dan pelepah
daunnya mudah dilepas. Sedangkan pohon Aren pohonnya lebih kotor karena
terbalut ijuk yang berwarna hitam dan sangat kuat sehingga pelepah daun yang
sudah tua susah dilepas (Sunanto, 1993). Hampir semua bagian tanaman Aren
dapat dimanfaatkan, dari segi fisik yaitu akar, buah, batang, dan daun, dan juga
dari segi hasilnya yaitu nira, pati/tepung, dan buah.
Buah Aren memiliki 2 sampai 3 butir inti biji (endosperma) berbalut batok
tipis yang keras dan berwarna putih. Buah yang masih muda, inti bijinya masih
lunak dan berwarna agak bening. Buah yang masih muda, dibakar untuk
mengambil inti bijinya, kemudian direndam dengan air kapur selama beberapa
9
hari untuk menghilangkan getah yang beracun dan dapat menyebabkan gatal-
gatal (Heyne, 1987). Setelah diolah, inti biji diperjual belikan di pasar dengan
nama Kolang Kaling dan dapat dikonsumsi sebagai campuran es, manisan, dan
kolak (Supriyadi et al., 2014).
Semakin banyaknya buah Aren yang diambil untuk memperoleh inti
bijinya, akan semakin banyak pula limbah kulit buah Aren yang dihasilkan.
Selama ini, masyarakat hanya memanfaatkan kulit buah Aren sebagai pupuk
kompos, akan tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama. Kulit buah Aren
dapat dijadikan sebagai adsorben karena mengandung senyawa alami yaitu
selulosa. Selain itu, berdasarkan karakterisasi FTIR, kulit buah Aren terdapat
gugus fungsi seperti karboksil, amida, dan hidroksil yang dapat menyerap ion
logam berat (Zein et al., 2014). Menurut (Sanyang et al., 2016), kadar kandungan
kimia dari tanaman Aren dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Kandungan Kimia pada Tanaman Aren (Arenga pinnata)
Komposisi Daun Pohon Tandan Ijuk Batang Pohon
Aren Buah Aren Aren
Selulosa (%) 66.49 61.76 52.29 40.56
Hemiselulosa (%) 81.22 71.78 65.62 61.10
Lignin (%) 18.89 23.48 31.52 46.44
Abu (%) 3.05 3.38 4.03 2.38
Kadar Air (%) 2.74 2.70 7.40 1.45
Ekstrak (%) 2.46 2.24 4.39 6.30
2.3 Adsorpsi
Proses dimana molekul-molekul dari fasa gas atau cair terikat pada
permukaan padatan atau cairan disebut adsorpsi. Molekul gas atau cair yang
terikat disebut dengan adsorbat. Sedangkan substansi yang mengikat disebut
dengan adsorben. Adsorpsi adalah akumulasi dari sejumlah molekul seperti
senyawa, ion, maupun atom yang terjadi diantara batas dua fasa, seperti fasa
cair-padat, fasa padat-gas, dan fasa gas-cair (Botahala, 2019).
Terdapat 2 zat yang berinteraksi pada saat proses adsorpsi, yaitu adsorbat
dan adsorben. Adsorbat adalah zat yang diadsorpsi atau yang diserap, sedangkan
10
adsorben adalah zat yang mengadsorpsi atau zat yang menyerap. Adsorben
adalah fasa padatan yang berperan sebagai media berpindahnya zat terlarut dari
larutan. Perubahan karakter pada fasa cair yang mengandung zat terlarut,
berupa konsentrasi, pH, dan temperatur akan mengakibatkan zat yang telah
diadsorpsi oleh adsorben akan terlepas dari permukaan adsorben dan kembali
menuju fasa cair. Peristiwa ini disebut dengan desorpsi atau peristiwa terlepasnya
adsorbat yang telah diadsorpsi oleh adsorben (Setianingsih, 2018).
Adsorben merupakan bahan yang memiliki pori-pori dan tak terhitung
jumlahnya. Partikel adsorben memiliki diameter antara 0,5–200 mikrometer atau
lebih kecil. Pada proses adsorpsi luas pemukaan pada adsorben sangatlah
mempengaruhi, dikarenakan luas permukaan merupakan luasan yang akan
ditempati oleh molekul adsorbat pada lapis monolayer di dalam adsorben.
Biasanya, adsorben memiliki luas permukaan per satuan massa adsorben sekitar
100–3000 m2/g. Ukuran pori-pori juga mempengaruhi proses adsorpsi pada
adsorben. Ukuran pori-pori dibagi menjadi 3 kategori, yaitu mikropori jika
memiliki ukuran diameter yang lebih kecil dari 20 Angstrom (1 Angstrom = 10-10
m), mesopori jika memiliki ukuran diameter dalam rentang antara 20-500
Angstrom, dan makropori jika memiliki ukuran diameter lebih besar dari 500
Angstrom (Juliananda dan Ismuyanto, 2017).
Secara eksperimen, adsorpsi dari larutan lebih mudah dilakukan
daripada adsorpsi dari gas. Dengan temperatur dan berat adsorben yang telah
ditentukan, larutan dengan konsentrasi dan volume tertentu digojog dengan
adsorben. Apabila proses adsorpsi terjadi, maka konsentrasi dari larutan akan
mengalami pengurangan atau penambahan. Proses ini akan terus bertambah
seiring dengan bertambahnya waktu dan akan setimbang ketika tidak adanya lagi
perubahan konsentrasi larutan. Konsentrasi larutan dapat diukur dengan
banyak cara, yaitu secara analisis kimia, kalorimetri, indeks bias, dan
polarimetri. Dapat disimpulkan, pada sistem ini isoterm adsorpsi dinyatakan
sebagai banyaknya zat terlarut yang teradsorpsi pada tiap satuan berat adsorben
dengan temperatur tertentu, kemudian dihitung dengan plot antara berkurang
atau bertambahnya konsentrasi dengan konsentrasi kesetimbangan (Triyono,
2013).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi
Menurut Setianingsih (2018), peristiwa adsorpsi dapat dipengaruhi
dengan beberapa faktor yaitu:
1. Luas permukaan adsorben
Nilai adsorpsi sangat dipengaruhi dengan luas permukaan spesifik (luas
permukaan adsorben per massa adsorben). Apabila adsorben memiliki ukuran
11
yang semakin kecil dan memiliki pori-pori yang semakin banyak, maka akan
semakin meningkat nilai adsorpsi per satuan massa adsorben.
2. sifat fisika dan kimia adsorbat
Adsorpsi suatu senyawa dapat meningkat dengan adanya peningkatan
berat molekul dan banyaknya gugus fungsi, termasuk ikatan rangkap dan
halogen. Tingkat adsorpsi suatu larutan oleh adsroben berbanding terbalik
dengan solubilitas larutan didalam pelarutnya. Larutan yang bersifat polar lebih
mudah teradsorpsi dengan adsorben yang bersifat polar, begitu juga dengan
larutan yang bersifat non polar lebih mudah teradsorpsi dengan adsorben yang
bersifat non polar.
3. Keasaman larutan
Adsorpsi pada logam berat oleh adsorben dalam media asam meningkat
dengan adanya peningkatan pH yang disebabkan adanya penurunan persaingan
proton pada sisi aktif adsorben. Pada media basa, logam berat akan tersisih dari
fase cair dan membentuk endapan yang disebabkan interaksi dengan ion
hidroksil.
4. Temperatur
Penurunan dan peningkatan temperatur memberikan efek yang berbeda
pada proses adsorpsi. Penurunan temperatur dapat menyebabkan proses
adsorpsi meningkat karena reaksi berlangsung secara eksotermis. Sedangkan,
peningkatan temperatur juga dapat meningkatkan proses adsorpsi karena laju
difusi solute kedalam adsorben melalui fase cair meningkat.
5. Porositas adsorben
Banyaknya pori, dan ukuran pori pada adsorben dapat menentukan laju
adsorpsi maupun kapasitas adsorpsi. Apabila adsorben dengan ukuran
mesopori, proses adsorpsi berlangsung dengan mekanisme kondensasi adsorbat
secara kapiler. Apabila adsorben termasuk ukuran mikropori, proses adsorpsi
berlangsung karena kesesuaian ukuran molekul yang akan diadsorpsi pada saat
pengisian pori tanpa adanya kondensasi.
Gambar 6. FE-SEM dari Kulit Buah Aren pada Perbesaran A. 500X, B. 2000X.
Setelah Penyerapan Ion Logam Cr(III) Perbesaran C. 500X, D. 2000X (Arrisujaya,
2014).
Pada gambar 6, dapat dilihat penampakan permukaan dari biosorben sebelum
dan sesudah dilakukan penyerapan dengan ion logam Cr(III). Pada gambar A dan
B, permukaan biosorben masih terdapat cahaya pada permukaan biosorben yang
menandakan belum dilakukannya penyerapan terhadap ion logam Cr(III).
Sedangkan, pada gambar C dan D, permukaan biosorben tampak lebih gelap
dikarenakan permukaan biosorben telah dipenuhi oleh ion logam Cr(III) yang
teradsorpsi. Adsorpsi ion logam Cr(VI) menggunakan biosorben kulit buah Aren
diperoleh kondisi pH optimum yaitu pada pH 3 dengan efisiensi adsorpsi sebesar
43,98%.
Penelitian Kresnadipayana et al (2016), melakukan penyerapan ion logam
Cu(II) dengan menggunakan adsorben dari limbah kayu pohon Aren (Arenga
pinnata) yang diaktivasi dengan HNO3. Asam nitrat (HNO3) digunakan sebagai
aktivator karena dapat menghilangkan zat-zat pengotor berupa kation-kation
yang kemungkinan aktif sehingga dapat menganggu proses penyerapan. pH
optimum dalam melakukan penyerapan adalah pH 6-7. Apabila dalam keadaan
pH rendah, permukaan biosorben akan tertutup dengan ion H+ sehingga ion
logam Cu(II) akan menjauh yang disebabkan terjadinya gaya tolak-menolak antar
ion H+ dan ion logam Cu(II) karena ion sejenis. Apabila dalam keadaan pH tinggi,
maka akan terbentuk Cu(OH)3- dan Cu(OH)4- yang akan terlarut. Kapasitas
adsorpsi logam Cu(II) menggunakan adsorben dari limbah kayu Aren adalah
sebesar 46,43%. Gugus fungsi yang bekerja dalam proses penyerapan adalah
gugus –OH dari selulosa dan C=O dari hemiselulosa.
14
Gambar 7. Spektra FTIR (a). Selulosa Standar, (b). Selulosa Serbuk Kayu
(Mohadi, Hidayati, et al., 2014).
Pada gambar 7 dapat dilihat bahwa spektra FTIR selulosa serbuk kayu hampir
mirip dengan spektra FTIR selulosa standar. Terdeteksi terdapat gugus –OH yang
merupakan gugus aktif dari selulosa. Kapasitas adsorpsi ion logam Cr(III)
menggunakan selulosa serbuk kayu lebih besar daripada menggunakan serbuk
kayu, yaitu berturut-turut 76,92 mol/gr dan 55,56 mol/gr. Hal ini dikarenakan
serbuk kayu mengandung banyak situs aktif yang dapat bertindak sebagai
elektron donor atau ligan seperti hidroksil, amida, amina, oksigen metilen. Karena
banyaknya situs aktif yang terkandung, maka persaingan antar situs aktif dalam
adsorpsi menyebabkan menurunnya kapasitas serbuk kayu dalam menyerap ion
logam Cr(III).
Penelitian Muslim et al (2020), melakukan adsorpsi ion logam Cu(II)
dengan menggunakan biosorben dari cangkang buah Aren (Arenga pinnata) yang
dimodifikasi dengan adanya penambahan ultrasonik dan variasi penggunaan
NaOH. Dibuat 4 jenis adsorben, APMB0.3 (biosorben yang diaktivasi dengan
NaOH 0,3 M), APMBU0.3 (biosorben yang diaktivasi dengan NaOH 0,3 M dan
ultrasonik), APMBU0.5 (biosorben yang diaktivasi dengan NaOH 0,5 M dan
ultrasonik), dan APMBU0.7 (biosorben yang diaktivasi dengan NaOH 0,7 M dan
ultrasonik).
15
Gambar 9. Uji SEM Permukaan Biosorben (a). AMPB0.3, (b). AMPBU0.3, (c).
AMPBU0.5, dan (d). AMPBU0.7 (Muslim et al., 2020).
Hal ini dibuktikan dengan gambar 9 yang menunjukkan bentuk permukaan dari
keempat biosorben. Dengan dilakukannya aktivasi menggunakan ultrasonik dan
meningkatnya konsentrasi NaOH, maka pori-pori yang terbentuk pada
permukaan biosorben akan semakin banyak. Sesuai dengan teori yaitu, semakin
banyak pori-pori yang terbentuk dan semakin luas permukaan adsorben, maka
semakin banyak senyawa adsorbat yang akan terserap.
2.6 Karakterisasi
Scanning Electron Microscope (SEM)
Mikroskop pemindai elektron atau yang sering disebut dengan SEM
memiliki kemampuan untuk mengamati objek berukuran kecil secara tiga
16
dimensi. SEM juga memiliki kemampuan untuk mengamati permukaan sel atau
struktur mikroskopik. Seperti yang telah disebutkan pada latar belakang, SEM
memiliki 2 jenis sinyal, yaitu elektron sekunder (seconder electron) dan elektron
pantul (backscattered electron). Elektron pantul akan muncul ketika dipindai
dengan sinar elektron dari permukaan sampel (Setianingsih, 2017).
Sinyal elektron pantul yang muncul dari spesimen padat dapat dihasilkan
karena adanya sinar elektron berenergi tinggi. Sinyal ini akan memberikan
informasi mengenai sampel yang berupa morfologi eksternal (tekstur sampel),
komposisi kimia, dan struktur kristal. Mekanisme kerja SEM dapat dilihat pada
gambar 10 dibawah.
19
20
selulosa kulit buah Aren dengan variasi konsentrasi 10: 25: 50: 75: 100: 125:
150. Kemudian campuran disaring dengan kertas saring dan filtrat yang diperoleh
dilakukan pengukuran konsentrasi Cr(VI) dalam larutan secara AAS.
Analisis Data
Pengenceran Larutan Cr (VI)
M1 V1 = M2 V2..................................................................(1)
Keterangan
(𝐶𝑜−𝐶𝑒)V
qe = .....................................................................(2)
𝑚
Keterangan
Co = Konsentrasi Awal (mg/L)
Ce = Konsentrasi akhir (mg/L)
M = Massa adsorben (g)
V = Volume Larutan Uji (L)
Co−Ce
Ɛ= x 100%.........................................................................(3)
𝐶𝑜
Keterangan
Ɛ = Efisiensi Penyerapan
Co = Konsentrasi Awal (mg/L)
Ce = Konsentrasi akhir (mg/L)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
22
23
Tahapan Dewaxing
Pada tahapan dewaxing dilakukan proses ekstraksi yang bertujuan untuk
melarutkan senyawa-senyawa ekstraktif yang merupakan senyawa selain lignin
selulosa dan hemiselulosa seperti zat lilin, senyawa metabolit sekunder, zat
pewarna yang merupakan pigmen alami berupa klorofil, karotenoid, tanin, dan
antosianin yang tidak stabil terhadap pH basa, cahaya dan panas (Ngatin dan
Mulyono, 2013), dan lemak yang terkandung pada kulit buah Aren sehingga
dapat menjadi zat pengotor selama proses ekstraksi selulosa (Sundari dan
Ramesh, 2012). Kulit buah Aren memiliki beberapa kandungan, yaitu asam
oksalat, karbohidrat, 7,9% abu, 16,2% serat kasar, 10% protein kasar, 1,5%
lemak, selulosa, lignin, dan hemiselulosa (Clinton dan Herlina, 2015). Senyawa
metabolit sekunder yang terkandung terdiri dari alkaloid, flavonoid, terpenoid,
saponin, dan tanin (Aswandi dan Kholibrina, 2020).
Proses ekstraksi senyawa ekstraktif pada kulit buah Aren dilakukan
dengan menggunakan pelarut organik yaitu etanol dan toluena dengan
perbandingan 1:2. Kedua pelarut ini memiliki sifat yang berbeda, yaitu etanol
merupakan pelarut polar sedangkan toluena merupakan pelarut non polar.
Kedua pelarut ini akan mengekstrak senyawa-senyawa ektraktif sesuai dengan
sifatnya, yaitu pelarut etanol akan mengekstrak senyawa yang bersifat polar dan
pelarut toluena akan mengekstrak senyawa yang bersifat non polar. Hal ini sesuai
dengan hukum kelarutan yang disebut dengan like dissolve like yang artinya
pelarut polar akan melarutkan senyawa polar sedangkan pelarut non polar akan
melarutkan senyawa non polar. Selain itu, etanol merupakan pelarut universal
yang merupakan pelarut yang dapat mengesktrak senyawa polar dan juga
sebagian senyawa non polar (Verdiana et al., 2018). Dengan digunakannya
pelarut organik etanol dan toluena untuk mengekstrak senyawa ekstraktif yang
terkandung pada kulit buah Aren, kandungan selulosa tidak akan ikut terekstrak
atau terlarut karena sifat dari selulosa yang tidak larut dalam pelarut organik
(Mulyadi, 2019).
Tahapan Delignifikasi
Setelah diperoleh bubuk kulit buah Aren bebas dari pengotor, dilanjutkan
proses dengan tahap delignifikasi. Delignifikasi merupakan proses untuk
memisahkan atau memutuskan ikatan antara selulosa dengan lignin dan
hemiselulosa. Dalam ekstraksi selulosa, proses delignifikasi ini penting karena
selulosa terjebak di dalam matrik lignin dan hemiselulosa yang disebut dengan
lignoselulosa (Trisanti et al., 2018). Ikatan lignin dan hemiselulosa perlu
dipisahkan karena dapat menganggu selulosa untuk berikatan dengan ion logam
(Kusumawardani et al., 2018). Hal ini dikarenakan lignin memiliki fungsi sebagai
pengikat atau perekat antar selulosa. Lignin juga merupakan pembungkus
selulosa yang berfungsi untuk mencegah selulosa mengalami proses adsorpsi.
Hal ini dibuktikan pada penelitian Tajalla et al (2019), dilakukan karakterisasi
menggunakan SEM untuk melihat morfologi permukaan pada selulosa tanpa
adanya perlakuan delignifikasi. Dapat dilihat bahwa permukaan selulosa tersebut
sangat rapat tanpa adanya pori-pori pada permukaan karena permukaan
selulosa ditutupi oleh lapisan lignin. Adanya pori-pori pada permukaan adsorben
merupakan salah satu pendukung untuk terjadinya proses adsorpsi. Dengan
masih adanya ikatan lignoselulosa, proses adsorpsi tidak terjadi secara langsung
dengan selulosa melainkan akan terjadi proses adsorpsi dengan lignin. Meskipun
lignin memiliki gugus –OH yang memiliki peran dalam proses adsorpsi, lignin
memiliki struktur yang kaku dan pori-pori yang sedikit pada permukaannya
sehingga kurang efektif sebagai adsorben dalam proses adsorpsi.
25
Lignin
HO
OH
HO O
OCH3
OCH3
O
HO
OCH3
HO
OH
Gambar 16. Struktur Kimia Lignin
Pada penelitian Yuris et al (2014), melakukan penyerapan ion logam Cr(VI)
dengan menggunakan adsorben lignin. Pada variasi pH, kapasitas adsorpsi ion
logam Cr(VI) menggunakan adsorben lignin adalah sebesar 56,45% dengan pH 2.
Semakin tinggi pH, kapasitas adsorpsi ion logam Cr(VI) dengan adsorben lignin
akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan pada pH tinggi atau dalam suasana
basa, lignin akan larut karena sifat lignin yang mudah larut pada larutan basa.
Selain itu, pada struktur lignin yang dapat dilihat pada gambar 16, terdapat
gugus metil (-CH3) yang dapat menjadi faktor sterik atau halangan sterik dalam
proses adsorpsi menggunakan adsorben lignin. Faktor sterik adalah faktor yang
disebabkan oleh perbedaan dalam ikatan atom-atom atau gugus-gugus dalam
ruangnya. Gugus –CH3 merupakan gugus yang memiliki berat molekul yang
besar, sehingga menyebabkan lignin sangat ruah (menempati ruang yang luas).
Keadaan ruang (ruah) pada lignin menyebabkan lignin sulit untuk berinteraksi
dengan ion logam berat yang akan menerima pasangan elektron bebas dari lignin
sehingga lignin tidak lebih kuat untuk dijadikan sebagai adsorben (Yuanita,
2006).
CH2OH
CH2OH
O CH2 O
CH2 O
O
HC OH
HC O C HO
HO HO
O OH + Na OH +
O OH
O
R1 R1
O O
O
R
R
et al., 2018). Hal ini ditandai dengan warna serbuk ekstrak selulosa yang masih
gelap seperti warna coklat atau hitam (Ridho dan Sijabat, 2019).
Proses bleaching dilakukan dengan menggunakan larutan hidrogen
peroksida (H2O2). Kelebihan menggunakan H2O2 adalah memiliki kemampuan
untuk melepaskan oksigen yang cukup kuat, tidak menghasilkan endapan, dan
produk yang diperoleh akan menjadi putih stabil (Lestari dan Sari, 2016).
Perubahan warna dapat terjadi karena H2O2 akan terurai menjadi ion HOO- yang
merupakan oksidator kuat dimana dapat mengoksidasi zat warna alam atau
pigmen alami yang merupakan senyawa organik dan memiliki ikatan rangkap
menjadi senyawa yang lebih sederhana atau direduksi menjadi ikatan tunggal
sehingga diperoleh warna putih stabil (Zulferiyenni dan Hidayati, 2016). Selain
itu, dengan menggunakan H2O2 kecil kemungkinan akan memberikan efek yang
dapat merusak selulosa dan H2O2 merupakan bahan yang ramah lingkungan
karena akan terurai menjadi H+ dan HOO- di dalam air (Hidayati et al., 2019).
HO
HO O
Lignin OCH3
HO
OH
OCH3
HO O OCH2CH3
OCH3
HO
OCH3 CHO HO
O OCH
HO
OCH3 HC OH
HO CHO
OH
OCH OCH
OCH2CH3 OCH2CH3
veratryl aldehyde veratryl alcohol
Gambar 20. Mekanisme reaksi penguraian lignin menggunakan H2O2
(Jayanudin et al., 2010).
Pada penelitian ini, proses bleaching dilakukan menggunakan larutan
H2O2 dengan konsentrasi sebesar 10%. Selain itu, larutan H 2O2 yang digunakan
diatur pH larutan menjadi pH 11. Menurut Lestari dan Sari (2016), H2O2 optimum
bekerja pada suasana basa atau alkali yang menyebabkan gugus HOO- akan
semakin banyak sehingga semakin cepat pula proses oksidasi gugus kromofor
pada struktur lignin. Adapun reaksi yang terjadi ketika H 2O2 dilakukan
penambahan dengan pelarut alkali adalah sebagai berikut.
H2O2 + OH- → HOO- + H2O
29
Sekitar 90% struktur lignin disusun oleh unit fenolik. H2O2 dapat mengoksidasi
unit fenolik pada struktur lignin sehingga terbentuk radikal kation. Ikatan Cα
dengan Cβ dapat diputus dengan menggunakan H2O2 sehingga cincin lignin
terbuka dan dapat bereaksi dengan reaksi lain. Oksidasi senyawa aromatik non
fenolik dikatalis oleh H2O2 membentuk radikal kation aril. Hidrogen mengkatalis
oksidasi senyawa lignin non fenolik dengan adanya perubahan dari senyawa
veratryl alcohol menjadi veratryl aldehyde (Coniwanti et al., 2015).
Gambar 21. Perbedaan warna serbuk selulosa, (a). sebelum bleaching, (b).
sesudah bleaching.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses bleaching. Pertama
adalah pH, proses bleaching menggunakan H2O2 harus dilakukan dalam suasana
basa. Apabila dalam suasana asam H2O2 sangat stabil, sedangkan dalam suasana
basa H2O2 akan mudah terurai menjadi anion perhidroksida (HOO-). Anion inilah
yang memliki peran untuk mengoksidasi gugus kromofor pada struktur lignin.
Anion ini akan semakin banyak apabila ditambah dengan pelarut alkali. Maka
dari itu, pH optimum proses bleaching dilakukan dengan pH 11 (Lestari dan Sari,
2016). Kedua adalah suhu, proses bleaching menggunakan H2O2 dilakukan
dengan menggunakan suhu sekitar 60°C-80°C, apabila dibawah maka H2O2 akan
bereaksi secara lambat, sedangkan apabila diatas hasil yang diperoleh akan
kurang optimal (Gellerstedt, 2007). Ketiga adalah konsentrasi, proses bleaching
menggunakan H2O2 dilakukan dengan menggunakan konsentrasi sekitar 8%-
10%. Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan, maka akan semakin banyak
ion peroksida yang dihasilkan dan semakin banyak pula gugus kromofor lignin
yang dioksidasi oleh ion peroksida. Akan tetapi, apabila konsentrasi H 2O2 yang
digunakan terlalu tinggi maka akan memberikan hasil yang kurang optimum,
karena dapat menurunkan kualitas selulosa yang diperoleh dan menyebabkan
selulosa menjadi rusak (Lestari dan Sari, 2016). Setelah dilakukan tahapan
bleaching, diperoleh ekstrak selulosa kulit buah Aren dengan warna yang lebih
cerah. Ekstrak selulosa diperoleh sebanyak 6, 25 gram dengan rendemen sebesar
81,16%.
30
4.2 Karakterisasi
Forier Transform Infra Red (FTIR)
Ekstrak selulosa kulit buah Aren yang diperoleh, dikarakterisasi dengan
menggunakan instrumen spektroskopi infra merah (FTIR). Instrumen FTIR dapat
digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada ekstrak selulosa yang
diperoleh. Karakterisasi dengan FTIR dilakukan dengan menggunakan bilangan
gelombang sekitar 4000 sampai 500 cm-1. Hasil karakterisasi menggunakan FTIR
adalah berupa spektrum dengan adanya bilangan gelombang yang menunjukkan
gugus yang terkandung pada ekstrak selulosa. Dengan dilakukannya
karakterisasi ekstrak selulosa menggunakan FTIR, dapat diketahui keberhasilan
dalam mengekstrak selulosa dari kulit buah Aren dari bilangan gelombang yang
muncul dan perubahan serapan untuk karakteristik tertentu. Pada gambar 22
menunjukkan spektrum FTIR selulosa dari kulit buah Aren.
CH2, sesuai dengan penelitian Djunaidi et al (2020), munculnya gugus –CH2 pada
bilangan gelombang 2964,59 cm-1. Gugus –CH2 merupakan gugus yang terdapat
pada struktur selulosa. Pita serapan yang muncul pada bilangan gelombang
1029,15 cm-1 merupaka vibrasi ulur dari gugus C-O, sesuai dengan penelitian
Astari dan Utami (2018), munculnya gugus C-O pada bilangan gelombang
1034,85 cm-1. Gugus C-O merupakan gugus penghubung rantai karbon dalam
struktur selulosa atau disebut dengan ikatan glikosidik. Gugus O-H, -CH2, dan
C-O merupakan gugus utama pembangun selulosa, maka dari itu dapat
disimpulkan bahwa ekstrak yang diperoleh mengandung selulosa. Pita serapan
pada bilangan gelombang 1323,42 cm-1 merupakan gugus –O, sesuai dengan
penelitian Dewi et al (2017), gugus –O muncul pada bilangan gelombang 1319,31
cm-1. Gugus –O merupakan gugus yang merangkai struktur selulosa. Pita
serapan pada bilangan gelombang 663,61 cm -1 merupakan rantai glikosidik
antara unit glukosa pada selulosa, sesuai dengan penelitian Nugraha et al (2021),
yang muncul pada bilangan gelombang 898 cm-1. Pita serapan pada bilangan
gelombang 1938 cm-1 menunjukkan ikatan rangkap gugus karbonil (C=O), sesuai
dengan penelitian Yusuf et al (2014), gugus C=O muncul pada bilangan
gelombang 1851,66 cm-1. Pita serapan muncul pada bilangan gelombang 1647,38
cm-1 adanya ikatan rangkap dua gugus C=C, sesuai dengan penelitian Wulandari
dan Dewi (2018), gugus C=C muncul pada bilangan gelombang 1512,37 cm-1.
Gugus rangkap C=O dan C=C merupakan cincin aromatik yang terdapat pada
struktur lignin. Adanya gugus C=O dan C=C menandakan bahwa proses
pemutihan (bleaching) yang dilakukan kurang sempurna sehingga ekstrak
selulosa yang diperoleh masih mengandung lignin.
spesifik selulosa terdiri dari gugus –OH, -CH2, dan –CO yang muncul berulang.
Pita serapan pada bilangan gelombang 3444 cm-1 menunjukkan keberadaan
vibrasi gugus –OH. Pita serapan pada bilangan gelombang 2914 cm-1
menunjukkan vibrasi ulur gugus -CH2 yang merupakan kerangka utama
pembangun struktur pada senyawa selulosa. Pita serapan pada bilangan
gelombang 1060 cm-1 dan 1317-1338 cm-1 menunjukkan keberadaan gugus –CO
pada ikatan glikosidik antara unit glukosa pada struktur selulosa.
Tabel 2. Gugus fungsi yang terdapat pada material adsorben
Gugus Fungsi Bilangan Selulosa Hasil Selulosa Standar
Gelombang dari Penelitian (cm-1) (cm-1)
Literatur (cm )
-1
Gambar 24. Hasil SEM perbesaran (a). 1000x, (b). 5000x, (c). 10.000x, (d).
20.000x
Pada gambar 24 merupakan hasil karakterisasi selulosa dari kulit buah
Aren menggunakan instrumen SEM. Dapat dilihat pada perbesaran 1000x,
5000x, 10.000x, dan 20.000x permukaan selulosa memiliki rongga-rongga yang
merupakan pori-pori pada selulosa (Anggoro et al., 2014). Hal ini menandakan
bahwa proses delignifikasi dan bleaching yang bertujuan untuk memutuskan dan
melarutkan kandungan lignin telah berhasil dilakukan. Selain itu, pada
perbesaran 1000x dapat dilihat bahwa material selulosa mengalami
penggumpalan atau aglomerasi. Peristiwa aglomerasi ini biasa terjadi pada proses
ekstrak selulosa alam akibat dari gaya van der waals. Selain itu, aglomerasi juga
terjadi karena kurang sempurna dalam preparasi sampel dan kurang maksimal
dalam penggerusan sampel setelah dikeringkan atau dioven (Rahmawati dan
Handayani, 2013). Unsur-unsur yang terkandung pada selulosa dapat diketahui
dari spektrum yang dihasilkan dari instrumen EDX.
HO CH2
HO CH2
H O H
H O H
H O OH H
HO OH H OH
OH
H O
H O Cr
Cr O CH2
O CH2
H O
H O H OH
H O OH H
HO OH H H
H OH
H OH
Pengaruh pH
Setelah diperoleh selulosa dari kulit buah Aren, selulosa tersebut
digunakan sebagai adsorben untuk menyerap ion logam Cr(VI). Salah satu
parameter untuk mengetahui kemampuan adsorben dalam proses adsorpsi
adalah potensial Hidrogen (pH). Uji variasi pH dilakukan untuk menentukan pada
pH berapa adsorben selulosa maksimum dalam proses adsorpsi. Variasi pH
dilakukan pada ion logam Cr(VI) yang akan diadsorpsi. Pengaturan pH dilakukan
dengan menggunakan larutan HNO3 untuk menurunkan pH, dan menggunakan
larutan NaOH untuk menaikkan pH. Rentang variasi pH yang akan diuji dari pH
2 sampai pH 7 dengan adsorben yang digunakan sebanyak 0,1 gram dan larutan
ion logam Cr(VI) digunakan sebanyak 10 mL selama 15 menit.
70
Efisiensi Adsorpsi
60
50
(%)
40
30
20
10
0
0 2 4 6 8
pH
Hasil ini diperoleh setelah dilakukan uji menggunakan instrumen AAS, dan dapat
dilihat pH optimum proses adsorpsi adalah pH 3 dengan efisiensi adsorpsi
sebesar 59,65%. Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian Utama et al
(2016), yang melakukan adsorpsi ion logam Cr(VI) menggunakan selulosa dan
memperoleh hasil pH optimum pada suasana asam yaitu pH 2 dengan efisiensi
adsorpsi sebesar 34,83%. pH optimum untuk penyerapan ion logam Cr(VI) adalah
pH rendah. Cr(VI) memiliki bentuk ion yang berbeda-beda dalam larutan yang
menyesuaikan pada pH larutan tersebut. Pada rentang pH 1 sampai pH 6, ion
logam Cr(VI) berbentuk anion seperti Cr2O72-, HCrO4-, Cr3O102-, dan Cr4O132- dan
yang mendominasi adalah anion HCrO4-. Biasanya, semakin meningkatnya pH
larutan maka ion Cr(VI) yang mendominasi adalah anion Cr2O72- dan CrO42-. Pada
kondisi pH rendah, ion H+ yang terdapat pada permukaan adsorben selulosa akan
meningkat dan antara muatan positif pada permukaan adsorben dengan ion
dikromat akan menghasilkan ikatan elektrostatik yang kuat. Sedangkan pada
kondisi pH tinggi, ion OH- pada larutan akan meningkat dan menyebabkan
permukaan adsorben selulosa bermuatan negatif secara perlahan. Akibatnya,
kekuatan adsorben untuk mengikat ion logam Cr(VI) akan mengecil dan
menurunkan kemampuan dalam proses adorpsi. Selain itu, ion logam Cr(VI) pada
pH tinggi akan mengalami presipitasi menjadi Cr(OH)3 yang menyebabkan
berkurangnya kelarutan ion Cr pada larutan sehingga hanya sedikit ion Cr(VI)
yang diserap oleh adsorben selulosa. Efisiensi adsorpsi yang diperoleh pada
penelitian ini masih dalam nilai yang rendah, yang disebabkan karena pada pH
netral efisiensi adsorpsi mulai menurun. Pada pH netral ion logam akan
mengalami reaksi hidrolisis dalam larutan sehingga tidak stabil dan kemampuan
adsorben dalam proses adsorpsi akan menurun (Nurhasni et al., 2010).
1
Kapasitas Adsorpsi
0.8
0.6
(mg/g)
0.4
0.2
0
0 2 4 6 8
pH
64
Efisiensi Adsorpsi
62
60
(%)
58
56
54
52
0 50 100 150 200
Waktu Kontak (menit)
Gambar 30. Pengaruh waktu kontak terhadap efisiensi adsorpsi ion logam
Cr(VI)
Pada gambar 30 merupakan grafik pengaruh variasi waktu kontak
terhadap efisiensi adsorpsi ion logam Cr(VI). Dapat dilihat pada gambar, efisiensi
adsorpsi ion logam Cr(VI) meningkat dari waktu kontak 15 menit sampai 120
menit. Setelah waktu kontak 120 menit, terjadi penurunan efisiensi adsorpsi ion
logam Cr(VI) pada waktu kontak 150 menit. Sehingga, diperoleh waktu kontak
optimum efisiensi adsorpsi ion logam Cr(VI) adalah 120 menit sebesar 60,39%.
38
Pada penelitian Aji dan Kurniawan, (2012), efisiensi adsorpsi optimum diperoleh
pada waktu kontak ke 60 menit sebesar 51,4%. Pada kondisi tersebut, adsorben
telah mencapai batas maksimum karena gugus fungsi pada adsorben telah
mengikat ion logam Cr(VI). Kemudian terjadi penurunan kapasitas adsorpsi
dikarenakan adsorben telah mencapai titik jenuh dan terjadinya proses desorpsi.
Kenaikan efisiensi adorpsi secara konstan menunjukkan bahwa semakin lama
waktu kontak maka semakin banyak ion logam Cr(VI) yang terserap pada
adsorben selulosa. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu akan menyebabkan
semakin lama waktu tumbukan dan interaksi antara adsorben dengan ion logam
Cr(VI) sehingga semakin banyak gugus aktif pada adsorben selulosa berikatan
dengan ion logam Cr(VI). Pada waktu kontak 120 menit ion logam Cr(VI) yang
teradsorpsi telah mencapai batas maksimum, sehingga menyebabkan penurunan
efisiensi adsorpsi pada waktu kontak 150 menit. Penurunan ini terjadi karena
gugus aktif pada adsorben selulosa telah mengalami kejenuhan sehingga
adsorben selulosa tidak mampu untuk menyerap ion logam Cr(VI) lebih banyak.
Selain itu, penurunan efisiensi adsorpsi dapat terjadi karena proses desorpsi
sehingga proses adsorpsi terjadi secara reversible. Proses desorpsi terjadi karena
adanya ketidakstabilan ikatan antara adsorben selulosa dengan ion logam Cr(VI)
sehingga sebagian kecil ion logam Cr(VI) terlepas kembali ke larutan (Adriansyah
et al., 2018).
0.9
Kapasitas Adsorpsi
0.88
0.86
0.84
(mg/g)
0.82
0.8
0.78
0.76
0.74
0 50 100 150 200
Waktu Kontak (menit)
Gambar 31. Pengaruh waktu kontak terhadap kapasitas adsorpsi ion logam
Cr(VI)
Gambar 31 menunjukkan hubungan pengaruh waktu kontak terhadap
kapasitas adsorpsi ion logam Cr(VI). Dapat dilihat adanya peningkatan kapasitas
adsorpsi ion logam Cr(VI) pada waktu kontak 15 menit sampai 120 menit.
Kemudian terjadi penurunan kapasitas adsorpsi ion logam Cr(VI) pada waktu
kontak 150 menit. Kapasitas adsorpsi optimum waktu kontak diperoleh pada
waktu ke 120 menit sebesar 0,89 mg/g. Pada penelitian Aji dan Kurniawan,
(2012), kapasitas adsorpsi optimum diperoleh pada waktu kontak ke 60 menit
39
sebesar 0,51 mg/g. Pada kondisi tersebut, adsorben telah mencapai batas
maksimum karena gugus fungsi pada adsorben telah mengikat ion logam Cr(VI).
Kemudian terjadi penurunan kapasitas adsorpsi dikarenakan adsorben telah
mencapai titik jenuh dan terjadinya proses desorpsi. Sedangkan jika
dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pana penelitian ini, memliki hasil yang
lebih besar dikarenakan ekstraksi adsorben selulosa melalui tahap delignifikasi
dan bleaching yang berfungsi untuk memutuskan dan melarutkan kandungan
lignin sehingga menyebabkan lebih banyak pori-pori pada permukaan adsorben
dan dapat mengikat lebih banyak ion logam Cr(VI).
Variasi Konsentrasi
Selain pH dan waktu kontak, parameter penting lainnya dalam proses
adsorpsi adalah konsentrasi adsorbat. Uji variasi konsentrasi merupakan uji
untuk mengetahui batas maksimum atau kemampuan maksimum adsorben
selulosa dalam menyerap ion logam Cr(VI). Konsentrasi adsorbat merupakan
faktor penting dalam proses adsorpsi karena semakin besar konsentrasi adsorbat
akan semakin banyak ion atau substansi yang akan diserap oleh adsorben
sehingga berpengaruh pada kapasitas adsorpsi. Pada penelitian ini, digunakan
beberapa variasi konsentrasi ion logam Cr(VI), yaitu 10, 25, 50, 75, 100, 125, 150
ppm. Dilakukan uji dengan pH optimum yaitu pH 3 sebanyak 10 mL dan
adsorben sebanyak 0,1 gram dengan waktu kontak optimum yang telah
didapatkan sebelumnya yaitu selama 120 menit dan diaduk dengan
menggunakan alat shaker.
16
14
Kapasitas Adsorpsi
12
10
(mg/g)
8
6
4
2
0
0 50 100 150 200
ppm
Gambar 32. Pengaruh konsentrasi terhadap kapasitas adsorpsi ion logam Cr(VI)
Gambar 32 menunjukkan hubungan antara konsentrasi dengan
kapasitas adsorpsi ion logam Cr(VI). Terjadi peningkatan kapasitas adsorpsi dari
konsentrasi 10 ppm sampai 150 ppm. Kapasitas adsorpsi maksimum ion logam
Cr(VI) diperoleh pada konsentrasi 150 ppm sebesar 15,15 mg/gr. Peningkatan
kapasitas adsorpsi terjadi karena ion logam Cr(VI) yang terkandung pada larutan
40
5.1 Kesimpulan
1. Karakterisasi selulosa dari kulit buah aren (Arenga pinnata) menggunakan
instrumen SEM-EDX menunjukkan bahwa terdapat rongga-rongga pada
permukaan selulosa yang menunjukkan keberhasilan dalam proses
delignifikasi dan bleaching. Kemudian dengan menggunakan instrumen
FTIR terdapat pita serapan pada bilangan gelombang 3331,66 cm-1,
2900,29 cm-1, dan 1029, 15 cm-1 yang menunjukkan terdapat gugus –OH,
-CH2, dan C-O yang merupakan gugus pembangun pada struktur
selulosa.
2. Adsorpsi ion logam Cr(VI) menggunakan adsorben selulosa menghasilkan
pH optimum yaitu pada pH 3 dengan efisiensi adsorpsi sebesar 58,52%,
waktu kontak optimum yaitu pada waktu 120 menit dengan efisiensi
adsorpsi sebesar 63,25%, dan konsentrasi optimum yaitu pada
konsentrasi 150 ppm.
3. Adsorpsiion logam Cr(VI) menggunakan asorben selulosa menghasilkan
kapasitas adsorpsi pada pH, waktu kontak, dan konsentrasi berturut-
turut adalah 0,84 mg/g, 0,89 mg/g, dan 15,15 mg/g.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis, maka saran penulis
untuk penelitian selanjutnya adalah:
1. Melakukan karakterisasi adsorben selulosa menggunakan intrumen FTIR
dan SEM-EDX setelah dilakukan proses adsorpsi ion logam Cr(VI).
2. Melakukan uji kualitatif terhadap selulosa yang diperoleh untuk
mengetahui masih ada atau tidaknya ikatan lignoselulosa (lignin dan
hemiselulosa) yang terkandung.
41
DAFTAR PUSTAKA
Adriansyah, R., E. N. Restiasih dan N. Meileza. 2018. "Biosrpsi Ion Logam Berat
Cu(II) dan Cr(VI) Menggunakan Biosorben Kulit Kopi Terxantasi". ALOTROP,
Jurnal Pendidikan Dan Ilmu Kimia. Vol. 2(2): 114–121.
Aji, B. K. dan F. Kurniawan. 2012. "Pemanfaatan Serbuk Biji Salak (Salacca
zalacca) sebagai Adsorben Cr(VI) dengan Metode Batch dan Kolom". Jurnal
Sains Pomits. Vol. 1(1): 1–6.
Anam, C., T. W. Agustini dan Romadhon. 2014. "Pengaruh Pelarut Yang Berbeda
Pada Ekstraksi Spirulina platensis Serbuk sebagai Antioksidan dengan
Metode Soxhletasi". Jurnal Pengolahan Dan Bioteknologi Hasil Perikanan. Vol.
3(4): 106–112.
Anggoro, D. D., Purwanto dan Rispiandi. 2014. "Katalis Heterogen Arang Aktif
Tersulfonasi". Reaktor. Vol. 15(2): 126–131.
Arrisujaya, D. 2014. "Efisiensi Penyerapan Kulit Buah Atap (Arenga Pinnata)
Mengikat Ion-Ion Logam Kromium dalam Larutan". Jurnal Sains Natural. Vol.
4(1): 58–67.
Asih, N. N. K., P. Suarya, I. B. P. Manuaba dan I. N. Wirajana. 2018. "Hidrolisis
Batang Jagung Secara Enzimatik dari Tanah Hutan Mangrove". Cakra Kimia
(Indonesian E-Journal of Applied Chemistry). Vol. 6(2): 106–115.
Astari, M. A. dan B Utami. 2018. "Uji Daya Adsorpsi Adsorben Kombinasi Sekam
Padi dan Bagasse Fly Ash untuk Menjerap Logam Cu pada Sistem Batch".
Proceeding Biology Education Conference. Vol. 15(1): 766–774.
Aswandi, A. dan C. R. Kholibrina. 2020. "Buah Hutan Sumber Pangan dan
Pengobatan di Kawasan Danau Toba, Indonesia". Prosiding Seminar Nasional
Lahan Subotimal, Palembang: 20 Oktober 2020. 978–979.
Baroroh, A., A. D. Moelyaningrum dan Ellyke. 2017. "Pemanfaatan Serbuk
Selulosa Kulit Kakao sebagai Adsorben Logam Berat Ni pada Limbah Cair
Elektroplating". Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa. 1–7.
Clinton, D. dan N. Herlina. 2015. "Pengaruh Waktu Fermentasi dan Komposisi
Limbah Kulit Buah Aren (Arenga pinnata) dengan Starter Kotoran Sapi
Terhadap Biogas yang Dihasilkan". Jurnal Teknik Kimia USU. Vol. 4(3): 46–
51.
Coniwanti, P., M. N. P. Anka dan C. Sanders. 2015. "Pengaruh Konsentrasi,
Waktu dan Temperatur Terhadap Kandungan Lignin pada Proses Pemutihan
Bubur Kertas Bekas". Jurnal Teknik Kimia. Vol. 21(3): 50–58.
Dewi, A. M. P., M. Y. Kusumaningrum, D. N. Edowai, Y. Pranoto dan P. Darmadji.
2017. "Ekstraksi dan Karakterisasi Selulosa dari Limbah Ampas Sagu".
Prosiding SNST Ke-8, Semarang: October 2017. 6–9.
Djunaidi, M. C., P. J. Wibawa dan A. Suseno. 2020. "Pengenalan Metode Adsorpsi
Logam Fe(III) Menggunakan Selulosa dan Selulosa Asetat dari Serbuk Gergaji
Kayu kepada Siswa SMA Al-Azhar 14 Semarang". Seminar Nasional
Pengabdian Kepada Masyarakat, Semarang: 2020. 93–96.
Gellerstedt, G. 2007. "The Chemistry of Bleaching and Post-Color Formation in
Kraft Pulps". Department of Fibre and Polymer Technology. Vol. 1(1): 1–17.
Girones, J., G. Pardini, F. Vilaseca, M. A. Pelach dan P. Mutje. 2010. "Recycling
of Paper Mill Sludge as Filler/Reinforcement in Polypropylene Composites".
Journal of Polymers and the Environment. Vol. 18(3): 407–412.
42
43
Tahap Dewaxing
Serbuk Kulit Buah Aren
Ditambahkan dengan 180 mL etanol-toluena (1:2)
Disokhlet pada suhu 85°C selama 6 jam
Disaring
Filtrat Endapan
Dikeringkan menggunakan oven pada suhu
60° selama 4 jam
Ditimbang
Serbuk Kulit Buah
Aren Bebas Pengotor
47
48
Tahap Delignifikasi
Serbuk Kulit Buah
Aren Bebas Pengotor
Filtrat Endapan
Dicuci dengan akuades sampai pH
netral
Dikeringkan dengan oven pada
suhu 60°C
Ditimbang
Serbuk Kulit Buah Aren
Bebas Lignin dan
Hemiselulosa
Tahap Bleaching
Filtrat Endapan
Dicuci dengan akuades sampai pH
netral
Dikeringkan dengan oven pada
suhu 40°C
Ditimbang
Ekstrak Selulosa
Kulit Buah Aren
49
Hasil
Residu Filtrat
Hasil
50
Residu Filtrat
Dianalisis menggunakan AAS
Hasil
Penentuan Konsentrasi Optimum
Sebanyak 10 mL Cr(VI)
Disiapkan dalam beberapa erlenmeyer
Dimasukkan 0,1 gr adsorben selulosa kulit buah ke dalam
masing-masing erlenmeyer yang berisi larutan 10 mL
sesuai pH optimum
Diatur konsentrasi 10, 25, 50, 75, 100, 125, dan 150
mg/L
Diaduk menggunakan shaker selama waktu kontak
optimum pada kecepatan 100 rpm
Disaring
Residu Filtrat
Dianalisis menggunakan AAS
Hasil
51
Lampiran 3. Perhitungan
A. Tahap Delignifikasi
Perhitungan NaOH 4%
ρ ×10 × %
M=
Mr
2,13 gr/cm × 10 × 4%
M=
40 gr/mol
M=2,13
Jadi, molar NaOH 4% yaitu 2,13 M.
gr 1000
0,1= ×
40 gr/mol 100 mL
gr = 0,4
Jadi, untuk membuat NaOH 0,1 M maka diperlukan 0,4 gr NaOH yang
dilarutkan dalam 100 ml akuades.
ρ ×10 × %
M=
Mr
M=16,29
Jadi, molar HNO3 68% yaitu 16,29 M. untuk membuat HNO3 0,1 M
yaitu sebagai berikut:
HNO3 0,1 M
M1 × V1 = M2 × V2
54
V1 = 0,613 ml
Jadi, untuk membuat HNO3 0,1 M maka diperlukan 0,613 ml untuk
dilarutkan dalam 100 ml akuades.
E. Nilai Efisiensi (%) dan Kapasitas Adsorpsi (mg/g) terhadap Ion Logam
Cr(VI)
1. Penentuan pH Optimum
pH C (awal) C (akhir)Jumlah ion Efisiensi Kapasitas
(ppm) (ppm) Logam Cr(VI) Adsorpsi Adsorpsi
yang Terserap (%) (mg/g)
(ppm)
2 14,0926 5,8444 8,2482 58,82 0,82
3 14,0926 5,6852 8,4074 59,65 0,84
4 14,0926 7,0037 7,0889 50,30 0,70
5 14,0926 7,2111 6,8815 48,83 0,68
6 14,0926 6,4259 7,6667 54,40 0,76
7 14,0926 7,0000 7,0926 50,32 0,70
Co-Ce
Efisiensi adsorpsi (%) = ×100%
Co
Co-Ce
Kapasitas adsorpsi (qe) = ×V
m
pH 2
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 5,8444 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 5,8444 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 58,52%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 5,8444 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,82 mg/g
0,1 g
pH 3
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 5,6852 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 5,6852 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 59,65%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 5,6852 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,84 mg/g
0,1 g
55
pH 4
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 7,0037 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 7,0037 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 50,30%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 7,0037 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,70 mg/g
0,1 g
pH 5
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 7,2111 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 7,2111 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 48,83%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 7,2111 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,68 mg/g
0,1 g
pH 6
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 6,4259 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 6,4259 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 54,40%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 6,4259 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,76 mg/g
0,1 g
pH 7
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 7,0000 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 7,0000 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 50,32%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 7,0000 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,70 mg/g
0,1 g
15 Menit
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 6,5889 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 6,5889 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 53,24%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 6,5889 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,75 mg/g
0,1 g
30 Menit
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 6,2481 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 6,2481 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 55,66%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 6,2481 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,78 mg/g
0,1 g
45 Menit
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 5,9593 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 5,9593 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 57,71%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 5,9593 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,81 mg/g
0,1 g
60 Menit
57
75 Menit
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 5,8222 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 5,8222 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 58,68%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 5,8222 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,82 mg/g
0,1 g
90 Menit
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 5,5815 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 5,5815 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 60,39%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 5,5815 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,85 mg/g
0,1 g
120 Menit
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 5,1778 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 5,1778 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 63,25%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 5,1778 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,89 mg/g
0,1 g
150 Menit
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 5,2074 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 5,2074 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 63,04%
14,0926 ppm
58
10 ppm
Diketahui: Co = 13,8704 ppm
Ce = 7,6481 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
13,8704 ppm - 7,6481 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 44,86%
13,8704 ppm
13,8704 ppm - 7,6481 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,62 mg/g
0,1 g
25 ppm
Diketahui: Co = 30,3333 ppm
Ce = 6,2589 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
30,3333 ppm - 6,2589 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 79,36%
30,3333 ppm
30,3333 ppm - 6,2589 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 2,40 mg/g
0,1 g
50 ppm
Diketahui: Co = 60,1667 ppm
Ce = 5,4796 ppm
59
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
60,1667 ppm - 5,4796 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 90,89%
60,1667 ppm
60,1667 ppm - 5,4796 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 5,46 mg/g
0,1 g
75 ppm
Diketahui: Co = 88,1111 ppm
Ce = 7,1463 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
88,1111 ppm - 7,1463 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 91,88%
14,0926 ppm
88,1111 ppm - 7,1463 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 8,09 mg/g
0,1 g
100 ppm
Diketahui: Co = 110,9630 ppm
Ce = 10,8519 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
110,9630 ppm - 10,8519 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 90,22%
110,9630 ppm
110,9630 ppm - 10,8519 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 10,01 mg/g
0,1 g
125 ppm
Diketahui: Co = 137,6667 ppm
Ce = 14,1556 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
137,6667 ppm - 14,1556 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 89,71%
137,6667 ppm
137,6667 ppm - 14,1556 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 12,35 mg/g
0,1 g
150 ppm
Diketahui: Co = 166,9074 ppm
Ce = 15,4019 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
166,9074 ppm - 15,4019 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 90,77%
166,9074 ppm
166,9074 ppm - 15,4019 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 15,15 mg/g
0,1 g
60
Lampiran 5. Dokumentasi
Serbuk kulit buah Aren hasil Penggerusan serbuk kulit buah Aren
delignifikasi setelah delignifikasi
62
Proses adsorpsi ion logam Cr(VI) Larutan ion logam Cr(VI) setelah
dengan adsorben selulosa dilakukan proses adsorpsi menggunakan
menggunakan alat shaker adsorben selulosa