Anda di halaman 1dari 75

EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI SELULOSA DARI

KULIT BUAH AREN (Arenga pinnata) UNTUK


PENYERAPAN ION LOGAM Cr(VI)

SKRIPSI

RAHMA AINI SAPITRI


F1C117010

PROGRAM STUDI KIMIA


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JAMBI
2021
EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI SELULOSA DARI
KULIT BUAH AREN (Arenga pinnata) UNTUK
PENYERAPAN ION LOGAM Cr(VI)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Sarjana pada Program Studi Kimia

RAHMA AINI SAPITRI


F1C117010

PROGRAM STUDI KIMIA


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JAMBI
2021
i
RINGKASAN

Logam Kromium heksavalen atau Cr(VI) merupakan logam yang bersifat


persisten, bioakumulatif, toksik, tidak mampu terurai di lingkungan, dan
terakumulasi dalam tubuh manusia melalui rantai makanan. Masuknya krom
dalam jumlah banyak dalam tubuh manusia dapat menyebabkan terganggunya
kesehatan karena krom memiliki dampak negatif terhadap organ hati, ginjal,
serta racun terhadap protoplasma makhluk hidup. Salah satu solusi untuk
mengurang dampak ion logam Cr(VI) terhadap lingkungan adalah dengan
menggunakan adsorben alam yaitu selulosa dari kulit buah aren (Arenga
pinnata). Untuk memperoleh adsorben selulosa dari kult buah aren, diperlukan
pemutusan ikatan antara selulosa dengan lignin dan hemiselulosa yang disebut
dengan lignoselulosa. Prosesnya, diawali dengan tahapan dewaxing untuk
menghilangkan zat esktraktif pada serbuk kulit buah aren menggunakan pelarut
organik yaitu etanol dan toluena dengan perbandingan 1:2. Selanjutnya tahap
delignifikasi untuk memutuskan ikatan lignin dan hemiselulosa menggunakan
NaOH 4%. Tahap terakhir adalah bleaching (pemutihan) untuk mencerahkan
warna pada serbuk selulosa yang diakibatkan masih adanya kandungan lignin
dengan menggunakan H2O2 10% dengan pH 11. Selulosa kulit buah aren yang
diperoleh dikarakterisasi menggunakan instrumen FTIR (Fourier Transform Infra
Red) dan SEM-EDX (Scanning Electron Microscopy-Electron Dispersive X-Ray).
Proses adsorpsi ion logam Cr(VI) dilakukan dengan variasi pH yaitu dari pH 2
sampai pH 7, variasi waktu kontak dengan waktu yang digunakan 15, 30, 45, 60,
75, 90, 120, dan 150 menit, serta variasi konsentrasi ion logam Cr(VI) yaitu 10,
25, 50, 75, 100, 125, dan 150 ppm. Uji adsorpsi ion logam Cr(VI) dianalisis
menggunakan instrumen AAS (Atomic Adsorption Spectroscopy). Hasil penelitian
yang diperoleh yaitu pH optimum pada pH 3 dengan efisiensi adsorpsi sebesar
59,65% dan kapasitas adsorpsi sebesar 0,84 mg/g, waktu kontak optimum pada
waktu ke 120 menit dengan efisiensi adsorpsi sebesar 63,25% dan kapasitas
adsorpsi sebesar 0,89 mg/g, serta konsentrasi optimum pada 150 ppm dengan
kapasitas adsorpsi sebesar 15,15 mg/g.
Kata Kunci: Selulosa, Aren, Kromium(VI), Delignifikasi, Pemutihan, dan Adsorpsi

ii
SUMMARY

Hexavalent chromium metal or Cr(VI) is a metal that is persistent,


bioaccumulative, toxic, unable to decompose in the environment, and
accumulates in the human body through the food chain. The entry of large
amounts of chromium in the human body cause health problems because
chromium has a negative impact on the liver, kidneys, and is toxic to the
protoplasm of living things. One solution to reduce the impact of Cr(VI) metal ions
on the environment is to use a natural adsorbent, namely cellulose from the skin
of the palm fruit (Arenga pinnata). To obtain cellulose adsorbents from palm fruit
cultivars, it is necessary to break the bonds between cellulose with lignin and
hemicellulose called lignocellulose. The process begins with the dewaxing stage to
remove extractive substances from the palm fruit peel powder using organic
solvents, ethanol and toluene in a ratio of 1:2. The next step is delignification to
break the bonds of lignin and hemicellulose using 4% NaOH. The last stage is
bleaching to brighten the color of the cellulose powder due to the presence of lignin
content using 10% H2O2 with a pH of 11. The cellulose of the palm fruit rind
obtained was characterized using FTIR (Fourier Transform Infra Red) and SEM-
EDX (Scanning) instruments. Electron Microscopy-Electron Dispersive X-Ray).
The adsorption process for Cr(VI) metal ions was carried out with variations in pH,
namely from pH 2 to pH 7, variations in contact time with the time used 15, 30,
45, 60, 75, 90, 120, and 150 minutes, and variations in metal ion concentrations
Cr(VI) are 10, 25, 50, 75, 100, 125, and 150 ppm. The metal ion Cr(VI) adsorption
test was analyzed using the AAS (Atomic Adsorption Spectroscopy) instrument.
The results obtained are the optimum pH at pH 3 with adsorption efficiency of
59.65% and adsorption capacity of 0.84 mg/g, optimum contact time at 120
minutes with adsorption efficiency of 63.25% and adsorption capacity of 0.89
mg/g, and the optimum concentration at 150 ppm with an adsorption capacity of
15.15 mg/g.
Keywords: Cellulose, Palm Fruit, Chromium(VI), Delignifiction, Bleaching, and
Adsorption

iii
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
mana telah memberikan penulis kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan
tugas akhir yang berjudul Ekstraksi dan Karakterisasi Selulosa dari Kulit Buah
Aren (Arenga pinnata) untuk Penyerapam Ion Logam Cr(VI). Tersusunnya
Skripsi ini tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Drs.Damris, M.Sc., Ph.D. selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi.
2. Dr. Tedjo Sukmono, S.Si., M.Si. wakil Dekan Bidang Akademik, Kerjasama
dan Sistem Informasi Fakultas Sains dan Teknologi.
3. Heriyanti, S.T., M.Sc., M.Eng. selaku Ketua Prodi Kimia Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Jambi.
4. Edwin Permana, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing selama proses perkuliahan.
5. Dr. Intan Lestari, S.Si., M.Si. dan Dr. Diah Riski Gusti, S.Si., M.Si. selaku
pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu maupun tenaga serta
memberikan arahan, nasihat, saran, bantuan dan kerelaan hati dalam
membimbing penulis selama melakukan penelitian sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
6. Tim Penguji Skripsi Prof. Drs.Damris, M.Sc., Ph.D., Edwin Permana, S.T., M.T.
dan Indra Lasmana Tarigan, S.Pd., M.Sc. yang telah memberikan masukan
dan kritikan kepada penulis untuk kemajuan dan perbaikan penulis sendiri.
7. Bapak dan Ibu dosen di Fakultas Sains dan Teknologi yang telah memberikan
ilmunya kepada penulis selama perkuliahan.
8. Kedua orangtua yang penulis cintai dan penulis sangat banggakan, ayahanda
Rimsol yang tidak kenal lelah berjuang untuk keluarga terutama untuk anak-
anaknya dan selalu memberi semangat dan motivasi kepada penulis. Ibunda
Jusmaniar yang tak habis-habisnya mendoakan anak-anak agar selalu diberi
kelancaran dan selalu memberikan nasehat dan kasih sayang tulus kepada
penulis. Semua ini penulis persembahkan untuk kedua orangtua penulis
sebagai motivasi penulis agar semangat menyelesaikan studi penulis.
9. Kedua saudari penulis, Refika Dewi dan Agustiana Vera dan nenek penulis,
Yuliar yang selalu mendorong, mendoakan dan memotivasi penulis agar
selalu semangat dan tidak menyerah dalam melakukan penelitian dan
penulisan skripsi.

iv
10. Gymnasti Irhas Ar, Lidia Herlina, dan Widy Prasetyo sebagai rekan penelitian
yang membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.
11. Sahabat-sahabat Nurul Gusmaini, Anatasya Risky Dea Ananta, Indah
Pramana Sari Aini, Jihan Chairunnisya Puteri Subekti, Lidia Herlina yang
selalu memberi semangat, nasihat dan membantu penulis dalam penelitian.
12. Teman laki-laki Gesang Tri Wahyudi yang selalu mengingatkan, memberi
semangat, dan memotivasi penulis dalam proses penulisan skripsi.
13. Tak lupa pula teman-teman seperjuangan Kimia angkatan 2017 yang tidak
bisa disebutkan satu persatu.
Semoga Tuhan Yang Mahas Esa membalas budi baik yang tulus dan ihklas
kepada semua pihak yang bersangkutan. Penulis menyadari penyusunan skripsi
ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Semoga
skripsi ini dapat menjadi acuan untuk pelaksanaan penelitian selanjutnya.

Jambi, Agustus 2021


Penulis

Rahma Aini Sapitri


F1C117010

v
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................... Error! Bookmark not defined.


RINGKASAN ..................................................................................................... ii
SUMMARY ...................................................................................................... iii
PRAKATA ........................................................................................................ iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x
I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ......................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 5
2.1 Selulosa .................................................................................................. 5
2.2 Tanaman Aren (Arenga pinnata) .............................................................. 7
2.3 Adsorpsi ................................................................................................. 9
2.4 Logam Krom (Cr) ................................................................................... 11
2.5 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 12
2.6 Karakterisasi ........................................................................................ 15
III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................... 19
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 19
3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian ............................................................ 19
3.3 Metode Penelitian.................................................................................. 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 22
4.1 Ekstraksi Selulosa Kulit Buah Aren (Arenga pinnata) ............................. 22
4.2 Karakterisasi ........................................................................................ 30
4.3 Adsorpsi Ion Logam Cr(VI) ..................................................................... 34
V. PENUTUP .................................................................................................. 41
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 41
5.2 Saran ................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 42
LAMPIRAN ..................................................................................................... 47

vi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Kandungan Kimia pada Tanaman Aren (Arenga pinnata) .............................. 9
2. Gugus fungsi yang terdapat pada material adsorben ................................... 32

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Struktur Selulosa ......................................................................................... 5
2. Spektra FTIR Selulosa Standar (Mohadi et al., 2013). .................................... 6
3. Tanaman Aren (Arenga pinnata) ................................................................... 8
4. Buah Aren (Arenga pinnata) ......................................................................... 8
5. Mekanisme Kerja Adsorben dan Adsorbat ..................................................... 9
6. FE-SEM dari Kulit Buah Aren pada Perbesaran A. 500X, B. 2000X. Setelah
Penyerapan Ion Logam Cr(III) Perbesaran C. 500X, D. 2000X (Arrisujaya, 2014).
...................................................................................................................... 13
7. Spektra FTIR (a). Selulosa Standar, (b). Selulosa Serbuk Kayu (Mohadi et al.,
2014). ............................................................................................................ 14
8. Spektra FTIR Biosorben Cangkang Buah Aren AMPB0.3 (Hitam), AMPBU0.3
(Hijau), AMPBU0.5 (Biru), dan AMPBU0.7 (Merah) (Muslim et al., 2020). ......... 15
9. Uji SEM Permukaan Biosorben (a). AMPB0.3, (b). AMPBU0.3, (c). AMPBU0.5,
dan (d). AMPBU0.7 (Muslim et al., 2020). ....................................................... 15
10. Mekanisme Kerja SEM.............................................................................. 16
11. Prinsip Kerja SEM .................................................................................... 16
12. Mekanisme Kerja FTIR (Wibisono, 2017). .................................................. 17
13. Diagram Instrumen AAS (Sumantri, 2010). ............................................... 18
14. Kulit buah Aren kering ............................................................................. 22
15. Proses dewaxing dengan metode sokletasi ................................................ 23
16. Struktur Kimia Lignin .............................................................................. 25
17. Skema proses delignifikasi (Mayangsari et al., 2019). ................................ 25
18. Mekanisme reaksi hidrolisis ion OH- terhadap ikatan ester pada struktur
lignoselulosa (Modenbach dan Nokes, 2014). .................................................. 26
19. Reaksi pemutusan ikatan selulosa-lignin menggunakan NaOH (Zhang et
al.,2016). ....................................................................................................... 27
20. Mekanisme reaksi penguraian lignin menggunakan H2O2 (Jayanudin et al.,
2010). ............................................................................................................ 28
21. Perbedaan warna serbuk selulosa, (a). sebelum bleaching, (b). sesudah
bleaching. ...................................................................................................... 29
22. Spektrum FTIR selulosa dari kulit buah Aren ........................................... 30
23. Spektrum FTIR selulosa standar (Nugraheni et al., 2018). ......................... 31
24. Hasil SEM perbesaran (a). 1000x, (b). 5000x, (c). 10.000x, (d). 20.000x ..... 33
25. Spektrum EDX Selulosa Kulit Buah Aren ................................................. 33
26. Interaksi pertukaran ion antara adsorben dan adsorbat (Kusumawardani et
al., 2018). ...................................................................................................... 34
27.Pembentukan senyawa kompleks antara selulosa dengan ion logam Cr
(Kusumawardani et al., 2018). ........................................................................ 35
28. Pengaruh pH terhadap efisiensi adsorpsi ion logam Cr(VI) ......................... 35

viii
29. Pengaruh pH terhadap kapasitas adsorpsi ion logam Cr(VI) ....................... 36
30. Pengaruh waktu kontak terhadap efisiensi adsorpsi ion logam Cr(VI) ........ 37
31. Pengaruh waktu kontak terhadap kapasitas adsorpsi ion logam Cr(VI) ...... 38
32. Pengaruh konsentrasi terhadap kapasitas adsorpsi ion logam Cr(VI) ......... 39

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Skema Rangkaian Penelitian ...................................................................... 47
2. Bagan Alir .................................................................................................. 47
3. Perhitungan ............................................................................................... 51
4. Hasil Karakterisasi ..................................................................................... 60
5. Dokumentasi ............................................................................................. 61

x
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu logam yang banyak mendapatkan perhatian sebagai
kontaminan lingkungan dan bahaya yang potensial adalah logam Kromium
heksavalen atau Cr(VI). Cr(VI) bersifat persisten, bioakumulatif, toksik, tidak
mampu terurai di lingkungan, dan terakumulasi dalam tubuh manusia melalui
rantai makanan (Kurniawati et al., 2017). Cr(VI) yang bervalensi 6 tentunya lebih
berbahaya daripada Cr(III) yang bervalensi 3. Apabila Cr(VI) masuk ke dalam sel,
maka dapat menyebabkan kerusakan struktur DNA hingga terjadi mutasi.
Masuknya krom dalam jumlah banyak dalam tubuh manusia dapat
menyebabkan terganggunya kesehatan karena krom memiliki dampak negatif
terhadap organ hati, ginjal, serta racun terhadap protoplasma makhluk hidup.
Logam krom juga bersifat karsinogen (penyebab kanker), teratogen (penghambat
pertumbuhan janin), dan mutagen (Kristianto et al., 2017).
Berbagai macam metode seperti metode kimia maupun biologis telah
dicoba untuk menghilangkan kandungan logam berat, seperti metode adsorpsi,
pertukaran ion, dan pemisahan dengan membran. Akan tetapi, proses adsorpsi
lebih banyak dilakukan karena memiliki lebih banyak keuntungan, seperti lebih
ekonomis dan tidak menimbulkan efek samping yang beracun, serta mampu
menghilangkan bahan-bahan organik. Selain itu, proses adsorpsi juga dapat
dilakukan dengan menggunakan bahan alam yang keberadaannya
cukupmelimpah. Penyerapan ion logam menggunakan bahan alam terjadi karena
adanya peran dari gugus fungsi yang terdapat pada bahan alam tersebut yaitu
gugus fungsi hidroksil dan karboksilat (Ningsih et al., 2016).
Salah satu bahan alam yang banyak dimanfaatkan sebagai adsorben
adalah selulosa. Selulosa merupakan sumber daya alam yang banyak
dimanfaatkan karena jumlahnya yang cukup melimpah di Indonesia. Selulosa
merupakan polimer dengan rantai panjang unit D-glukosa (piranosa) yang
tergabung dengan atom-atom oksigen tunggal diantara C1 dari salah satu cincin
piranosa dan C4 dari cincin selanjutnya yang disebut ikatan β-1,4 glukopiranosa
(Zein et al., 2014). Adanya ikatan β-1,4 glukopiranosa menyebabkan selulosa
memiliki struktur kristalin dan amorf. Selain itu, ikatan ini menyebabkan
permukaan rantai selulosa seragam dan membentuk lapisan serat seperti pori-
pori (Muljana, 2013). Struktur berpori menyebabkan selulosa dapat menyerap
bahan-bahan disekitarnya (Lestari et al., 2012). Adanya gugus –OH pada struktur
selulosa terjadinya sifat polar pada adsorben. Maka dari itu, selulosa lebih kuat
menyerap zat yang bersifat polar daripada non polar (Siagian et al., 2019).

1
2

Interaksi logam dengan gugus fungsional pada permukaan adsorben selulosa


seperti –OH, -NH, -SH, dan -COOH dapat menyebabkan proses adsorpsi (Stum
dan Morgan, 1996). Ion logam yang bermuatan positif, akan terikat dengan gugus
hidroksil yang kaya akan elektron (Wardani dan Wulandari, 2018). Selain itu, ion
logam berat akan terikat dengan gugus hidroksil yang memiliki pasangan elektron
bebas sehingga dapat bertindak sebagai ligan dan terjadinya mekanisme
pembentukan kompleks pada proses adsorpsi (Mohadi et al., 2014). Mekanisme
ini terjadi karena atom oksigen pada gugus hidroksil memiliki pasangan elektron
bebas sedangkan ion logam berat memiliki orbital d kosong, sehingga akan diisi
oleh elektron bebas dari atom oksigen pada gugus –OH (Baroroh et al., 2017).
Telah banyak penelitian yang memanfaatkan selulosa untuk dijadikan
sebagai adsorben. Menurut Muna (2011), adsorben selulosa dari batang pisang
digunakan untuk menyerap ion logam Cr (VI). Selain itu, pada penelitian
Nasruddin et al (2017), menggunakan selulosa dari tempurung kemiri untuk
adsorpsi ion logam Cr(VI). Pada penelitian Martina et al (2016), dilakukan
penyerapan ion logam Pb2+ menggunakan adsorben selulosa dari tongkol jagung
dan polivinil alkohol (PVA) dengan efisiensi penyerapan yang diperoleh sebesar
66,88%. Pada penelitian Kusumawardani et al (2018), dilakukan penyerapan ion
logam Cd(II) menggunakan adsorben selulosa dari ampas tebu dengan kapasitas
adsorpsi sebesar 2,215 mg/g. pada penelitian Safrianti et al (2012), dilakukan
penyerapan ion logam Pb(II) menggunakan adsorben selulosa dari limbah jerami
padi dengan kapasitas adsorpsi 4,5 mg/g. Dari ketiga penelitian yang telah
diuraikan, dapat dilihat bahwa selulosa mampu menyerap ion logam berat.
Akan tetapi, untuk memperoleh selulosa murni sebagai adsorben, perlu
dilakukan pemutusan ikatan antara selulosa dengan lignin. Penghilangan
kandungan lignin diperlukan karena selulosa akan memiliki sifat fisik yang baik
dikarenakan sifat lignin yang kaku dan juga rapuh. Proses adsorpsi
menggunakan selulosa apabila masih terdapat kandungan lignin makan hasilnya
akan kurang optimal dikarenakan lignin melindungi selulosa dari aksi kimiawi
maupun biologis (Sari et al., 2018). Dengan adanya ikatan lignin pada selulosa,
dapat sebagai penghambat proses adsorpsi dikarenakan struktur lignin yang
kaku dan hanya sedikit sekali terdapat pori-pori yang mana semakin banyak pori-
pori pada adsorben maka proses adsorpsi akan menghasilkan hasil yang lebih
baik. Struktur selulosa yang kaya akan pori-pori dan juga gugus –OH akan
tertutupi dengan struktur lignin yang kaku karena pada dasarnya lignin
merupakan pembungkus atau pelindung selulosa.
Metode yang digunakan untuk memutuskan ikatan antara lignin dan
selulosa sehingga diperoleh selulosa murni adalah dengan menggunakan metode
3

delignifikasi. Metode delignifikasi adalah metode yang digunakan untuk


memutuskan ikatan lignin dengan menggunakan larutan basa yang bertujuan
untuk melarutkan kandungan lignin sehingga mempermudah terputusnya ikatan
antara lignin dengan selulosa (Kurniaty et al., 2017). Selain itu, juga digunakan
tahapan yang dinamakan dengan pemutihan (bleaching) yang bertujuan untuk
memutuskan ikatan lignin yang tersisa ditandai dengan bahan selulosa yang
masih berwarna karena derajat putihnya yang rendah. Proses pemutihan ini
menggunakan larutan H2O2 yang dapat mendegradasi lignin (Lestari dan Sari,
2016).
Salah satu tanaman yang berpotensi menjadi adsorben karena
mengandung selulosa adalah tanaman buah Aren (Arenga pinnata). Pada kulit
buah Aren banyak mengandung bahan kimia aktif lignin dan selulosa (Zein et al.,
2014). Penggunaan kulit buah Aren sebagai adsorben dikarenakan keberadaan
tanaman Aren yang cukup melimpah di provinsi Jambi, khususnya Muaro Jambi.
Selain itu, tanaman Aren di provinsi Jambi tidak dimanfaatkan secara luas,
karena masyarakat hanya memanfaatkannya untuk memperoleh gula Aren. Buah
dari tanaman Aren hanya dibiarkan begitu saja sampai buah tersebut tidak dapat
dikonsumsi atau yang biasa disebut dengan Kolang-Kaling. Maka dari itu, di
manfaatkanlah kulit buah Aren dari buah yang sudah tua untuk dijadikan
sebagai bahan pembuatan adsorben organik untuk menyerap ion logam Cr(VI).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dibuat suatu
penelitian yang berjudul “Ekstraksi dan Karakterisasi Selulosa dari Kulit Buah
Aren (Arenga pinnata) untuk Penyerapan Ion Logam Cr(VI)”. Penelitian ini
bertujuan untuk memperoleh selulosa murni dari kulit buah Aren (Arenga
pinnata) agar dapat digunakan untuk menyerap ion logam Cr(VI).

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas, adapun rumusan masalah pada penelitian ini
yaitu sebagai berikut.
1. Bagaimana karakteristik selulosa dari kulit buah Aren (Arenga pinnata)
menggunakan instrumen alat SEM EDX, dan FTIR?
2. Bagaimana pengaruh pH, konsentrasi larutan ion Cr(VI) dan waktu
kontak terhadap efisiensi adsorpsi ion logam Cr(VI) menggunakan
adsorben selulosa dari kulit buah Aren (Arenga pinnata)?
3. Bagaimana pengaruh pH, konsentrasi larutan ion Cr(VI), dan waktu
kontak terhadap kapasitas adsorpsi ion logam Cr(VI) menggunakan
adsorben selulosa dari kulit buah Aren (Arenga pinnata)?
4

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penlitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis karakteristik selulosa dari kulit buah Aren (Arenga pinnata)
menggunakan instrumen alat SEM EDX, dan FTIR.
2. Mengetahui pengaruh pH, konsentrasi larutan ion Cr(VI) dan waktu
kontak terhadap efisiensi adsorpsi ion logam Cr(VI) menggunakan
adsorben selulosa dari kulit buah Aren (Arenga pinnata).
3. Mengetahui pengaruh pH, konsentrasi larutan ion Cr(VI) dan waktu
kontak terhadap kapasitas adsorpsi ion logam Cr(VI) menggunakan
adsorben selulosa dari kulit buah Aren (Arenga pinnata).

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Dengan diperolehnya selulosa dari kulit buah Aren (Arenga pinnata)
sehingga dapat diketahui kemampuan menyerap dari adsorben selulosa
terhadap ion logam Cr(VI).
2. Meningkatkan nilai guna limbah kulit buah Aren (Arenga pinnata).
3. Mengurangi pencemaran lingkungan terhadap limbah yang mengandung
ion logam Cr(VI).
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Selulosa
Selulosa adalah glukosan yang terdapat di dalam dinding sel tanaman
dengan bobot molekul 50.000-500.000 dan berfungsi sebagai penguat pada
dinding sel tanaman tersebut.
CH2OH CH2OH CH2OH CH2OH

O O O O
H H H H

H H H H
O O O H O
O H OH H OH H OH
OH

H H H H

H OH H OH H OH H OH

Gambar 1. Struktur Selulosa

Struktur selulosa yang dapat dilihat pada gambar 1 memiliki struktur kimia
berupa rantai yang tidak bercabang, tersusun atas β-D-glukopiranosa dengan
ikatan glikosida 1,4. Selulosa merupakan zat amorf yang berwarna putih, tidak
larut didalam air dan pelarut organik lainnya. Selulosa dapat larut dengan baik
di dalam pelarut dengan reaksi Cross (larutan zink klorida dalam asam klorida),
pereaksi Schweitzer (larutan amoniakal dari kupri hidroksida), dan larutan yang
diperoleh dari campuran natrium klorida dengan karbon tetraklorida (Sumardjo,
2008).
Menurut Nuringtyas (2010), selulosa dibagi menjadi tiga jenis
berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutannya dalam NaOH 17,5%,
yaitu:
1. – Selulosa. Selulosa yang memliki rantang panjang dan tidak dapat larut
dalam NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi sekitar
600-15000.
2. β – Selulosa. Selulosa yang memliki rantai pendek dan dapat larut dalam NaOH
17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi sekitar 15-90.
3. γ – Selulosa. Selulosa yang memiliki rantai pendek dan dapat larut dalam NaOH
17,5% atau larutan basa dengan derajat polimerisasi kurang dari 15. Kandungan
utamanya adalah hemiselulosa.
Menurut Fatriasari et al (2019), selulosa dibagi empat jenis berdasarkan
sumbernya, yaitu:
1. Tumbuhan kayu, memiliki kandungan selulosa yang dipengaruhi oleh jenis
biomassa, tempat bertumbuh, umur tanaman, letak dalam batang tanaman,
dan lingkungan. Selulosa yang terkandung tergabung dalam matriks
lignoselulosa yang terdiri dari lignin, hemiselulosa, dan selulosa.
2. Tumbuhan non kayu, merupakan produk perkebunan seperti kapas, kapuk,
tandang kosong kelapa sawit, serat kulit, rumput-rumputan, dan bagas.

5
6

Selulosa yang terkandung juga tergabung dalam matriks lignoselulosa, akan


tetapi memiliki kandungan lignin yang lebih rendah sehingga energi yang
digunakan untuk isolasi selulosa juga lebih rendah.
3. Fauna laut, selulosa yang diperoleh dari fauna laut memiliki kemurnian yang
lebih tinggi. Akan tetapi memiliki serat struktur selulosa yang berbeda dengan
yang diperoleh dari tanaman yaitu dengan bentuk serat seperti anyaman.
Morfologi kristal selulosa yang diperoleh memilki bentuk seperti jarum dan
termasuk β-selulosa.
4. Bakteri, merupakan selulosa yang disintesis dan disekresikan dari tubuh
bakteri yang hasilnya berupa untaian benang selulosa dan tergabung menjadi
membran selulosa. Selulosa ini memiliki kemurnian yang sangat tinggi yang
ditandai dengan derajat kristalinitas mencapai 85% karena tidak tergabung
dalam matriks lignoselulosa (lignin dan hemiselulosa).
Meskipun diperoleh dari sumber yang berbeda-beda, semua jenis selulosa
ini dapat dijadikan sebagai adsorben. Yang membedakan hanyalah kemampuan
dalam proses penyerapan atau adsorpsinya. Semakin tinggi kemurnian selulosa
yang diperoleh, akan semakin baik atau semakin efektif proses adsoprsi
menggunakan selulosa tersebut. Hal ini dikarenakan, yang berperan dalam
proses adsoprsi adalah gugus –OH yang terdapat pada struktur selulosa. Gugus
–OH pada selulosa akan terikat dan berinteraksi dengan adsorbat (Wulandari &
Dewi, 2018). Ion logam yang bermuatan positif, akan terikat dengan gugus
hidroksil yang kaya akan elektron (Wardani dan Wulandari, 2018). Selain itu,
adanya gugus –OH pada selulosa terjadinya sifat polar pada adsorben. Maka dari
itu, selulosa lebih kuat menyerap zat yang bersifat polar daripada non polar.
Mekanisme yang terjadi antara gugus –OH dengan ion logam yang bermuatan
positif adalah mekanisme pertukaran ion. Interaksi yang terjadi antara gugus -
OH dengan ion logam terjadinya mekanisme pembentukan kompleks koordinasi
dikarenakan adanya atom oksigen pada gugus –OH yang mempunyai pasangan
elektron bebas.

Gambar 2. Spektra FTIR Selulosa Standar (Mohadi et al., 2013).


7

Pada gambar 2, merupakan spektra FTIR dari selulosa standar. Dapat


dilihat bahwa terindikasi gugus hidroksil (-OH) pada bilangan gelombang 3350,7
cm-1 yang merupakan gugus fungsi dari selulosa, kemudian gugus alkil (C-H)
pada bilangan gelombang 2901,3 cm-1 yang merupakan kerangka pembangun
dari struktur selulosa, dan gugus eter (C-O) pada bilangan gelombang sekitar
1285-1035 cm-1 yang merupakan penghubung rantai karbon dalam senyawa
selulosa. Apabila dalam spektra FTIR selulosa terdapat puncak pada bilangan
gelombang sekitar 1600-1700 cm-1 maka masih terkandung senyawa lignin dan
hemiselulosa yang memiliki gugus aromatis (Mohadi et al., 2013).
Keberadaan selulosa yang melimpah di alam bukanlah dalam bentuk
selulosa murni, akan tetapi dalam bentuk lignoselulosa. Selulosa dan lignin
terikat satu sama lain sehingga diperlukan metode tertentu untuk
memisahkannya (Mulyadi, 2019). Metode yang dapat digunakan adalah metode
alkali. Metode ini bertujuan untuk mengganggu struktur lignin sehingga
memungkinkan terjadinya pemisahan antara struktur lignin dengan selulosa
(Zhou et al., 2010). Selain itu metode ini juga dapat mengakibatkan putusnya
ikatan rantai pada struktur selulosa. Selanjutnya adalah metode asam. Metode
ini biasanya dilakukan bersamaan dengan metode alkali. Pada metode ini
menggunakan proses delignifikasi. Delignifikasi adalah proses pemutusan ikatan
antara lignin dan selulosa dan menghilangkan lignin. Digunakan asam peroksida
(H2O2) karena bersifat oksidator kuat sehingga mampu melakukan proses
bleaching (pemutih) dan delignifikasi. H2O2 mudah terurai ketika direaksikan
dalam media basa dan menghasilkan anion peroksida dan air. Anion peroksida
(HOO-) yang dihasilkan berperan penting untuk menghilangkan gugus kromofor
lignin, karena anion peroksida merupakan nukleofilik kuat yang akan menyerang
gugus etilena dan karbonil pada struktur lignin sehingga berubah menjadi spasi
yang tidak mengandung kromofor. Selain itu penggunaan H2O2 dalam media basa
juga dapat mengkatkan pH sehingga dapat melarutkan sebagian besar
hemiselulosa (Jufrinaldi, 2018).

2.2 Tanaman Aren (Arenga pinnata)


Aren (Arenga pinnata) adalah tanaman yang termasuk kedalam famili
Aracaceae. Di Indonesia, tanaman Aren ini memiliki berbagai macam nama
daerah, seperti Bak Juk (Aceh), Paula (Karo), Bagot (Toba), Bargot (Mandailing),
Anau, Biluluak (Minangkabau), Kawung, Taren (Sunda), Aren, Lirang (Jawa,
Madura), Jaka, Hano (Bali), Pola (Sumbawa), Nao (Bima), Kolutu (Sumba), Moke
(Flores), Seho (Manado), Saguer (Minahasa), Segeru (Maluku), Ngkonau (Kaili)
(Lempang, 2012). Adapun klasifikasi dari tanaman Aren adalah sebagai berikut:
8

Gambar 3. Tanaman Aren (Arenga pinnata)

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Spadicitlorae
Genus : Arenga
Spesies : Arenga pinnata
Bentuk tanaman Aren memiliki kemiripan dengan bentuk tanaman
Kelapa (Cocos nucifera). Bedanya, pohon Kelapa lebih bersih dan pelepah
daunnya mudah dilepas. Sedangkan pohon Aren pohonnya lebih kotor karena
terbalut ijuk yang berwarna hitam dan sangat kuat sehingga pelepah daun yang
sudah tua susah dilepas (Sunanto, 1993). Hampir semua bagian tanaman Aren
dapat dimanfaatkan, dari segi fisik yaitu akar, buah, batang, dan daun, dan juga
dari segi hasilnya yaitu nira, pati/tepung, dan buah.

Gambar 4. Buah Aren (Arenga pinnata)

Buah Aren memiliki 2 sampai 3 butir inti biji (endosperma) berbalut batok
tipis yang keras dan berwarna putih. Buah yang masih muda, inti bijinya masih
lunak dan berwarna agak bening. Buah yang masih muda, dibakar untuk
mengambil inti bijinya, kemudian direndam dengan air kapur selama beberapa
9

hari untuk menghilangkan getah yang beracun dan dapat menyebabkan gatal-
gatal (Heyne, 1987). Setelah diolah, inti biji diperjual belikan di pasar dengan
nama Kolang Kaling dan dapat dikonsumsi sebagai campuran es, manisan, dan
kolak (Supriyadi et al., 2014).
Semakin banyaknya buah Aren yang diambil untuk memperoleh inti
bijinya, akan semakin banyak pula limbah kulit buah Aren yang dihasilkan.
Selama ini, masyarakat hanya memanfaatkan kulit buah Aren sebagai pupuk
kompos, akan tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama. Kulit buah Aren
dapat dijadikan sebagai adsorben karena mengandung senyawa alami yaitu
selulosa. Selain itu, berdasarkan karakterisasi FTIR, kulit buah Aren terdapat
gugus fungsi seperti karboksil, amida, dan hidroksil yang dapat menyerap ion
logam berat (Zein et al., 2014). Menurut (Sanyang et al., 2016), kadar kandungan
kimia dari tanaman Aren dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Kandungan Kimia pada Tanaman Aren (Arenga pinnata)
Komposisi Daun Pohon Tandan Ijuk Batang Pohon
Aren Buah Aren Aren
Selulosa (%) 66.49 61.76 52.29 40.56
Hemiselulosa (%) 81.22 71.78 65.62 61.10
Lignin (%) 18.89 23.48 31.52 46.44
Abu (%) 3.05 3.38 4.03 2.38
Kadar Air (%) 2.74 2.70 7.40 1.45
Ekstrak (%) 2.46 2.24 4.39 6.30

2.3 Adsorpsi
Proses dimana molekul-molekul dari fasa gas atau cair terikat pada
permukaan padatan atau cairan disebut adsorpsi. Molekul gas atau cair yang
terikat disebut dengan adsorbat. Sedangkan substansi yang mengikat disebut
dengan adsorben. Adsorpsi adalah akumulasi dari sejumlah molekul seperti
senyawa, ion, maupun atom yang terjadi diantara batas dua fasa, seperti fasa
cair-padat, fasa padat-gas, dan fasa gas-cair (Botahala, 2019).

Gambar 5. Mekanisme Kerja Adsorben dan Adsorbat

Terdapat 2 zat yang berinteraksi pada saat proses adsorpsi, yaitu adsorbat
dan adsorben. Adsorbat adalah zat yang diadsorpsi atau yang diserap, sedangkan
10

adsorben adalah zat yang mengadsorpsi atau zat yang menyerap. Adsorben
adalah fasa padatan yang berperan sebagai media berpindahnya zat terlarut dari
larutan. Perubahan karakter pada fasa cair yang mengandung zat terlarut,
berupa konsentrasi, pH, dan temperatur akan mengakibatkan zat yang telah
diadsorpsi oleh adsorben akan terlepas dari permukaan adsorben dan kembali
menuju fasa cair. Peristiwa ini disebut dengan desorpsi atau peristiwa terlepasnya
adsorbat yang telah diadsorpsi oleh adsorben (Setianingsih, 2018).
Adsorben merupakan bahan yang memiliki pori-pori dan tak terhitung
jumlahnya. Partikel adsorben memiliki diameter antara 0,5–200 mikrometer atau
lebih kecil. Pada proses adsorpsi luas pemukaan pada adsorben sangatlah
mempengaruhi, dikarenakan luas permukaan merupakan luasan yang akan
ditempati oleh molekul adsorbat pada lapis monolayer di dalam adsorben.
Biasanya, adsorben memiliki luas permukaan per satuan massa adsorben sekitar
100–3000 m2/g. Ukuran pori-pori juga mempengaruhi proses adsorpsi pada
adsorben. Ukuran pori-pori dibagi menjadi 3 kategori, yaitu mikropori jika
memiliki ukuran diameter yang lebih kecil dari 20 Angstrom (1 Angstrom = 10-10
m), mesopori jika memiliki ukuran diameter dalam rentang antara 20-500
Angstrom, dan makropori jika memiliki ukuran diameter lebih besar dari 500
Angstrom (Juliananda dan Ismuyanto, 2017).
Secara eksperimen, adsorpsi dari larutan lebih mudah dilakukan
daripada adsorpsi dari gas. Dengan temperatur dan berat adsorben yang telah
ditentukan, larutan dengan konsentrasi dan volume tertentu digojog dengan
adsorben. Apabila proses adsorpsi terjadi, maka konsentrasi dari larutan akan
mengalami pengurangan atau penambahan. Proses ini akan terus bertambah
seiring dengan bertambahnya waktu dan akan setimbang ketika tidak adanya lagi
perubahan konsentrasi larutan. Konsentrasi larutan dapat diukur dengan
banyak cara, yaitu secara analisis kimia, kalorimetri, indeks bias, dan
polarimetri. Dapat disimpulkan, pada sistem ini isoterm adsorpsi dinyatakan
sebagai banyaknya zat terlarut yang teradsorpsi pada tiap satuan berat adsorben
dengan temperatur tertentu, kemudian dihitung dengan plot antara berkurang
atau bertambahnya konsentrasi dengan konsentrasi kesetimbangan (Triyono,
2013).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi
Menurut Setianingsih (2018), peristiwa adsorpsi dapat dipengaruhi
dengan beberapa faktor yaitu:
1. Luas permukaan adsorben
Nilai adsorpsi sangat dipengaruhi dengan luas permukaan spesifik (luas
permukaan adsorben per massa adsorben). Apabila adsorben memiliki ukuran
11

yang semakin kecil dan memiliki pori-pori yang semakin banyak, maka akan
semakin meningkat nilai adsorpsi per satuan massa adsorben.
2. sifat fisika dan kimia adsorbat
Adsorpsi suatu senyawa dapat meningkat dengan adanya peningkatan
berat molekul dan banyaknya gugus fungsi, termasuk ikatan rangkap dan
halogen. Tingkat adsorpsi suatu larutan oleh adsroben berbanding terbalik
dengan solubilitas larutan didalam pelarutnya. Larutan yang bersifat polar lebih
mudah teradsorpsi dengan adsorben yang bersifat polar, begitu juga dengan
larutan yang bersifat non polar lebih mudah teradsorpsi dengan adsorben yang
bersifat non polar.
3. Keasaman larutan
Adsorpsi pada logam berat oleh adsorben dalam media asam meningkat
dengan adanya peningkatan pH yang disebabkan adanya penurunan persaingan
proton pada sisi aktif adsorben. Pada media basa, logam berat akan tersisih dari
fase cair dan membentuk endapan yang disebabkan interaksi dengan ion
hidroksil.
4. Temperatur
Penurunan dan peningkatan temperatur memberikan efek yang berbeda
pada proses adsorpsi. Penurunan temperatur dapat menyebabkan proses
adsorpsi meningkat karena reaksi berlangsung secara eksotermis. Sedangkan,
peningkatan temperatur juga dapat meningkatkan proses adsorpsi karena laju
difusi solute kedalam adsorben melalui fase cair meningkat.
5. Porositas adsorben
Banyaknya pori, dan ukuran pori pada adsorben dapat menentukan laju
adsorpsi maupun kapasitas adsorpsi. Apabila adsorben dengan ukuran
mesopori, proses adsorpsi berlangsung dengan mekanisme kondensasi adsorbat
secara kapiler. Apabila adsorben termasuk ukuran mikropori, proses adsorpsi
berlangsung karena kesesuaian ukuran molekul yang akan diadsorpsi pada saat
pengisian pori tanpa adanya kondensasi.

2.4 Logam Krom (Cr)


Pada tahun 1797, Louis-Nicholas Vauquelin menemukan Kromium
melalui eksperimen dengan menggunakan bahan timbal merah Siberia atau
crocoite mineral (PbCrO4). Dengan mencampurkan crocoite dengan asam klorida
(HCl) menghasilkan kromium oksida (CrO3) (Wijayanti, 2017). Kromium memiliki
nama lain, seperti asam kromat, kromat anhidrat, kromium trioksida, kromium
(VI) oksida, kalsium kromat, timbal kromat, kalium kromat, kalium bikromat,
natrium kromat, dan natrium bikromat (Berniyanti, 2018).
12

Pada tabel periodik, kromium terdapat di baris pertama blok D logam


transisi dari kelompok VIB. Kromium memiliki sifat, seperti nomor atom 24, berat
atom 52 g/mol, berat jenis 7,19 g/cm3, titik leleh 1875 °C, dan titik didih 2665
°C (Handayanto et al., 2017). Selain itu, kromium merupakan zat padat yang
berbentuk kristal, logam yang berkilau, keras, dan berwarna perak abu-abu.
Kromium akan membentuk oksida kromat hijau jika dipanaskan. Jika terpapar
oksigen, logam ini tidak stabil dan segera menghasilkan lapisan oksida yang tipis
(Berniyanti, 2018).
Terdapat dua jenis kromium yang tersedia, yaitu kromium (III) atau
kromium triavalen dan kromium (VI) atau kromium heksavalen. Kromium (III)
dibutuhkan pada tubuh manusia dalam jumlah kecil sebagai metabolisme gula.
Apabila tubuh kekurangan kromium (III) maka dapat menyebabkan penyakit
kekurangan kromium (chromium deficiency). Apabila dibandingkan, kromium (VI)
lebih toksik daripada kromium (III), baik paparan akut maupun kronis. Kromium
(VI) memiliki bilangan oksidasi +6 yang membahayakan bagi kesehatan manusia.
Toksisitas kromium (VI) sangat tinggi sehingga bersifat racun bagi semua
organisme jika terpapar lebih dari 0,05 ppm. Selain itu kromium (VI) bersifat
karsinogenik yang menyebabkan iritasi pada kulit manusia (Berniyanti, 2018).
Kromium dilepaskan ke lingkungan dengan pelepasan terbesar dalam
bidang industri. Industri yang banyak melepaskan logam kromium ke lingkungan
adalah pengolahan logam, fasilitas penyamakan kulit, produksi kromat,
pengelasan stainless steel, produksi pigmen krom. Kadar kromium pada
permukaan air sebesar 0,05 ppm, sedangkan kadar didalam tanah 1.505 ppm.
Pada limbah industri, kadar maksimum kromium yang diperbolehkan sebesar 0,5
mg/L. Pada tubuh manusia, kadar kromium yang diperbolehkan itu berbeda-
beda. Didalam darah kadar normal kromium berkisar 0,5 µg/L, didalam urine
kadar normal kromium berkisar antara 1,8-11 µg/L, dan kadar normal kromium
dalam rambut dan kuku berkisar antara 50-1.000 ppm (Berniyanti, 2018).

2.5 Penelitian Terdahulu


Penelitian Arrisujaya (2014), melakukan penyerapan ion logam Cr(III) dan
Cr(VI) dengan menggunakan biosorben dari kulit buah aren (Arenga piunnata)
tanpa adanya aktivasi dan juga tanpa penghilangan kandungan lignin pada
biosorben.
13

Gambar 6. FE-SEM dari Kulit Buah Aren pada Perbesaran A. 500X, B. 2000X.
Setelah Penyerapan Ion Logam Cr(III) Perbesaran C. 500X, D. 2000X (Arrisujaya,
2014).
Pada gambar 6, dapat dilihat penampakan permukaan dari biosorben sebelum
dan sesudah dilakukan penyerapan dengan ion logam Cr(III). Pada gambar A dan
B, permukaan biosorben masih terdapat cahaya pada permukaan biosorben yang
menandakan belum dilakukannya penyerapan terhadap ion logam Cr(III).
Sedangkan, pada gambar C dan D, permukaan biosorben tampak lebih gelap
dikarenakan permukaan biosorben telah dipenuhi oleh ion logam Cr(III) yang
teradsorpsi. Adsorpsi ion logam Cr(VI) menggunakan biosorben kulit buah Aren
diperoleh kondisi pH optimum yaitu pada pH 3 dengan efisiensi adsorpsi sebesar
43,98%.
Penelitian Kresnadipayana et al (2016), melakukan penyerapan ion logam
Cu(II) dengan menggunakan adsorben dari limbah kayu pohon Aren (Arenga
pinnata) yang diaktivasi dengan HNO3. Asam nitrat (HNO3) digunakan sebagai
aktivator karena dapat menghilangkan zat-zat pengotor berupa kation-kation
yang kemungkinan aktif sehingga dapat menganggu proses penyerapan. pH
optimum dalam melakukan penyerapan adalah pH 6-7. Apabila dalam keadaan
pH rendah, permukaan biosorben akan tertutup dengan ion H+ sehingga ion
logam Cu(II) akan menjauh yang disebabkan terjadinya gaya tolak-menolak antar
ion H+ dan ion logam Cu(II) karena ion sejenis. Apabila dalam keadaan pH tinggi,
maka akan terbentuk Cu(OH)3- dan Cu(OH)4- yang akan terlarut. Kapasitas
adsorpsi logam Cu(II) menggunakan adsorben dari limbah kayu Aren adalah
sebesar 46,43%. Gugus fungsi yang bekerja dalam proses penyerapan adalah
gugus –OH dari selulosa dan C=O dari hemiselulosa.
14

Penelitian Mohadi et al (2014), melakukan adsorpsi terhadap ion logam


Cr(III) dengan menggunakan selulosa dari serbuk kayu dan juga serbuk kayu.
Selulosa serbuk kayu diperoleh dengan menggunakan metode meserasi
menggunakan pelarut metanol dan dicuci menggunakan HCl.

Gambar 7. Spektra FTIR (a). Selulosa Standar, (b). Selulosa Serbuk Kayu
(Mohadi, Hidayati, et al., 2014).
Pada gambar 7 dapat dilihat bahwa spektra FTIR selulosa serbuk kayu hampir
mirip dengan spektra FTIR selulosa standar. Terdeteksi terdapat gugus –OH yang
merupakan gugus aktif dari selulosa. Kapasitas adsorpsi ion logam Cr(III)
menggunakan selulosa serbuk kayu lebih besar daripada menggunakan serbuk
kayu, yaitu berturut-turut 76,92 mol/gr dan 55,56 mol/gr. Hal ini dikarenakan
serbuk kayu mengandung banyak situs aktif yang dapat bertindak sebagai
elektron donor atau ligan seperti hidroksil, amida, amina, oksigen metilen. Karena
banyaknya situs aktif yang terkandung, maka persaingan antar situs aktif dalam
adsorpsi menyebabkan menurunnya kapasitas serbuk kayu dalam menyerap ion
logam Cr(III).
Penelitian Muslim et al (2020), melakukan adsorpsi ion logam Cu(II)
dengan menggunakan biosorben dari cangkang buah Aren (Arenga pinnata) yang
dimodifikasi dengan adanya penambahan ultrasonik dan variasi penggunaan
NaOH. Dibuat 4 jenis adsorben, APMB0.3 (biosorben yang diaktivasi dengan
NaOH 0,3 M), APMBU0.3 (biosorben yang diaktivasi dengan NaOH 0,3 M dan
ultrasonik), APMBU0.5 (biosorben yang diaktivasi dengan NaOH 0,5 M dan
ultrasonik), dan APMBU0.7 (biosorben yang diaktivasi dengan NaOH 0,7 M dan
ultrasonik).
15

Gambar 8. Spektra FTIR Biosorben Cangkang Buah Aren AMPB0.3 (Hitam),


AMPBU0.3 (Hijau), AMPBU0.5 (Biru), dan AMPBU0.7 (Merah) (Muslim et al.,
2020).
Pada gambar 8, dapat dilihat spektra FTIR dari keempat biosorben terdapat gugus
yang mengindikasikan bahwa adsorben mengandung senyawa alkohol, fenol,
alkana, aldehida, keton, amina aromatis, asam karboksilat, eter, dan ester.
Hampir seluruh senyawa yang terkandung pada biosorben merupakan senyawa
yang mudah menguap. Karena adanya bantuan dari ultrasonik, maka beberapa
senyawa yang terkandung menguap dari biosorben dan menghasilkan pori-pori
pada permukaan biosorben lebih luas. Hal ini dibuktikan dengan adanya
transmisi gugus fungsi. Selain itu, semakin meningkatnya konsentrasi NaOH
juga dapat menyebabkan semakin banyaknya pori-pori biosorben yang terbentuk
dan kapasitas adsorpsi akan semakin meningkat.

Gambar 9. Uji SEM Permukaan Biosorben (a). AMPB0.3, (b). AMPBU0.3, (c).
AMPBU0.5, dan (d). AMPBU0.7 (Muslim et al., 2020).
Hal ini dibuktikan dengan gambar 9 yang menunjukkan bentuk permukaan dari
keempat biosorben. Dengan dilakukannya aktivasi menggunakan ultrasonik dan
meningkatnya konsentrasi NaOH, maka pori-pori yang terbentuk pada
permukaan biosorben akan semakin banyak. Sesuai dengan teori yaitu, semakin
banyak pori-pori yang terbentuk dan semakin luas permukaan adsorben, maka
semakin banyak senyawa adsorbat yang akan terserap.

2.6 Karakterisasi
Scanning Electron Microscope (SEM)
Mikroskop pemindai elektron atau yang sering disebut dengan SEM
memiliki kemampuan untuk mengamati objek berukuran kecil secara tiga
16

dimensi. SEM juga memiliki kemampuan untuk mengamati permukaan sel atau
struktur mikroskopik. Seperti yang telah disebutkan pada latar belakang, SEM
memiliki 2 jenis sinyal, yaitu elektron sekunder (seconder electron) dan elektron
pantul (backscattered electron). Elektron pantul akan muncul ketika dipindai
dengan sinar elektron dari permukaan sampel (Setianingsih, 2017).
Sinyal elektron pantul yang muncul dari spesimen padat dapat dihasilkan
karena adanya sinar elektron berenergi tinggi. Sinyal ini akan memberikan
informasi mengenai sampel yang berupa morfologi eksternal (tekstur sampel),
komposisi kimia, dan struktur kristal. Mekanisme kerja SEM dapat dilihat pada
gambar 10 dibawah.

Gambar 10. Mekanisme Kerja SEM


Tegangan listrik yang dibutuhkan agar SEM bekerja adalah 2-50 kV.
Berkas elektron yang dihasilkan memiliki diameter sebesar 5 nm-2µm. Gambar
yang dihasilkan merupakan hasil kerja dari elektron pantul (BE) dan elektron
sekunder (SE). Kedua jenis elektron ini akan dipisah yang diatur dengan besar
energinya. Apabila energi elektronnya kurang dari 50 eV termasuk ke elektron
sekunder (SE), dan apabila energi elektronnya besar dari 50 eV termasuk ke
elektron pantul (BE) (Setianingsih, 2017).

Gambar 11. Prinsip Kerja SEM


17

Pada gambar 11 menunjukkan prinsip kerja dari SEM. Sampel akan di


scan oleh probe elektron berdasarkan sumbu scanning yaitu X dan Y. Sampel dan
probe elektron akan berinteraksi sehingga terjadi berbagai jenis emisi. Emisi yang
dihasilkan, akan ditangkap oleh detektor dan menghasilkan gambar scanning
(Wibisono, 2017).
Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Instrumen spektroskopi yang menggunakan infra merah (IR) disebut
dengan FTIR. Instrumen FTIR dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus
kompleks dari suatu sampel atau senyawa. Sampel akan ditembakkan dengan
sinar infra merah, selanjutnya sinar tersebut akan menembus sampel yang
kemudian akan ditangkap oleh detektor. Hasil berupa spektrum sampel akan
diolah oleh komputer (Wibisono, 2017).

Gambar 12. Mekanisme Kerja FTIR (Wibisono, 2017).


Bagan instrumen FTIR dapat dilihat pada gambar 12. FTIR memiliki dua cermin
yang terdiri dari cermin statis, dan cermin dinamis. Diantara keduanya terdapat
sebuah beam splitter yang letaknya diatur 45° dari arah cermin dinamis. Sinar
inframerah yang ditembakkan akan melewati kedua cermin setelah melalui beam
splitter. Ketika melalui beam splitter, sinar akan dibagi menjadi dua dan
kemudian ditransmisikan ke masing-masing cermin yaitu cermin statis dan
cermin dinamis. Pantulan sinar dari kedua cermin tersebut akan digabungkan
kembali oleh beam splitter. Sinar yang dikeluarkan oleh interferometer pada 90°
disebut dengan sinar transmisi yang kemudian akan dideteksi oleh detektor.
Untuk membentuk pola interferensi, panjang salah satu sinar akan diubah.
18

Kemudian, radiasi rekombinasi akan diarahkan kearah sampel dan difokuskan


pada detektor (Sudjadi dan Rohman, 2018).
Atomic absorption spectroscopy (AAS)
Spektroskopi Serapan Atom (SAA) atau yang dikenal dengan sebutan AAS
adalah salah satu instrumen yang didasarkan pada penyerapan energi radiasi
oleh atom-atom pada tingkat energi dasar (ground state) sehingga menyebabkan
elektron tereksitasi dalam kulit atom ke tingkat energi yang lebih tinggi. Atom
bebas dapat berinteraksi dengan berbagai bentuk energi seperti energi panas,
elektromagnetik, kimia, maupun listrik. Akibat dari interaksi ini, akan
menimbulkan proses atom bebas dapat menghasilkan absorpsi dan emisi
(pancaran) radiasi dan panas. Hal ini disebabkan karena adanya transisi elektron
atau perpindahan elektron ke beberapa tingkat. Radiasi yang dipancarkan akan
memiliki khas karena mempunyai panjang gelombang yang berbeda-beda (Nasir,
2019).

Gambar 13. Diagram Instrumen AAS (Sumantri, 2010).


Sampel berupa molekul akan terurai menjadi atom-atom. Penguraian
molekul menjadi atom dilakukan dalam nyala api pada alat spektrofotometer
serapan atom. Atom akan menyerap energi yang menyebabkan elektronnya
mengalami eksitasi (Sari, 2010). Atom akan mengabsorpsi cahaya dari sejumlah
energi tertentu untuk setiap atom. Absorpsi tersebut diikuti oleh eksitasi elektron
dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Analisa
menggunakan AAS didasarkan banyaknya cahaya yang diserap sebanding
dengan konsentrasi sampel. Hal ini sesuai dengan hukum Lambert Beer dimana
sampel yang memiliki konsentrasi tertinggi akan memiliki nilai absorbansi yang
tinggi (Day dan Underwood, 2002).
III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2020 hingga dengan Juni
2021. Tempat penelitian dilaksanakan di Laboratorium Instrumentasi dan Tugas
Akhir, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi.

3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah Aren
(Arenga pinnata), etanol, toluena, NaOH 4%, NaOH 1,5%, H2O2 10%, HNO3 0,1 M,
NaOH 0,1 M, akuades, dan larutan induk Cr(VI).
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, grinder, peralatan
gelas kimia, kertas saring, sokhlet, magnetic stirrer, hot plate, Fourier Transform
Infra Red (FTIR), Scanning Electron Microscopy (SEM), dan Spektrofotometri
Serapan Atom (SSA).

3.3 Metode Penelitian


Preparasi Kulit Buah Aren (Arenga pinnata)
Kulit buat Aren yang telah diperoleh dibersihkan dari kotorannya,
kemudian dijemur dibawah sinar matahari langsung selama 1-2 hari. Setelah
kering, kulit buah Aren dipotong kecil-kecil kemudian dikeringkan kembali
menggunakan oven dengan suhu 100°C selama 24 jam. Setelah dikeringkan, kulit
buah Aren dihaluskan dengan menggunakan grinder agar diperoleh berupa
serbuk kulit buah Aren. Selanjutnya serbuk kulit buah Aren diayak
menggunakan saringan dengan menggunakan ukuran 100 Mesh.
Ekstraksi Selulosa dari Kulit Buah Aren (Kunusa, 2017).
A. Tahap Dewaxing (Penghilangan Senyawa Ekstraktif)
Sebanyak 15 gr sampel diekstraksi dengan 180 mL etanol-toluena (1:2)
suhu 85°C selama 6 jam menggunakan metode soxhlet. Residu bebas senyawa
ekstraktif kemudian dikeringkan dalam oven selama 4 jam. Sampel ditimbang
dan dihitung rendemennya.
B. Tahap Delignifikasi
Residu bebas ekstraktif dilarutkan kedalam larutan NaOH 4%
menggunakan perbandingan antara serbuk kulit buah Aren bebas senyawa
ekstraktif dengan NaOH 4% adalah 1:10, kemudian dipanaskan pada suhu 85°C
selama 2 jam, didiamkan selama 24 jam dan disaring. Pencucian residu
menggunakan akuades sampai pH netral. Residu bebas hemiselulosa dikeringkan
dalam oven suhu 60°C selama 4 jam. Ditimbang dan dihitung rendemennya.

19
20

C. Tahap Bleaching (Pemutihan)


Serbuk kulit buah Aren bebas lignin dan hemiselulosa dilarutkan ke
dalam larutan H2O2 10% dengan perbandingan 1:10. Diatur pH larutan serbuk
kulit buah Aren bebas lignin dan hemiselulosa sampai pH 11 menggunakan
larutan NaOH 1,5%. Dipanaskan menggunakan hotplate dengan suhu 60°C
sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer. Disaring menggunakan kertas
saring dan dicuci dengan akuades sampai pH netral. Dikeringkan menggunakan
oven dengan suhu 40°C selama 2 jam.

Karakterisasi Ekstrak Selulosa


Uji karakterisasi selulosa dilakukan dengan menggunakan Fourier
Transform Infrared (FTIR) untuk melihat gugus fungsi selulosa dari kulit buah
Aren. Selain itu dilakukan pula pengukuran dengan Scanning Electron Microscopy
(SEM) untuk mengetahui bentuk morfologi permukaan dari selulosa kulit buah
Aren sebelum dan sesudah dikontakkan dengan ion logam Cr(VI).

Proses adasorpsi Logam Cr(VI)


Larutan induk Cr(VI) 1000 mg/L dibuat dengan cara melarutkan 5,65
gram kristal Kromium (VI) ke dalam 1000 mL aquades.
Ekstrak selulosa dicampurkan dengan larutan logam Cr(VI) yang
mempunyai konsentrasi, volume, dan pH tertentu ke dalam erlenmeyer 100 mL,
pengaturan pH menggunakan larutan HNO3 0,1 M atau NaOH 0,1 M.

Pengaruh pH Ion Logam Cr(VI)


Sebanyak 0,1 gram adsorben selulosa kulit buah Aren masing-masing
dimasukkan ke dalam 10 mL larutan Cr 20 ppm pada gelas beker dengan variasi
pH 2: 3: 4: 5: 6: 7. Campuran diaduk selama 15 menit menggunakan shaker,
kemudian disaring dengan kertas saring, filtrat yang diperoleh dilakukan
pengukuran konsentrasi Cr(VI) dalam larutan secara AAS.

Pengaruh Adsorbsi Ion Logam Cr(VI) dengan Variasi Waktu Kontak


10 mL larutan logam Cr(VI) 20 ppm pada pH optimal dimasukkan masing-
masing ke dalam gelas beker, kemudian ditambahkan 0,1 gram adsorben selulosa
kulit buah Aren dengan variasi waktu 15: 30: 45: 60: 75: 90: 120: 150 menit.
Kemudian campuran disaring dengan kertas saring dan filtrat yang diperoleh
dilakukan pengukuran konsentrasi Cr(VI) dalam larutan secara AAS.

Pengaruh Adsorbsi Ion Logam Cr(VI) dengan Variasi Konsentrasi


10 mL larutan logam Cr 20 ppm pada massa optimal dimasukkan masing-
masing ke dalam beaker glass, kemudian ditambahkan 0,1 gram adsorben
21

selulosa kulit buah Aren dengan variasi konsentrasi 10: 25: 50: 75: 100: 125:
150. Kemudian campuran disaring dengan kertas saring dan filtrat yang diperoleh
dilakukan pengukuran konsentrasi Cr(VI) dalam larutan secara AAS.

Analisis Data
Pengenceran Larutan Cr (VI)

M1 V1 = M2 V2..................................................................(1)

Keterangan

M1 = Konsentrasi Awal (mg/L)


M2 = Konsentrasi akhir (mg/L)
V1 = Volume awal (mL)
V2 = Volume akhir (mL)

Penentuan Kapasitas Adsorbsi

(𝐶𝑜−𝐶𝑒)V
qe = .....................................................................(2)
𝑚

Keterangan
Co = Konsentrasi Awal (mg/L)
Ce = Konsentrasi akhir (mg/L)
M = Massa adsorben (g)
V = Volume Larutan Uji (L)

Penentuan Efisiensi Penyerapan

Co−Ce
Ɛ= x 100%.........................................................................(3)
𝐶𝑜

Keterangan
Ɛ = Efisiensi Penyerapan
Co = Konsentrasi Awal (mg/L)
Ce = Konsentrasi akhir (mg/L)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstraksi Selulosa Kulit Buah Aren (Arenga pinnata)


Preparasi Sampel Kulit Buah Aren (Arenga pinnata)
Buah Aren yang digunakan merupakan buah Aren yang sudah tua dan
tidak dapat diolah lebih lanjut. Buah Aren yang diperoleh, dipisahkan dari
batangnya, kemudian direbus selama 2 jam agar buah Aren lebih lembut
sehingga lebih mudah untuk dipersiapkan. Selain itu, perebusan buah Aren
berfungsi untuk membersihkan buah Aren dari kotoran. Selanjutnya, buah Aren
dibelah untuk mengambil biji yang terdapat di dalam buah Aren. Setelah
dipisahkan dari bijinya, kulit buah Aren dijemur dibawah sinar matahari selama
2 hari untuk menghilangkan kadar air yang terkandung di dalam kulit buah Aren.

Gambar 14. Kulit buah Aren kering


Kulit buah Aren yang telah kering dilanjutkan proses pengeringan dengan
menggunakan oven pada suhu 100°C untuk mengoptimalkan hilangnya kadar air
yang terkandung. Setelah dikeringkan, kulit buah Aren kering dihancurkan atau
dihaluskan dengan menggunakan grinder agar diperoleh serbuk kulit buah Aren.
Serbuk kulit buah Aren diayak dengan menggunakan ayakan berukuran 120
mesh sehingga diperoleh partikel serbuk kulit buah Aren yang lebih halus atau
lebih kecil. Serbuk dengan ukuran yang lebih kecil bertujuan untuk memperbesar
luas permukaan partikel serbuk sehingga akan meningkatkan proses adsorbsi.
Selanjutnya, dilakukan proses ekstraksi selulosa kulit buah Aren dengan melalui
tiga tahapan, yaitu tahapan dewaxing, dan delignifikasi sesuai dengan metode
pada penelitian Kunusa (2017), dan bleaching pada penelitian Lestari dan Sari
(2016).

22
23

Tahapan Dewaxing
Pada tahapan dewaxing dilakukan proses ekstraksi yang bertujuan untuk
melarutkan senyawa-senyawa ekstraktif yang merupakan senyawa selain lignin
selulosa dan hemiselulosa seperti zat lilin, senyawa metabolit sekunder, zat
pewarna yang merupakan pigmen alami berupa klorofil, karotenoid, tanin, dan
antosianin yang tidak stabil terhadap pH basa, cahaya dan panas (Ngatin dan
Mulyono, 2013), dan lemak yang terkandung pada kulit buah Aren sehingga
dapat menjadi zat pengotor selama proses ekstraksi selulosa (Sundari dan
Ramesh, 2012). Kulit buah Aren memiliki beberapa kandungan, yaitu asam
oksalat, karbohidrat, 7,9% abu, 16,2% serat kasar, 10% protein kasar, 1,5%
lemak, selulosa, lignin, dan hemiselulosa (Clinton dan Herlina, 2015). Senyawa
metabolit sekunder yang terkandung terdiri dari alkaloid, flavonoid, terpenoid,
saponin, dan tanin (Aswandi dan Kholibrina, 2020).
Proses ekstraksi senyawa ekstraktif pada kulit buah Aren dilakukan
dengan menggunakan pelarut organik yaitu etanol dan toluena dengan
perbandingan 1:2. Kedua pelarut ini memiliki sifat yang berbeda, yaitu etanol
merupakan pelarut polar sedangkan toluena merupakan pelarut non polar.
Kedua pelarut ini akan mengekstrak senyawa-senyawa ektraktif sesuai dengan
sifatnya, yaitu pelarut etanol akan mengekstrak senyawa yang bersifat polar dan
pelarut toluena akan mengekstrak senyawa yang bersifat non polar. Hal ini sesuai
dengan hukum kelarutan yang disebut dengan like dissolve like yang artinya
pelarut polar akan melarutkan senyawa polar sedangkan pelarut non polar akan
melarutkan senyawa non polar. Selain itu, etanol merupakan pelarut universal
yang merupakan pelarut yang dapat mengesktrak senyawa polar dan juga
sebagian senyawa non polar (Verdiana et al., 2018). Dengan digunakannya
pelarut organik etanol dan toluena untuk mengekstrak senyawa ekstraktif yang
terkandung pada kulit buah Aren, kandungan selulosa tidak akan ikut terekstrak
atau terlarut karena sifat dari selulosa yang tidak larut dalam pelarut organik
(Mulyadi, 2019).

Gambar 15. Proses dewaxing dengan metode sokletasi


24

Tahapan dewaxing dilakukan dengan menggunakan metode sokletasi.


Prinsip kerja dari metode sokletasi adalah proses ekstraksi yang dilakukan secara
berulang dengan menggunakan pelarut organik yang relatif konstan dan hasil
yang didapat sempurna (Anam et al., 2014). Ekstraksi dengan menggunakan
metode sokletasi akan memberikan hasil yang lebih baik daripada menggunakan
metode meserasi. Rendemen yang dihasilkan dari proses sokletasi lebih besar
daripada proses meserasi karena adanya penggunakan panas sehingga pelarut
dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengekstrak senyawa-senyawa yang
tidak dapat larut pada suhu kamar, dan pelarut dapat menarik senyawa-senyawa
secara maksimal karena pelarut selalu bersirkulasi atau dilakukan proses
ekstraksi secara berulang (Kadji et al., 2013). Selama proses sokletasi, warna
pelarut akan berubah menjadi kuning kecoklatan yang menandakan adanya
senyawa ektraktif yang terekstrak. Proses ekstraksi ini akan terus dilakukan
sampai warna pelarut kembali berubah menjadi bening seperti semula (Nafi’ah
dan Primadevi, 2020). Serbuk kulit buah Aren berkurang setelah mengalami
proses dewaxing dari 45 gr menjadi 41,14 gr.

Tahapan Delignifikasi
Setelah diperoleh bubuk kulit buah Aren bebas dari pengotor, dilanjutkan
proses dengan tahap delignifikasi. Delignifikasi merupakan proses untuk
memisahkan atau memutuskan ikatan antara selulosa dengan lignin dan
hemiselulosa. Dalam ekstraksi selulosa, proses delignifikasi ini penting karena
selulosa terjebak di dalam matrik lignin dan hemiselulosa yang disebut dengan
lignoselulosa (Trisanti et al., 2018). Ikatan lignin dan hemiselulosa perlu
dipisahkan karena dapat menganggu selulosa untuk berikatan dengan ion logam
(Kusumawardani et al., 2018). Hal ini dikarenakan lignin memiliki fungsi sebagai
pengikat atau perekat antar selulosa. Lignin juga merupakan pembungkus
selulosa yang berfungsi untuk mencegah selulosa mengalami proses adsorpsi.
Hal ini dibuktikan pada penelitian Tajalla et al (2019), dilakukan karakterisasi
menggunakan SEM untuk melihat morfologi permukaan pada selulosa tanpa
adanya perlakuan delignifikasi. Dapat dilihat bahwa permukaan selulosa tersebut
sangat rapat tanpa adanya pori-pori pada permukaan karena permukaan
selulosa ditutupi oleh lapisan lignin. Adanya pori-pori pada permukaan adsorben
merupakan salah satu pendukung untuk terjadinya proses adsorpsi. Dengan
masih adanya ikatan lignoselulosa, proses adsorpsi tidak terjadi secara langsung
dengan selulosa melainkan akan terjadi proses adsorpsi dengan lignin. Meskipun
lignin memiliki gugus –OH yang memiliki peran dalam proses adsorpsi, lignin
memiliki struktur yang kaku dan pori-pori yang sedikit pada permukaannya
sehingga kurang efektif sebagai adsorben dalam proses adsorpsi.
25

Lignin
HO
OH

HO O
OCH3

OCH3
O
HO
OCH3
HO

OH
Gambar 16. Struktur Kimia Lignin
Pada penelitian Yuris et al (2014), melakukan penyerapan ion logam Cr(VI)
dengan menggunakan adsorben lignin. Pada variasi pH, kapasitas adsorpsi ion
logam Cr(VI) menggunakan adsorben lignin adalah sebesar 56,45% dengan pH 2.
Semakin tinggi pH, kapasitas adsorpsi ion logam Cr(VI) dengan adsorben lignin
akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan pada pH tinggi atau dalam suasana
basa, lignin akan larut karena sifat lignin yang mudah larut pada larutan basa.
Selain itu, pada struktur lignin yang dapat dilihat pada gambar 16, terdapat
gugus metil (-CH3) yang dapat menjadi faktor sterik atau halangan sterik dalam
proses adsorpsi menggunakan adsorben lignin. Faktor sterik adalah faktor yang
disebabkan oleh perbedaan dalam ikatan atom-atom atau gugus-gugus dalam
ruangnya. Gugus –CH3 merupakan gugus yang memiliki berat molekul yang
besar, sehingga menyebabkan lignin sangat ruah (menempati ruang yang luas).
Keadaan ruang (ruah) pada lignin menyebabkan lignin sulit untuk berinteraksi
dengan ion logam berat yang akan menerima pasangan elektron bebas dari lignin
sehingga lignin tidak lebih kuat untuk dijadikan sebagai adsorben (Yuanita,
2006).

Gambar 17. Skema proses delignifikasi (Mayangsari et al., 2019).


Proses delignifikasi dilakukan dengan menggunakan pelarut alkali. Pada
penelitian ini digunakan pelarut NaOH dengan konsentrasi 4% atau sebesar 2,13
26

M. Perlakuan delignifikasi dengan menggunakan NaOH merupakan metode


efisien untuk melarutkan lignin dan hemiselulosa. Hal ini disebabkan karena
NaOH dapat bereaksi pada suhu yang rendah dan merupakan basa kuat yang
memiliki kelarutan yang tinggi terhadap air (Trisanti et al., 2018). NaOH dapat
menyebabkan terputusnya ikatan antara lignin dengan selulosa, lignin dengan
hemiselulosa dan dapat memutuskan ikatan antara lignin tersebut. Ikatan yang
terputus pada lignoselulosa adalah gugus ester (Kusumawardani et al., 2018).
Lignin terhubung dengan hemiselulosa karena adanya struktur kompleks
yang disebut Lignin-Karbohidrat (LCC). LCC ini mengaitkan antara unit lignin
fenolik dan arabinoxylan (hemiselulosa) dengan menggunakan asam ferulat.
Asam ferulat dengan arabinoxylan dihubungkan dengan ikatan ester yang sangat
rentan dengan ion OH-, karena dapat meningkatkan laju hidrolisis yng terjadi
daripada air. Selain itu, ikatan ester juga terdapat antara ikatan yang
menghubungkan antara lignin dengan lignin dan lignin dengan selulosa.
O
O O O

H3C OCH3 H3C OCH3 H


O H3C O-
OCH3
OH- OH
Gambar 18. Mekanisme reaksi hidrolisis ion OH- terhadap ikatan ester pada
struktur lignoselulosa (Modenbach dan Nokes, 2014).
Mekanisme yang terjadi adalah, ion OH- akan menyerang karbon pada
ikatan ester sehingga rangkap pada atom oksigen akan terlepas dan menjadi atom
oksigen negatif. Akan tetapi, atom oksigen negatif dengan cepat mengeluarkan
gugus alkoksida (-OCH3) dan mengembalikan ikatan rangkap pada atom oksigen
kemudian membentuk asam karboksilat. Gugus –OCH3 yang dhasilkan akan
bertindak sebagai basa dan kemudian mendeprotonasi asam karboksilat
sehingga kation H+ terlepas (Modenbach dan Nokes, 2014). Reaksi yang terjadi
merupakan reaksi saponifikasi yang memutuskan ikatan ester yang mengikat
xilan hemiselulosa dengan lignin dan hemiselulosa lainnya (Sun dan Cheng,
2002). Selain itu, ion Na+ akan berikatan dengan gugus fenolik pada lignin dan
membentuk garam fenolat (Natrium Fenolat) yang mudah larut (Asih et al., 2018).
Larutnya lignin ke dalam larutan NaOH ditandai dengan warna larutan yang
berubah menjadi warna hitam pekat (black luquor) (Rahmayani et al., 2020).
27

CH2OH
CH2OH
O CH2 O
CH2 O
O
HC OH
HC O C HO
HO HO
O OH + Na OH +
O OH
O
R1 R1
O O
O
R
R

Gambar 19. Reaksi pemutusan ikatan selulosa-lignin menggunakan NaOH


(Yannasandy et al., 2017).
Digunakan konsentrasi NaOH sebesar 4% karena merupakan konsentrasi
optimum untuk memperoleh rendemen selulosa. Apabila digunakan konsentrasi
NaOH yang lebih besar, maka rendemen selulosa yang diperoleh akan menurun.
Hal ini dikarenakan adanya struktur selulosa yang terbuka sehingga selulosa
dapat terdispersi secara bebas dalam pelarut NaOH. Senyawa radikal ●OH kurang
selektif dalam menyerang ikatan lignoselulosa. Awalnya radikal ●OH akan
menyerang ikatan lignin dengan selulosa, kemudian struktur lignin yang
membungkus selulosa akan terbuka sebagian. Pada bagian yang terbuka, radikal
●OH dapat dengan bebas berkontakan dengan selulosa sehingga dapat
memutuskan ikatan selulosa dan membentuk glukosa (Larasati et al., 2019).
Selain berpengaruh terhadap rendemen selulosa, konsentrasi NaOH yang
tinggi juga memberikan pengaruh kepada kandungan hemiselulosa. Pada
penelitian Larasati et al (2019), terjadi kenaikan kandungan hemiselulosa apabila
menggunakan NaOH dengan konsentrasi yang tinggi. Pada hemiselulosa,
terjadinya kelarutan karbohidrat yang lebih lambat yang menyebabkan terjadinya
reaksi oksidasi dan membentuk senyawa yang lebih kompleks dan terakumulasi
sehingga menyebabkan kandungan hemiselulosa meningkat (Mahdy et al., 2014).
Serbuk kulit buah Aren diperoleh sebanyak 7,7 gram dengan persen rendemen
sebesar 18,71% setelah melewati tahapan delignifikasi.

Tahapan Bleaching (Pemutihan)


Tahapan bleaching (pemutihan) merupakan tahap yang dilakukan setelah
tahap delignifikasi karena tahapan ini bertujuan untuk meningkatkan kemurnian
ekstrak selulosa yang diperoleh. Setelah dilakukan proses delignifikasi, masih
terdapat kandungan lignin yang tersisa sehingga dilakukan proses bleaching
untuk melanjutkan proses pemutusan ikatan antara lignin dengan selulosa
(Septevani et al., 2018). Selain itu, tahapan bleaching berfungsi untuk
meningkatkan derajat putih dengan cara menghilangkan kromofor penyerap
sinar yaitu gugus fungsional lignin serta sisa lignin yang telah diubah (Hidayati
28

et al., 2018). Hal ini ditandai dengan warna serbuk ekstrak selulosa yang masih
gelap seperti warna coklat atau hitam (Ridho dan Sijabat, 2019).
Proses bleaching dilakukan dengan menggunakan larutan hidrogen
peroksida (H2O2). Kelebihan menggunakan H2O2 adalah memiliki kemampuan
untuk melepaskan oksigen yang cukup kuat, tidak menghasilkan endapan, dan
produk yang diperoleh akan menjadi putih stabil (Lestari dan Sari, 2016).
Perubahan warna dapat terjadi karena H2O2 akan terurai menjadi ion HOO- yang
merupakan oksidator kuat dimana dapat mengoksidasi zat warna alam atau
pigmen alami yang merupakan senyawa organik dan memiliki ikatan rangkap
menjadi senyawa yang lebih sederhana atau direduksi menjadi ikatan tunggal
sehingga diperoleh warna putih stabil (Zulferiyenni dan Hidayati, 2016). Selain
itu, dengan menggunakan H2O2 kecil kemungkinan akan memberikan efek yang
dapat merusak selulosa dan H2O2 merupakan bahan yang ramah lingkungan
karena akan terurai menjadi H+ dan HOO- di dalam air (Hidayati et al., 2019).
HO

HO O

Lignin OCH3

HO
OH
OCH3
HO O OCH2CH3

OCH3
HO

OCH3 CHO HO
O OCH
HO
OCH3 HC OH
HO CHO

OH

OCH OCH
OCH2CH3 OCH2CH3
veratryl aldehyde veratryl alcohol
Gambar 20. Mekanisme reaksi penguraian lignin menggunakan H2O2
(Jayanudin et al., 2010).
Pada penelitian ini, proses bleaching dilakukan menggunakan larutan
H2O2 dengan konsentrasi sebesar 10%. Selain itu, larutan H 2O2 yang digunakan
diatur pH larutan menjadi pH 11. Menurut Lestari dan Sari (2016), H2O2 optimum
bekerja pada suasana basa atau alkali yang menyebabkan gugus HOO- akan
semakin banyak sehingga semakin cepat pula proses oksidasi gugus kromofor
pada struktur lignin. Adapun reaksi yang terjadi ketika H 2O2 dilakukan
penambahan dengan pelarut alkali adalah sebagai berikut.
H2O2 + OH- → HOO- + H2O
29

Sekitar 90% struktur lignin disusun oleh unit fenolik. H2O2 dapat mengoksidasi
unit fenolik pada struktur lignin sehingga terbentuk radikal kation. Ikatan Cα
dengan Cβ dapat diputus dengan menggunakan H2O2 sehingga cincin lignin
terbuka dan dapat bereaksi dengan reaksi lain. Oksidasi senyawa aromatik non
fenolik dikatalis oleh H2O2 membentuk radikal kation aril. Hidrogen mengkatalis
oksidasi senyawa lignin non fenolik dengan adanya perubahan dari senyawa
veratryl alcohol menjadi veratryl aldehyde (Coniwanti et al., 2015).

Gambar 21. Perbedaan warna serbuk selulosa, (a). sebelum bleaching, (b).
sesudah bleaching.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses bleaching. Pertama
adalah pH, proses bleaching menggunakan H2O2 harus dilakukan dalam suasana
basa. Apabila dalam suasana asam H2O2 sangat stabil, sedangkan dalam suasana
basa H2O2 akan mudah terurai menjadi anion perhidroksida (HOO-). Anion inilah
yang memliki peran untuk mengoksidasi gugus kromofor pada struktur lignin.
Anion ini akan semakin banyak apabila ditambah dengan pelarut alkali. Maka
dari itu, pH optimum proses bleaching dilakukan dengan pH 11 (Lestari dan Sari,
2016). Kedua adalah suhu, proses bleaching menggunakan H2O2 dilakukan
dengan menggunakan suhu sekitar 60°C-80°C, apabila dibawah maka H2O2 akan
bereaksi secara lambat, sedangkan apabila diatas hasil yang diperoleh akan
kurang optimal (Gellerstedt, 2007). Ketiga adalah konsentrasi, proses bleaching
menggunakan H2O2 dilakukan dengan menggunakan konsentrasi sekitar 8%-
10%. Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan, maka akan semakin banyak
ion peroksida yang dihasilkan dan semakin banyak pula gugus kromofor lignin
yang dioksidasi oleh ion peroksida. Akan tetapi, apabila konsentrasi H 2O2 yang
digunakan terlalu tinggi maka akan memberikan hasil yang kurang optimum,
karena dapat menurunkan kualitas selulosa yang diperoleh dan menyebabkan
selulosa menjadi rusak (Lestari dan Sari, 2016). Setelah dilakukan tahapan
bleaching, diperoleh ekstrak selulosa kulit buah Aren dengan warna yang lebih
cerah. Ekstrak selulosa diperoleh sebanyak 6, 25 gram dengan rendemen sebesar
81,16%.
30

4.2 Karakterisasi
Forier Transform Infra Red (FTIR)
Ekstrak selulosa kulit buah Aren yang diperoleh, dikarakterisasi dengan
menggunakan instrumen spektroskopi infra merah (FTIR). Instrumen FTIR dapat
digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada ekstrak selulosa yang
diperoleh. Karakterisasi dengan FTIR dilakukan dengan menggunakan bilangan
gelombang sekitar 4000 sampai 500 cm-1. Hasil karakterisasi menggunakan FTIR
adalah berupa spektrum dengan adanya bilangan gelombang yang menunjukkan
gugus yang terkandung pada ekstrak selulosa. Dengan dilakukannya
karakterisasi ekstrak selulosa menggunakan FTIR, dapat diketahui keberhasilan
dalam mengekstrak selulosa dari kulit buah Aren dari bilangan gelombang yang
muncul dan perubahan serapan untuk karakteristik tertentu. Pada gambar 22
menunjukkan spektrum FTIR selulosa dari kulit buah Aren.

Gambar 22. Spektrum FTIR selulosa dari kulit buah Aren


Pada gambar 22 merupakan spektrum FTIR selulosa dari kulit buah Aren.
Dapat dilihat pada spektrum terdapat pita serapan yang muncul pada bilangan
gelombang 3331,66 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur dari gugus hidroksil (-OH),
sesuai dengan penelitian Kusumawardani et al (2018), munculnya gugus –OH
pada bilangan gelombang 3448, 72 cm-1. Gugus hidroksil (-OH) merupakan gugus
utama yang terdapat pada struktur selulosa. Pita serapan pada bilangan
gelombang 2900,29 cm-1 menunjukkan vibrasi peregangan (streching) gugus -
31

CH2, sesuai dengan penelitian Djunaidi et al (2020), munculnya gugus –CH2 pada
bilangan gelombang 2964,59 cm-1. Gugus –CH2 merupakan gugus yang terdapat
pada struktur selulosa. Pita serapan yang muncul pada bilangan gelombang
1029,15 cm-1 merupaka vibrasi ulur dari gugus C-O, sesuai dengan penelitian
Astari dan Utami (2018), munculnya gugus C-O pada bilangan gelombang
1034,85 cm-1. Gugus C-O merupakan gugus penghubung rantai karbon dalam
struktur selulosa atau disebut dengan ikatan glikosidik. Gugus O-H, -CH2, dan
C-O merupakan gugus utama pembangun selulosa, maka dari itu dapat
disimpulkan bahwa ekstrak yang diperoleh mengandung selulosa. Pita serapan
pada bilangan gelombang 1323,42 cm-1 merupakan gugus –O, sesuai dengan
penelitian Dewi et al (2017), gugus –O muncul pada bilangan gelombang 1319,31
cm-1. Gugus –O merupakan gugus yang merangkai struktur selulosa. Pita
serapan pada bilangan gelombang 663,61 cm -1 merupakan rantai glikosidik
antara unit glukosa pada selulosa, sesuai dengan penelitian Nugraha et al (2021),
yang muncul pada bilangan gelombang 898 cm-1. Pita serapan pada bilangan
gelombang 1938 cm-1 menunjukkan ikatan rangkap gugus karbonil (C=O), sesuai
dengan penelitian Yusuf et al (2014), gugus C=O muncul pada bilangan
gelombang 1851,66 cm-1. Pita serapan muncul pada bilangan gelombang 1647,38
cm-1 adanya ikatan rangkap dua gugus C=C, sesuai dengan penelitian Wulandari
dan Dewi (2018), gugus C=C muncul pada bilangan gelombang 1512,37 cm-1.
Gugus rangkap C=O dan C=C merupakan cincin aromatik yang terdapat pada
struktur lignin. Adanya gugus C=O dan C=C menandakan bahwa proses
pemutihan (bleaching) yang dilakukan kurang sempurna sehingga ekstrak
selulosa yang diperoleh masih mengandung lignin.

Gambar 23. Spektrum FTIR selulosa standar (Nugraheni et al., 2018).


Pada gambar 23, merupakan spektrum FTIR selulosa dari kulit buah
Durian Mentega hasil dari penelitian Nugraheni et al (2018). Gugus-gugus
32

spesifik selulosa terdiri dari gugus –OH, -CH2, dan –CO yang muncul berulang.
Pita serapan pada bilangan gelombang 3444 cm-1 menunjukkan keberadaan
vibrasi gugus –OH. Pita serapan pada bilangan gelombang 2914 cm-1
menunjukkan vibrasi ulur gugus -CH2 yang merupakan kerangka utama
pembangun struktur pada senyawa selulosa. Pita serapan pada bilangan
gelombang 1060 cm-1 dan 1317-1338 cm-1 menunjukkan keberadaan gugus –CO
pada ikatan glikosidik antara unit glukosa pada struktur selulosa.
Tabel 2. Gugus fungsi yang terdapat pada material adsorben
Gugus Fungsi Bilangan Selulosa Hasil Selulosa Standar
Gelombang dari Penelitian (cm-1) (cm-1)
Literatur (cm )
-1

Vibrasi -OH 3448, 72[1] 3331,66 3444[2]


Streching –CH2 2964,59[3] 2900,29 2914[2]
Vibrasi C-O 1034,85[4] 1029,15 1060[2]

Vibrasi -O 1319,31[2] 1323,42


Vibrasi C=O 1851,66[5] 1938
Vibrasi C=C 1512,37[6] 1647,38
[1] Kusumawardani et al., 2018 [2] Nugraheni et al., 2018 [3] Djunaidi et al., 2020
[4] Astari dan Utami, 2018 [5] Yusuf et al., 2014 [6] Wulandari dan Dewi, 2018.

Scanning Electron Microscopy-Electron Dispersive X-Ray (SEM-EDX)


Selain dilakukan karakterisasi menggunakan instrumen FTIR, selulosa
kulit buah Aren yang telah diperoleh dilakukan karakterisasi menggunakan
instrumen SEM-EDX. Instrumen SEM-EDX merupakan instrumen gabungan
antara instrumen SEM dan instrumen EDX. Keduanya memiliki fungsi yang
berbeda, jika SEM memiliki kemampuan untuk mengamati objek berukuran kecil
secara tiga dimensi. SEM juga memiliki kemampuan untuk mengamati
permukaan sel atau struktur mikroskopik. Sedangkan EDX memiliki
kemapampuan untuk menganalisis unsur-unsur yang terkandung pada suatu
material. Karakterisasi menggunakan instrumen SEM dilakukan dengan
menggunakan perbesaran 1000, 5000, 10.000, dan 20.000.
33

Gambar 24. Hasil SEM perbesaran (a). 1000x, (b). 5000x, (c). 10.000x, (d).
20.000x
Pada gambar 24 merupakan hasil karakterisasi selulosa dari kulit buah
Aren menggunakan instrumen SEM. Dapat dilihat pada perbesaran 1000x,
5000x, 10.000x, dan 20.000x permukaan selulosa memiliki rongga-rongga yang
merupakan pori-pori pada selulosa (Anggoro et al., 2014). Hal ini menandakan
bahwa proses delignifikasi dan bleaching yang bertujuan untuk memutuskan dan
melarutkan kandungan lignin telah berhasil dilakukan. Selain itu, pada
perbesaran 1000x dapat dilihat bahwa material selulosa mengalami
penggumpalan atau aglomerasi. Peristiwa aglomerasi ini biasa terjadi pada proses
ekstrak selulosa alam akibat dari gaya van der waals. Selain itu, aglomerasi juga
terjadi karena kurang sempurna dalam preparasi sampel dan kurang maksimal
dalam penggerusan sampel setelah dikeringkan atau dioven (Rahmawati dan
Handayani, 2013). Unsur-unsur yang terkandung pada selulosa dapat diketahui
dari spektrum yang dihasilkan dari instrumen EDX.

Gambar 25. Spektrum EDX Selulosa Kulit Buah Aren


Dapat dilihat pada spektrum EDX, bahwa nanoselulosa yang diperoleh
mengandung unsur C, N, O, Na, Mg, Cl, K, dan Ca. menurut (Girones et al., 2010),
unsur C dan O merupakan komponen utama dalam material selulosa. Unsur Na
merupakan sisa dari proses delignfikasi yang menggunakan larutan NaOH yang
menunjukkan perlakuan penetralan dan pengeringan yang kurang maksimal.
34

Sedangkan unsur K, Cl, Ca, dan Mg merupakan unsur anorganik atau


merupakan unsur zat hara yang tersisa sehingga menandakan proses dewaxing
yang kurang maksimal (Nikmatin et al., 2020). Persentase unsur penyusun
selulosa dapat dilihat pada bagian lampiran, yang terdiri dari C 30,10%, N 5,61%,
O 49,22%, Na 0,63%, Mg 0,66%, Cl 12,78%, K 0,53%, dan Ca 0,47%.

4.3 Adsorpsi Ion Logam Cr(VI)


Selulosa adalah zat karbohidrat yang merupakan struktur dasar sel-sel
tanaman dengan kadar sekitar 40-50%. Selulosa tidak larut dalam air maupun
zat pelarut organik dan memiliki daya tarik yang tinggi. Selulosa memiliki
karakteristik seperti kekuatan tarik yang tinggi, mampu membentuk jaringan,
tidak mudah larut dalam air, alkali, dan pelarut organik, relatif tidak berwarna,
dan memiliki kemampuan mengikat yang lebih kuat. Selulosa berpotensi
dijadikan sebagai adsorben dikarenakan adanya gugus –OH. Adanya gugus –OH
menyebabkan terjadinya sifat polar pada adsorben. Dengan demikian, selulosa
lebih kuat menyerap zat yang bersifat polar dibandingkan dengan zat yang kurang
polar (Susilawati dan Andriyanie, 2019).
Interaksi yang terjadi selama proses adsorpsi antara ion logam Cr(VI) dengan
adsorben selulosa merupakan interaksi pertukaran ion.

Gambar 26. Interaksi pertukaran ion antara adsorben dan adsorbat


(Kusumawardani et al., 2018).

Pada gambar 26 menunjukkan interaksi yang terjadi antara adsorben dan


adsorbat yaitu reasi pertukaran ion. M+ dan M2+ merupakan ion logam Cr,
sedangkan –OH merupakan gugus hidroksil pada adsorben dan Y adalah matriks
tempat gugus –OH terikat. Selain itu, interaksi antara selulosa dan ion logam Cr
dapat terjadi pada pembentukan senyawa kompleks koordinasi karena atom
oksigen (O) pada gugus –OH memiliki pasangan elektron bebas sedangkan ion
logam Cr memiliki orbital d kosong, sehingga akan diisi oleh elektron bebas dari
atom oksigen pada gugus –OH. Selulosa berperan sebagai ligan yang dapat
menyumbangkan sepasang elektron bebas pada ion logam, sedangkan ion logam
Cr berperan sebagai atom pusat dalam pembentukan senyawa kompleks (Baroroh
et al., 2017).
35

HO CH2
HO CH2
H O H
H O H
H O OH H
HO OH H OH
OH
H O
H O Cr
Cr O CH2
O CH2
H O
H O H OH
H O OH H
HO OH H H

H OH
H OH

Gambar 27.Pembentukan senyawa kompleks antara selulosa dengan ion logam


Cr (Kusumawardani et al., 2018).

Pengaruh pH
Setelah diperoleh selulosa dari kulit buah Aren, selulosa tersebut
digunakan sebagai adsorben untuk menyerap ion logam Cr(VI). Salah satu
parameter untuk mengetahui kemampuan adsorben dalam proses adsorpsi
adalah potensial Hidrogen (pH). Uji variasi pH dilakukan untuk menentukan pada
pH berapa adsorben selulosa maksimum dalam proses adsorpsi. Variasi pH
dilakukan pada ion logam Cr(VI) yang akan diadsorpsi. Pengaturan pH dilakukan
dengan menggunakan larutan HNO3 untuk menurunkan pH, dan menggunakan
larutan NaOH untuk menaikkan pH. Rentang variasi pH yang akan diuji dari pH
2 sampai pH 7 dengan adsorben yang digunakan sebanyak 0,1 gram dan larutan
ion logam Cr(VI) digunakan sebanyak 10 mL selama 15 menit.

70
Efisiensi Adsorpsi

60
50
(%)

40
30
20
10
0
0 2 4 6 8
pH

Gambar 28. Pengaruh pH terhadap efisiensi adsorpsi ion logam Cr(VI)


Pada gambar 28 merupakan grafik pengaruh variasi pH terhadap efisiensi
adsorpsi ion logam Cr(VI). Dari pH 2 ke pH 3 efisiensi adsorpsi meningkat, lalu
pada pH 4 dan pH 5 terjadi penurunan efisiensi adsorpsi. Kemudian terjadi
peningkatan efisiensi adsorpsi kembali pada pH 6 dan turun kembali pada pH 7.
36

Hasil ini diperoleh setelah dilakukan uji menggunakan instrumen AAS, dan dapat
dilihat pH optimum proses adsorpsi adalah pH 3 dengan efisiensi adsorpsi
sebesar 59,65%. Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian Utama et al
(2016), yang melakukan adsorpsi ion logam Cr(VI) menggunakan selulosa dan
memperoleh hasil pH optimum pada suasana asam yaitu pH 2 dengan efisiensi
adsorpsi sebesar 34,83%. pH optimum untuk penyerapan ion logam Cr(VI) adalah
pH rendah. Cr(VI) memiliki bentuk ion yang berbeda-beda dalam larutan yang
menyesuaikan pada pH larutan tersebut. Pada rentang pH 1 sampai pH 6, ion
logam Cr(VI) berbentuk anion seperti Cr2O72-, HCrO4-, Cr3O102-, dan Cr4O132- dan
yang mendominasi adalah anion HCrO4-. Biasanya, semakin meningkatnya pH
larutan maka ion Cr(VI) yang mendominasi adalah anion Cr2O72- dan CrO42-. Pada
kondisi pH rendah, ion H+ yang terdapat pada permukaan adsorben selulosa akan
meningkat dan antara muatan positif pada permukaan adsorben dengan ion
dikromat akan menghasilkan ikatan elektrostatik yang kuat. Sedangkan pada
kondisi pH tinggi, ion OH- pada larutan akan meningkat dan menyebabkan
permukaan adsorben selulosa bermuatan negatif secara perlahan. Akibatnya,
kekuatan adsorben untuk mengikat ion logam Cr(VI) akan mengecil dan
menurunkan kemampuan dalam proses adorpsi. Selain itu, ion logam Cr(VI) pada
pH tinggi akan mengalami presipitasi menjadi Cr(OH)3 yang menyebabkan
berkurangnya kelarutan ion Cr pada larutan sehingga hanya sedikit ion Cr(VI)
yang diserap oleh adsorben selulosa. Efisiensi adsorpsi yang diperoleh pada
penelitian ini masih dalam nilai yang rendah, yang disebabkan karena pada pH
netral efisiensi adsorpsi mulai menurun. Pada pH netral ion logam akan
mengalami reaksi hidrolisis dalam larutan sehingga tidak stabil dan kemampuan
adsorben dalam proses adsorpsi akan menurun (Nurhasni et al., 2010).

1
Kapasitas Adsorpsi

0.8

0.6
(mg/g)

0.4

0.2

0
0 2 4 6 8
pH

Gambar 29. Pengaruh pH terhadap kapasitas adsorpsi ion logam Cr(VI)


Gambar 29 merupakan hubungan pengaruh pH terhadap kapasitas
adsorpsi ion logam Cr(VI). kapasitas adsorpsi optimum terjadi pada pH rendah
yaitu pH 3 sebesar 0,84 mg/g. Pada penelitian Nurafriyanti et al (2017), dilakukan
37

adsorpsi ion logam Cr dengan adsorben selulosa dan memperoleh pH optimum


pada suasana asam yaitu pH 4 dengan kapasitas adsorpsi sebesar 0,06 mg/g.
Pada pH rendah akan terjadi protonasi, yang mana ion H+ pada permukaan
adsorben akan memiliki muatan-muatan positif sehingga sangat reaktif terhadap
spesiasi dalam bentuk anion. Sedangkan pada pH tinggi, gugus fungsi –OH pada
permukaan adsorben selulosa akan mengalami deprotonasi dan memiliki
muatan-muatan negatif sehingga menurunkan kemampuan adsorben untuk
mengikat anion logam Cr(VI).

Pengaruh Waktu Kontak


Selain pH, waktu kontak juga termasuk salah satu parameter untuk
mengetahui kemampuan adsorben dalam proses adsorpsi. Waktu kontak adalah
waktu yang dibutuhkan oleh adsorben untuk menyerap atau mengikat ion logam
Cr(VI) dalam proses adsorpsi. Dalam proses adsorpsi, waktu kontak merupakan
salah satu faktor keberhasilan penyerapan, semakin lama waktu yang digunakan
maka akan semakin banyak adsorbat yang terserap. Peentuan waktu kontak
dilakukan dengan mengatur pH larutan ion logam Cr(VI) dengan pH optimum
yang telah didapatkan pada uji variasi pH sebelumnya, yaitu pH 3. Pada
penelitian ini, variasi waktu kontak yang dilakukan yaitu 15, 30, 45, 60, 75, 90,
120, dan 150 menit. Adsorben selulosa yang digunakan sebanyak 0,1 gram
dengan konsentrasi ion logam Cr(VI) sebesar 20 ppm sebanyak 10 mL. kemudian,
proses pengadukan dilakukan dengan menggunakan alat shaker.

64
Efisiensi Adsorpsi

62
60
(%)

58
56
54
52
0 50 100 150 200
Waktu Kontak (menit)

Gambar 30. Pengaruh waktu kontak terhadap efisiensi adsorpsi ion logam
Cr(VI)
Pada gambar 30 merupakan grafik pengaruh variasi waktu kontak
terhadap efisiensi adsorpsi ion logam Cr(VI). Dapat dilihat pada gambar, efisiensi
adsorpsi ion logam Cr(VI) meningkat dari waktu kontak 15 menit sampai 120
menit. Setelah waktu kontak 120 menit, terjadi penurunan efisiensi adsorpsi ion
logam Cr(VI) pada waktu kontak 150 menit. Sehingga, diperoleh waktu kontak
optimum efisiensi adsorpsi ion logam Cr(VI) adalah 120 menit sebesar 60,39%.
38

Pada penelitian Aji dan Kurniawan, (2012), efisiensi adsorpsi optimum diperoleh
pada waktu kontak ke 60 menit sebesar 51,4%. Pada kondisi tersebut, adsorben
telah mencapai batas maksimum karena gugus fungsi pada adsorben telah
mengikat ion logam Cr(VI). Kemudian terjadi penurunan kapasitas adsorpsi
dikarenakan adsorben telah mencapai titik jenuh dan terjadinya proses desorpsi.
Kenaikan efisiensi adorpsi secara konstan menunjukkan bahwa semakin lama
waktu kontak maka semakin banyak ion logam Cr(VI) yang terserap pada
adsorben selulosa. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu akan menyebabkan
semakin lama waktu tumbukan dan interaksi antara adsorben dengan ion logam
Cr(VI) sehingga semakin banyak gugus aktif pada adsorben selulosa berikatan
dengan ion logam Cr(VI). Pada waktu kontak 120 menit ion logam Cr(VI) yang
teradsorpsi telah mencapai batas maksimum, sehingga menyebabkan penurunan
efisiensi adsorpsi pada waktu kontak 150 menit. Penurunan ini terjadi karena
gugus aktif pada adsorben selulosa telah mengalami kejenuhan sehingga
adsorben selulosa tidak mampu untuk menyerap ion logam Cr(VI) lebih banyak.
Selain itu, penurunan efisiensi adsorpsi dapat terjadi karena proses desorpsi
sehingga proses adsorpsi terjadi secara reversible. Proses desorpsi terjadi karena
adanya ketidakstabilan ikatan antara adsorben selulosa dengan ion logam Cr(VI)
sehingga sebagian kecil ion logam Cr(VI) terlepas kembali ke larutan (Adriansyah
et al., 2018).

0.9
Kapasitas Adsorpsi

0.88
0.86
0.84
(mg/g)

0.82
0.8
0.78
0.76
0.74
0 50 100 150 200
Waktu Kontak (menit)

Gambar 31. Pengaruh waktu kontak terhadap kapasitas adsorpsi ion logam
Cr(VI)
Gambar 31 menunjukkan hubungan pengaruh waktu kontak terhadap
kapasitas adsorpsi ion logam Cr(VI). Dapat dilihat adanya peningkatan kapasitas
adsorpsi ion logam Cr(VI) pada waktu kontak 15 menit sampai 120 menit.
Kemudian terjadi penurunan kapasitas adsorpsi ion logam Cr(VI) pada waktu
kontak 150 menit. Kapasitas adsorpsi optimum waktu kontak diperoleh pada
waktu ke 120 menit sebesar 0,89 mg/g. Pada penelitian Aji dan Kurniawan,
(2012), kapasitas adsorpsi optimum diperoleh pada waktu kontak ke 60 menit
39

sebesar 0,51 mg/g. Pada kondisi tersebut, adsorben telah mencapai batas
maksimum karena gugus fungsi pada adsorben telah mengikat ion logam Cr(VI).
Kemudian terjadi penurunan kapasitas adsorpsi dikarenakan adsorben telah
mencapai titik jenuh dan terjadinya proses desorpsi. Sedangkan jika
dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pana penelitian ini, memliki hasil yang
lebih besar dikarenakan ekstraksi adsorben selulosa melalui tahap delignifikasi
dan bleaching yang berfungsi untuk memutuskan dan melarutkan kandungan
lignin sehingga menyebabkan lebih banyak pori-pori pada permukaan adsorben
dan dapat mengikat lebih banyak ion logam Cr(VI).

Variasi Konsentrasi
Selain pH dan waktu kontak, parameter penting lainnya dalam proses
adsorpsi adalah konsentrasi adsorbat. Uji variasi konsentrasi merupakan uji
untuk mengetahui batas maksimum atau kemampuan maksimum adsorben
selulosa dalam menyerap ion logam Cr(VI). Konsentrasi adsorbat merupakan
faktor penting dalam proses adsorpsi karena semakin besar konsentrasi adsorbat
akan semakin banyak ion atau substansi yang akan diserap oleh adsorben
sehingga berpengaruh pada kapasitas adsorpsi. Pada penelitian ini, digunakan
beberapa variasi konsentrasi ion logam Cr(VI), yaitu 10, 25, 50, 75, 100, 125, 150
ppm. Dilakukan uji dengan pH optimum yaitu pH 3 sebanyak 10 mL dan
adsorben sebanyak 0,1 gram dengan waktu kontak optimum yang telah
didapatkan sebelumnya yaitu selama 120 menit dan diaduk dengan
menggunakan alat shaker.

16
14
Kapasitas Adsorpsi

12
10
(mg/g)

8
6
4
2
0
0 50 100 150 200
ppm

Gambar 32. Pengaruh konsentrasi terhadap kapasitas adsorpsi ion logam Cr(VI)
Gambar 32 menunjukkan hubungan antara konsentrasi dengan
kapasitas adsorpsi ion logam Cr(VI). Terjadi peningkatan kapasitas adsorpsi dari
konsentrasi 10 ppm sampai 150 ppm. Kapasitas adsorpsi maksimum ion logam
Cr(VI) diperoleh pada konsentrasi 150 ppm sebesar 15,15 mg/gr. Peningkatan
kapasitas adsorpsi terjadi karena ion logam Cr(VI) yang terkandung pada larutan
40

meningkat sehingga juga terjadi peningkatan tumbukan antara adsorben dengan


adsorbat. Kemudian menyebabkan ion logam Cr(VI) banyak yang terserap pada
adsorben selulosa. Pada penelitian Satria et al (2013), terjadi peningkatan
kapasitas adsorpsi sampai dengan konsentrasi 250 ppm dengan kapasitas
adsorpsi sebesar 21,980 mg/gr. Permukaan adsorben masih mampu untuk
mengadsorpsi ion logam Cr(VI) karena semakin meningkatnya konsentrasi ion
logam akan mendorong molekul ion logam untuk berikatan dengan gugus aktif
pada permukaan adsorben sehingga mencapai keadaan setimbang. Apabila
digunakan konsentrasi yang lebih tinggi, akan ditemukannya kejenuhan pada
adsorben karena gugus aktif pada permukaan adsorben telah berikatan dan
tertutup oleh ion logam sehingga adsorben tidak mampu lagi untuk menyerap ion
logam yang tersisa (Suhartini et al., 2017).
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Karakterisasi selulosa dari kulit buah aren (Arenga pinnata) menggunakan
instrumen SEM-EDX menunjukkan bahwa terdapat rongga-rongga pada
permukaan selulosa yang menunjukkan keberhasilan dalam proses
delignifikasi dan bleaching. Kemudian dengan menggunakan instrumen
FTIR terdapat pita serapan pada bilangan gelombang 3331,66 cm-1,
2900,29 cm-1, dan 1029, 15 cm-1 yang menunjukkan terdapat gugus –OH,
-CH2, dan C-O yang merupakan gugus pembangun pada struktur
selulosa.
2. Adsorpsi ion logam Cr(VI) menggunakan adsorben selulosa menghasilkan
pH optimum yaitu pada pH 3 dengan efisiensi adsorpsi sebesar 58,52%,
waktu kontak optimum yaitu pada waktu 120 menit dengan efisiensi
adsorpsi sebesar 63,25%, dan konsentrasi optimum yaitu pada
konsentrasi 150 ppm.
3. Adsorpsiion logam Cr(VI) menggunakan asorben selulosa menghasilkan
kapasitas adsorpsi pada pH, waktu kontak, dan konsentrasi berturut-
turut adalah 0,84 mg/g, 0,89 mg/g, dan 15,15 mg/g.

5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis, maka saran penulis
untuk penelitian selanjutnya adalah:
1. Melakukan karakterisasi adsorben selulosa menggunakan intrumen FTIR
dan SEM-EDX setelah dilakukan proses adsorpsi ion logam Cr(VI).
2. Melakukan uji kualitatif terhadap selulosa yang diperoleh untuk
mengetahui masih ada atau tidaknya ikatan lignoselulosa (lignin dan
hemiselulosa) yang terkandung.

41
DAFTAR PUSTAKA

Adriansyah, R., E. N. Restiasih dan N. Meileza. 2018. "Biosrpsi Ion Logam Berat
Cu(II) dan Cr(VI) Menggunakan Biosorben Kulit Kopi Terxantasi". ALOTROP,
Jurnal Pendidikan Dan Ilmu Kimia. Vol. 2(2): 114–121.
Aji, B. K. dan F. Kurniawan. 2012. "Pemanfaatan Serbuk Biji Salak (Salacca
zalacca) sebagai Adsorben Cr(VI) dengan Metode Batch dan Kolom". Jurnal
Sains Pomits. Vol. 1(1): 1–6.
Anam, C., T. W. Agustini dan Romadhon. 2014. "Pengaruh Pelarut Yang Berbeda
Pada Ekstraksi Spirulina platensis Serbuk sebagai Antioksidan dengan
Metode Soxhletasi". Jurnal Pengolahan Dan Bioteknologi Hasil Perikanan. Vol.
3(4): 106–112.
Anggoro, D. D., Purwanto dan Rispiandi. 2014. "Katalis Heterogen Arang Aktif
Tersulfonasi". Reaktor. Vol. 15(2): 126–131.
Arrisujaya, D. 2014. "Efisiensi Penyerapan Kulit Buah Atap (Arenga Pinnata)
Mengikat Ion-Ion Logam Kromium dalam Larutan". Jurnal Sains Natural. Vol.
4(1): 58–67.
Asih, N. N. K., P. Suarya, I. B. P. Manuaba dan I. N. Wirajana. 2018. "Hidrolisis
Batang Jagung Secara Enzimatik dari Tanah Hutan Mangrove". Cakra Kimia
(Indonesian E-Journal of Applied Chemistry). Vol. 6(2): 106–115.
Astari, M. A. dan B Utami. 2018. "Uji Daya Adsorpsi Adsorben Kombinasi Sekam
Padi dan Bagasse Fly Ash untuk Menjerap Logam Cu pada Sistem Batch".
Proceeding Biology Education Conference. Vol. 15(1): 766–774.
Aswandi, A. dan C. R. Kholibrina. 2020. "Buah Hutan Sumber Pangan dan
Pengobatan di Kawasan Danau Toba, Indonesia". Prosiding Seminar Nasional
Lahan Subotimal, Palembang: 20 Oktober 2020. 978–979.
Baroroh, A., A. D. Moelyaningrum dan Ellyke. 2017. "Pemanfaatan Serbuk
Selulosa Kulit Kakao sebagai Adsorben Logam Berat Ni pada Limbah Cair
Elektroplating". Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa. 1–7.
Clinton, D. dan N. Herlina. 2015. "Pengaruh Waktu Fermentasi dan Komposisi
Limbah Kulit Buah Aren (Arenga pinnata) dengan Starter Kotoran Sapi
Terhadap Biogas yang Dihasilkan". Jurnal Teknik Kimia USU. Vol. 4(3): 46–
51.
Coniwanti, P., M. N. P. Anka dan C. Sanders. 2015. "Pengaruh Konsentrasi,
Waktu dan Temperatur Terhadap Kandungan Lignin pada Proses Pemutihan
Bubur Kertas Bekas". Jurnal Teknik Kimia. Vol. 21(3): 50–58.
Dewi, A. M. P., M. Y. Kusumaningrum, D. N. Edowai, Y. Pranoto dan P. Darmadji.
2017. "Ekstraksi dan Karakterisasi Selulosa dari Limbah Ampas Sagu".
Prosiding SNST Ke-8, Semarang: October 2017. 6–9.
Djunaidi, M. C., P. J. Wibawa dan A. Suseno. 2020. "Pengenalan Metode Adsorpsi
Logam Fe(III) Menggunakan Selulosa dan Selulosa Asetat dari Serbuk Gergaji
Kayu kepada Siswa SMA Al-Azhar 14 Semarang". Seminar Nasional
Pengabdian Kepada Masyarakat, Semarang: 2020. 93–96.
Gellerstedt, G. 2007. "The Chemistry of Bleaching and Post-Color Formation in
Kraft Pulps". Department of Fibre and Polymer Technology. Vol. 1(1): 1–17.
Girones, J., G. Pardini, F. Vilaseca, M. A. Pelach dan P. Mutje. 2010. "Recycling
of Paper Mill Sludge as Filler/Reinforcement in Polypropylene Composites".
Journal of Polymers and the Environment. Vol. 18(3): 407–412.

42
43

Hidayati, S., R. Sugiharto dan A. S. Zuidar. 2019. "Karakteristik Pulp Hasil


Pemutihan dari Tandan Kosong Kelapa Sawit Hasil Pemasakan yang
Menggunakan Limbah Lindi Hitam Siklus Ketiga". Journal of Tropical Upland
Resources. Vol. 1(1): 103–108.
Jayanudin, R. Hartono dan N. H. Jamil. 2010. "Pengaruh Konsentrasi Dan Waktu
Pemutihan Serat Daun Nanas Menggunakan Hidrogen Peroksida". Seminar
Rekayasa Kimia Dan Proses, Semarang: 2010. 1–6.
Jufrinaldi. 2018. "Isolasi Selulosa Dari Bagas Tebu Melalui Pemanasan Iradiasi
Gelombang Mikro". Jurnal Ilmiah Teknik Kimia. Vol. 2(2): 36–46.
Kadji, M. H., M. R. J. Runtuwene dan G. Citraningtyyas. 2013. "Uji Fitokimia dan
Aktivitas Dari Ekstrak Etanol Daun Soyogik (Saurauia bracteosa DC)".
Pharmacon. 2(2): 13–18.
Kresnadipayana, D., R. Pratiwi dan S. Primadevi. 2016. "Biosorpsi Cu(II) oleh
Limbah Padat Kayu Aren (Arenga pinnata) Teraktivasi". Biomedika. Vol. 9(1):
43–48.
Kristianto, S., S. Wilujeng dan D. Wahyudiarto. 2017. "Analisis Logam Berat
Kromium(Cr) pada Kali Pelayaran Sebagai Bentuk Upaya Penanggulang
Pencemaran Lingkungan di Wilayah Sidoarjo". Jurnal Biota. Vol. 3(2): 66–70.
Kunusa, W. R. 2017. "Kajian Tentang Isolasi Selulosa Mikrokristalin ( SM ) dari
Limbah Tongkol Jagung". Jurnal Entropi. Vol. 12(1): 105–108.
Kurniaty, I., U. H. Habibah, D. Yustiana dan I. M. 2017. "Proses Delignifikasi
Menggunakan NaOH dan Amonia (NH3) pada Tempurung Kelapa". Jurnal
Integrasi Proses. Vol. 6(4): 197–201.
Kurniawati, S., Nurjazuli, & Raharjo, M. (2017). Risiko Kesehatan Lingkungan
Pencemaran Logam Berat Kromium Heksavalen ( Cr VI ) pada Ikan Nila (
Oreochromis niloticus ) di Aliran Sungai Garang Kota Semarang. Higiene,
3(3), 152–160.
Kusumawardani, R., T. A. Zaharah dan L. Destiarti. 2018. "Adsorpsi Kadmium(II)
Menggunakan Adsorben Selulosa Ampas Tebu Teraktivasi Asam Nitrat".
Jurnal Kimia Khatulistiwa. Vol. 7(3): 75–83.
Larasati, I. A., B. D. Argo dan L. C. Hawa. 2019. "Proses Delignifikasi Kandungan
Lignoselulosa Serbuk Bambu Betung dengan Variasi NaOH dan Tekanan".
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. Vol. 7(3): 235–244.
Lempang, M. 2012. "Pohon Aren dan Manfaat Produksinya". Info Teknis EBONI.
Vol. 9(1): 37–54.
Lestari, R. S. D. dan D. K. Sari. 2016. "Pengaruh Konsentrasi H2O2 Terhadap
Tingkat Kecerahan Pulp dengan Bahan Baku Eceng Gondok Melalui Proses
Organosolv". Jurnal Integrasi Proses. Vol. 6(1): 45–49.
Mahdy, A., L. Mendez, M Ballesteros dan C. Gonzales. 2014. "Autohydrolysis and
alkaline pretreatment effect on Chlorella vulgaris and Scenedesmus sp .
methane production". Energy. Vol. 78: 1–5.
Martina, D., R. Hastuti dan D. S. Widodo. 2016. "Peran Adsorben Selulosa Tongkol
Jagung (Zea mays) dengan Polivinil Alkohol (PVA) untuk Penyerapan Ion
Logam Timbal (Pb2+)". Jurnal Kimia Sains Dan Aplikasi. Vol. 19(3): 77–82.
Mayangsari, N. E., M. Apriani, M. dan E. D. Veptiyan. 2019. "Pemanfaatan Daun
Nanas (Ananas cosmosus) sebagai Adsorben Logam Berat". Journal of
Research and Technology. Vol. 5(2): 129–138.
44

Modenbach, A. A. dan S. E. Nokes. 2014. "Effects of Sodium Hydroxide


Pretreatment on Structural Components of Biomass". Transactions of the
ASABE. Vol. 57(4): 1187–1198.
Mohadi, R., N. Hidayati dan A. Lesbani. 2014. "Adsorption Desorption of
Chromium (III) Ion on Cellulose from Wood Powder". International Journal of
Science and Engineering. Vol. 7(1): 77–80.
Mohadi, R., N. Hidayati, A. Saputra dan A. Lesbani, A. 2013. "Kajian interaksi Ion
Co2+ dengan Selulosa dari Serbuk Gergaji Kayu". Cakra Kimia. Vol. 1(2): 8–
15.
Mohadi, R., A. Saputra, N. Hidayati dan A. Lesbani. 2014. "Studi Interaksi Ion
Logam Mn2+ Dengan Selulosa Dari Serbuk Kayu". Jurnal Kimia. Vol. 8(1): 1–
8.
Mulyadi, I. (2019). Isolasi Dan Karakterisasi Selulosa : Review. Jurnal Saintika
Unpam : Jurnal Sains Dan Matematika Unpam, 1(2), 177–182.
https://doi.org/10.32493/jsmu.v1i2.2381
Muna, A. N. S. 2011. Kinetika Adsorpsi Karbon Aktif Dari Batang Pisang Sebagai
Adsorben. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Muslim, A., P. N. Alam, Abubakar, Saifullah, F. M. Djuned, B. R. Ardiani, F.
Rahmatika dan T. Hadibarata. 2020. "Adsorption of Cu(II) by Biosorbents
from Arenga pinnata Merr Fruit Shell Waste Modified using Ultrasound".
Journal of Materals and Environmental Science. Vol. 11(8): 1209–1220.
Nafi’ah, R. dan S. Primadevi. 2020. "Sintesis Membran Selulosa Termodifikasi
Na2EDTA Dari Bagase Tebu untuk Adsorpsi Logam Pb". Jurnal Keperawatan
Dan Kesehatan Masyarakat. Vol. 9(3): 272–281.
Nasruddin, M., C. M. Rosnelly dan F. Mulana. 2017. "Adsorpsi Ion Logam Cr (VI)
dengan Menggunakan Karbon Aktif dari Tempurung Kemiri (Aleurites
moluccana)". Jurnal Ilmu Kebencanaan.Vol. 4(4): 117–125.
Ngatin, A. dan E. W. S. Mulyono. 2013. "Ekstraksi Zat Warna dari Kulit Manggis
dan Pemanfaatannya untuk Pewarna Logam Aluminium Hasil Anosidasi".
Industrial Research Workshop and National Seminar, Bandung: 2013.268–
272.
Nikmatin, S., Y. A. Purwanto, T. Mandang, A. Maddu dan S. Purwanto. 2020.
"Karakterisasi Selulosa Kulit Rotan Sebagai Material Pengganti Fiber Glass
Pada Komposit". Jurnal Agrotek. Vol. 5(1): 40–47.
Ningsih, D. A., I. Said, I dan P. Ningsih. 2016. "Adsorpsi Logam Timbal ( Pb ) Dari
Larutannya Dengan Menggunakan Adsorben Dari Tongkol Jagung". Jurnal
Akademia Kimia. Vo. 5(2): 55–60.
Nugraha, A. B., A. Nuruddin dan B. Sunendar. 2021. "Isolasi Nanoselulosa
Terkarboksilasi dari Limbah Kulit Pisang Ambon Lumut dengan Metode
Oksidasi". Journal of Science and Applicative Technology. Vol. 5(1): 236–244.
Nugraheni, H. M., T. A Mulyati dan L. Badriyah. 2018. Pemanfaatan Limbah Kulit
Buah Durian Mentega Sebagai Carboxymethyl Cellulose (CMC). Prosiding
Seminar Nasional Sains, Teknologi dan Analisis, Kediri:2018. 115–122.
Nurafriyanti, N. S. Prihatini dan I. Syauqiah. 2017. "Pengaruh Variasi pH dan
Berat Adsorben dalam Pengurangan Konsentrasi Cr Total pada Limbah
Artifisial Menggunakan Adsorben Ampas Daun The". Jukung Jurnal Teknik
Lingkungan.Vol. 3(1), 56–65.
45

Nurhasni, Hendrawati dan N. Saniyyah. 2010. "Penyerapan Ion Logam Cd Dan Cr


Dalam Air Limbah Menggunakan Sekam Padi". Progam Studi Kimia FST UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta: 2010. 310–319.
Rahmawati, R. dan N. Handayani. 2013. "Fabrikasi Ferrogel Berbahan Dasar
Nanopartikel Magnetit (Fe3O4) Dari Hasil Sintesis Pasir Besi Pantai Utara
Jawa Dan Sifat Magneto-Elastisitasnya". Jurnal Neutrino. Vol. 5(2): 95–104.
Rahmayani, I., T. A. Zaharah dan A. H. Alimuddin. 2020. "Karakterisasi Adsorben
Komposit Selulosa - Limbah Karet Alam Untuk Penurunan Kadar COD dan
Minyak Lemak LCPKS". Jurnal Kimia Khatulistiwa. Vol. 8(3): 16–22.
Ridho, M. dan E. K. Sijabat. 2019. "Perbandingan Penggunaan Natrium
Perkarbonat, Hidrogen Peroksida, Hipoklorit, dan Xilanase terhadap Sifat
Optik Deinked Pulp". Jurnal Selulosa. Vol. 9(2): 97–106.
Safrianti, I., N. Wahyuni dan T. A. Zaharah. 2012. "Adsorpsi Timbal (II) oleh
Selulosa Limbah Jerami Padi Teraktivasi Asam Nitrat: Pengaruh pH dan
Waktu Kontak". Jurnal Kajian Komunikasi. Vol. 15(1): 1–7.
Sanyang, M. L., S.M. Sapuan, M. Jawaid, M. R. Ishak dan J. Sahari. 2016. "Recent
Developments in Sugar Palm (Arenga pinnata) Based Biocomposites and
Their Potential Industrial Applications: A review". Renewable and Sustainable
Energy Reviews. Vol. 54: 533–549.
Sari, P. D., W. A. Puri dan D. Hanum. 2018. "Delignifikasi Bonggol Jagung dengan
Metode Microwave Alkali". Jurnal Agrika. Vol. 12(2): 164–172.
Satria, R. M., S. Hamdiani dan M. Ulfa. 2013. "Potensi Selulosa Bakterial dan
Selulosa Asetat Limbah Cair Tahu Sebagai Adsorben Ion Logam Cu(II) dan
Cr(VI)". Program Studi Kimia FMIPA Universitas Mataram, Nusa Tenggara
Barat: 2013. 1–10.
Septevani, A. A., D. Burhani dan Sudiyarmanto. 2018. "Pengaruh Proses
Pemutihan Multi Tahap Serat Selulosa dari Limbah Tandan Kosong Kelapa
Sawit. Jurnal Kimia Dan Kemasan. Vol. 40(2): 71–78.
Suhartini, M., D. Darwis, G. T. Rekso dan A. Suliwarno. 2017. "Prototipe Produk
Polimer Iradiasi". Laporan Teknis. Vol. 02: 1–4.
Sun, Y. dan J. Cheng. 2002. "Hydrolysis of Lignocellulosic Materials for Ethanol
Production: A review". Bioresource Technology. Vol. 83(1): 1–11.
Sundari, M. T. dan A. Ramesh. 2012. "Isolation and characterization of cellulose
nanofibers from the aquatic weed water hyacinth - Eichhornia crassipes".
Carbohydrate Polymers. Vol. 87(2): 1701–1705.
Supriyadi, Maturi, P. A. Mahardika dan P. D. J. Susilo. 2014. "Pembuatan Briket
Berbahan Limbah Kulit Kolang-Kaling di Desa Jatirejo Gungpati Semarang".
Jurnal Rekayasa. Vol. 12(1): 25–31.
Tajalla, G. U. N., S. Humaira, A. W. Y. P. Parmita dan A. 2019. "Pembuatan dan
Karakterisasi Selulosa dari Limbah Serbuk Meranti Kuning (Shorea
macrobalanos)". Jurnal Sains Terapan. Vol. 5(1): 142–147.
Trisanti, P. N., dan S. Setiawan H.P.,E. Nura’ini dan Sumarno. 2018. "Gergaji
Kayu Sengon Melalui Proses Delignifikasi Alkali Ultrasonik". Sains Materi
Indonesia. Vol. 19(3): 113–119.
Utama, S., H. Kristianto dan A. Andreas. 2016. "Adsorpsi Ion Logam Kromium
(Cr(VI)) Menggunakan Karbon Aktif dari Bahan Baku Kulit Salak". Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”, Yogyakarta: 17 Maret 2016: 1-
6.
46

Verdiana, M., I. W. R. Widarta dan I. D. G.M. Permana. 2018. "Pengaruh Jenis


Pelarut pada Ekstraksi Menggunakan Gelombang Ultrasonik terhadap
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Lemon (Citrus limon (Linn.) Burm
F.)". Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pangan (ITEPA). Vol. 7(4): 213–222.
Wardani, G. A. dan W. T. Wulandari. 2018. "Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang
Kepok (Musa acuminate) sebagai Biosorben Ion Timbal(II)". Jurnal Kimia
VALENSI. Vol. 4(2): 143–148.
Wulandari, W. T. dan R. Dewi. 2018. "Selulosa Dari Ampas Tebu Sebagai
Adsorben Pada Minyak Bekas Penggorengan". Kovalen. Vol. 4(3): 332–339.
Yannasandy, D., Hasyim, U. H., & Fitriyano, G. (2017). Pengaruh Waktu
Delignifikasi Terhadap Pembentukan Alfa Selulosa Dan Identifikasi Selulosa
Asetat Hasil Asetilasi Dari Limbah Kulit Pisang Kepok. Prosiding Semnastek,
Jakarta(1-2 November 2017), 1–9.
Yuanita, L. 2006. "The Effect of Pectic Substances, Hemicellulose, Lignin and
Cellulose Content To the Percentage of Bound Iron By Dietary Fiber
Macromolecules: Acidity and Length Boiling Time Variation". Indonesian
Journal of Chemistry. Vol. 6(3): 332–337.
Yuris, C. Cahyani dan Atikah. 2014. "Potensi Lignin Untuk Penanganan Logam
Berat Cr(VI)". Jurnal Kimia Kemasan. Vol. 36(1): 163–172.
Yusuf, B., Alimuddin, C. Saleh dan D. R. Rahayu. 2014. "Pembuatan Selulosa
Dari Kulit Singkong Termodifikasi 2-merkaptobenzotiazol Untuk
Pengendalian Pencemaran Logam Kadmium (II). Jurnal Sains Dasar. Vol.
3(2): 169–173.
Zein, R., D. A. Hidayat, M. Elfia dan N. Nazarudin. 2014. "Sugar Palm Arenga
pinnata Merr ( Magnoliophyta ) Pruit Shell as Biomaterial to Remove Cr(III),
Cr(VI), Cd(II) and Zn(II) from Aqueous Solution". Journal of Water Supply:
Research and Technology. Vol. 63(7): 553–559.
Zhou, Y., H. Stuart-Williams, G. D. Farquhar dan C. H. Hocart. 2010. "The Use of
Natural Abundance Stable Isotopic Ratios to Indicate the Presence of Oxygen-
Containing Chemical Linkages Between Cellulose and Lignin in Plant Cell
Walls". Phytochemistry. Vol. 71(8–9): 982–993.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Rangkaian Penelitian


Preparasi Kulit Buah→
Aren (Arenga pinnata)

Karakterisasi Ekstrak Selulosa

Ekstraksi Selulosa dari Kulit Buah Aren (Arenga pinnata)

Adsorpsi logam Cr(VI) menggunakan Ekstrak Selulosa

Karakterisasi Ekstrak Selulosa Teradsorpsi Ion Logam Cr (VI)

Lampiran 2. Bagan Alir


Preparasi Kulit Buah Aren (Arenga pinnata)
Kulit Buah Aren
Dibersihkan dari kotoran
Dijemur dibawah sinar matahari selama 1-2 hari
Dipotong dengan ukuran kecil-kecil
Dioven pada suhu 100°C selama 24 jam
Dihaluskan menggunakan grinder sehingga diperoleh serbuk
Diayak serbuk kulit buah aren menggunakan saringan ukuran
120 mesh

Serbuk Kulit Buah Aren

Tahap Dewaxing
Serbuk Kulit Buah Aren
Ditambahkan dengan 180 mL etanol-toluena (1:2)
Disokhlet pada suhu 85°C selama 6 jam
Disaring

Filtrat Endapan
Dikeringkan menggunakan oven pada suhu
60° selama 4 jam
Ditimbang
Serbuk Kulit Buah
Aren Bebas Pengotor

47
48

Tahap Delignifikasi
Serbuk Kulit Buah
Aren Bebas Pengotor

Ditambahkan larutan NaOH 4% dengan perbandingan 1:10


Dipanaskan dengan suhu 85°C selama 2 jam
Didiamkan selama 24 jam
Disaring

Filtrat Endapan
Dicuci dengan akuades sampai pH
netral
Dikeringkan dengan oven pada
suhu 60°C
Ditimbang
Serbuk Kulit Buah Aren
Bebas Lignin dan
Hemiselulosa
Tahap Bleaching

Serbuk Kulit Buah Aren


Bebas Lignin dan
Hemiselulosa

Ditambahkan larutan H2O2 10% dengan perbandingan


1:10
Diatur pH larutan menjadi pH 11 menggunakan NaOH
1,5%
Dipanaskan dengan suhu 60°C selama 2 jam
Disaring

Filtrat Endapan
Dicuci dengan akuades sampai pH
netral
Dikeringkan dengan oven pada
suhu 40°C
Ditimbang
Ekstrak Selulosa
Kulit Buah Aren
49

Pembuatan larutan induk K2Cr2O7

Sebanyak 5,65 gr K2Cr2O7

Dilarutkan dengan beberapa tetes aquades


Dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL
Ditambah aquades hingga tanda batas
Dilakukan pengenceran bertingkat dari konsentrasi
1000 ppm menjadi 100 ppm menjadi 10 ppm
Digunakan sebagai variasi pH, konsentrasi dan waktu
kontak

Hasil

Penentuan stabilitas pH Optimum

Sebanyak 10 mL Cr(VI) 20 ppm

Disiapkan dalam beberapa erlenmeyer


Diatur keasamannya menjadi pH 2,3,4,5,6 dan 7 dengan
menggunakan HNO3 dan NaOH
Dimasukkan 0,1 gr adsorben selulosa kulit
buah aren
Diaduk menggunakan shaker selama 15 menit
pada 100 rpm kemudian disaring

Residu Filtrat

Dianalisis menggunakan AAS

Hasil
50

Pengaruh Waktu Kontak


Sebanyak 10 mL Cr(VI) 20 ppm
Disiapkan dalam beberapa Erlenmeyer
Diatur keasaman pH optimum dengan menggunakan HNO3 dan
NaOH
Dimasukkan 0,1 gr adsorben selulosa kulit buah aren ke dalam
masing-masing Erlenmeyer
Diaduk menggunakan shaker dengan variasi waktu kontak 15,
30, 45, 60, 75, 90, 120, dan 150 menit
Disaring

Residu Filtrat
Dianalisis menggunakan AAS

Hasil
Penentuan Konsentrasi Optimum
Sebanyak 10 mL Cr(VI)
Disiapkan dalam beberapa erlenmeyer
Dimasukkan 0,1 gr adsorben selulosa kulit buah ke dalam
masing-masing erlenmeyer yang berisi larutan 10 mL
sesuai pH optimum
Diatur konsentrasi 10, 25, 50, 75, 100, 125, dan 150
mg/L
Diaduk menggunakan shaker selama waktu kontak
optimum pada kecepatan 100 rpm
Disaring

Residu Filtrat
Dianalisis menggunakan AAS

Hasil
51

Lampiran 3. Perhitungan
A. Tahap Delignifikasi
 Perhitungan NaOH 4%
ρ ×10 × %
M=
Mr
2,13 gr/cm × 10 × 4%
M=
40 gr/mol
M=2,13
Jadi, molar NaOH 4% yaitu 2,13 M.

 Perhitungan Pembuatan NaOH 4%


NaOH 4% = 4 gram NaOH dalam 100 mL air. Maka, untuk membuat NaOH 4%
dalam 500 mL air dibutuhkan sebanyak 20 gram NaOH.

B. Tahap Bleaching (Pemutihan)


 Perhitungan H2O2 10%
ρ ×10 × %
M=
Mr
1,45 gr/cm ×10 × 10%
M=
34 gr/mol
M=4,26
Jadi, molar H2O2 10% yaitu 4,26 M.

 Perhitungan H2O2 50%


ρ ×10 × %
M=
Mr
1,45 gr/cm × 10 × 50%
M=
34 gr/mol
M=21,32
Jadi, molar H2O2 50% yaitu 21,32 M.

 Perhitungan Pembuatan H2O2 10% dari H2O2 50%


M1 × V1 = M2 × V2
21,32 M × V1 = 4,26 M × 100 mL
V1 = 20 mL

 Perhitungan NaOH 1,5%


ρ ×10 × %
M=
Mr
2,13 gr/cm ×10 × 1,5%
M=
40 gr/mol
M= 0,80
Jadi, molar NaOH 1,5% yaitu 0,80 M.
52

 Perhitungan Pembuatan NaOH 1,5%


NaOH 1,5% = 1,5 gram NaOH dalam 100 mL air. Maka, untuk membuat NaOH
1,5% dalam 100 mL air dibutuhkan sebanyak 1,5 gram NaOH.

C. Pembuatan Larutan Cr(VI) 1000 ppm


Larutan standar Cr(VI) dibuat dari kristal K 2Cr2O7 yang dilarutkan dalam
1000 mL aquadest. Berikut adalah perhitungannya:
Ppm Cr Ar Cr
=
ppm K2Cr2O7 Mr K2Cr2O7
ppm Cr×Mr K2Cr2O7
ppm K2Cr2O7 =
Ar Cr
1000 ppm×294 gr/mol
=
51 gr/mol
= 5653,84 ppm
= 5653,84 mg/L
Massa K2Cr2O7 = Ppm K2Cr2O7 × Volume aquades
mg
= 5653,84 ×1 L
L
= 5653,84 mg
= 5,65 gr
Jadi, banyaknya K2Cr2O7 yang diperlukan untuk membuat Cr(VI) 1000
ppm sebanyak 1000 mL adalah 5,65 gr. Sedangkan untuk membuat larutan kerja
Cr(VI) dilakukan pengenceran bertingkat dari 1000 ppm menjadi 100 ppm,
selanjutnya dari 100 ppm dilakukan pengenceran menjadi 20 ppm, 10 ppm, 8
ppm, 6 ppm, 4 ppm dan 2 ppm, kemudian dilakukan pengenceran sebagai
berikut:
 Larutan Cr(VI) 100 ppm
M1 × V1 = M2 × V2
1000 ppm × V1 = 100 ppm × 100 mL
V1 = 10 mL

 Larutan Cr(VI) 20 ppm


M1 × V1 = M2 × V2
100 ppm × V1 = 20 ppm × 100 mL
V1 = 20 mL

 Larutan Cr(VI) 10 ppm


M1 × V1 = M2 × V2
100 ppm × V1 = 10 ppm × 100 mL
V1 = 10 mL
53

 Larutan Cr(VI) 8 ppm


M1 × V1 = M2 × V2
100 ppm × V1 = 8 ppm × 100 mL
V1 = 8 mL

 Larutan Cr(VI) 6 ppm


M1 × V1 = M2 × V2
100 ppm × V1 = 6 ppm × 100 mL
V1 = 6 mL

 Larutan Cr(VI) 4 ppm


M1 × V1 = M2 × V2
100 ppm × V1 = 4 ppm × 100 mL
V1 = 4 mL

 Larutan Cr(VI) 2 ppm


M1 × V1 = M2 × V2
100 ppm × V1 = 2 ppm × 100 mL
V1 = 2 mL
D. Pembuatan larutan NaOH dan HNO3 sebagai pengatur pH
 Pembuatan NaOH 0,1 M
gr 1000
M= ×
Mr V (mL)

gr 1000
0,1= ×
40 gr/mol 100 mL

gr = 0,4

Jadi, untuk membuat NaOH 0,1 M maka diperlukan 0,4 gr NaOH yang
dilarutkan dalam 100 ml akuades.

 Pembuatan HNO3 0,1 M dari HNO3 68%

ρ ×10 × %
M=
Mr

1,51gr/cm × 10× 68%


M=
63,012 gr/mol

M=16,29
Jadi, molar HNO3 68% yaitu 16,29 M. untuk membuat HNO3 0,1 M
yaitu sebagai berikut:

HNO3 0,1 M

M1 × V1 = M2 × V2
54

16,29 M × V1 = 0,1 M × 100 mL

V1 = 0,613 ml
Jadi, untuk membuat HNO3 0,1 M maka diperlukan 0,613 ml untuk
dilarutkan dalam 100 ml akuades.

E. Nilai Efisiensi (%) dan Kapasitas Adsorpsi (mg/g) terhadap Ion Logam
Cr(VI)
1. Penentuan pH Optimum
pH C (awal) C (akhir)Jumlah ion Efisiensi Kapasitas
(ppm) (ppm) Logam Cr(VI) Adsorpsi Adsorpsi
yang Terserap (%) (mg/g)
(ppm)
2 14,0926 5,8444 8,2482 58,82 0,82
3 14,0926 5,6852 8,4074 59,65 0,84
4 14,0926 7,0037 7,0889 50,30 0,70
5 14,0926 7,2111 6,8815 48,83 0,68
6 14,0926 6,4259 7,6667 54,40 0,76
7 14,0926 7,0000 7,0926 50,32 0,70
Co-Ce
Efisiensi adsorpsi (%) = ×100%
Co
Co-Ce
Kapasitas adsorpsi (qe) = ×V
m

Keterangan: Co : Konsentrasi Awal (ppm)


Ce : Konsentrasi Akhir (ppm)
qe : Kapasitas adsorpsi (mg/g)
m : Massa (gr)
V : Volume (mL)

 pH 2
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 5,8444 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 5,8444 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 58,52%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 5,8444 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,82 mg/g
0,1 g

 pH 3
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 5,6852 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 5,6852 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 59,65%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 5,6852 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,84 mg/g
0,1 g
55

 pH 4
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 7,0037 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 7,0037 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 50,30%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 7,0037 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,70 mg/g
0,1 g

 pH 5
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 7,2111 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 7,2111 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 48,83%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 7,2111 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,68 mg/g
0,1 g

 pH 6
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 6,4259 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 6,4259 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 54,40%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 6,4259 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,76 mg/g
0,1 g

 pH 7
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 7,0000 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 7,0000 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 50,32%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 7,0000 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,70 mg/g
0,1 g

2. Penentuan Waktu Kontak Optimum


Waktu C (awal) C (akhir) Jumlah ion Efisiensi Kapasitas
Kontak (ppm) (ppm) Logam Cr(VI) Adsorpsi Adsorpsi
(menit) yang Terserap (%) (mg/g)
(ppm)
15 14,0926 6,5889 7,5037 53,24 0,75
56

30 14,0926 6,2481 7,8445 55,66 0,78


45 14,0926 5,9593 8,1333 57,71 0,81
60 14,0926 5,9000 8,1926 58,13 0,81
75 14,0926 5,8222 8,2704 58,68 0,82
90 14,0926 5,5815 8,5111 60,39 0,85
120 14,0926 5,1778 8,9148 63,25 0,89
150 14,0926 5,2074 8,8852 63,04 0,88
Co-Ce
Efisiensi adsorpsi (%) = ×100%
Co
Co-Ce
Kapasitas adsorpsi (qe) = ×V
m

Keterangan: Co : Konsentrasi Awal (ppm)


Ce : Konsentrasi Akhir (ppm)
qe : Kapasitas adsorpsi (mg/g)
m : Massa (gr)
V : Volume (mL)

 15 Menit
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 6,5889 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 6,5889 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 53,24%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 6,5889 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,75 mg/g
0,1 g

 30 Menit
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 6,2481 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 6,2481 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 55,66%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 6,2481 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,78 mg/g
0,1 g

 45 Menit
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 5,9593 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 5,9593 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 57,71%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 5,9593 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,81 mg/g
0,1 g

 60 Menit
57

Diketahui: Co = 14,0926 ppm


Ce = 5,9000 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 5,9000 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 58,13%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 5,9000 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,81 mg/g
0,1 g

 75 Menit
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 5,8222 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 5,8222 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 58,68%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 5,8222 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,82 mg/g
0,1 g

 90 Menit
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 5,5815 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 5,5815 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 60,39%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 5,5815 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,85 mg/g
0,1 g

 120 Menit
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 5,1778 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 5,1778 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 63,25%
14,0926 ppm
14,0926 ppm - 5,1778 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,89 mg/g
0,1 g

 150 Menit
Diketahui: Co = 14,0926 ppm
Ce = 5,2074 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
14,0926 ppm - 5,2074 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 63,04%
14,0926 ppm
58

14,0926 ppm - 5,2074 ppm


Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,88 mg/g
0,1 g

3. Penentuan Konsentrasi Optimum


Konsentrasi C (awal) C (akhir) Jumlah ion Efisiensi Kapasitas
(ppm) (ppm) (ppm) Logam Cr(VI) Adsorpsi Adsorpsi
yang Terserap (%) (mg/g)
(ppm)
10 13,8704 7,6481 6,2223 44,86 0,62
25 30,3333 6,2589 24,0744 79,36 2,40
50 60,1667 5,4796 54,6871 90,89 5,46
75 88,1111 7,1463 80,9648 91,88 8,09
100 110,9630 10,8519 100,1111 90,22 10,01
125 137,6667 14,1556 123,5111 89,71 12,35
150 166,6667 15,4019 151,5055 90,77 15,15
Co-Ce
Efisiensi adsorpsi (%) = ×100%
Co
Co-Ce
Kapasitas adsorpsi (qe) = ×V
m

Keterangan: Co : Konsentrasi Awal (ppm)


Ce : Konsentrasi Akhir (ppm)
qe : Kapasitas adsorpsi (mg/g)
m : Massa (gr)
V : Volume (mL)

 10 ppm
Diketahui: Co = 13,8704 ppm
Ce = 7,6481 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
13,8704 ppm - 7,6481 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 44,86%
13,8704 ppm
13,8704 ppm - 7,6481 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 0,62 mg/g
0,1 g

 25 ppm
Diketahui: Co = 30,3333 ppm
Ce = 6,2589 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
30,3333 ppm - 6,2589 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 79,36%
30,3333 ppm
30,3333 ppm - 6,2589 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 2,40 mg/g
0,1 g

 50 ppm
Diketahui: Co = 60,1667 ppm
Ce = 5,4796 ppm
59

V = 0,01 L
M = 0,1 gr
60,1667 ppm - 5,4796 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 90,89%
60,1667 ppm
60,1667 ppm - 5,4796 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 5,46 mg/g
0,1 g

 75 ppm
Diketahui: Co = 88,1111 ppm
Ce = 7,1463 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
88,1111 ppm - 7,1463 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 91,88%
14,0926 ppm
88,1111 ppm - 7,1463 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 8,09 mg/g
0,1 g

 100 ppm
Diketahui: Co = 110,9630 ppm
Ce = 10,8519 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
110,9630 ppm - 10,8519 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 90,22%
110,9630 ppm
110,9630 ppm - 10,8519 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 10,01 mg/g
0,1 g

 125 ppm
Diketahui: Co = 137,6667 ppm
Ce = 14,1556 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
137,6667 ppm - 14,1556 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 89,71%
137,6667 ppm
137,6667 ppm - 14,1556 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 12,35 mg/g
0,1 g

 150 ppm
Diketahui: Co = 166,9074 ppm
Ce = 15,4019 ppm
V = 0,01 L
M = 0,1 gr
166,9074 ppm - 15,4019 ppm
Efisiensi Penyerapan (%) = × 100% = 90,77%
166,9074 ppm
166,9074 ppm - 15,4019 ppm
Kapasitas Penyerapan (qe) = × 0,01 L = 15,15 mg/g
0,1 g
60

Lampiran 4. Hasil Karakterisasi


1. Karakterisasi menggunakan FTIR
- Selulosa hasil penelitian

2. Karakterisasi menggunakan SEM-EDX


61

Lampiran 5. Dokumentasi

Buah Aren (Arenga pinnata) Kulit buah Aren kering

Tahapan dewaxing dengan metode Tahapan delignifikasi dengan


sokletasi menggunakan NaOH 4%

Serbuk kulit buah Aren hasil Penggerusan serbuk kulit buah Aren
delignifikasi setelah delignifikasi
62

Tahapan bleaching menggunakan Perbedaan kecerahan serbuk selulosa


H2O2 10% dengan pH 11 sebelum dan sesudah dilakukan tahap
bleaching

Proses adsorpsi ion logam Cr(VI) Larutan ion logam Cr(VI) setelah
dengan adsorben selulosa dilakukan proses adsorpsi menggunakan
menggunakan alat shaker adsorben selulosa

Anda mungkin juga menyukai