SKRIPSI
Ditujukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Teknik
IRFAN BUDIARTA
NIM. 155061101111013
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2019
Lembar ini sengaja dikosongkan
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH LUAS PERMUKAAN ELEKTRODA TERCELUP DAN pH AWAL
TERHADAP PENYISIHAN ZAT WARNA REMAZOL BLACK B
MENGGUNAKAN METODE ELEKTROKOAGULASI
DRAFT SKRIPSI
IRFAN BUDIARTA
NIM. 155061101111013
Menyetujui, Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Kimia
i
Lembar ini sengaja dikosongka
DAFTAR ISI
2.3.2 Biosorpsi......................................................................................................... 10
iv
3.5.6.5 Pengukuran Absorbansi Sampel ........................................................... 35
LAMPIRAN …………………………………………………………………………… 55
v
Lembar ini sengaja dikosongkan
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakterisasi Limbah Tiap Proses Pada Industri Textile ….…………………… 6
Tabel 2.2 Baku mutu limbah cair untuk industri tekstil ….………………………………. 7
Tabel 2.3 Perbandingan Penelitian Terdahulu ….……………………………...………… 21
Tabel 4.1 Hasil Arus Terukur pada Sistem di Tiap Variabel ….…………………………. 39
Tabel 4.2 Hasil Massa Anoda Terlarut aktual dan teoritis pada tiap variabel ……………. 40
Tabel 4.3 Nilai Perubahan pH tiap Interval ….…………………………………………… 43
Tabel 4.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu penyisihan Remazol Black B metode
Elektrokoagulasi ….…………………………………………………………….47
Tabel A.2 Hasil Perhitungan Persen Penyisihan Remazol Black B pada proses
Elektrokoagulasi ….……………………………………………….…………… 56
Tabel A.2 Perbandingan masssa anoda sebelum dan sesudah proses elektrokoagulasi
aktual ….………………………………………………………………………. 57
Tabel A.3 Data Hasil Perhitungan Massa Andoa Terlarut Teoritis ….……………....…… 58
Tabel A.4 Nilai Arus Terukur pada Proses Elektrokoagulasi ….…………………………. 58
Tabel A.5 Nilai Perubahan pH tiap interval ….…………………………………………… 59
Tabel A.6 Massa Endapan Hasil Penyaringan Limbah setelah Proses Elektrokoagulasi
…………………………………………….….………………………….……. 59
vii
Lembar ini sengaja dikosongkan
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
Lembar ini sengaja dikosongkan
x
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN
xi
Lembar ini sengaja dikosongkan
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di indonesia, industri tekstil merupakan salah satu industri yang terus mengalami
perkembangan dari tahun ketahun. Diakhir 2018 industri ini dilaporkan mengalami
peningkatan produksi sebesar 7.52% dari tahun sebelumnya (RIPIN, 2015). Proses produksi
pada industri tekstil memerlukan air dengan volume yang banyak dengan rataan sekitar 200
liter air untuk 1 kg tekstil. Penggunaan air tersebut digunakan pada beberapa proses, yaitu
proses pencucian kain, bleaching, dyeing (pewarnaan), dan finishing produk. Penggunaan
volume air yang besar menyebabkan buangan limbah cair dari industri ini pun juga terbilang
banyak (Bhatia, 2016).
Limbah Industri tekstil yang dibuang kelingkungan perairan, memberikan dampak buruk
bagi lingkungan tersebut, terkait penggunaan zat warna dalam proses produksi yang ikut
terbuang bersama air limbah sisa proses (Widodo, 2009). Selama proses pewarnaan efisiensi
pewarna dengan serat kain berkisar 15 - 40%. Sedangkan lebih dari 60% dari total pewarna
hilang dan dibuang kelingkungan (Ghalwa, 2016).
Salah satu jenis zat warna sintetik yang banyak digunakan pada industri tekstil merupakan
zat warna remazol. Zat warna ini merupakan jenis senyawa azo yang memiliki satu atau lebih
gugus (-N=N-). Pewarnaan dengan pencelupan zat warna remazol ini akan membentuk reaksi
kovalen dengan serat (Bhatia, 2016).
Remazol black B memiliki berat molekul 991,8 g/mol dengan rumus molekul
C26H21N5Na4O19S6. Remazol black B tergolong kedalam zat pewarna reaktif yang memiliki
gugus kromofor azo yang dalam pengaplikasiannya digunakan sebagai pewarna hitam pada
tekstil. Senyawa Remazol black B bisa digunakan untuk berbagai macam jenis kain, yaitu kain
katun, rayon, sutera dan kaos (I, Bisschops, 2013).
Pengolahan air limbah industri tekstil dapat dilakukan secara biologi, fisika, dan kimia.
Proses pengolahan secara biologis pada prinsipnya adalah memanfaatkan mikroorganisme
yang dapat menguraikan zat organik terlarut dalam air menjadi bahan seluler yang baru dan
sumber tenaga bagi mikroorganisme. Sementara pengolahan limbah secara fisika memisahkan
limbah atau bahan pencemar yang berupa bahan-bahan tersuspensi, dengan cara sedimentasi,
adsorpsi dan filtrasi. Prinsip pengelolaan limbah secara adsorpsi memanfaatkan penggunaan
1
2
karbon aktif sebagai media adsorban yang akan mengikat limbah atau pengotor, namun karbon
aktif yang digunakan ini memiliki biaya yang tidak murah. Sementara penyisihan secara
kimiawi memanfaatkan penambahan senyawa kimia untuk mengubah sifat dari partikel yang
akan disisihkan.
Metode elektrokoagulasi merupakan salah satu jenis pengelolaan limbah cair yang dapat
digunakan untuk menyisihkan limbah industi tekstil. Elektrokoagulasi merupakan modifikasi
dari pengolahan secara kimia, dimana proses ini menggabungkan proses elektrokimia dan
koagulasi-flokulasi dengan penambahan arus listrik searah (Sulistya, 2009). Pada proses
elektrokoagulasi terjadi pembentukan agen flokulasi yang terbentuk dari proses
elektrooksidasi sacrificial anode, dimana dari hasil oksidasi tersebut menghasilkan ion-ion
logam yang bereaksi dengan ion OH- dari katoda sehingga menghasilkan senyawa yang dapat
berperan sebagai koagulan dan mampu menyisihkan limbah pengotor. Proses elektrokoagulasi
dapat dipengaruhi oleh arus listrik, waktu proses, konduktifitas larutan, tingkat keasaman (pH)
larutan, ketebalan elektroda, jarak elektroda, dan jenis elektroda.
Dalam penelitian yang dilakukan Mordishahla, dkk (2005) yang melakukan perbandingan
hasil pemisahan proses elektrokoagulasi dengan berbagai jenis susunan dan jenis elektroda
pada sampel limbah Remazol Black B. Dari hasil penilitiannya menunjukan bahwa untuk
susunan single, persentase penyisihan tertinggi didapatkan saat menggunakan Fe (anoda) dan
Al (katoda). Sementara untuk susunan monopalar dan bipolar lainya diperoleh bahwa susunan
secara monopolar series menggunakan sacrficial elektroda Al/Al dan elektoda Fe/Fe
menunjukan persentase penyisihan terbaik. Penelitian tersebut dilakukan dengan kondisi
konsentrasi sampel sebesar 40 mg/l, jarak elektroda 1.5 cm, DC powersupply (0-50 V), pH
6.47, dan diuji dengan alat spektofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 597 nm
Penelitian lain yang dilakukan oleh Baneshi, dkk (2016) dan Daneshvar, dkk (2004)
mengamati lebih jauh tentang pengaruh dari besarnya tegangan dan pH awal dari limbah
remazol Black B terhadap hasil penyisihannya. Dari penelitian didapatkan bahwa maksimum
penyisihan zat warna didapatkan saat pH awal dari sampel berada pada pH 6, dan dikatakan
juga bahwa proses elektrokoagulasi dapat berperan sebagai pH netralizer.
Dari penelitian-penelitian sebelumnya menunjukan bahwa, dalam suatu proses
elektrokoagulasi nilai pH awal dan Elektroda dapat mempengaruhi hasil penyisihan. Nilai pH
awal dalam proses elektrokoagulasi akan menentukan spesi koagulan yang mungkin terbentuk,
3
dimana masing masing spesi koagulan memiliki mekanisme dan kekuatan yang berbeda dalam
proses penyisihan. Sementara ukuran dari elektroda dan jenis elektroda akan menentukan arus
listrik proses yang dihasilkan, yang nantinya akan mempengaruhi banyaknya logam terlarut
selama proses. Logam terlarut tersebut mempengaruhi kuantitas spesi koagulan yang
terbentuk.
Penelitian ini mengamati pengaruh dari pH awal larutan sampel dan luas permukaan
elektroda tercelup dari metode elektrokoagulasi terhadap penyisihan limbah zat warna pada
sampel dengan susunan monopolar single (Fe/Al).
1.4 Tujuan
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh luas permukaan elektroda tercelup
terhadap terhadap penyisihan zat pewarna Remazol Black B.
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH awal sampel terhadap penyisihan
zat pewarna Remazol Black B pada limbah cair industri
4
5
6
I.Bisschops (2003) yang melakukan karakterisasi limbah cair industri tekstil skala
industri besar didapatkan bahwa pada setiap proses desizing, scouring, bleaching, dyeing,
dan printing menghasilkan limbah dengan konsentrasi yang bervariasi, bergantung pada
jenis kain yang di proses. Karakterisasi limbah cair pada industri tekstil ditunjukan pada
tabel 2.1
Tabel 2.1 Karakterisasi Limbah Tiap Proses Pada Industri Textile (Mg / L)
Parameter Fabric Type Scouring Bleaching Dyeing Printing
COD Wool 5000-9000 - 7920 -
Cotton 8000 288 - 13500 1115 - 4585 -
Synthetic - - 620 1515
Not specified - - - 785
BOD5 Wool 2270 – 6000 400 400 – 2000 -
Cotton 100 – 2900 90 – 1700 970 – 1460 -
Synthetic 500 – 2800 - 530 590
Not specified - - - 600 – 1800
Total Solids Wool 28900 – 49300 910 - -
Cotton - 130 - 14400 - -
Synthetic - - - 150 – 250
Not specified - - ≤ 50000 -
TSS Wool 1000 – 26200 900 - -
Cotton 184 – 17400 130 – 25000 120 – 190 -
Synthetic 600 – 3300 - 140 -
TDS Cotton - 4760 - 19500 - -
Not specified - - 55 -
pH Wool 7.6 – 10.4 6 4.6 – 8 -
Cotton 7.2 – 13 6.5 – 13.5 9.2 – 10.1 -
Synthetic 8 – 10 - 11.7 -
Sumber : I.Bisschops, 2003
Konsentrasi Remazol yang terbuang sebagai limbah pada suatu industri tekstil akan
mempengaruhi kadar COD yang dibuang tersebut. Dikarenakan senyawa remazol
merupakan senyawa yang tersusun dari senyawa kimia organik berupa senyawa amina dan
senyawa aromatik.
2.1.2 Baku mutu Limbah Cair Industri Tekstil
Limbah cair industri tekstil yang dibuang pada umumnya memiliki nila pH basa
serta memiliki kadar organik yang tinggi dari sisa proses pewarnaan tekstil. Umumnya zat
warna memiliki ketahanan kimia yang tinggi untuk menahan kerusakan akibat oksidatif
dari sinar matahari (Sartika, 2010). Industri tekstil menghasilkan limbah cair dengan warna
yang pekat, bau yang menyengat, serta kandungan organik yang tinggi. Parameter tersebut
7
menyebabkan limbah cair industri tekstil memiliki nilai kandungan COD yang tinggi
(Sartika, 2010).
Chemical Oxygen Demand (COD) dapat diartikan sebagai kebutuhan oksigen yang
digunakan untuk mengoksidasi senyawa terlarut dan zat organik didalam air. Nilai
kandungan COD diartikan sebagai parameter pencemaran dalam perairan secara kimia.
Limbah cair dengan kandungan zat warna umumnya susah untuk terdegradasi sehingga
diperlukan jumlah oksigen yang cukup besar pula untuk mengoksidasi limbah zat warna
(Suyata, 2012). Baku mutu air limbah untuk industri tekstil diatur berdasarkan pada
Peraturan Menteri Lingkungan hidup yang ditunjukan pada tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Baku mutu limbah cair untuk industri tekstil
Kadar maksimum Beban pencemaran maks
Parameter
(mg / L) (kg / ton)
BOD5 85 12.75
COD 250 37.5
TSS 60 9,0
Fenol total 1.0 0.15
Krom total (Cr) 2.0 0.30
Minyak dan lemak 5.0 0.75
pH 6.0 – 9.0
Debit limbah maksimum 150 m3 per ton produk tekstil
Sumber : Kemenperin, 1995
Dalam Peraturan baku mutu limbah cair industri tekstil dari Kementerian
Perindustrian, terdapat beberapa parameter limbah yang ditentukan nilai kadar maksimum
dan beban pencemaran maksimumnya. Salah satunya ialah kadar COD (Chemical Oxygen
Demand) yaitu sebesar 250 mg/L dengan pencemaran makismum sebesar 37.5 kg/ton.
pewarna lain, sehingga pada proses pewarnaan, senyawa pewarna yang terbuang juga
banyak (M.Clark. 2011).
Untuk skala industri rumahan, Remazol Black B juga sering digunakan sebagai
bahan dasar pemberi warna hitam, contohnya pewarnaan pada industri batik. Pada industri
batik, pewarnaan dengan pemberian zat warna Remazol Black B dapat dilakukan dengan
metode printing, celup maupun colet (Sartika, 2010).
dan oksidasi kimia. Teteapi pengelolaan limbah secara kimia dinilai tidak terlalu
efektif, karena penambahan senyawa kimia baru kedalam limbah justru
menghasilkan limbah baru yang memerlukan treatment lanjutan kembali.
2.3.1 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan proses yang berfungsi untuk mengikat dan menyisihkan
komponen tertentu yang terdapat di dalam suatu larutan dengan menggunakan adsorben.
Prinsip adsorpsi ini terjadi akibat adanya gaya tarik Van der Waals. Jika gaya tarik molekul
antara zat terlarut dan adsorben lebih besar daripada zat terlarut dan pelarut, maka zat
terlarut akan teradsorpsi pada permukaan adsorben (Comninelis dan Chen,2010)
2.3.2 Biosorpsi
Biosorpsi didefinisikan sebagai penyisihan senyawa dan partikulat logam, metalloid
dari larutan oleh materi biologi. Biosorpsi melibatkan suatu kombinasi mekanisme
transport aktif dan pasif Dimulai dengan difusi dari komponen adsorbat kepada
permukaan dari sel mikroorganisme. Sekali komponen telah didifusi pada permukaan sel
maka akan berikatan dengan bagian permukaan sel yang memperlihatkan affinitas terhadap
bahan kimia tersebut (Comninelis dan Chen,2010)
2.3.3 Koagulasi dan Flokulasi
Koagulasi adalah proses yang menggunakan bahan kimia yang bertujuan untuk
mendestabilisasi partikel yang stabil sehingga partikel akan saling tolak menolak dan
menyebabkan partikel akan mengikat bersama-sama. Proses koagulasi ini biasanya
berhubungan langsung dengan proses flokulasi (Comninelis dan Chen,2010). Mekanisme
terjadinya koagulasi diawali dengan destabilisasi koloid dilakukan dengan cara
penambahan ion yang berlawanan bersamaan dengan proses koagulasi secara keseluruhan.
4 tahapan yang terjadi pada proses koagulasi antara lain (Comninelis dan Chen,2010):
1. Kompresi pada lapisan ganda terjadi ketika konsentrasi ion yang berlawanan dalam
medium pendispersi lebih kecil sehingga ketebalan lapisan ganda makin menebal.
2. Netralisasi muatan biasanya dilakukan dengan menambahkan ion yang berlawanan.
3. Partikel terperangkap dalam pengendapan ketika dosis koagulan yang tinggi, garam
logam akan membentuk endapan yang tidak larut dan tidak berbentuk.
4. Jembatan antar partikel terjadi ketika polimer membentuk jalinan yang berhubungan.
11
2.4 Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi merupakan salah satu aplikasi dari sel elektrokimia (Lawrence,
2005). Komponen pada sel elektrolisis yaitu terdiri dari dua jenis elektroda, katoda dan
anoda, serta larutan elektrolit sebagai medium untuk pertukaran ion (Hanum, 2015). Pada
elektrokoagulasi, sel elektrokimia yang dihasilkan tidak spontan sehingga diperlukan
adanya arus listrik dari sistem. Persamaan reaksi reduksi oksidasi dapat dihitung
menggunakan persamaan Nersnt. (Comninelis dan Chen,2010)
Prinsip kerja nya ialah Fe / Al digunakan sebagai anoda menghasilkan ion logam
yang segera terhidrolisis menjadi besi polimer atau aluminium hidroksida. Hidroksida
polimerik ini merupakan agen koagulasi yang sangat baik. Anoda logam (sacrified anode)
digunakan untuk terus menghasilkan polimer hidroksida di sekitar anoda. Koagulasi terjadi
ketika kation logam ini bergabung dengan partikel negatif yang dibawa ke arah anoda oleh
gerakan elektroforetik (Comninelis dan Chen,2010).
Kontaminan yang berada dalam aliran air limbah bereaksi secara kimia,
pengendapan maupun oleh keterikatan fisik dan kimia terhadap material koloid yang
dihasilkan oleh erosi elektroda. Kontaminan-kontaminan yang sudah berikatan tersebut
kemudian dihilangkan oleh electroflotation, sedimentasi, dan filtrasi. Dalam proses
koagulasi konvensional, bahan kimia koagulasi ditambahkan. Sebaliknya, agen koagulasi
pada elektrokoagulasi, dihasilkan selama proses elektrokoagulasi akibat dari reaksi yang
terjadi (Comninelis dan Chen,2010).
Berikut adalah reaksi fisika kimia yang terjadi di sel elektrokoagulasi (Comninelis dan
Chen, 2010):
Reaktor elektrokoagulasi sederhana terdiri dari satu anoda dan satu katoda. Ketika
tegangan listrik dialirkan dari sumber arus listrik, material anoda akan teroksidasi,
sedangkan katoda akan terjadi proses reduksi dimana elemen logam akan terdesposisi.
Reaksi elektrokimia dengan logam M sebagai anoda dapat diringkas sebagai berikut
(Comninelis dan Chen,2010):
Pada anoda:
M(s) M(aq)n+ + n e- (2.1)
2H2O(l) 4H+(aq) + O2(g) + 4e- (2.2)
Pada katoda:
M(aq)n+ + n e- M(s) (2.3)
2H2O(l) + 2e- 2H2(g) + 2OH- (2.4)
Jika elektroda besi atau aluminium digunakan, ion Fe3+ atau Al3+ yang dihasilkan
akan segera mengalami reaksi spontan lebih lanjut untuk menghasilkan hidroksida dan /
atau polihidroksida yang sesuai. Senyawa-senyawa ini memiliki afinitas yang kuat untuk
partikel terdispersi serta ion berlawanan untuk menyebabkan koagulasi. Gas yang
berkembang pada elektroda akan mengenai dan menyebabkan flotasi pada material yang
telah terkoagulasi (Ge, J,. dkk, 2004).
13
Mekanisme 1
Anoda:
4Fe (s) 4Fe2+(aq) + 8e- (2.5)
Katoda:
Overall:
Mekanisme 2
Anoda:
Katoda:
Overall:
Ada dua mekanisme yang terjadi pada penghilangan zat pewarna (1) Prespitasi dan
(2) adsorpsi. Pada pH rendah,mekanisme presipitasi dominan terjadi, namun pada pH> 6,
adsorpsi adalah mekanisme utama (Comninelis dan Chen,2010):
Presipitasi :
Adsorpsi :
Amorf Al(OH)3(S) “Sweep floc” yang baru terbentuk memiliki area permukaan
besar yang bermanfaat untuk adsorpsi cepat senyawa organik terlarut dan menjebak
partikel koloid. Akhirnya, flok ini dihilangkan dengan mudah dari larutan dengan
sedimentasi atau flotasi.
Besi dan aluminium digunakan sebagai bahan elektroda korban dalam pengolahan
limbah tekstil oleh EC. Dalam medium asam, pada aluminium COD dan efisiensi
penyisihan kekeruhan lebih tinggi daripada besi, sedangkan pada kondisi pH netral dan
basa lemah, besi lebih efisien.
Konduktivitas tinggi mendukung kinerja proses yang tinggi dan biaya operasi yang
rendah. Untuk kekeruhan dan efisiensi penyisihan COD yang sama, besi memerlukan
kerapatan arus yang lebih rendah dari aluminium. Waktu operasi dan kepadatan arus
menunjukkan efek yang sama pada kinerja proses dan biaya operasi. Konsumsi energi
lebih rendah dengan besi, sedangkan konsumsi elektroda umumnya lebih rendah dengan
aluminium. Jika potensial anoda cukup tinggi, reaksi sekunder dapat terjadi, termasuk
oksidasi langsung dari senyawa organik dan ion Cl yang ada dalam air limbah.
2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Elektrokoagulasi
2.4.2.1 Densitas Arus
Kerapatan arus operasi sangat penting dalam elektrokoagulasi karena ini
adalah satu-satunya parameter operasional yang dapat dikontrol secara langsung.
Dalam sistem ini, jarak elektroda tetap dan arus adalah suplai kontinyu. Kepadatan
arus ini secara langsung menentukan baik dosis koagulan dan tingkat generasi
15
gelembung dan sangat mempengaruhi baik pencampuran larutan dan transfer massa
pada elektroda. (Comninelis dan Chen, 2010)
2.4.2.4 pH Larutan
Gambar 2.3 Skema Konfigurasi Elektroda yang terdiri dari (a) monopolar-pararel,
(b) monopolar-seri, dan (c) bipolar-seri
Pada konfigurasi monopolar-pararel, setiap anoda dan katoda tersambung
secara pararel dengan sumber listrik atau power supply, arus yang diberikan akan
terbagi kepada semua anoda tergantung oleh resistansi masing-masing sel
elektroda, sehingga pada konfigurasi ini dikondisikan pada perbedaan potensial
yang rendah. Pada konfigurasi monopolar-seri, pada sacrificial anode yang terletak
diantara elektroda terluar tidak disambung pada power supply, namun disambung
pada sacrificial anode lainnya sehingga jumlah tegangan yang diberikan oleh
power supply pada elektroda terluar makin bertambah, sehingga pada konfigurasi
ini
dikondisikan pada perbedaan potensial yang tinggi. Sedangkan pada
konfigurasi bipolar-seri memiliki konfigurasi yang sama dengan monopolar-seri,
namun pada sacrificial anode-nya tidak tersambung (Khandengar dan Saroha,
2013).
Menurut Kobya, dkk (2003) elektroda pada konfigurasi monopolar
membutuhkan kontak listrik eksternal dengan power supply agar permukaan aktif
elektrodanya menghasilkan polaritas sama (tegangan yang dipakai dihubungkan
pada tiap anoda dan katoda yang menghasilkan sejumlah elektron pada reaksi
17
b) Air limbah yang diolah oleh proses elektrokoagulasi memberikan air yang jernih,
tidak berwarna dan tidak berbau.
c) Lumpur yang dibentuk oleh elektrokoagulasi cenderung mudah diuraikan dan
mudah untuk dihilangkan kadar airnya, karena terdiri dari oksida logam /
hidroksida
d) Flok yang dibentuk oleh elektrokoagulasi mirip dengan flok kimia, kecuali bahwa
elektrokoagulasi flok cenderung jauh lebih besar, mengandung lebih sedikit air
terikat, tahan asam dan lebih stabil, dan karena itu, dapat dipisahkan lebih cepat
dengan penyaringan.
e) Proses elektrokoagulasi menghasilkan efluen dengan kandungan total terlarut total
(TDS) yang lebih sedikit dibandingkan dengan perawatan kimia. Jika air ini
digunakan kembali, tingkat TDS yang rendah berkontribusi pada biaya pemulihan
air yang lebih rendah.
f) Proses elektrokoagulasi memiliki keuntungan menghilangkan partikel koloid
terkecil, karena medan listrik yang digunakan membuat mereka bergerak lebih
cepat, sehingga memudahkan koagulasi.
g) Proses elektrokoagulasi menghindari penggunaan bahan kimia, sehingga tidak ada
masalah menetralkan kelebihan bahan kimia dan tidak ada kemungkinan polusi
sekunder yang disebabkan oleh zat kimia yang ditambahkan pada konsentrasi tinggi
seperti ketika koagulasi kimia air limbah digunakan.
h) Gelembung-gelembung gas yang dihasilkan selama elektrolisis dapat membawa
polutan ke bagian atas larutan di mana ia dapat lebih mudah terkonsentrasi,
dikumpulkan dan dihilangkan.
i) Proses elektrolitik dalam sel elektrokoagulasi dikontrol secara elektrik tanpa bagian
yang bergerak, sehingga membutuhkan perawatan yang lebih sedikit.
j) Teknik elektrokoagulasi dapat dengan mudah digunakan di daerah pedesaan di
mana listrik tidak tersedia, karena panel surya yang menempel pada unit mungkin
cukup untuk melaksanakan proses tersebut.
a) Sacrificial anode' dilarutkan menjadi aliran air limbah sebagai akibat dari oksidasi,
dan perlu diganti secara teratur.
b) Penggunaan listrik mungkin mahal di banyak tempat.
19
c) Film oksida yang kedap air dapat terbentuk pada katoda yang menyebabkan
hilangnya efisiensi unit elektrokoagulasi.
d) Konduktivitas tinggi dari suspensi air limbah diperlukan.
Hidroksida gelatin mungkin cenderung melarutkan dalam beberapa kasus.
A = є b C ................................ (2-2)
Keterangan:
A: absorbansi
b: tebal kuvet (cm)
Є: absorptivitas molar (M-1cm-1)
C: konsentrasi larutan (M)
Dalam menjabarkan hukum Lambert-Beer perlu diperhatikan bahwa radiasi yang
masuk dalam kuvet adalah monokromatik, spesies penyerap berkelakuan tak tergantung
satu terhadap lainny dalam proses penyerapan, penyerapan terjadi dalam volume yang
mempunyai luas penampang yang sama, tenaga radiasi cepat (tidak terjadi fluoresensi),
serta indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi (tidak berlaku pada konsentrasi yang
tinggi) (Rubiyanto, 2017)
2.6 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.3 Perbandingan penelitian Terdahulu
Referensi Penelitian Kondisi Operasi Pengaturan Jenis Limbah Hasil Penelitian
Elektroda yang yang
digunakan Dihilangkan
N. Mordishahla, M.A. Behnajady, S. Menginvestigasi A = 25 cm2, pH = MP-S Larutan Sel elektrokoagulasi dengan
Kooshaiian. 2006. Investigation of pengaruh dari 5,78, t = 5 min, MP-P Pewarna jenis monopolar elektroda
the effect of different electrode pengaturan elektroda elektroda Fe-Fe, Fe-Al BP-P Tartazine secara seri lebih efektif
connection on the removal efficiency untuk menghilangkan CD = 120 A/m2, daripada yang lain dengan
of tartazine from aqueous solution by larutan pewarna konsentrasi pewarna effisiensi penyisihan 50-90%
electrocoagulation sebesar 250 ml 40 ppm
Baneshi, M. M., Naraghi, B., Rahdar, Penyisihan limbah Elektroda Fe-Al, BP-P Pewarna Penghilangan Limbah Sintetis
S., Biglari, H., Ahamadabadi, M., warna Remazol Black Susunan BP-S Remazol Black Remazol paling efektif
Narooie, M. R., & Khaksefidi, R. denga pmenganalisa konsentrasi 5000 B didapat pada kondisi pH awa
2016. Article Removal of Remazol pengaruh pH awal dan mg/L, sampel kondisi pH 6
Black B Dye drom AqueousSolution tegangan selama pH = 4 - 9
by Electrocoagulation Equipped with proses t = 80 menit,
Iron and, IIOAB Journal. 7, 529–535. elektrokoagulasi
Sayed Ali. 2017. Removal of Senyawa remazol Elektroda Fe-Fe BP-P Pewarna Penghilangan remazol dengan
Remazol Black B Dye by dengan metode dan Al - Al Remazol Black effisiensi yang tertinggi
Electrocoagulation Process Coupled elektrokoagulasi C=200 – 1200 mg/L B didapatkan oleh elektroda Al
with Bentonite as an Aid Coagulant dengan variasi pH = 2 – 10 – Al pada pH 2 , 30V
and Natural Adsorbent, Iranian konsentasi, pH, dan Tegangan = 15 – 30 V konsentrasi 1000 mg/L
Journal of Health, Safety, & tegangan t = 0 – 60 menit
Environment.(5). 1058 - 1065
Widodo, gunawan. 2012. Penghilangan warna Konsentrasi 50 mg/L MP (single) Pewarna Penggunaan PbO2 sebagai anoda
Elektrodekstruksi zat warna Remazol larutan limbah dengan potensial 5.5 V Remazol Black memerlukan waktu minimal 70
Black B dalam limbah Artifisial metode elektrolisis t = 120 menit B menit untuk dekolorasi 50 mg/ L
dengan Elektoda Timbal Dioksida. menggunakan larutan sampel dengan
penyisihan sebesar 97.40%\
JSM: Semarang elektroda timbal
dioksida
BAB III
METODE PENELITIAN
23
24
3.4.2 Bahan
Bahan yang digunakan untuk proses elektrokoagulasi adalah sebagai berikut :
Pewarna tekstil Remazol Black B
Pelat Aluminium 10 x 4 cm
Pelat Besi 10 x 4 cm
Aquades
Kertas pH Universal
Kertas gosok
Larutan H2SO4
Larutan NaOH
Aseton
3.5 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dibagi menjadi beberapa tahapan yakni pembuatan larutan induk,
larutan sampel, perlakuan awal elektroda, persiapan rangkaian sel elektrokoagulasi, proses
elektrokoagulasi, analisa penurunan konsentrasi, perlakuan akhir elektroda, serta analisis berat
elektroda.
25
Remazol Black B
Penimbangan
Massa = 100 mg
Pelarutan
Aquades
Volume total =1 L
Pengadukan
Pengukuran pH Nilai pH
Larutan induk
100 ppm
Larutan induk dibuat dari bubuk Remazol Black B sebanyak 100 mg yang dilarutkan
dalam 1 L akuades untuk memperoleh konsentrasi larutan induk 100 ppm. Larutan induk akan
digunakan untuk membuat larutan limbah sintetis yang akan menjadi sampel percobaan
elektrokoagulasi serta membuat larutan baku yang digunakan untuk mencari gelombang
maksimum dan membuat kurva kalibrasi dari spektrofotometri UV-Vis.
26
Senyawa
Pengaturan pH
Pengatur pH
(NaOH, H2SO4)
Pengadukan
Pengukuran pH Nilai pH
Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Larutan sampel sebagi limbah sintetis
Catatan : Penambahan senyawa kimia pengatur pH berbeda tergantung variabel pH
limbah yang diinginkan (Penambahan H2SO4 untuk menciptakan limbah
sintetis kondisi asam, penambahan NaOH untuk limbah sintetis kondisi
basa)
Limbah sintetis dibuat menggunakan larutan induk Remazol Black B 100 ppm dengan
penambahan senyawa kimia yang bersifat asam/basa untuk menciptakan limbah sintetis
dengan pH awal 3 (asam), 7 (netral), dan 10 (basa).
27
Elektroda
Penggosokan Plat
Aquades Pencucian
Aseton Perendaman
Aquades Pencucian
Pengeringan
T= 105-110°C, t = 10 menit
V A
+ - 1
2 3
8
6
(a)
Keterangan :
1. Power Supply 5. Larutan sampel (Remazol Black B)
2. Plat Besi (Fe) 6. Digital magnetic stirer
3. Plat Alumunium (Al) 7. kabel
4. Beaker Glass 8. Stirer
30
Pengadukan
200rpm
Pengaturan voltase
V = 25 V
Proses elektrokoagulasi
t = 30 menit
Sampel setelah
elektrokoagulasi
Catatan: Prosedur diulangi untuk larutan limbah dengan pada pH awal 3, dan 10. Serta plat
elektroda yang tercelup seluas 8cm2 dan 16 cm2
Proses koagulasi dilakukan dengan tiga variabel pH awal pewarna yakni 3, 7, dan 10.
Setiap variabel pH awal diambil sebanyak 200 mL larutan sampel dan diletakkan pada sel
elektrokoagulasi dengan kecepatan pengadukan yang sama yakni 200 rpm dan voltase 25 Volt.
Proses elektrokoagulasi dilakukan selama 30 menit dengan variasi luas elektroda yang
tercelup yakni 8cm2 , 12cm2, dan 16 cm2 dimana dilakukan pengambilan sampel setiap 5 menit
sebanyak 5 ml.
Penghomogenan
Pengukuran pH Nilai pH
Larutan baku
100 ppm
32
Larutan Baku
100 ppm
Spektrum panjang
Pengukuran dengan panjang gelombang Vs absorbansi
gelombang800– 200 nm
Larutan Induk
Volume = 0.2 mL
Pengenceran
Aquademin
Volume total = 20 mL
Pengadukan
Pengukuran pH Nilai pH
Larutan Remazol Black B 0 ppm (larutan blanko) dibuat menggunakan pelarut (akuades)
sebanyak 20 mL.
3.5.6.4 Pengukuran Absorbansi Larutan Kerja
Larutan Standar
7 ppm
Catatan: Perlakuan ini diulangi untuk larutan kerja 6; 5; 4; 3; 2 dan 1 ppm serta
larutan blanko.
Elektroda
Perlakuan awal
Penimbangan
Berat elektroda
awal
Proses Elektrokoagulasi
Pembilasan Elektroda
Parameter kondisi operasi yang diukur adalah arus, pH Besar arus diukur dengan
multimeter. Nilai pH diukur dengan pH meter Pengukuran arus, pH dan temperatur dilakukan
setelah proses elektrokoagulasi berakhir.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 4.1 Grafik antara persen penyisihan terhadap waktu proses elektrokoagulasi dengan
variasi elektroda tercelup pada pH (a) 3 (b) 7 (c) 10
38
39
Gambar 4.1 menunjukan bahwa luas permukaan elektroda tercelup memiliki pengaruh
dalam penyisihan konsentrasi pewarna selama elektrokoagulasi. Terlihat pada setiap pH yang
diujikan, semakin besar luas permukaan dari elektroda tercelup memberikan kemampuan
penyisihan yang semakin baik. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor yang saling
berkaitan. Pertama luas elektroda tercelup ini merupakan salah satu parameter yang
mempengaruhi banyaknya reaksi yang akan terjadi selama elektrokoagulasi. Semakin besar
luas permukaan elektroda tercelup, khususnya di anoda akan mengakibatkan elektroda (anoda)
yang mengalami oksidasi akan semakin banyak. Reaksi oksidasi di anoda akan menghasilkan
ion logam bermuatan dan juga elektron (Mollah, 2001). Dimana ion logam terlarut akan
bereaksi dengan OH- hasil reduksi H2O di katoda menjadi spesi-spesi koagulan, sementara
elektron akan mempengaruhi besarnya arus sistem selama elektrokoagulasi. (Young, 2004)
Pada tiap variabel pH, elektroda dengan permukaan tercelup 16 cm2 memberikan
persentasi penyisihan yang paling baik. Pada pH 3 persentase penyisihan yang dihasilkan
dengan luas elektroda tercelup 16 cm2 ialah sebesar 99,91% dimana hasil tersebut merupakan
hasil persentase penyisihan terbesar setelah 30 menit. Dibandingkan dengan pH 7 dan juga pH
10 pada luas area permukaan 16 cm2 yang menghasilkan persentase penyisihan sebesar
99,84% dan 99,33%.
Luas permukaan elektroda yang berkontak dengan limbah (tercelup) menjadi salah satu
faktor yang berpengaruh terhadap arus, dimana luas permukaan elektroda yang tercelup
mempengaruhi banyaknya elektron yang dihasilkan selama reaksi oksidasi di anoda.
Banyaknya elektron ini berbanding lurus dengan nilai arus listrik yang dihasilkan dari sistem.
Hubungan antara arus listrik dan banyaknya elektron ditunjukan pada persamaan berikut.
𝑛.e
I= (4.1)
𝑡
Dimana W merupakan banyaknya massa material elektroda terlarut (gr), i merupakan arus (A),
t adalah waktu (detik), M adalah molar mass dari elektroda, dan n ialah bilangan elektron pada
reaksi oksidasi dan reduksi, sedangkan f adalah konstanta Faraday sebesar 96500 C/mol
(Comninellis dan Chen, 2010).
Dari persamaan tersebut menunjukan bahwa besarnya arus akan berbanding lurus
dengan massa anoda terlarut dalam proses elektrokoagulasi. Adapun perubahan massa anoda
yang tercatat pada penelitian ini untuk masing-masing variabelnya ditunjukan oleh tabel 4.2:
Tabel 4.2 Hasil massa anoda terlarut aktual dan teoritis pada tiap variabel
Nilai teoritis dari massa anoda terlarut pada tabel 4.2 diperoleh dengan menggunakan
persamaan 4.2, dimana nilai arus yang digunakan ialah arus yang terukur selama proses
elektrokoagulasi pada tiap variabel uji. Secara teoritis nilai arus akan berbanding lurus dengan
nilai massa anoda terlarutnya. Hal itu ditunjukan pula pada hasil penelitian di tiap variabel,
dimana saat luas permukaan elektroda tercelup semakin besar, massa anoda yang terlarut juga
semakin besar. Tingkat pH juga berpengaruh dalam proses pelarutan material elektroda. Pada
penelitian ini elektroda (anoda) yang digunakan adalah Fe, dimana anoda Fe akan cenderung
lebih mudah terlarut pada kondisi asam (Dura, 2013). Dimana nantinya dari anoda terlarut
tersebut akan bereaksi membentuk koagulan, yang berperan dalam penyisihan limbah zat
warna.
42
Gambar 4.2 Grafik antara %penyisihan terhadap waktu proses elektrokoagulasi pada Variasi
pH dengan luas permukaan elektroda tercelup (a) 8cm2 (b) 12cm2 (c) 16cm2
konstan. Urutan persentase dari tertinggi ke terendah ialah pada pH 7, pH 3, dan pH 10 serupa
di setiap variasi luas elektroda tercelup.
Diakhir proses elektrokoagulasi (menit ke-30) persentase penyisihan tertinggi pada tiap
variasi luasan elektroda tercelup adalah limbah dengan pH awal 3. Nilai persentase penyisihan
variabel pH awal 3 mengalami peningkatan persentase penyisihan hingga akhir proses
elektrokoagulasi (30 menit). Sementara pada pH 7 pada menit 20 hingga menit ke 30
persentase penyisihan sudah tidak mengalami peningkatan.
Perbedaan dan fenomena tersebut terjadi karena masing-masing nilai pH mempunyai
mekanisme reaksi yang berbeda-beda. Dimana mekanisme reaksi ini dipengaruhi oleh
perubahan pH tiap waktu, sehingga memberi pengaruh terhadap pembentukan spesi koagulan
selama elektrokoagulasi. Perubahan pH tiap waktu ditunjukan pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Nilai Perubahan pH tiap interval
Tabel 4.3 menunjukan bahwa tiap variabel awal pH memiliki rentang pH proses yang
berbeda, dengan nilai persentase penyisihan yang berbeda juga pada tiap variabelnya. Secara
keseluruhan pH dari tiap variabel mengalami kenaikan. Kenaikan nilai pH selama proses
elektrokoagulasi dikarenakan pembentukan gas hidrogen dan ion hidroksida pada katoda yang
terus berkelanjutan. Reaksi ditunjukan pada persamaan 2.11 (Kobya dkk, 2010).
44
Pada sampel limbah dengan nilai pH awal 3, perubahan pH yang terjadi cukup cepat.
Sehingga pada pH 3 memiliki variasi pH yang luas pada tiap interval, dengan nilai pH
terendah 2.9 dan nilai pH tertinggi adalah 10.93. Dura (2013) dalam bukunya menyebutkan
bahwa nilai pH akan mempengaruhi spesi koagulan yang terbentuk. Adapun grafik hubungan
pH terhadap spesi koagulan yang terbentuk selama proses elektrokoagulasi menggunakan
anoda Fe ditunjukan pada gambar 4.3:
Gambar 4.3 Grafik hubungan pH terhadap spesi koagulan yang terbentuk selama
elektrokoagulasi ( sumber :Dura, 2013)
Pada sampel limbah dengan nilai pH awal 3, kondisi pH selama elektrokoagulasi yang
terukur ialah antara 3 dan 10. Sehingga kemungkinan koagulan yang terbentuk adalah
FeOH2+, Fe(OH)2+ , Fe(OH)3, dan Fe(OH)4- dengan reaksi sebagai berikut
Dari gambar 4.3 dapat dikatakan bahwa pada interval pH 3 – 5, kemungkinan spesi
koagulan terbentuk ialah FeOH2+, Fe(OH)2+, seiring waktu proses peningkatan pH akan terus
terjadi akibat reaksi reduksi H2O di katoda. Pada interval pH 5 – 9 spesi koagulan yang
45
terbentuk adalah Fe(OH)2+ , Fe(OH)3, dan Fe(OH)4-. Dan di pH di atas 10 spesi koagulan yang
terbentuk mayoritas berupa Fe(OH)4- (Dura, 2013)
Dalam suatu elektrokoagulasi tiap koagulan yang terbentuk dari disolusi anoda
memiliki kemampuan dan mekanisme yang berbeda terhadap penyisihannya terhadap
pengotor limbahnya. Untuk proses penyisihan pewarna secara elektrokoagulasi terdapat dua
mekansime penyisihan, yaitu presipitasi dan adsorpsi (Comninellis, 2010).
Untuk anoda besi (Fe) proses penyisihan zat warna secara presipitasi terjadi pada
interval pH 1 hingga pH 9. Reaksi presipitasi ini dapat terjadi ketika konsentrasi ion yang larut
telah mencapai batas kelarutannya (Comninellis, 2010). Dimana untuk reaksi presipitasinya
adalah sebagai berikut:
terukur berada pada range pH 7 hingga 10. Dimana pada kondisi range pH tersebut spesi
koagulan yang paling banyak terbentuk ialah Fe(OH)3.
Mekanisme penyisihan secara adsorpsi pada spesi koagulan Fe(OH)3 memiliki
kemampuan yang lebih baik dibandingkan spesi koagulan yang terbentuk lainya. Karena
Fe(OH)3 memiliki solubilitas yang lebih rendah dan juga memiliki muatan ion positif yang
lebih banyak (Dura, 2013). Dengan banyaknya spesi Fe(OH)3 persen penyisihan yang terjadi
akan lebih baik dibandingkan yang lain. Hal itu ditunjukan pada gambar 4.2 (a), (b), dan (c).
dimana untuk setiap luasan elektroda tercelup, persentase penyisihan pada pH awal 7 adalah
yang terbesar dibandingkan variabel pH yang lain.
Dimenit terakhir (menit ke-30), persentase penyisihan pada pH awal 7 sudah tidak
mengalami peningkatan, sementara pada limbah pH awal 3 pada menit ke-30 masih
mengalami peningkatan persentase penyisihan. Hal ini dapat disebabkan karena pada menit
akhir (menit ke-30) proses elektrokoagulasi pada limbah pH awal 7 nilai pH yang terukur ialah
pH 11, dimana pada pH tersebut spesi koagulan Fe(OH)3 yang sebelumnya terbentuk bereaksi
kembali dengan OH yang terbentuk dari reduksi air. Reaksi tersebut dapat dituliskan sebagai
berikut (Comninellis, 2010):
Fe(OH)3 + H2O Fe(OH)4- + H+
Terbentuknya spesi Fe(OH)4- justru menyebabkan penyisihan atau proses pengikatan
limbah menjadi kurang baik. Hal tersebut dikarenakan limbah pewarna merupakan suatu
senyawa bermuatan negatif. Karena sama-sama bermuatan negatif kedua senyawa tersebut
justru cenderung saling tolak menolak. Selain itu juga disebutkan bahwa Fe(OH)4- merupakan
spasi koagulan yang daya ikatnya lemah terhadap limbah zat warna (Dura, 2013).
Untuk limbah sintetis Remazol Black B dengan pH awal 10 menunjukan persentase
penyisihan yang paling rendah dibandingkan dengan variasi pH awal yang lain. Hal ini
disebabkan karena mayoritas spesi koagulan yang terbentuk berupa Fe(OH)4-.
Elektrokoagulasi merupakan sistem proses yang terjadi terus-menerus
4.3 Perbandingan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
Tabel 4.4 Ringkasan penelitian terdahulu penyisihan Remazol Black B metode elektrokoagulasi
Konfigurasi Kondisi
No Kondisi Larutan % Penyisihan Referensi
(Anoda –Katoda) Operasi
Penyisihan maksimum
konsentrasi 5000 mg/L, Operasi 96% pada elektroda Fe, Mohammad Mehdi
Elektroda Fe-Fe dan Al-Al,
pH = 2 – 9 Batch pH 6 dan 89,45 % pada Baneshi, Behnaz Naraghi,
Konfigurasi Bipolar
1. konduktivitas larutan dari t = 80 menit, elektroda Al, pH 5 dengan Somayeh Rahdar, Hamed
Luas permukaan 110 cm2 konduktivitas maksimum
1000 sampai 3000 μs/cm, V = 30 volt Biglari 2016.
Jarak antar elektroda 2 cm 3000 μs/cm
Volume larutan 1 liter Pengadukan
47
47
untuk hasil (a) perubahan warna terhadap (b) limbah pewarna dapat
48
49
Dimana pada gambar 4.4 (a) larutan limbah sintetis zat warna berwarna biru gelap pekat yang
sebelum dilakukan elektrokoagulasi, sedangkan gambar sesudah proses elektrokoagulasi
selama 30 menit, terlihat jelas koagulan beserta limbah zat warna yang terdestabilisasi maupun
di adsorb oleh koagulan mengapung keseluruhan atau mengalami flotasi di bagian atas larutan
jernih dikarenakan terjadinya pembentukan gas H2 yang cukup besar pada reaksi di bagian
katoda dengan luasan elektroda tercelup 16 cm2 sehingga membawa keseluruh koagulan ke
permukaan yang mana didapatkan penyisihan zat warna sebesar 99,83%.
Pengamatan terhadap penyisihan yang terjadi tiap waktunya dilakukan pengambilan
sampel di interval 5 menit. Perubahan warna yang terjadi dapat dilihat di gambar 4.5:
permukaan 16cm2 pH 7 yang mana merupakan merupakan variabel yang paling bagus hasil
penyisihan zat warnanya, pada gambar 4.5 sampel sudah dipisahkan koagulan dengan
larutannya agar hasil pengukuran absorbansi larutan menjadi lebih akurat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian pengaruh luas permukaan elektroda tercelup dan initial pH terhadap
penyisihan zat warna Remazol Black B menggunakan metode elektrokoagulasi
menunjukkan bahwa :
1. Luas permukaan elektroda tercelup berpengaruh terhadap penyisihan penurunan
konsentrasi pewarna Remazol Black B, dimana semakin besar luas permukaan
elektroda tercelup semakin besar pula persen penyisihan akhirnya, pada pH 3 dengan
luas elektroda tercelup 8 cm2, 12 cm2 dan 16 cm2, luas permukaan 16 cm2 adalah
yang paling besar presentase penyisihannya, yakni 99.91%
2. pH awal sangat berpengaruh terhadap penurunan konsentrasi pewarna Remazol black
B, pH paling optimal dihasilkan penyisihan rata rata mencapai 95% pada 15 menit
pertama yakni pada pH 7 , kemudian disusul oleh pH 3 dan yang terakhir pH 10.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian berikutnya adalah
1. Perlu dilakukan penelitian terhadap konduktivitas larutan sebagai data pendukung
pada variabel luas permukaan elektroda dan pengaruh penambahan asam maupun basa.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada 15 menit pertama untuk mengetahui
lebih teliti dinamika yang terjadi, serta mendapatkan waktu penyisihan yang lebih
optimal.
3. Perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut endapan yang dihasilkan dari proses
elektrokagulasi.
51
4. Perlu dilakukan studi lebih lanjut luas permukaan elektroda tercelup pada penerapan
hukum Faraday.
52
53
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Samir. 2015. Enhancement of an Electrocoagulation Process for the Treatment of
Textile Wastewater under Combined Electrical Connections Using Titanium Plates
(Kuala Lumpur), Int. J. Electrochem. X (10) : 4495 – 4512
Ayuni, N.P. 2015. Kajian Transpor Zat Warna Azo Jenis Remazol Black B
Menggunakan Membran Kitosan. Jurnal Lingkungan Tropis. Vol 9, No 1
Baneshi, M. M., Naraghi, B., Rahdar, S., Biglari, H., Ahamadabadi, M., Narooie, M. R., &
Khaksefidi, R. 2016. Article Removal of Remazol Black B Dye drom AqueousSolution
by Electrocoagulation Equipped with Iron and, IIOAB Journal. 7, 529–535.
Bhatia S.C (2016). Pollution Control in Textile Industry. New Delhi. Woodhead
Comminelis. C. & Guohua Chen. 2010. Electrochemistry for the enviroment. New York.
Springer
Cosgrove, N., Tarance., & Kasiri, M. B. 2010. Colloid Science Principles, Methods and
application, Moscow. John Wiley and Sons
Daneshvar, N., Sorkhabi, H. A., & Kasiri, M. B. (2004). Decolorization of dye solution
containing Acid Red 14 by electrocoagulation with a comparative investigation of
different electrode connections, Journal of Hazardous Material 112, 55–62.
Divagar, Lakhsaman., Dennis, A. & Gautam, Samatam. 2009. Ferrous and Ferric Ion
Generation during iron Electrocoagulation, Texas. Dept. enviromel eng. 43, 3853 – 3859
Dura, Adelaide. 2013. Electrocoagulation for Water Treatment: the Removal of Pollutants
using Aluminium Alloys, Stainless Steels and Iron Anodes. Thesis
Ge, J., Qu, J., Lei, P., & Liu, H. (2004). New bipolar electrocoagulation-electroflotation
process for the treatment of laundry wastewater. Separation and Purification Technolog.
36(2004), 33- 39
Ghaly, A. E., Ananthashankar, R., Alhattab, M., & Ramakrishnan, V. V. (2014). Chemical
Engineering & Process Technology Production , Characterization and Treatment of
Textile Effluents : A Critical Review, 5(1), 1–18.
Gunadi, Natalia. 2008. Electrocoagulation for Water Treatment: the Removal of Pollutants
using Aluminium Alloys, Stainless Steels and Iron Anodes. FMIPA UI.
54
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/9570329
I.Bisschops & H. Spanjers. (2013). Literature Review On Textile Wastewater
characterisation. Enviromental Technology. Vol. 24. 1399 – 1411
Kobya, M., Can, O.T., and Bayramoglu, M. 2003. Treatment of textile wastewaters by
electrocoagulation using iron and aluminum electrodes. Journal of Hazardous Materials.
B100, 1-10
M. Bharath. (2018). A Review of Electrocoagulation Process for Wastewater treatment,
International Journal of ChemTech Research. Vol.11 No.03, pp 289 - 302
M.Clark . (2011). Handbook of textile and indsutrial dyeing Vol. 2, Newdelhi . Woodhead.
Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Ketentuan dan Tata Cara Izin Usaha Industri.
Modirshahla, N., Behnajady, M. A., & Kooshaiian, S. 2007. Investigation of the effect of
different electrode connections on the removal efficiency of Tartrazine from aqueous
solutions by electrocoagulation, Dyes and Pigments. 74. 249 - 257
Mollah, M. Y. A., Schennach, R., Parga, J. R., & Cocke, D. L. 2001. Electrocoagulation ( EC )
— science and applications, Journal of Hazardous Materials. 84, 29–41.
Qi, Z., Zhang, J., & You, S. (2018). Effect of placement angles on wireless electrocoagulation
for bipolar aluminum electrodes. Frontiers of Environmental Science and Engineering, 12
(3) : 9
Ratna dian., & Nelson, Saksono. 2018. Pengaruh Kedalaman Anoda pada Metode Contact
Glow Discharge Electrolysis (CGDE) dalam Degradasi Pewarna Tekstil Remazol Red,
J.T.K.L. (2). 66-74
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2015. Rencana Induk Pembangungan Industri
Nasional Tahun 2015-2035.
Rubiyanto, Dwiarso. 2017. Metode Kromatografi Prinsip Dasar, Praktikum Dan Pendekatan
Pembelajaran Kromatograf. Deepublish. Yogjakarta.
Sajjadi, S. A., Pakfetrat, A., & Irani, M. 2017. Removal of Remazol Black B Dye by
Electrocoagulation Process Coupled with Bentonite as an Aid Coagulant and Natural
Adsorbent, Int. J. Electrochem. 5(3), 1058–1065.
Sartika Agustine, & Soewondo Prayatni. 2010. Optimasi Penurunan Warna pada limbah tekstil
melalui pengelolahan koagulasi,. Jurnal Teknik Lingkungan. (16). 10 - 20
Sayed Ali. 2017. Removal of Remazol Black B Dye by Electrocoagulation Process Coupled
with Bentonite as an Aid Coagulant and Natural Adsorbent, Iranian Journal of Health,
Safety, & Environment.(5). 1058 - 1065
Siringi, D. O., Home, P., Chacha, J. S., & Koehn, E. (2012). Is Electrocoagulation (EC) a
55
Solution to the Treatment of Wastewater and Providing Clean Water for Daily, 7(2),
197–204.
Susanto Agustinus. 2016. Pengaruh Variasi Luas Permukaan Plat Elektroda Dan Konsentrasi
Larutan Elektrolit KOH Terhadap debit gas Hasil Elektrolisis air, Skripsi tidak
dipublikasikan.. Banyuwangi
Suyata., & Kurniasih, M. 2012. Degradasi Zat Warna Kongo
Merah Limbah Cair Industri Tekstil Di Kabupaten Pekalongan Menggunakan Metode
Elektrodekolorisasi. Jurnal Molekul. 7(1):53-60
V.S Bagotsky. 2006. Fundamental of Electrochemistry 2nd Edition, Moscow. Wiley-
Interscience.
Widodo, D.S. 2009. Elektroremediasi Perairan Tercemar: Elektrodekolorasi Larutan Remazol
Black Bdengan Elektroda Timbal Dioksida/Karbon dan Analisis Larutan Sisa Dekolorasi,
Jurnal Teknik Kimia Universitas Diponogoro. Vol 12, No.1
Young, D hough 2004. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh . Jakarta, Erlangga.
Zheshova silvana. 2014. Methods for Waste Waters Treatment in Textile Industry, Makalah
dalam International Scientific Conference ke 50. Universitas “Goce Delcev”, Macedonia
21 – 22 November 2014
56
LAMPIRAN
Dengan melarutkan 100 mg padatan Remazol Black B ke dalam aquades dengan total
volume akhir sebanyak 1000 mL.
57
58
4 ppm 20mL
Volume
100 ppm
Volume 0,8mL
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖−0.002282
Konsentrasi (x) = x faktor pengenceran
0,168
60
0,168 −0.002282
= x2
0,0168
= 19.728ppm
Tabel A. 2 Perbandingan massa anoda sebelum dan sesudah proses elektrokoagulasi aktual
Luas Massa Massa Perubahan
pH
No Permukaan Sebelum Sesudah massa
awal
Elektroda (gr) (gr) (gr)
8 cm2 12.53 12.49 0.04
1 3 12 cm2 12.29 12.23 0.06
16 cm2 12.27 12.18 0.09
8 cm2 12.29 12.27 0.02
2 7 12 cm2 12.49 12.42 0.07
16 cm2 12.47 12.38 0.09
8 cm2 12.28 12.26 0.02
3 10 12 cm2 12.4 12.36 0.04
16 cm2 12.45 12.38 0.07
Massa Anoda terlarut yang dihasilkan dalam suatu proses elektrokoagulasi akan
mempengaruhi banyaknya spesi koagulan yang terbentuk. Untuk menghitung massa anoda
terlarut teoritis dapat dihitung menggunakan persamaan faraday berikut:
𝐼𝑡𝑀
𝑊=
𝑁𝑓
dimana untuk nilai arus yang dimasukkan kedalam persamaan adalah arus yang terukur
selama proses elektrokoagulasi. Data hasil perhitungan massa anoda teoritis ditunjukan
pada tabel A.3 berikut:
62
Tabel A.6 Massa Endapan Hasil Penyaringan Limbah setelah Proses Elektrokoagulasi
Luas Permukaan Massa endapan
No pH awal
Elektroda (gr)
8 cm2 0.06
1 3 12 cm2 0.11
16 cm2 0.4
8 cm2 0.03
2 7 12 cm2 0.14
16 cm2 0.18
8 cm2 0.02
3 10 12 cm2 0.03
16 cm2 0.13
Lampiran B. Dokumentasi Penelitian
No Dokumentasi Keterangan
Rangkaian Alat
1
Elektrokoagulasi
2 Proses Elektrokoagulasi
64
65