Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH MASSA ADSORPSI TERHADAP DAYA ADSORPSI PADA

LOGAM BESI (Fe) MENGGUNAKAN ADSORBEN KULIT LABU SIAM


Nida Shofia Luqyana1*, Artina Diniaty2
1,2
Program Studi Pendidikan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia
Jalan Kaliurang, Km. 14,5 Yogyakarta, 55583, Indonesia
*email: nida17shofia@gmail.com

Abstrak

Penelitian pengaruh massa adsorpsi terhadap daya adsorpsi pada logam besi
mengunakan adsorben kulit labu siam. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
massa adsorbsi terhadap daya adsorpsi menggunakan kulit labu siam. Pada penelitian ini
dilakukan pengaktifan arang aktif deri kulit labu siam menggunakan HCL 1 N dengan
melakukan variasi massa untuk meningkatkan daya adsorpsi terhadap besi. Parameter yang
diujikan dalam penelitian ini adalah variasi massa adsorben. Kondisi massa optimum yang
diperoleh untuk adsorben karbon aktif kulit labu siam yaitu pada massa 3 gram. Konsentrasi
optimum besi setelah diadsorpsi menghasilkan 0,902 mg/L dan nilai daya adsorpsi sebesar
96,3485%.

Kata Kunci: Besi, kulit labu siam, arang aktif.

PENDAHULAN
Pencemaran air yang berasal dari logam-logam berat yang terdapat dalam air limbah dari
berbagai buangan baik dari industri maupun limbah rumah tangga yang dapat membahayakan
bagi lingkungan. Pencemaran logam berat seperti besi (Fe) dalam jumlah yang berlebih dapat
menimbulkan efek yang berbahaya. Besi (Fe) ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi
manusia.
Terdapat berbagai jenis limbah industri yang mengandung logam berat salah satunya
yaitu besi (Fe). Logam berat besi berasal dari korosi pipa-pipa air, industri baju, pupuk, pestisida,
keramik, dan baterai. Air yang mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila
dikonsumsi, selain itu dalam dosis yang besar dapat merusak organ-organ dalam pada tubuh
manusia (Putri dkk, 2013). Adapun cara untuk mengurangi kadar besi (Fe) dalam limbah adalah
dengan proses adsorpsi.
Proses adsorpsi diperlukan bahan penjerap atau biasa disebut adsorben. Salah satu syarat
adsorben yang baik adalah berupa zat padat yang mempunyai daya serap yang besar (Atikah,
2017). Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan penyerapan suatu adsorben adalah luas
permukaan aktif adsorben (Udyani dan Wulandari, 2014). Adsorben yang akan digunakan yaitu
adsorben yang berasal dari limbah kulit labu siam.
Kulit labu siam yang berasal dari buah labu siam (Sechium eduleSw) merupakan salah
satu jenis limbah buah yang masih sangat terbatas penggunaannya. Kulit labu siam selama ini
hanya digunakan sebagai campuran sekam untuk pakan ternak. Sehingga masih sangat minim
pemanfaatannya. Oleh karena itu, peneliti mengambil kulit dari labu siam agar dapat
dimanfaatkan sebagai adsorben untuk menjerap logam besi.
Kulit labu siam yang akan dijadikan adsorben terlebih dahulu dibuat menjadi arang lalu
diaktivasi menjadi arang aktif. Arang aktif merupakan padatan berpori yang mengandung 85-
95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada
suhu tinggi (Deviyanti dkk, 2014). Proses pembuatan arang aktif terdiri dari tiga tahap yaitu
tahap dehidrasi, karbonisasi, dan aktivasi. Proses aktivasi menggunakan larutan asam seperti HCl
yang mampu meningkatkan jumlah pori-pori dalam kulit labu siam. Oleh karena itu, tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh massa adsorpsi terhadap daya adsorpsi pada
logam besi (Fe) menggunakan kulit labu siam.
METODE PENELITIAN
a. Alat
Ayakan 24 mesh, oven, furnace, neraca analitik, pH meter, corong gelas, kaca arloji,
cawan porselin, gelas ukur 50 mL, labu ukur 10 mL, labu ukur 100 mL, pengaduk magnetik,
stirrer, spatula, desikator, erlenmeyer 250 mL, kurs dan spektrofotometer serapan atom (AAS).
b. Bahan
Larutan Fe 20 ppm, limbah kulit labu siam, asam klorida (HCl) 1 N, indikator pH
universal, kertas saring, akuades.
c. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Sampel
Kulit labu siam 5 kg dipotong-potong kecil, dikeringkan di dalam oven selama 1 jam
pada suhu 150 ℃ (Alifaturrahma dan Hendriyanto, 2016).. Labu siam yang sudah dioven
kemudian ditumbuk dan diayak menggunakan ayakan. Setelah itu dikarbonisasi dalam furnace
pada suhu 300 ℃ selama 30 menit agar menjadi arang. Setelah proses karbonisasi selesai, arang
kulit labu siam didinginkan dalam desikator selama ± 30 menit. Arang tersebut diaktivasi dengan
larutan HCl selama 24 jam dan dicuci dengan akuades berulang kali hingga pH netral. Kemudian
disaring dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu ± 105 ℃ selama 1 jam dan didinginkan
dalam desikator selama ± 30 menit.
2. Pembuatan Larutan Standar
Dipippet 0,5 mL; 1 mL; 1,5 mL dan 2 mL larutan baku besi, Fe 10 mg/L masing-masing
ke dalam labu ukur 10 mL. Ditambahkan akuades hingga tanda batas sehingga diperoleh
konsentrasi logam besi 0,5 mg/L; 1,0 mg/L; 1,5 mg/L; 2,0 mg/L dan larutan blanko 0,00 mg/L.
3. Pengujian adsorben
Disiapkan labu ukur 10 mL sebanyak 5 buah. Kemudian diambil sampel air limbah 50
mL larutan Fe 22,985 mg/L dengan gelas ukur dan dimasukkan pada setiap labu ukur. Ditimbang
arang aktif masing-masing dengan ukuran 1 gram; 2 gram; 3 gram; 4 gram; 5 gram dan
dimasukkan ke dalam setiap labu ukur yang sudah berisi air limbah. Selanjutnya dikocok
menggunakan pengaduk magnetik selama 60 menit dengan kecepatan pengadukan 200 rpm.
Kemudian disaring dengan kertas saring dan diambil air sampel yang sudah disaring untuk
dianalisis kadar Fe di dalam limbah yang sudah terjerap oleh arang aktif menggunakan
spektrofotometer serapan atom (AAS) (Alifaturrahma dan Hendriyanto, 2016).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Telah dilakukan penelitian pengaruh massa adsorpsi terhadap daya adsorpsi pada logam
besi (Fe) menggunakan limbah kulit labu siam yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh massa
adsorpsi terhadap daya adsorpsi pada logam besi (Fe) menggunakan kulit labu siam. Limbah
kulit labu siam ini pertama dilakukan proses dehidrasi dengan dikeringkan menggunakan oven
pada suhu 150 ℃ agar kadar air pada kulit labu siam dapat berkurang. Kulit labu siam yang
sudah dioven kemudian dihaluskan kemudian diayak menggunakan ayakan 24 mesh agar dapat
menyeragamkan ukuran partikel.
Kemudian proses selanjutnya dikarbonisasi kulit labu siam dengan difurnace pada suhu 300
°C yang bertujuan agar kulit labu siam menjadi arang dan dimasukkan ke desikator selama ±30
menit untuk menghilangkan kadar air. Setelah kulit labu siam berubah menjadi arang kemudian
diaktivasi dengan menggunakan larutan HCl 1 N selama 24 jam, agar memperbesar pori-pori
pada arang aktif. Arang aktif yang diaktivasi kemudian dibilas dengan akuades secara terus
menerus hingga pH pada arang aktif tersebut menjadi netral. Kemudian setelah itu dikeringkan
dengan suhu 105°C selama 1 jam. Setelah selesai dikeringkan, sampel disimpan dalam desikator
selama ±30 menit agar menjaga arang aktif tetap kering.
Proses pembuatan arang aktif dari proses dehidrasi, karbonisasi dan aktivasi ditunjukkan
pada Gambar 1.

Gambar 1. a). Kulit labu siam didehidrasi, b). Kulit Labu Siam dikarbonisasi, c). Arang kulit
labu siam diaktivasi
Kemudian untuk larutan standar yang digunakan yaitu 0,5 mg/L; 1,0 mg/L; 1,5 mg/L; 2,0
mg/L dan larutan blanko 0,00 mg/L. Pembuatan larutan standar digunakan untuk mencari
persamaan regresi linier dalam menghitung konsentrasi larutan Fe setelah penambahan adsorben.
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh grafik larutan standar konsentrasi vs absorbansi yang
ditunjukan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Konsentrasi dan Adsorbansi Larutan Standar


Konsentrasi (mg/L) Absorbansi
0,0000 0,000000
0,5000 0,001497
1,0000 0,004300
1,5000 0,007928
2,0000 0,010825

Berdasarkan Tabel 1 diperoleh grafik hubungan antara konsentrasi dan absorbansi larutan
standar yang ditunjukan dalam Grafik 1.

0.012

0.01

0.008
y = 0.0056x - 0.0007
Absorbansi

0.006 R² = 0.983

0.004

0.002

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
-0.002
Konsentrasi (mg/L)

Grafik 1. Konsentrasi vs Absorbansi Larutan Standar

Grafik 1 menunjukan hasil dari persamaan regresi linier y= aX+b dengan y sebagai
absorbansi sampel, a sebagai slope, X sebagai konsentrasi sampel dan b sebagai intersept, dapat
dilihat persamaannya:

y = aX - b
(Primandini dkk, 2012)

Nilai y = 0,0056x - 0,0007 nilai R² yang didapatkan sebesar 0.983, kemudian nilai x dan C
sebenarnya yang didapatkan dapat dilihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Konsentrasi logam besi dan absorbansi dari persamaan kurva larutan standar

Konsentrasi (mg/L) Absorbansi


0,902 0,004
1,229 0,006
0,902 0,004
1,393 0,007
1,721 0,009
Pengujian arang aktif ditimbang sebanyak 1 gram; 2 gram; 3 gram; 4 gram; dan 5 gram
kemudian dimasukkan ke dalam masing-masing gelas beker yang berisi 50 mL larutan Fe.
Setelah itu dikontakkan dengan larutan Fe 22, 985 mg/L sebanyak 50 mL. Kemudian diaduk
dengan menggunakan stirrer dengan kecepatan pengadukan 200 rpm selama 60 menit agar
memberi kesempatan partikel adsorben untuk bersinggungan dengan senyawa besi yang akan
diserap. Setelah itu disaring dan didapatkan larutan Fe yang telah teradsorpsi. Kemudian
dianalisis dengan menggunakan instrumen AAS agar dapat mengetahui kemampuan adsorben
kulit labu siam dalam menjerap logam besi.
Perubahan warna pada larutan dapat diamati saat sebelum diadsorpsi dan setelah diadsorpsi
yaitu kuning jernih menjadi jernih tidak berwarna, perubahan warna dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Larutan sebelum diadsorpsi dan sesudah di adsorpsi


Kemampuan adsorben dalam kulit labu siam dapat dilihat dari persentase penjerapan.
Persentase penjerapan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

𝐶1 − 𝐶2
%𝑃𝑒𝑛𝑗𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑛 = ( ) 𝑋100%
𝐶1

Keterangan:
C1 = Konsentrasi awal larutan (mg/l)
C2 = Konsentrasi akhir larutan (mg/l)
(Wijayanti, 2009).

Hasil persen penjerapan penelititian dari masing-masing massa adsorben disajikan dalam
Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Larutan Fe Setelah Diadsorpsi


Massa (g) %Penjerapan
1 96,3485
2 94,7949
3 96,3485
4 94,0178
5 92,4642

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat dalam penentuan massa optimum ditunjukkan konsentrasi
Fe yang teradsorpsi dalam variasi massa. Proses adsorpsi logam besi (Fe) terjadi seiring dengan
meningkatnya massa arang aktif dari massa 2 gram ke massa 3 gram dilihat dari persentase
penjerapan. Hal tersebut menunjukkan bahwa massa adsorben berpengaruh terhadap proses
adsorpsi karena semakin bertambahnya massa adsorben, maka logam Fe yang teradsorbsi
semakin meningkat karena semakin banyaknya arang aktif yang dapat menjerap logam Fe.
Sehingga dari data yang disajikan massa adsorpsi yang paling optimum adalah pada massa 3
gram dengan konsentrasi Fe tersisa dalam sampel yaitu 0.902 mg/L dan dengan kadar penjerapan
yaitu, 96,3485%. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2014),
yang melakukan adsorpsi besi pada air tanah menggunakan adsorben tongkol jagung, dimana
terjadi penurunan nilai efisiensi adsorpsi ketika massa adsorben ditambahkan. Ketika massa
adsorben 4 gram proses adsorpsi dinyatakan berhenti karena jumlah molekul adsorbat yang
berikatan dengan adsorben semakin sedikit. Menurut Anjani (2014), hal tersebut terjadi
dikarenakan jumlah adsorben mempengaruhi proses adsorpsi dimana semakin bertambahnya
massa akan menyebabkan adsorben mencapai titik jenuh jika permukaannya telah terisi oleh
adsorbat.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa arang aktif pada kulit labu siam
dapat menjerap logam besi dengan persentase penjerap sebesar 96,345% dengan massa adsorpsi
optimum 3 gram dan kadar Fe yang tersisa dalam sampel sebesar 0,902 mg/L.
SARAN
Perlunya penelitian lebih lanjut pada variasi lainnya seperti variasi waktu adsorpsi dalam
mengadsorbsi menggunakan kulit labu siam sebagai adsorben.

DAFTAR PUSTAKA
Alifaturrahma, P. dan Hendriyanto, O., 2016, Pemanfaatan Kulit Pisang Kepok Sebagai
Adsorben untuk Menyisihkan Logam Cu, Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 8(2): 105-
111.
Anjani, R.P., Toeti, K., 2014, Penentuan Massa dan Waktu Kontak Optimum Adsorpsi Karbon
Granular Sebagai Adsorben Logam Berat Pb (II) dengan Pesain Ion Na+, Universitas
Negeri Surabaya, UNESA Journal of Chemistry, Vol. 3(3): 159-163.
Deviyanti, D., Side, S., dan Herawati, N., 2014. Kapasitas Adsorpsi Arang Aktif Kulit Singkong
terhadap Ion Logam Timbal (Pb2+). CHEMICA, 15(2): 58-65.
Erwinda, R., dan Santoso, H. H., 2014. Pengaruh Konsentrasi HCl Sebagai Pelarut pada
Ekstraksi Pektin dari Labu Siam. Jurnal Teknik Kimia, 3(2): 55-62.
Primandini, P., Hasanah, A. N., Budianto, E., dan Sudirman, S. 2018. Pengaruh Suhu Kalsinasi
Terhadap Kemampuan Adsorpsi Toksin Pada Kaolin Untuk Penyakit Diar. Jurnal
Sains Materi Indonesia, 13(3), 230-235.
Putri, A. D. N., Utomo, Y., dan Kusumaningrum, I. K., 2013. Analisis Kandungan Besi Di
Badan Air Dan Sedimen Sungai Surabaya. Jurusan Kimia. FMIPA. Universitas Negeri
Malang. Malang.
Rahayu, A.N., Adhtiyawarman, 2014, Pemanfaatan Tongkol Jagung Sebagai Adsorben Besi
pada Air Tanah, Universitas Tanjungpura, Jurnal Kimia Khatulistiwa, 3(3): 7-13.
Susilawati, A., Arifin Fahmi., 2013. Dinamika Besi pada Tanah Sulfat Masam yang Ditanami
Padi, Jurnal Sumberdaya Lahan, 7(2): 67-75.
Udyani, K., dan Wulandari, Y., 2014. Aktivasi Zeolit Alam untuk Peningkatan Kemampuan
sebagai Adsorben pada Pemurnian Biodiesel. In: Institut Teknologi Adhi Tama
Surabaya: Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan II. 512-593
Wijayanti, R., 2009, Arang Aktif dari Ampas Tebu Sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak
Goreng Bekas, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai