Anda di halaman 1dari 21

PENURUNAN KADAR ION TIMBAL (Pb2+)

DENGAN ZEOLIT-A SINTESIS DARI BATU PADAS

IRWANDA PRATAMA
NIM H13112048

USULAN PENELITIAN

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Penurunan Kadar Ion Timbal (Pb2+) dengan Zeolit A


Sintesis dari Batu Padas
Nama : Irwanda Pratama
NIM : H13112048
Program Studi : Kimia

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Lia Destiarti, S.Si, M.Si Nurlina, S.Si, M,Sc


NIP. 198312022008122002 NIP.198510232012122002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Kimia

H. Afghani Jayuska, S.Si, M.Si


NIP. 197107072000121001

i
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................5
2.1 Timbal (Pb) .............................................................................................. 5
2.2 Batu Padas ............................................................................................... 5
2.3 Zeolit A .................................................................................................... 6
2.4 Adsorpsi ................................................................................................... 7
2.4.1 Kapasitas adsorpsi ......................................................................... 8
2.4.2 Isoterm adsorpsi ............................................................................. 9
2.5 Instrumen dalam Penelitian ................................................................... 10
2.5.1 X-Ray Fluoresence (XRF) ........................................................... 10
2.5.2 X-Ray Diffraction (XRD) ............................................................ 11
2.5.3 Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) ..................................... 12
BAB III METODOLOGI ....................................................................................13
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................. 13
3.2 Alat dan Bahan ...................................................................................... 13
3.3 Prosedur Kerja ....................................................................................... 13
3.3.1 Preparasi dan karakterisasi batu padas ........................................ 13
3.3.2 Sintesis zeolit A ........................................................................... 13
3.3.3 Studi adsorpsi ion Pb2+ dengan zeolit A ...................................... 14
3.3.4 Penentuan kapasitas adsorpsi....................................................... 14
3.3.5 Pengolahan data ........................................................................... 14
3.4 Rencana Jadwal Kegiatan ...................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Timbal (Pb) merupakan logam berat yang lunak dan tahan terhadap korosi
atau karat, sehingga logam Pb sering digunakan sebagai bahan coating atau bahan
pelapis. Timbal juga umum digunakan sebagai campuran bahan bakar minyak
dalam meningkatkan nilai oktan. Secara alamiah, Pb dapat masuk ke badan
perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Timbal juga
dapat masuk ke dalam badan perairan melalui pembuangan pabrik-pabrik yang
mendaur ulang baterai, penambangan timah, pabrik-pabrik perakitan elektronik,
dan pembuangan bahan bakar pada alat transportrasi air.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun
2001 tentang Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air,
keberadaan Pb dalam air diharapkan nihil. Batas maksimal Pb yang dibolehkan
adalah 0,01 ppm. Kadar Pb yang melebihi batas maksimal dapat bersifat toksik
bagi semua organisme hidup. Keracunan Pb dapat merusak jaringan saraf, fungsi
ginjal, sistem reproduksi, sistem endokrin dan jantung, serta gangguan pada otak
anak sehingga dapat menggangu kecerdasan dan mental (Widowati, dkk, 2008).
Upaya penurunan logam berat telah banyak dilakukan, salah satunya adsorpsi
menggunakan zeolit. Zeolit dapat dikelompokan menjadi dua berdasarkan
pembentukannya, yaitu zeolit alam dan zeolit sintesis. Zeolit alam sangat umum
ditemukan pada wilayah gunung berapi. Keberadaan zeolit alam terbatas bahkan
tidak dimiliki pada sebagian wilayah di Indonesia yang tidak terdapat gunung
berapi. Penggunakan zeolit sintesis dapat menjadi alternatif. Selain itu, kemurnian
yang rendah dari zeolit alam menyebabkan pemanfaatan zeolit sintesis telah
banyak dilakukan.
Zeolit sintesis merupakan hasil rekayasa manusia melalui proses kimia yang
dibuat secara laboratorium ataupun dalam skala industri. Zeolit sintesis terbagi
dalam beberapa golongan berdasarkan sifat khusus sesuai dengan keperluannya.
Zeolit A merupakan golongan zeolit sintesis dengan kadar Si rendah. Menurut

1
2

Wahyuni dan Widiaastuti (2010) zeolit sintesis pada golongan Si rendah dengan
perbandingan Si/Al sebesar 1-1,5 memiliki konsentrasi kation paling tinggi, dan
mempunyai sifat adsorpsi yang optimum dibandingkan zeolit pada golongan
lainnya.
Wahyuni dan Widiaastuti (2010) mensintesis zeolit A dari abu dasar batubara
sebagai adsorben logam Zn. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa zeolit A
mampu mengadsorpsi Zn hingga 99,74% dengan konsentrasi Zn 500 mg/l pada
pH 10 selama 240 menit. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Said (2008)
menggunakan zeolit A yang disintesis dari abu dasar batubara sebagai adsorben
logam Cu, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa zeolit A mampu
mengadsorpsi Cu hingga 83,35% dengan konsentrasi Cu 50 mg/l pada pH 8
selama 360 menit.
Zeolit A dapat dibuat dari bahan yang mengandung sumber silika dan
alumina. Material alam yang mempunyai kandungan silika yang tinggi dipilih
dalam pemanfaatannya sebagai bahan dasar pembuatan zeolit A. Semakin tinggi
kadar Si/Al dalam zeolit A akan meningkatkan kemampuan zeolit dalam
melakukan pertukaran ion maupun adsorpsi. Kandungan Al dapat ditambahkan
sebagai kation penyeimbang Si/Al, sehingga variasi rasio Si/Al dapat diatur
sedemikian rupa dalam pembentukan zeolit A. Fitriyana (2012) memanfaatkan
limbah geotermal dengan kadar silika mencapai 80.0426% dalam pembuatan
zeolit A, sedangkan Wahyuni dan Widiaastuti (2010) memanfaatkan abu dasar
batubara dengan kadar silika 56,13% sebagai bahan dasar pembuatan zeolit A.
Salah satu potensi sumber daya alam di Kalimantan Barat yang kaya akan
kandungan silika adalah batu padas. Batu padas (paras, bahasa Bali) tergolong
batuan sedimen yang merekat bersama silika, besi oksida ataupun tanah liat.
Berdasarkan hasil XRF, batu padas mengandung 57,2% silika, dan 16,3%
alumina. Grible (1988) mengatakan batu padas mempunyai cukup banyak pori-
pori yaitu 30% lebih dari volumenya. Menurut penelitian Budiartawan (2003) batu
padas awal tanpa modifikasi jenis ladgestone, pearl sandtone, dan linroc stone,
ketiganya dapat digunakan untuk menurunkan kadar logam Pb dan Cr dalam air
dengan kapasitas adsorpsi berturut-turut 0,4491 mg/g dan 0,3817 mg/g. Penelitian
3

serupa juga dilakukan oleh Atandawu dkk, (2013) yang mengadsorpsi logam Pb
dan Cr oleh batu padas jenis ladgestone yang teraktivasi H2SO4 dan NaOH
dengan kapasitas adsorpsi tertinggi oleh batu padas teraktivasi NaOH 4N berturut-
turut 12,4976 mg/g dan 12,4945 mg/g.
Berkaitan dengan aplikasi zeolit A dalam penurunan kadar logam berat yang
cukup luas, maka potensi batu padas dapat dimanfaatkan untuk mensintesisnya
menjadi zeolit A. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dilakukan penurunan
kadar ion Pb2+ dengan zeolit A sintesis dari batu padas. Zeolit A kemudian
digunakan untuk adsorpsi ion Pb2+ dengan variasi beberapa parameter yaitu
waktu, pH, dan konsentrasi sebagai kondisi optimum dalam penentuan kapasitas
adsorpsinya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, masalah yang akan
dibahas pada penelitian ini adalah:
a. Bagaimana hasil sintesis zeolit A dari batu padas ?
b. Bagaimana kondisi optimum (waktu dan pH) terhadap adsorpsi ion Pb2+
dengan zeolit A sintesis dari batu padas ?
c. Bagaimana kapasitas adsorpsi dari zeolit A sintesis dari batu padas terhadap
ion Pb2+ ?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukan penelitiaan ini adalah:
a. Mensintesis zeolit A dari batu padas.
b. Menentukan kondisi optimum (waktu dan pH) terhadap adsorpsi ion Pb2+
dengan zeolit A sintesis dari batu padas.
c. Menentukan kapasitas adsorpsi dari zeolit A sintesis dari batu padas terhadap
ion Pb2+.
4

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dalam
mensintesis zeolit A dari batu padas sebagai adsorben ion Pb2+, sehingga dapat
digunakan untuk meminimalisir pencemaran Pb di perairan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Timbal (Pb)


Timbal dengan nomor atom 82 mempunyai berat atom 207,21, dan berat jenis
11,34 g.cm-3. Timbal merupakan logam yang bersifat lunak serta berwarna biru
atau silver abu-abu dengan kilau logam. Timbal mempunyai titik leleh 327,4C
dan titik didih 1.620C. Timbal termasuk logam berat trace metals karena
mempunyai berat jenis lebih dari lima kali berat jenis air. Timbal dalam tabel
periodik memiliki konfigurasi elektron [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p2. Radius ion Pb
adalah 120 pm. Senyawa Pb yang ada dalam badan perairan dapat ditemukan
dalam bentuk ion-ion divalent atau ion-ion tetravalen (Pb2+, Pb4+). Ion Pb
tetravalent sangat jarang ditemukan di badan perairan karena mempunyai daya
racun yang lebih tinggi bila tercemar dalam badan perairan. Ion Pb divalent
merupakan bentuk Pb yang sering mencemari badan perairan karena hasil dari
pembuangan industri dibandingkan dengan ion Pb tetravalent (Ho et al., 2002).
Menurut prinsip HSAB, asam akan berinteraksi dengan basa untuk
membentuk kompleks, timbal (Pb) menurut HSAB merupakan asam madya,
sehingga kation pada logam Pb tersebut akan berinteraksi dengan anion-anion
yang bersifat basa maupun basa keras, misalnya dengan OH-. Ikatan antara ion
Pb2+ dengan OH- melalui pembentukan ikatan koordinasi, dimana pasangan
elektron bebas dari O pada OH- akan menempati orbital kosong yang dimiliki oleh
logam tersebut, sehingga terbentuk kompleks terkoordinasi. Timbal sebagai asam
madya akan bereaksi lambat dengan air membentuk timbal hidroksida (Apriliani,
2010).

2.2 Batu Padas


Batu Padas (paras, Bahasa Bali) tergolong batuan sedimen yang merekat
bersama silika, besi oksida ataupun tanah liat. Berdasarkan hasil XRF, batu padas
mengandung 57,2% silika, dan 16,3% alumina. Batu padas mempunyai cukup
banyak pori-pori yaitu 30% lebih dari volumenya. Dengan adanya pori-pori ini,

5
6

maka batu padas sangat mendukung pemanfaatannya sebagai adsorben untuk


mengadsorpsi logam-logam toksik (Grible, 1988). Namun, batu padas tanpa
dimodifikasi atau diaktivasi terlebih dahulu, bila dimanfaatkan sebagai adsorben
memberikan hasil yang kurang maksimal. Batu padas dapat dikembangkan atau
digunakan sebagai adsorben alternatif untuk menurunkan kandungan logam
toksik, pengganti zeolit.
Penelitian awal mengenai batu padas telah dilakukan oleh Surna (1994),
diperoleh bahwa batu padas alam tanpa modifikasi jenis Delaware valley
sandstone, Barea sandstone, dan Linroc stone dapat dimanfaatkan sebagai
adsorben alternatif terhadap zat warna metilen biru klorida sebagai pengganti
karbon aktif. Penelitian lain juga dilakukan oleh Kasa (2000) yang menyatakan
bahwa air yang dijernihkan dengan alat tradisional yang terbuat dari batu padas
alam termodifikasi yang disebut topo dapat menurunkan beberapa kadar zat
pencemar dan bakteri patogen. Menurut Diantariani (2010) batu padas sangat
potensial digunakan sebagai katalis heterogen, karena memiliki kelimpahan yang
tinggi sehingga bisa didapatkan di banyak tempat.

2.3 Zeolit A
Zeolit A merupakan mineral anorganik berupa kristal dengan rumus kimia
Na12(AlO2)12(SiO2)12.27H2O untuk memperoleh zeolit A diperlukan perbandingan
Na2SiO3/NaAlO2=1. Perbandingan oksida Si dan oksida Al dalam bahan dasar
serta suhu reaksiakan mempengaruhi jenis zeolit yang dihasilkan pada saat proses
sintesis. Zeolit A mempunyai pori-pori, komposisi dan saluran rongga optimum
sehingga mempunyai nilai ekonomi tinggi karena sangat efektif dipakai untuk
pemisahan dan pemurnian dengan kapasitas besar. Volume pori-pori dapat
mencapai 0,5 cm3/cm3 volume zeolit. Kadar maksimum Al dalam zeolit dicapai
bila perbandingan Si/Al mendekati 1 dan keadaan ini menyebabkan daya penukar
ion zeolit maksimum.
Zeolit A adalah material kristal aluminosilikat yang memiliki struktur
penataan polimer tiga dimensi yang terdiri dari unit-unit tetrahedral SiO4 dan
AlO4-, yang bergabung dengan jalan pemakaian bersama (sharing) oksigen. Zeolit
7

A merupakan kristal aluminosilikat yang terdiri dari kesatuan mata rantai sangkar
sodalit yang berikatan membentuk cincin ganda beranggotakan empat yang
dihubungkan oleh atom oksigen.

Gambar 2.1 Struktur Kerangka Zeolit A (Wongwiwattana, 2002)

2.4 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain
yang diikat secara kimia atau fisika. Adsorpsi dapat terjadi pada permukaan
padatan atau cairan, dan ini terjadi pada satu atau banyak lapisan dari suatu
molekul yang diserap atau dipertahankan oleh permukaan dengan bentuk ikatan
tertentu. Zat yang diserap disebut adsorbat sedangkan zat yang menyerap disebut
adsorben. Adsorpsi dapat terjadi antara zat padat dan zat cair, zat padat dan gas,
zat cair dan zat cair atau gas dan zat cair (Castellan, 1982).
Menurut Kurniati (2010), adsorpsi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain:
1. Konsentrasi
Proses adsorpsi sangat sesuai untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi
yang rendah dari campuran yang mengandung bahan lain dengan konsentrasi
tinggi.
2. Luas permukaan
Proses adsorpsi tergantung pada banyaknya tumbukan yang terjadi antara
partikel-partikel adsorbat dan adsorben. Tumbukan efektif antara partikel akan
meningkat dengan meningkatnya luas permukaan internal.
8

3. Suhu
Adsorpsi akan lebih cepat berlangsung pada suhu tinggi. Akan tetapi,
pengaruh suhu adsorpsi zat cair tidak sebesar pada adsorpsi gas.
4. Ukuran partikel
Semakin kecil ukuran partikel yang diadsorpsi maka proses adsorpsinya akan
berlangsung lebih cepat.
5. pH
pH mempunyai pengaruh dalam proses adsorpsi. pH optimum dari suatu
proses adsorpsi ditetapkan melalui uji laboratorium.
6. Waktu kontak
Waktu untuk mencapai keadaan setimbang pada proses serapan ion logam
oleh adsorben berkisar antara beberapa menit hingga beberapa jam.

2.4.1 Kapasitas Adsorpsi


Proses adsorpsi sangat sesuai untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi
yang rendah dari campuran yang mengandung bahan lain dengan konsentrasi
tinggi. Konsentrasi dalam larutan berpengaruh pada pengambilan spesifik ion
logam dan dengan adanya variasi konsentrasi maka dapat ditentukan kapasitas
adsorpsi dengan menggunakan isoterm adsorpsi. Adsorpsi diikuti dengan
pengamatan isoterm adsorpsi yaitu hubungan antara banyaknya zat yang
teradsorpsi persatuan berat adsorben dengan konsentrasi zat terlarut pada
temperatur tertentu atau tetap yang dinyatakan dengan kurva (Hasrianti, 2012).
Permukaan zat padat dapat mengadsorpsi zat terlarut dari larutannya. Hal ini
disebabkan karena adanya pengumpulan molekul-molekul suatu zat pada
permukaan zat lain sebagai akibat ketidakseimbangan gaya-gaya pada permukaan
tersebut. Kekuatan interaksi adsorbat dengan adsorben dipengaruhi oleh sifat dari
adsorbat maupun adsorbennya. Gejala yang umum dipakai untuk meramalkan
komponen mana yang diadsorpsi lebih kuat adalah kepolaran adsorben dengan
adsorbatnya. Apabila adsorbennya bersifat polar, maka komponen yang bersifat
polar akan terikat lebih kuat dibandingkan dengan komponen yang kurang polar
(Hasrianti, 2012).
9

2.4.2 Isoterm Adsorpsi


Isoterm adsorpsi menggambarkan konsentrasi yang bergantung pada
kesetimbangan distribusi ion-ion logam antara larutan dan fase padat pada suhu
tetap. Untuk mendapatkan data kesetimbangan, konsentrasi awal dibuat bervariasi
sedangkan massa adsorben dalam tiap sampel tetap. Untuk menguji hubungan
data antara adsorben dan konsentrasi larutan pada kesetimbangan digunakan
model isoterm adsorpsi yaitu model isoterm Langmuir dan Freundlich
(Nomanbhay dan Palanisamy. 2005).

a. Isoterm Adsorpsi Freundlich


Isoterm Freundlich ini digunakan pada energi permukaan yang heterogen
dengan konsentrasi yang berbeda-beda (Namasivayam. 2001). Bentuk linear dari
isoterm Freundlich dalam grafik linier dengan mengalurkan logqe terhadap logCe
ditunjukkan oleh persamaan:

1
log qe = log Qo + log Ce (2.1)

dimana, Ce : Konsentrasi kesetimbangan (mg/L)


qe : Jumlah zat yang diadsorpsi per gram adsorben (mg/g)
Qo : Kapasitas adsorpsi (mg/g)
b : Intensitas adsorpsi

b. Isoterm Adsorpsi Langmuir


Isoterm Langmuir mengasumsikan adsorpsi lapisan tunggal pada permukaan
yang mengandung sejumlah tertentu pusat adsorpsi dengan energi-energi adsorpsi
yang seragam tanpa perpindahan adsorbat pada bidang permukaan (Nix R, 2001).
Bentuk linier dari isoterm Langmuir dalam grafik linier dengan mengalurkan Ce
terhadap qe ditunjukkan pada persamaan:
Ce 1 C
e
qe Q0 b Q0 (2.2)
Grafik linier dengan mengalurkan qe dan terhadap qe/Ce ditunjukan pada
persamaan:
10

qe
b qe b Qo
Ce (2.3)
Grafik linier dengan mengalurkan 1/Ce terhadap /qe ditunjukan pada persamaan:
1 1 1

q e Q0 b C e Q0 (2.4)
Grafik linier dengan mengalurkan qe/Ce terhadap qe ditunjukan pada persamaan:
1 qe
q e Qo
b Ce (2.5)

Dari setiap persamaan ditentukan model adsorpsi yang sesuai, dari slope Qo yang

berhubungan dengan kapasitas adsorpsi.


dimana, Ce : Konsentrasi kesetimbangan (mg/L)
qe : Jumlah zat yang diadsorpsi per gram adsorben (mg/g)
Qo : Kapasitas adsorpsi (mg/g)
b : Intensitas adsorpsi

2.5 Instrumen dalam Penelitian


2.5.1 X-Ray Fluoresence (XRF)
Pengukuran X-Ray Fluoresence (XRF) berdasarkan atas terjadinya proses
eksitasi elektron pada kulit atom bagian dalam ketika atom suatu unsur tersebut
dikenai sinar X, kekosongan elektron tersebut akan diisi oleh elektron bagian luar
dengan melepaskan energi yang spesifik untuk setiap unsur. Atau dengan kata
lain, metode X-Ray Fluoresence (XRF) berdasarkan pada besarnya intensitas dari
energi eksitasi yang berasal dari elektron pada kulit atom bagian dalam ketika
atom tersebut ditembak oleh energi sinar X. Besarnya sinar yang dipancarkan
spesifik untuk setiap unsur dan foton tersebut akan dideteksi oleh detektor
sehingga dapat menampilkan data kualitatif dan kuantitaif sampel berdasarkan
intensitas puncak yang muncul.
XRF merupakan alat yang digunakan untuk menganalisis komposisi kimia
beserta konsentrasi unsur-unsur yang terkandung dalam suatu sampel
menggunakan metode spektrometri. XRF umumnya digunakan untuk menganalisa
11

unsur dalam mineral atau batuan. XRF dalam penelitian ini digunakan untuk
mengetahui kandungan unsur-unsur dalam sampel batu padas yang selanjutnya
dilakukan untuk pembuatan zeolit A.

2.5.2 X-Ray Diffraction (XRD)


Spektroskopi difraksi sinar-X digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin
dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk
mendapatkan ukuran partikel. Jika seberkas sinar-X dijatuhkan pada sampel
kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang
gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang
dibiaskan akan ditangkap oleh detektor, kemudian diterjemahkan sebagai sebuah
puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin
kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya (Priyadi, 2015).
XRD dalam penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin
zeolit A yang terbentuk dari hasil sintesis. Analisis dari hasil XRD akan
memberikan informasi tentang kemurnian mineral yang terbentuk dari hasil
sintesis zeolit A dengan membandingkan data 2 yang diperoleh dengan database
Joint Comitte of Powder Diffraction Standart (JCPDS) dan diperjelas dengan
XRD Simulated Pattern. Database standar difraksi 2 XRD zeolit A ditunjukan
pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Standar Difraksi 2 XRD Zeolit A (M.M.J. Treacy dan J.B. Higgins,
2001)

2 2 2 2 2 2 2
7,18 20,41 26,11 32,54 37,26 42,85 47,91
10,17 21,36 27,11 33,37 38,00 43,51 48,51
12,46 21,67 29,03 34,18 39,43 44,16 49,11
14,40 22,85 29,94 34,77 40,14 44,80 49,70
16,11 23,99 30,83 35,75 41,51 45,44
17,65 25,07 31,70 36,51 42,19 47,30
12

2.5.3 Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)


Spektrometri Serapan Atom atau Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)
merupakan metode analisis unsur secara kuantitatif yang pengukurannya
berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom
logam dalam keadaan bebas. Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh
atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu,
tergantung sifat unsurnya. AAS adalah cara analisis yang berdasarkan pada proses
penyerapan energi radiasi gelombang elektromagnetik oleh populasi atom yang
berbeda pada tingkat energi yang lebih tinggi.
Penyerapan energi oleh sekumpulan populasi atom netral yang menyebabkan
berkurangnya intensitas radiasi. Berkurangnya intensitas radiasi ini sebanding
dengan jumlah atom yang menyerap energi radiasi tersebut. Energi yang diserap
berbanding lurus dengan energi yang diperlukan untuk eksitasi atom. AAS dalam
penelitian ini digunakan untuk mengetahui konsentrasi ion Pb2+ setelah dilakukan
penyerapan oleh zeolit A dari konsentrasi awal ion Pb2+ untuk dihitung kapasitas
adsorpsinya.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan selama 6 bulan, mulai dari bulan Desember
2016 sampai bulan Mei 2017 di Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura Pontianak.

3.2 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas, tanur,
oven, seperangkat alat autoklaf, magnetic stirrer, shaker, neraca analitik, pH
meter, kertas saring, serta instrumen X-Ray Diffraction (XRD), X-Ray
Fluoresence (XRF), dan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS).
Bahan-bahan yang digunakan adalah batu padas, akuades (H2O), aluminium
hidroksida (Al2O3), natrium hidroksida (NaOH), asam nitrat (HNO3), dan timbal
nitrat (Pb(NO3)2).

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Preparasi dan karakterisasi batu padas
Preparasi dan karakterisasi batu padas merujuk pada penelitian Yani dkk,
(2013). Sampel batu padas dihancurkan sampai halus lalu diayak dengan ayakan.
Serbuk batu padas halus yang diperoleh dicuci, kemudian diambil residunya dan
dikeringkan. Padatan yang diperoleh dikalsinasi dalam tanur pada suhu 600C
selama 2 jam. Serbuk batu hasil kalsinasi dikarakterisasi menggunakan XRF.

3.3.2 Sintesis Zeolit A


Sintesis zeolit A merujuk pada penelitian Bahri (2015). Campuran awal
dibuat dari hasil kompoisisi molar zeolit A mengikuti Rabson (2001) 3,165Na2O :
Al2O3 : 1,926SiO2 : 128H2O. Setelah itu, campuran distirrer selama 1 jam
sampai campuran homogen. Kemudian campuran tersebut dieramkan selama 1
jam pada suhu ruang. Campuran dimasukkan dalam autoklaf stainless steel yang
tertutup rapat, dipanaskan pada suhu 100C selama 12 jam. Padatan hasil

13
14

kristalisasi dipisahkan dari filtratnya, dicuci dengan air sampai pH 9-10 dan
dikeringkan (Widiastuti dkk, 2011). Zeolit A hasil sintesis dikarakterisasi dengan
XRD.

3.3.3 Studi adsorpsi ion Pb2+ dengan zeolit A (Priyadi, 2015)


a. Penentuan waktu kontak optimum
Sebanyak 50 mL larutan Pb2+ 100 mg/L dalam setiap 5 buah botol
ditambahkan masing-masing 0,5 gram zeolit A. Selanjutnya, campuran diaduk
menggunakan shaker selama 30, 60, 90, 120, dan 150 menit. Setiap campuran di
saring dengan kertas saring, filtrat yang diperoleh ditentukan konsentrasi larutan
Pb2+ menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Setiap perlakuan
diulangi sebanyak 3 kali.

b. Penentuan pH optimum
Sebanyak 50 mL larutan Pb2+ 100 mg/L dengan variasi pH 2, 4, 6, 8, dan 10
dalam 5 buah botol ditambahkan masing-masing 0,5 gram zeolit A. Selanjutnya,
campuran diaduk menggunakan shaker selama waktu optimum. Campuran di
saring dengan kertas saring, filtrat yang diperoleh ditentukan konsentrasi larutan
Pb2+ menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Setiap perlakuan
diulangi sebanyak 3 kali.

3.3.4 Penentuan kapasitas adsorpsi (Priyadi, 2015)


Sebanyak 50 mL larutan Pb2+ dengan variasi konsentrasi 50, 100, 150, 200
dan 250 mg/L dalam 5 buah botol ditambahkan masing-masing 0,5 gram zeolit A.
Campuran diaduk menggunakan shaker pada waktu dan pH optimum, filtrat yang
diperoleh ditentukan konsentrasi larutan Pb2+ menggunakan Spektrofotometer
Serapan Atom (SSA). Setiap perlakuan diulangi sebanyak 3 kali.

3.3.5 Pengolahan data (Hasrianti, 2012)


Konsentrasi ion Pb2+ yang diadsorpsi untuk tiap perlakuan dihitung dari:
Cadsorpsi = (Cawal Cakhir)
Banyaknya ion Pb2+ yang teradsorpsi (mg/g) oleh adsorben ditentukan
menggunakan persamaan:
15

C0 Ce V
qe
w
dimana, qe : jumlah ion logam yang teradsorpsi (mg/g)
C0 : konsentrasi ion logam sebelum adsorpsi
Ce : konsentrasi ion logam setelah adsorpsi
V : volume larutan ion logam (L)
w : jumlah adsorben, zeolit A (g)
Kapasitas adsorpsi ion Pb2+ dapat dibuat kurva linier untuk menentukan
isoterm adsorpsi yang sesuai dari persamaan Freundlich (2.1) atau persamaan
Langmuir (2.2), (2.3), (2.4), dan (2.5).

3.4 Rencana Jadwal Kegiatan


Bulan
No Kegiatan
1 2 3 4 5
Preparasi dan
1 karakterisasi
sampel batu padas
Sintesis zeolit A
2
dari batu padas
Studi adsorpsi,
penentuan kondisi
3
optimum (waktu
dan pH)
Penentuan
4
kapasitas adsorpsi
Pengolahan data
5 dan penentuan
isoterm adsorpsi
Penyusunan
6 laporan penelitian
dan skripsi
DAFTAR PUSTAKA

Apriliani, A, 2010, Pemanfaatan Arang Ampas Tebu sebagai Adsorben Ion


Logam Cd, Cr, Cu, dan Pb dalam Air Limbah, Kimia Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
(Skripsi).
Atandawu, N.R., I.A.Gede Widihati, I. Wayan Suarsa, 2013, Adsorpsi Kation
Pb(II) dan Cr(III) oleh Batu Padas Jenis Ladgestone Teraktivasi H2SO4
dan NaOH, Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.
Budiartawan, I. G, 2003, Adsorpsi Batu Padas Terhadap Kation Pb2+ dan Cr3+
dalam Larutan, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Udayana, Jimbaran,
Denpasar. (Skipsi).
Castellan, G. W, 1982, Physical Chemistry, Second Edition. McGraw Hill, New
York.
Diantariani, N.P, 2010, Peningkatan Potensi Batu Padas Ladgestone Sebagai
Adsorben Ion Logam Berat Cr(III) dalam Air melalui Aktivitas Asam dan
Basa, Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.
Fitriyana D.F., dan Sulardjaka, 2012, Sintesis Zeolit A Berbahan Dasar Limbah
Geotermal dengan Metode Hidrotermal, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang.
Grible, C. D, 1988, Routlys Elements of Mineralogi, 27th, Ijnwn Hyman, London.
Hasrianti, 2012, Adsorpsi Ion Cd2+ dan Cr6+ pada Limbah Cair menggunakan
Kulit Singkong. Program Pasca Sarjana, Universitas Hasanuddin,
Makasar. (Tesis).
Ho, Y.S, Huang, C.T, & Huang, H.W, 2002. Equilibrium Sorption Isotherm for
Metal Ions on Tree Fern. Process Biochem.
Kasa, I W, 2000, Mendapatkan Air Bersih Secara Tradisional, Laporan Penelitian,
FMIPA, Universitas Udayana, Denpasar.
Namasivayam, C, 2001, Uptake of Dyes by a Promosing Locally Available
Agriculture Solid Waste. Coir Pith, Was. Manag.

16
17

Nix, R., 2001, An Introduction of Surface Chemistry. (Online),


(http://www.chem.qmul.ac.uk/surfaces/scc/, diakses 05 Oktober 2016).
Nomanbhay, S. M. And Palanisamy, K, 2005, Removal of Heavy Metal from
Industrial Wastewater Using Chitosan Coated Oil Palm Shell Charcoal. J.
Elect. Biotechnol.
Priyadi, 2015, Adsorpsi Logam Berat Cu, Pb dan Cd pada Zeolit Sintetik ZSM-5
yang Disintesis dengan Suhu Rendah, Sekolah Pasca Serjana, Institut
Pertanian Bogor, Bogor. (Tesis).
Rabson H.E., 2001, Verifield Synthesis of Zeolitic Material, Elsevier Science B.V.
Page: 172.
Said, N.F, dan N. Widiastuti, 2008, Adsorpsi Cu(II) pada Zeolit A yang Disintesis
dari Abu Dasar Batubara PT.IPMOMI PAITON, Jurusan Kimia, FMIPA
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Surna, I. W, 1994, Perbandingan Daya Adsorpsi antara Beberapa Jenis Batu Padas
dengan Karbon Aktif terhadap Zat Warna Metil Biru Klorida, Jurusan
Kimia, FMIPA, Universitas Udayana, Denpasar. (Skripsi).
Treacy, M.M.J and J.B. Higgins, 2001, Collection of Simulated XRD Powder
Patterns for Zeolites, Published on behalf of the Stucture Commision of the
International Zeolite Association Fourth Revised Edition, Elsevier.
Wahyuni, S dan Widiastuti, N, 2010, Adsorpsi Ion Logam Zn(II) pada Zeolit A
yang disintesis dari Abu Dasar Batubara PT. IPMOMI Paiton dengan
Metode Batch, Prosiding Tugas Akhir Semester Ganjil, FMIPA ITS,
Surabaya.
Widiastuti Y.I., N. Widiastuti, N. Handayani, D. Prasetyoko, F. Martak, 2011,
Adsorpsi Ammonium (NH4+) pada Zeolit A yang Disintesis dari Abu
Dasar Batubara, Jurusan Kimia, FMIPA Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya.
Widowati, W., Sastiono. A., & Jusuf. R. 2008, Efek Toksik Logam Pencegahan
dan Penanggulangan Pencemaran, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Wongwiwattana, J., 2002, Synthesis and Kinetic Study of Zeolite Na-A From
Kaolin, Suranaree University of Technology, Thailand. (Thesis).
18

Yani, A, L. Destiarti, dan N. Wahyuni, 2013, Sintesis Zeolit A dengan Variasi


Sumber Silika dan Alumina, FMIPA Kimia, Universitas Tanjungpura,
Pontianak.

Anda mungkin juga menyukai