Anda di halaman 1dari 19

PAPER JURNAL

MATA KULIAH TEKNOLOGI KATALIS


SINTESI KATALIS DENGAN BAHAN PENGEMBAN
ZEOLIT

Oleh :

Mafatikhul Biladudin 5213416006/ 2016

Asdika Yudistira 5213416017/ 2016

Devinda Rahmadhani 5213416023/ 2016

Nurul Kumarany Arnan 5213416052/ 2016

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Definisi katalis pertama kali dikemukakan oleh Otswald sebagai suatu


substansi yang mampu mengubah laju reaksi kimia tanpa mengubah besarnya
energi yang menyertai reaksi (Susila Arita. dkk, 2014). Katalis meningkatkan laju
reaksi dengan cara mempengaruhi energi pengaktifan suatu reaksi kimia (M.
Panjoto. dkk, 2007).
Zeolit adalah katalis yang paling sering digunakan karena banyak karakteristik
penyusun yang khas dan tidak ditemui pada katalis amorf konvensional (Harjanti
R.S., 2008). Zeolit memiliki karakteristik berongga dan biasannya dapat diisi oleh
air dan kation yang bisa dipertukarkan dan memiliki ukuran pori tertentu. Oleh
karena itu zeolit dimanfaatkan sebagai penyaring penukar ion, penyerap bahan dan
katalisator (Ramadhani. dkk, 2017). Karakteristik zeolit yang unik antara lain
sangat stabil dengan kemampuan adsorpsi yang sangat tinggi dan selektif serta
mempunyai struktur pori (mikroporus) aktif yang banyak sehingga memiliki luas
permukaan spesifik yang tinggi, hal itu menyebabkan zeolit sangat berpotensi
sebagai katalis, adsorben, membran, dan sebagainya. Selain itu, keberadaan katalis
yang melimpah di Indonesia yang diperkirakan mencapai 13 juta ton sehingga
mendukung pemanfaatan zeolit sebagai katalis (Anna Apryana. dkk, 2016).
Sintesis katalis bertujuan bertujuan untuk memaksimalkan kerja dari katalis
dengan melakukan aktivasi dan modifikasi dengan memadukan beberapa bahan
untuk membentuk suatu katalis yang dapat digunakan untuk meningkatkan laju
reaksi menjadi lebih baik (Nugrahaningtyas. dkk, 2009).
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sintesis Ni/Mo/Zeolit dengan Metode Impregnasi


Sintesis zeolit dengan metode impregnasi bertujuan untuk memaksimalkan
kerja dari zeolite alam dengan melakukan aktivasi dan modifikasi sebgaian
bahan pengemban logam aktif (Rahmawati. dkk, 2013). Impregansi akan
menjadikan logam dalam zeolit sebagai katalis bersifat bifungsional (Lalang
Budi Rianto. dkk, 2012).
Katalis dibuat dengan metode impregnasi (incipent wetness process) dengan
perbandingan Ni/Mo = 0,5 dan total logam Ni dan Mo yang diembankan 1% b/b
dilanjutkan dengan kalsinasi, oksidasi, dan reduksi (Lestari, 2006). Katalis Ni-
Mo/zeolit memiliki efektifitas katalis yang paling baik ditandai dengan konversi
total 48,701% (Wega Trisunaryanti. dkk, 2005).
Metode ini meliputi persiapan zeolit sebagai pengemban logam dengan
perlakuan pengurangan ukuran partikel kemudian diikuti dengan perlakuan
asam, selanjutnya impregnasi (incipient wetness process), dan tahapan aktivasi
berupa kalsinasi, oksidasi dan reduksi (Syaiful Bahri. dkk, 2010).
Pada perlakuan asam, zeolit alam direfluks dalam larutan HCl dengan
konsentrasi 6 N sebanyak 500 ml selama 30 menit pada temperatur 50oC sambil
diaduk dengan motor pengaduk pada reaktor alas datar, kemudian disaring dan
dicuci berulang kali sampai tidak ada ion Cl- yang terdeteksi oleh larutan
AgNO3, cake dikeringkan pada suhu 130oC selama 3 jam dalam oven. Sampel
tersebut kemudian direndam kembali dalam 500 ml larutan NH4Cl pada
temperatur 90oC sambil diaduk pada reaktor alas datar selama 3 jam perhari,
dilakukan sampai 1 minggu. Sampel tersebut kemudian disaring, dicuci dan
dikeringkan dalam oven selama 24 jam. Pada tahap ini didapat sampel yang
dinamai dengan sampel NZA (Syaiful Bahri. dkk, 2010).
Pengembanan logam Mo dan Ni, sampel NZA direndam dalam larutan
Mo(NH4)7. 6H2O dan direfluks pada 60oC selama 6 jam sambil diaduk pada
reactor alas datar ukuran 1 L, kemudian disaring dan dicuci. Cake kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu 120oC selama 3 jam (diperoleh sampel
Mo/NZA). Sampel tersebut kemudian direfluks kembali dengan larutan
Ni(NO3)2. 9H2O pada suhu 90oC dengan waktu yang sama, kemudian disaring
dan dicuci. Sampel ini dikeringkan dalam oven pada suhu 120oC selama 3jam
sehingga didapat sampel Ni-Mo/NZA. Pengembanan logam divariasikan sebesar
1%, 3% dan 5% b/b terhadap sampel NZA (Syaiful Bahri. dkk, 2010).
Pada tahap aktivasi yaitu kalsinasi, oksidasi dan reduksi dimana sampel
katalis dimasukkan kedalam tube yang didalamnya telah diisi dengan porcelain
bead sebagai Heat Carrier dan penyeimbang unggun katalis, diantara porcelain
bead dengan unggun katalis diselipkan glass woll. Tube ditempatkan dalam tube
furnace secara vertikal, dikalsinasi pada suhu 500oC dengan variasi waktu 2, 4,
6 jam sambil dialirkan gas nitrogen sebesar ± 400 ml/menit, dilanjutkan dengan
oksidasi pada suhu 400oC menggunakan gas oksigen sebesar ± 400 ml/menit
selama 2 jam dan reduksi pada suhu 400oC menggunakan gas hidrogen sebesar
± 400 ml/menit selama 2 jam (Syaiful Bahri. dkk, 2010).
Aktivasi zeolit alam dengan asam mengakibatkan zeolit alam mengalami
dealuminasi proses dealuminasi menyebabkan perubahan struktur zeolit, hal ini
diakibatkan oleh berkurangnya kerangka Al penyusun zeolit. Pola difraksi sinar
X menunjukan adanya perubahan pola difraksi antara zeolit alam (NZ) dengan
zeolit alam terdealuminasi (NZA), berikut merupakan pola difraksi sinar X dari
zeolit alam dan NZA.
Perubahan intensitas puncak mengidentifikasikan terjadinya peningkatan
kristalinitas dari zeolit alam setelah dilakukan aktivasi (NZA), perubahan secara
signifikan tampak pada peningkatan kristalinitas fasa amorf dari zeolit alam, hal
ini ditandai dengan meningkatnya intensitas puncak-puncak fasa amorf pada 2ϴ:
40o -70oC, peningkatan kristalinitas ini erat kaitannya dengan larutnya pengotor,
dan sebagian rangka Al pada zeolit dikarenakan proses dealuminasi. Terlepasnya
pengotor pada zeolit menyebabkan lebih membukanya pori zeolit sehingga luas
permukaan katalis meningkat dan memudahkan pengembanan logam.
Pada tahap kalsinasi, terjadi beberapa bentuk oksida dari logam Ni dan Mo
yang diembankan (Nurhaeni. dkk, 2016). Fasa-fasa yang muncul merupakan
bentuk oksida seperti MoO3, NiO dan NiMoO4, untuk mereduksi fasa-fasa
tersebut dilakukan proses oksidasi untuk merubah fasa tersebut menjadi oksida
lanjut dan proses reduksi untuk mereduksi fasa oksida lanjut menjadi fasa
intermetalik dan metalik (Irvantino, 2013).

B. Sintesis Cu/Zeolit dengan Metode Presipitasi


Katalis dapat ditingkatkan kinerjanya dengan mengembankan logam pada
zeolit. Aktivitas dan selektivitas katalis dipengaruhi oleh karakteristik katalis.
Karakteristik katalis dipengaruhi oleh metode preparasi dan kandungan logam
aktifnya (Widiyarti, 2010). Modifikasi zeolit sebagai katalis dengan metode
presipitasi yaitu menempelkan senyawa aktif pada permukaan bahan penyangga
dengan menggunakan bahan pengendap (presipitan) sehingga menghasilkan
katalis Cu/Zeolit (Nanik Dwi Nurhayati dan Anis W., 2014)
Metode presipitasi dimulai dengan aktivasi zeolit, dengan merendamnya
dalam HCl selama 2 jam harus diaduk, kemudian disaring dan dicuci berulang
kali untuk menghilangkan ion Cl- yang masih tersisa dan dikeringkan dioven
o
bersuhu 200 C selama 3 jam, sehingga didapat zeolit alam aktif. Zeolit alam aktif
ditambah larutan Cu(NO3)2 dan larutan Na2CO3 sampai pH 8. Kemudian diaduk
o
pada 50 C selama 30 menit. Sehingga terbentuk endapan yang akan disaring dan
o
dicuci dengan air panas dikeringkan suhu 110 C selama 24 jam (Nanik Dwi
Nurhayati dan Atit Atikasari, 2015).
Katalis Cu/Zeolit yang dihasilkan berwarna putih kecoklatan. Aktivasi
zeolit dilakukan dengan aktivasi kimia dan fisika. Aktivasi kimia yaitu
merendam zeolit alam dalam larutan HCl, bertujuan menghilangkan logam
pengotor sehingga zeolit kaya akan hidrogen (zeolit-H) dan atom H mudah
ditukar dengan kation lain Perlakuan asam akan mengurangi jumlah aluminium
dikerangka maupun dipermukaan zeolit menyebabkan terbukanya pori zeolit
yang tertutupi oleh pengotor organik, sehingga luas permukaan akan semakin
meningkat (Handoko, D.S.P, 2002). Untuk aktivasi zeolit secara fisika dilakukan
dengan pemanasan. Pemanasan dapat menyebabkan pori-pori pada zeolit lebih
terbuka dan luas pemukaannya menjadi lebih besar, dapat menghilangkan air
yang masih terperangkap dalam zeolit sehingga tidak mengganggu dalam proses
selanjutnya (Srihapsari, 2006).

+MCl +3nAlCl3

Gambar 2. Mekanisme Reaksi Zeolit Alam Teraktivasi

Zeolit alam yang telah teraktivasi diembankan pada logam Cu dalam larutan
prekusor Cu(NO3)2 dan larutan Na2CO3 sampai pH 7, karena sifat dari kation
divalen maupun trivalen akan berpengaruh pada aktivitas katalis sehingga
kemampuan katalis dalam mengadsorpsi bahan lebih optimal (Riesthandie,
2010).

C. Sintesis Katalis Zeolit Alam Lampung (ZAL) dengan Fotokatalis TiO2 dengan
Metode Sol Gel
Teknologi yang sedang banyak dikembangkan untuk mendegradasi
berbagai limbah industri adalah proses fotokatalitik (D. Dumitriu, 2000).
Fotokatalitik memiliki beberapa keunggulan yaitu polutan organik dapat
didegradasi menjadi senyawa yang tidak berbahaya seperti air dan CO2, serta
lebih hemat pemakaian bahan kimia dan energinya. Tetapi proses fotokatalitik
kurang efektif dalam mengolah limbah yang konsentrasinya tinggi karena
rendahnya daya adsorpsi fotokatalis tersebut, sehingga menyebabkan rendahnya
laju reaksi fotokatalitik. Penggunaan adsorben (zeolit sintesis) sebagai
penyangga fotokatalis TiO2 dapat meningkatkan laju fotodekomposisi pyridine,
propyzamide dan propionaldehyde dibandingkan dengan bulk TiO2 tanpa
adsorben (N. Takeda, dkk, 1995). Dengan memasukkan fotokatalis ke dalam
struktur rangka zeolit sintesis, ternyata diperoleh peningkatan laju
fotodekomposisi NOx dan CO2. Selain itu, dengan penempelan fotokatalis TiO2
pada zeolit dapat diperoleh kinerja yang sinergis antara proses fotokatalisis dan
proses adsorpsi dalam mendegradasi polutan organik. digunakan fotokatalis
TiO2 karena mempunyai aktivitas fotokatalis yang tinggi, mudah didapat,
memiliki kestabilan kimia, dan ketahanan fotokorosi yang baik dalam semua
kondisi reaksi (R.W. Matthews, dkk, 1992). Zeolit akan dimodifikasi dengan
fotokatalis TiO2 melalui metode sol-gel. Dengan metode tersebut dapat
dihasilkan fotokatalis film yang aktivitasnya tinggi dan transparan, serta dispersi
atau penyebaran fotokatalis pada penyangga yang tinggi (H. Yamashita, dkk,
1998).
Treatment awal dilakukan dengan merendam zeolit yang berukuran 0,250-
0,315 mm dalam larutan HF 2% selama 10 menit sambil diaduk. Kemudian
dilanjutkan dengan proses refluks dalam larutan HCl 6 M pada suhu 90oC selama
30 menit. Setelah itu zeolit direndam dalam larutan NH4Cl 0.1 M selama 5 hari,
dengan pengadukan dan pemanasan pada suhu 90oC selama 3 jam/hari. Langkah
terakhir adalah kalsinasi zeolit pada suhu 500oC selama 5 jam.
Sol TiO2 dipreparasi dengan metode sol gel menggunakan prekursor
titanium isopropoxide bis acetil acetonate [Ti(OPr)4AcAc]. Larutan prekursor
tersebut dicampurkan dengan etanol, air, dan HCl dengan perbandingan tertentu.
Kemudian campuran larutan tersebut disonikasi selama 30 menit dan dibiarkan
selama 1 jam sebelum digunakan untuk melapisi zeolit. Pelapisan fotokatalis
TiO2 ke permukaan zeolit dilakukan dengan mencampurkan serbuk zeolit dalam
sol fotokatalis TiO2. Campuran tersebut kemudian dipanaskan pada suhu 80oC
sambil diaduk hingga kering. Zeolit yang sudah terlapisi fotokatalis tersebut
kemudian dikalsinasi pada suhu 400oC selama 2 jam.
Hasilnya zeolit memiliki luas permukaan 49,9 m2/g yang menunjukkan
bahwa zeolit yang digunakan tidak tergolong sebagai material porous, yang
disebut sebagai material porous adalah material yang memiliki luas pemukaan
besar (>50 m2/g) dan memiliki banyak pori. Pengujian adsorpsi zeolit dilakukan
untuk melihat kemampuan zeolit dalam mengadsorpsi fenol. Hasil uji adsorpsi
zeolit dapat dilihat pada Gambar 3. Terlihat bahwa ZAL 5 H memiliki
kemampuan adsorpsi yang lebih baik. Hal ini karena meningkatnya rasio Si/Al
dalam kerangka zeolit yaitu 27,0 dari 6,8. Perendaman zeolit dalam larutan HCl
yang relatif pekat dan NH4Cl menyebabkan terlepasnya aluminium dalam
kerangka menjadi alumunium di luar kerangka sehingga rasio Si/Al meningkat
(Fanny Widdy A. dkk, 2012)
1.2

1
Konsentrasi Fenol,

0.8
C/Co

0.6

0.4
ZAL NT
0.2 ZAL 5 H

0 30 60 90 120 150 180 210 240

Waktu (menit)

Gambar 3. Adsorpsi Fenol oleh ZAL NT dan ZAL 5 H (Co =


10 ppm)
Dengan semakin banyaknya aluminium dalam kerangka zeolit maka makin
banyak AlO4- yang terbentuk dan makin banyak dibutuhkan kation untuk
menetralkan muatan listriknya. Kation-kation tersebut menimbulkan medan
elektrostatik (R, Muchtar, 2005). Semakin rendah rasio Si/Al dalam kerangka
zeolit (makin banyak alumunium) maka dalam zeolit tersebut timbul gradien
medan elektrostatik yang makin besar sehingga molekul-molekul polar akan
berinteraksi lebih kuat dengan medan elektronik itu daripada molekul-molekul
non polar (senyawa organik). Bila rasio Si/Al meningkat maka kerapatan kation
dan kekuatan medan elektrostatik menurun dan afinitas dari permukaan zeolite
bagi adsorbat non polar meningkat sehingga zeolit cenderung memilih molekul-
molekul non-polar (senyawa organik) untuk diadsorpsi (Darmawan Adi. dkk,
2004).

D. Sintesis Katalis CuO/ZnO/Zeolit dengan Metode Pemanasan Pada Larutan


Polimer
Penggunaan katalis berbasis Cu, seperti CuO/ZnO/Zeolit memunculkan
permasalahan, yaitu tingginya gas CO yang terbentuk dan rendahnya stabilitas
pada pemakaian jangka Panjang (Murdijanto. dkk, 2010). Jika yang digunakan
adalah fuel cell berjenis PEMFC, maka kehadiran CO memunculkan masalah
lain. Gas CO yang mengenai anoda akan meracuni Pt yang digunakan sebagai
elektrokatalis pada anoda, yang pada akhirnya menurunkan unjuk kerja fuel cell
(Nugroho. dkk, 2014). Cara untuk meminimalisir kehadiran CO adalah dengan
mengoptimasi katalis yang digunakan pada reformer. Untuk menyelesaikan
permasalahan ini banyak cara digunakan, diantaranya adalah mengganti
komponen aktif Cu dengan Pd, mensintesis katalis berbasis Cu namun dengan
promotor oksida metal yang berbeda (M. Abdullah. dkk, 2008).
Sintesis katalis Cu/ZnO/zeolit dengan pemanasan sederhana dalam larutan
polimer. Metode ini adalah salah satu metode sintesis nanopartikel
menggunakan media kontinyu. Akar pemikiran metode ini adalah nanopartikel
yang tidak menggumpal dapat disintesis melalui reaksi kimia pada fasa kedua
dari media kontinyu. Dengan demikian, nanopartikel dapat diperoleh ketika
media kontinyu tersebut dihilangkan di ujung proses sintesis. Pada metode ini,
larutan polimer (menggunakan polietilen glikol) digunakan sebagai medium
kontinyu. Untuk mensintesis katalis, seluruh prekursor katalis dicampur dan
direaksikan dengan larutan polimer tersebut. Kemudian untuk mendekomposisi
polimer, seluruh larutan tersebut dipanaskan hingga suhu tertentu. Setelah
polimer dihilangkan, maka nanopartikel yang terpisahkan akan terbentuk (M.
Abdullah. dkk, 2008).
Metode ini baik untuk membentuk nanopartikel oksida berukuran antara 20-
100 nm dengan kristalisnitas yang baik. Kelebihan dari metode ini adalah
singkatnya durasi waktu yang dibutuhkan, yaitu kuran dari 1 jam. Dengan tidak
diperlukannya proses ageing lebih lanjut. Metode ini memiliki potensi besar
untuk dikembangkan pada skala industri. Proses yang sangat sederhana ini akan
memudahkan produksi skala besar dalam industri katalis (M. Abdullah. dkk,
2008).
Pembuatan katalis dengan metode pemanasan dalam larutan polimer
dilakukan dengan uji konversi katalis menggunakan reaktor kukus metanol.
Prekursor yang digunakan untuk membuat katalis adalah Cu(NO3)2.3H2O,
Zn(NO3)2.4H2O, Al(NO3)3.9H2O, PEG (polyethylene glycol dengan berat
molekul rata-rata 20.000). Garam-garam tersebut dilarutkan dalam aquades.
Lalu PEG dalam jumlah yang sesuai dimasukkan ke dalam larutan. Campuran
kemudian diaduk sambil dipanaskan pada suhu kira-kira 100oC. Pengadukan
dilakuakan hingga seluruh PEG terlarut dan menghasilkan sedikit uap air.
Hasilnya dituang ke cawan, yang selanjutnya dipanaskan hingga temperatur
yang diinginkan. Temperatur pemanasan harus di atas temperatur dekomposisi
PEG, yaitu di atas 500oC. Waktu yang dibutuhkan untuk pemanasan adalah 2
jam. Mula-mula suhu naik secara linier sampai nilai yang dinginkan selama 30
menit, kemudian dipertahankan pada suhu tersebut selama 1 jam. Kemudian
suhu diturunkan kembali ke suhu kamar dalam waktu 30 menit (M. Abdullah.
dkk, 2008).
Uji aktifitas menngunakan reaktor kukus methanol. Reaktor ini didesain
untuk mereaksikan campuran uap air dan metanol pada permukaan katalis
dengan temperatur tertentu dalam keadaan inert. Untuk mengatur temperatur
reaksi, reaktor ditempatkan dalam tubular furnace. Uap campuran air metanol
dipanaskan menggunakan nikelin sebelum masuk ke dalam reaktor. Sedangkan
untuk membuat suasana menjadi inert, dialirkan gas N2 dengan laju alir 76.6
mL/menit. Uji aktifitas dimulai dengan memasukkan katalis ke dalam reaktor
yang sudah dipasang glass wool. Setelah itu dimasukkan ke dalam furnace
dengan bagian atasnya dihubungkan dengan pipa yang terlilit pemanas nikelin
dan bagian bawahnya dihubungkan ke kondensor. Pada pipa yang terlilit nikelin,
terdapat injektor untuk memasukkan syringe metanol dan air dari syringe pump.
Syringe ini berfungsi untuk mengatur laju aliran metanol dan air (M. Abdullah.
dkk, 2008).
Setelah reaktor terpasang, gas N2 dialirkan. Namun sebelumnya, laju alir
masukkan N2 harus dipastikan 76,6 ml/menit. Selama menunggu suasana inert,
furnace diset temperatur oprasinya. Set temperatur pada 100oC yang kemudian
terus dinaikan setiap 20oC hingga mencapai suhu 300oC. Temperatur ini adalah
temperatur reduksi katalis, sehingga apabila keadaan innert telah tercapai gas H2
harus dialirkan untuk mereduksi katalis. Reduksi bertujuan untuk mengubah
CuO menjadi Cu yang merupakan fasa aktif dari katalis ini. Reaksi yang terjadi
adalah :
CuO(s) + H2(g) → Cu(s) + H2O(g) ΔHo = -87,7 kJ mol-1
Proses reduksi dilakukan selama 2 jam. Setelah itu suplay H2 dihentikan.
Kemudian dilakukan pembilasan H2 sisa dalam reaktor. Setelah pembilasan,
tahap selanjutnya adalah tahap reaksi. Tahap ini dimulai dengan menginjeksikan
campuran metanol dan air ke injektor pada bagian atas reaktor. Setelah
pembilasan dilakukan, suhu reaktor diturunkan hingga 100oC. Setealah dicapai
kondisi stabil, methanol dan air diinjeksikan melalui syringe. Pengambilan data
dilakukan setelah proses berlangsung setengah jam. Jeda waktu 30 menit
dimaksudkan untuk memastikan bahwa kondisi reaktor telah tunak. Seperti telah
disinggung sebelumnya, temperatur reaktor akan dinaikan hingga 150oC lalu
setelah 30 menit dilakukan pengambilan data kembali. Kegiatan ini terus diulang
hingga temperatur reaksi 300oC. Data yang diambil selanjutnya akan digunakan
untuk menghitung aktifitas katalis (M. Abdullah. dkk, 2008).

E. Sintesis Katalis TiO2/Zeolit dengan Metode Adsorpsi-Fotodegradasi


Fotodegradasi adalah proses peruraian suatu senyawa (biasanya senyawa
organik) dengan bantuan energi foton. Proses fotodegradasi memerlukan suatu
fotokatalis, yang umumnya merupakan bahan semikonduktor (Meta. dkk, 2008).
Prinsip fotodegradasi adalah adanya loncatan elektron dari pita valensi ke pita
konduksi pada logam semikonduktor jika dikenai suatu energi foton. Loncatan
elektron ini menyebabkan timbulnya hole (lubang elektron) yang dapat
berinteraksi dengan pelarut (air) membentuk radikal OH. Radikal bersifat aktif
dan dapat berlanjut untuk menguraikan senyawa organik target (Malldotti. A,
dkk, 2000).
Metode adsorpsi-fotodegradasi didasarkan pada proses adsorpsi senyawa
organik oleh permukaan padatan yang sekaligus mampu mendegradasi senyawa
organik. Degradasi sempurna menghasilkan CO2 dan H2O yang aman bagi
lingkungan sehingga mengurangi faktor regenerasi. Oksida logam titanium
(TiO2) merupakan material semi konduktor yang aktif sebagai fotokatalis
(Tjahjanto. dkk, 2001). Aktivitas fotokatalis (fotoaktivitas) TiO2 dapat
ditingkatkan melalui pengembanan pada material pendukung. Salah satu yang
dapat digunakan untuk kepentingan tersebut adalah zeolit alam (Is Fatimah, dkk,
2005).
Beberapa keuntungan diharapkan dari pengembanan TiO2 pada zeolit alam
antara lain potensi zeolit alam yang melimpah di Indonesia serta stabilitas yang
tinggi pada kondisi asam. Material TiO2 teremban pada zeolit alam (selanjutnya
disebut TiO2/zeolit) memiliki fungsi ganda yaitu sebagai adsorben (dari sifat
zeolit yang berpori dan memiliki kation yang dapat dipertukarkan) serta sebagai
fotokatalis. Peranan fotokatalis akan terlihat dari peningkatan kualitas hasil
olehan berdasar penurunan angka COD, angka total suspended solid (TSS) serta
kadar ion sianida dari limbah hasil olahan. Untuk dapat selanjutnya diterapkan
pada skala industri, perlu dilakukan pengujian efektivitas fotokatalis
TiO2/zeolite (Is Fatimah, dkk, 2005).
Untuk kepentingan tersebut, perlu diamati beberapa faktor yang
berpengaruh pada efektivitas adsorpsi-fotokatalis meliputi karakter fisika
TiO2/zeolit yang digunakan berkaitan dengan kadar Ti yang teremban, waktu
kontak adsorpsi-fotodegradasi, serta rasio TiO2/zeolit (Is Fatimah, dkk, 2005).
Sintesis TiO2/zeolit dilakukan dengan metode pertukaran kation yang ada
pada zeolit alam dengan larutan Ti4+ dari TiCl4 dilanjutkan dengan netralisasi
dan oksidasi. Oksidasi bertujuan mengubah Ti4+ menjadi TiO2 yang akan
terdistribusi pada rongga zeolit. Pertukaran kation dilakukan dengan
perbandingan volume larutan Ti4+ berat zeolit alam (g)= 100:25, variasi
konsentrasi Ti4+ dilakukan pada 0,12 M, 0,24 M dan 0,48 M. Karakter fisika
TiO2/zeolit ditentukan melalui pengukuran X-ray Diffraction (XRD),
pengukuran luas permukaan spesifik dan porositas padatan dengan metode
serapan gas N2 (alat: surface area analyzer) serta analisis kandungan Ti dengan
metode Analisis Pengaktifan Netron (APN). Fotoaktivitas TiO2/zeolit yang
dihasilkan diuji dengan pengukuran persentase aktivitas fotodegradasi metilen
biru (Is Fatimah, dkk, 2005).
Tabel 1. Hasil Analisis Luas Permukaan Zeolit

Fotoaktivitas katalis untuk penurunan sianida terbesar dicapai oleh


penggunaan TiO2/zeolit-1. Secara umum, menggunakan ketiga fotokatalis
penurunan angka COD secara fotodegradasi lebih baik dibandingkan
menggunakan sistem adsorpsi. Penggunaan fotokatalis TiO2/zeolit-1 secara
umum lebih baik dibandingkan dengan dua fotokatalis yang lainnya pada
perbagai perbandingan berat fotokatalis. Kondisi terbaik menggunakan
TiO2/zeolit-1 dicapai pada rasio 3:100 yaitu angka COD sebesar 66,67 mg/L,
meskipun pada perbandingan yang lain, berat fotokatalis volume limbah tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap angka COD yang dihasilkan. Namun
demikian, fotokatalis yang lain terlihat nilai fluktuatif pada perbandingan yang
divariasikan. Dari penggunaan fotokatalis TiO2/zeolit-2 terlihat pola semakin
rendah angka COD yang dihasilkan seiring dengan peningkatan rasio berat
fotokatalis. Sementara itu, menggunakan fotokatalis TiO2/zeolit-4, Kondisi
minimal diperoleh pada perbandingan 2:100 dan angka COD dari proses
fotodegradasi cenderung tidak berbeda secara signifikan dengan proses adsorpsi.
Kedua data ini kemungkinan berkaitan dengan fotoaktivitas TiO2/zeolit yang
berbeda. Fotoaktivitas TiO2/zeolit-1 kemungkinan berkaitan dengan luas
permukaan spesifik yang besar yang dimilikinya selain oleh fotoaktivitas TiO2
teremban (Is Fatimah, dkk, 2005).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Sintesis Ni/Mo/Zeolit dengan Metode Impregnasi
Katalis dibuat dengan metode impregnasi (incipent wetness process),
Metode ini meliputi persiapan zeolit sebagai pengemban logam dengan
perlakuan pengurangan ukuran partikel kemudian diikuti dengan perlakuan
asam, selanjutnya impregnasi (incipient wetness process), dan tahapan
aktivasi berupa kalsinasi, oksidasi dan reduksi. Proses dealuminasi
menyebabkan peningkatan kristalinitas komponen penyusun katalis terutam
fasa amorf. Pada tahap kalsinasi, terjadi beberapa bentuk oksida dari logam
Ni dan Mo yang diembankan, fasa-fasa yang muncul merupakan bentuk
oksida seperti MoO3, NiO dan NiMoO4, untuk mereduksi fasa-fasa tersebut
dilakukan proses oksidasi untuk merubah fasa tersebut menjadi oksida lanjut
dan proses reduksi untuk mereduksi fasa oksida lanjut menjadi fasa
intermetalik dan metalik.
2. Modifikasi katalis Cu/Zeolit dapat dilakukan dengan metode presipitasi.
Hasil FTIR menunjukkan logam Cu teremban kedalam zeolit pada
Panjang gelombang 696,87 cm-1 dan 696, 30 cm-1 menunjukkan CuO. Hasil
XRD menunjukkan bahwa difaktogram katalis Cu/zeolit dengan metode
presipitasi kekristalinitasan bertambah dan tidak merusak struktur utama
zeolit.

3. Sintesis Katalis Zeolit Alam Lampung (ZAL) dengan Fotokatalis TiO 2


dengan Metode Sol Gel
Daya adsorpsi zeolit alam Lampung (ZAL) terhadap fenol meningkat
setelah treatment awal. Namun setelah ZAL dilapisi dengan fotokatalis TiO2,
treatment awal ZAL tidak berpengaruh signifikan terhadap penyisihan fenol
oleh adsorben fotokatalis terintegrasi. Penggunaan ZAL sebagai penyangga
fotokatalis terbukti dapat meningkatkan laju reaksi fotodegradasi
dibandingkan dengan penyangga yang bersifat inert. Hal ini terlihat dari
peningkatan penyisihan fenol dari 58 menjadi 88 %. Kombinasi proses
adsorpsi dan fotokatalisis lebih baik dari proses adsorpsi saja dan proses
fotokatalitik saja.
4. Sintesis Katalis CuO/ZnO/Zeolit dengan Metode Pemanasan Pada Larutan
Polimer
Katalis Cu/Zn/Al2O3/zeolit untuk steam reforming metanol telah dibuat
menggunakan metode pemanasan sederhana dalam larutan polimer. Larutan
polimer digunakan sebagai medium kontinu. Untuk mensintesis katalis,
seluruh prekursor katalis dicampur dan direaksikan dengan larutan polimer
tersebut. Kemudian untuk mendekomposisi polimer, seluruh larutan tersebut
dipanaskan hingga suhu tertentu. Suhu 800 oC dapat dianggap sebagai suhu
sintesis maksimum, yaitu suhu sintesis terendah untuk mendapatkan
kristalinitas yang baik. Hasil uji aktifitas katalis menunjukan bahwa sampel
yang dibuat pada suhu 800 oC memiliki aktifitas yang lebih baik. Kelebihan
dari metoda ini adalah singkatnya durasi waktu yang dibutuhkan, yaitu kuran
dari satu jam. Dengan tidak diperlukannya proses ageing lebih lanjut.
Metode ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan pada skala industri.
Proses yang sangat sederhana ini akan memudahkan produksi skala besar
dalam industri katalis.
5. Sintesis Katalis TiO2/Zeolit dengan Metode Adsorpsi-Fotodegradasi
Karakter fisika luas permukaan spesifik, kristalinitas relatif serta
fotoaktivitas terhadap metilen biru dari TiO2/zeolit berpengaruh terhadap
fotoaktivitas TiO2/zeolit berkaitan dengan distribusi oksida logam.
Sementara itu, kadar Ti tidak berperanan secara nyata pada fotoaktivitas
TiO2/zeolit. Waktu ekspos fotodegradasi yang dibutuhkan secara optimal
adalah 90 menit, sedangkan rasio berat fotokatalis optimal tergantung pada
karakter TiO2/zeolit yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mikrajuddin, Khairurrijal, Ahmad Rifqy Maruly, Liherlinah, dan


Muhammad Sanny. 2008. Sintesis dan Pengujian Katalis Nanokritallin
Cu/ZnO/Al2O3 dengan Metode Pemanasan Dalam Larutan Polimer untuk
Aplikasi Konversi Metanol menjadi Hidrogen. Jurnal Nanosains &
Nanoteknologi, Vol. 1, No. 1, Hal 1-10. Institut Teknologi Bandung.
Apryana, Anna, syaiful Bahri, dan Zuchra Helwani. 2016. Penggunaan Ni/NZA
sebagai Katalis pada Proses Hidrodeoksigenasi Pirolisis Kulit Pinus(Pinus
Merkusi) menjadi Bio-Oil. Jom FTEKNIK.Vol. 3, No. 1. Universitas Riau.
Arita, Susila, Adelia Sartika A, dan Deasy Puspita S. 2014. Pembuatan Katalis
Heterogen dari Cangkang Kerang Darah(Anadara Granosa) dan
Diaplikasikan pada Reaksi Transesterifikasi dari Crude Palm Oil. Jurnal
Teknik Kimia, Vol. 20, No. 3, Hal. 31-37. Universitas Sriwijaya.
Bahri, Syaiful, Yuri Sapta I, Panca Setia U, dan Muhdarina. 2010. Sintesis dan
Karakteristik Katalis Bimetal Ni-Mo-Zeolit untuk Proses Pencairan
Langsung Biomassa Menjadi Biooil. Seminar Nasional Fakultas Teknik UR.
D. Dumitriu. 2000. Photocatalytic Degradation of Phenol by TiO2 Thin Films
Prepared by Sputtering. Appl. Catal.B : Environ., 25 2000 83-89
Darmawan, Adi, Sriatun, Yateman A, dan Karna Wijaya. 2004. Sintesis Katalis
Mesopori Lempung Terpilar Sol Silika Berpengaruh Ni dan Ti dari Lempung
Alam Boyolali untuk Hidrorengkah Fraksi Berat Minyak Bumi Minas.
FMIPA. Universitas Diponegoro.
Fanny, Widdy A, Subagjo, dan Tirto Prakoso. 2012. Pengembangan Katalis
Kalsium Oksida Untuk Sintesis Biodiesel. Jurnal Teknik Kimia, Vol. 11, No.
2, Hal 66-73. Institut Teknologi Bandung.
Fatimah, Is, dan Karna Wijaya. 2005. Sintesis TIO2/Zeolit sebagai Fotokatalis pada
Pengolahan Limbah Cair Industri Tapioka secara Adsorpsi-Fotodegradasi.
TEKNOIN, Vol. 10, No. 4, Hal 257-267.
Harjanti, R.S. 2008. Pemanfaatan Zeolit Alam Klinoptilolite sebagai Katalisator
dalam Alkoholis Minyak Jarak. Jurnal Rekayasa Proses 2(1):28 – 32.
Handoko, D.S.P. (2002). Pengaruh Perlakuan Asam, Hidrotermal, dan Impregnasi
Logam Kromium pada Zeolit Alam dalam Preparasi Katalis. Jurnal Ilmu
Dasar Vol 3. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Jember.
H. Yamashita, S. Kawasaki, Y.Ichihashi, M. Harada, M. Takeuchi, M.Anpo, G.
Stewart, M.A. Fox, C. Louis, and M. Che, Characterization of Titanium-
Silicon Binary Oxide Catalysts Prepared by the Sol-Gel Method and Their
Photoctalytic Reactivity for the Liquid-Phase Oxidation of 1-Octanol, J. Phys.
Chem. B., 102 (1998) 5870-5875.
Irvantino, Brian. 2013. Preparasi Katalis Ni/Zeolit Alam dengan Sonokimia untuk
Perekahan Katalitik Polipropilen dan Polietilen. Skripsi. FMIPA Universitas
Negeri Semarang.
Lestari, Hidayah Dwi. 2006. Sintesi Katalis NiMo untuk Hydrotreating Coker
Nafta. Tesis,Program Studi Teknik Kimia. Institut Teknologi Bandung.
Meta, Slamet E, dan Setjo Bisno. 2008. Modifikasi Zeolit Alam Lampung dengan
Fotokalis TiO2 Melalui Metode Sol Gel dan Aplikasinya untuk Penyisihan
Fenol. Universitas Indonesia.
Murdijanto, Dora N, Agus S, dan Ratnaningsih E. 2010. Sintesis, Karakterisasi dan
Uji Aktivitas Katalis Ni/Al2O3 pada Reaksi Hydrocracking Minyak Nabati.
Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, Vol. 1, No.1, Hal 30-37.
Malldotti,A., Andrenalli,L., Mollinari, A., Varani, G., Cerichelli,G., Chiarini, M.
(2000) Photocatalytic properties of Iron-Phorpyrin revisited in aqueous
micellar environment, Green Chemistry, 3, 42-46.
M. Abdullah, K.Okuyama L.W Lenggoro, and S.Taya, J. Non-Crystalline Solids
351, 697 (2005).
N. Takeda, T. Torimoto, S. Sampath, Kuwabata, and H. Yoneyama. 1995. Effect of
Inert Support for Titanium Dioxide Loading on Enhancement of
Photodecomposition Rate of Gaseous Propionaldehyde , J. Phys. Chem., 99.
9986-9991.
Nugrahaningtyas, Khoirina D, Wega Trisunaryanti, Nuryono, dkk. 2009. Preparasi
dan Karakterisasi Katalis Logam Tak Tersulfidasi. Jurnal Chemical, 9(2),
Hal. 177-183.
Nugroho, Anindia P.P, Dwi F, dan Achmad R. 2014. Pembuatan Biofuel dari
Minyak Kelapa Sawit melalui Hydrocracking dengan Katalis Ni-Mg/ℽ-Al2O3.
Jurnal Teknik POMITS, Vol. 3, No 2. Intitut Teknologi Sepuluh Nopember.
Nurhaeni, Nurralhirawati, dan Tri Rahayu Tiaradewi. 2016. Pengaruh Suhu
Kalsinasi Terhadap Komposisi Kimia Abu Kulit Durian dan Prospek
Pemanfaatannya sebagai Katalis dalam Reaksi Metanolisis Minyak Kelapa
Sawit. Jurnal of Natural Science, Vol. 5(1), Hal. 31- 40. Universitas Tadulako.
Nurhayati, Nanik D, Atit Atikasari. 2015. Sintesis dan Karakterisasi Katalis
Cu/Zeolit dengan Metode Presipitasi. Seminar Nasional Kimia dan
Pendidikan Kimia VII P.MIPA. FKIP UNS
Nurhayati, Nanik, dan Anis Wigiani. 2014. Sintesis Katalis Ni-Cr/Zeolit dengan
Metode Impregnasi Terpisah. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia
VI. FKIP UNS.
Rahmawati, D.A., D. Intanigrum,dan Istadi. 2013. Pembuatan Karakterisasi
Katalis Heterogen SO42 - ZnO dan SO42-/ZnO dengan Metode Koperasipitas
dan Impregnasi untuk Produksi Biodiesel dari Minyak kedelai. Jurnal
Teknologi Kimia dan Industri Vol 2, No 4, Halaman 243-252.
Ramadhani, D.G, Nur Fitri F, dan Alfian Wahyu S. 2017. Sintesi Ni/Zeolit Alam
Teraktivasi Sebagai Katalis pada Biodiesel Minyak Biji Ketapang. Jurnal
Kimia dan Pendidikan Kimia, Vol 2, No. 1, Hal 72-79.
Rianto, Lalang B, Suci Amalia, dan Susi Nurul K. 2012. Pengaruh Impregnasi
Logam Titanium pada Zeolit Alam Malang Terhadap Luas Permukaan Zeolit.
ALCHEMY, Vol. 2, No. 1, Hal 58-67. UIN Maliki Malang.
Riestandhie. 2010. Pemanfaatan Cu-NaA dan Naa dengan Perkusor SiO2 dari
Sekam Padi untuk Adsorpsi Gas NOx. Surabaya: Prosiding Kimia FMIPA
ITS.
R. Muchtar, Penurunan Kandungan Phospat Dalam Air Dengan Zeolit, Jurnal
Zeolit Indonesia, 4(1), (Maret 2005) 36-42.
R.W. Matthews and S.R. Mc.Evoy, Destruction of Phenol in Water With Sun, Sand
and Photocatalysis, Solar Energy, 49 (6), (1992) 507-513.
Srihapsari, D. 2006. Penggunaan Zeolit Alam yang Telah Diaktivasi dengan
Larutan HCl untuk Menyerap Logam-Logam Penyebab Kesadahan Air.
Skripsi. Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang.
Tjahjanto, Rachmat T, dan Jarnuzi Gunlazuardi. 2001. Preparasi Lapisan Tipis
TiO2 sebagai Fotokatalis: Keterkaitan antara Ketebalan dan Aktivitas
Fotokatalisis. Makara, Jurnal Penelitian Universitas Indonesia, Vol. 5, No. 2,
Hal 81-91.
Trisunaryanti, Wega, Endang Triwahyuni, dan Sri Sudiono. 2005. Preparasi,
Modifikasi dan Karakterisasi Katalis NI-MO/Zeolit Alam dan MO-NI/Zeolit
Alam. TEKNOIN, Vol. 10, No. 4, Hal. 269-282. Universitas Gajah Mada.
Utomo, M. Pranjoto, dan Endang Widjajanti L. 2007. Tinjauan Umum Tentang
Deaktivasi Katalis pada Reaksi Katalis Heterogen. Seminar Nasinal
Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA. UNY.
Widiyarti, Galuh. 2010. Pengaruh Metode Preparasi dan Kandungan Logam Aktif
Terhadap Aktivitas Katalis Ni/Kieselguhr. Jurnal material sains Indonesia
volume 11 nomer 2 Tangerang.

Anda mungkin juga menyukai