Anda di halaman 1dari 30

Review Jurnal

“SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN APLIKASI TiO2-ZEOLIT


NANOKOMPOSIT UNTUK PENGEMBANGAN PERAWATAN
LIMBAH PEWARNA INDUSTRI”

Disusun oleh:

Fahmi Hamdani Bakrie (11150960000061)


Rifky Surya Nugraha (11150960000059)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam beberapa tahun terakhir, industrialisasi yang cepat telah
memperluas penggunaan pewarna sintetis dalam berbagai aplikasi industri untuk
memenuhi atau meningkatkan tuntutan pada produk konsumen demi
mempertahankan pertumbuhan ekonomi nasional. Ini adalah perubahan baik dan
positif dalam usaha membentuk prospek ekonomi jangka pendek atau jangka
panjang suatu negara. Dimensi lingkungan dari penanganan yang efektif dan
manajemen air limbah pewarna industri yang dihasilkan dari proses industrialisasi
tersebut kerap kali luput dari perhatian.
Limbah pewarna industri sangat sulit untuk untuk diatasi, karena biasanya
memiliki kandungan garam yang tinggi dan kandungan bahan organik yang
membuat daya biodegradibilitasnya rendah di lingkungan. Untuk menjaga dan
mencegah bioakumulasi bahan pewarna sintetis menumpuk di alam, biasanya
pihak industri langsung membuang limbah cairnya ke saluran air lingkungan atau
bahkan ke IPAL yang tidak seharusnya. Selain itu, limbah pewarna industri harus
ditampung untukproses pemurnian lebih lanjut sebelum di alirkan ke IPAL. Hal
ini untuk memastikan bahwa sebagian besar bahan paling beracun dan berbahaya
seperti pewarna sintetis azo-aromatik dan senyawa turunannya di treatment untuk
meghindari pencemaran dan menyebarnya ke ekosistem lingkungan.
Selain itu, hasil penguraian senyawa pewarna sintetis akan menghasilkan
produk seperti benzidin, naftalena dan senyawa aromatik lainnya yang beracun,
karsinogenik dan mutagenik tidak hanya untuk organisme hidup laut tetapi juga
mempengaruhi manusia melalui rantai makanan. Lupica melaporkan efek
toksikologi pewarna sintetis dapat mempengaruhi bentuk dan ukuran sel darah
merah ikan. Selain itu, dilaporkan juga bahwa bahan pewarna sintetik yang tidak
diolah dapat menyebabkan pengurangan organ reproduksi tikus hingga 44%,
penurunan konsentrasi protein total sebesar 70% dan kolesterol menipis hingga
91%.
Fotokatalisis merupakan pengembangan dari teknologi oksidasi yang
digunakan untuk air dan pengolahan air limbah yang telah luas didokumentasikan
karena kemampuannya untuk mendegradasi semua polutan air tanpa terkecuali.
Fotokatalis semikonduktor berukuran nano biasa digunakan karena memiliki luas
permukaan spesifik yang tinggi, dengan demikian dapat menghasilkan yield
sampai surface reaksi yang tinggi selama degradasi polutan air. Pemanfaatan
fotokatalis nano-sized dalam pengolahan lanjutan dari limbah pewarna industri
tetap sangat menarik, karena terkait dengan masalah pasca-pemisahan dan
recovery fotokatalis yang telah dipakai.
Sebagai perbandingan, zeolit alami yang melimpah di alam, mudah
tersedia dan murah sebagai immobiliser substrat untuk mensintesis nanokomposit
fungsional dengan oksida logam semikonduktor. Terlebih lagi zeolit memiliki
kristal aluminosilikat dengan struktur rongga berbeda dan kapasitas pertukaran
ion yang tinggi, tektosilikat dengan saluran mikropori, ruang pori, filter
molekuler, adsorpsi dan kapasitas katalis.
Baru-baru ini TiO2 nanokomposit zeolit telah banyak dipelajari untuk
menghilangkan humic acid dari sumber air minum. Tujuan utama dari penelitian
ini adalah untuk merancang bentuk fungsional TiO2 nanokomposit zeolit dengan
memvariasikan konsentrasi asam, zeolite loading, dan suhu pemijaran yang
digunakan dalam proses sintesis two-step sol-gel yang dimodifikasi untuk aplikasi
selanjutnya dalam pengembangan treatment limbah pewarna industri.
Dalam hal ini TiO2 berukuran nano kristal itu disintesis dan dimobilisasi
pada partikel zeolit berukuran submikron untuk mengaktifkan fungsi
“nanopartikel” dan melihat struktur mikro untuk memudahkan pasca-pemisahan
dan recovery setelah treatment limbah pewarna industri.
Dengan penelitian ini, diharapkan teknologi treatment air fotokatalitik
dengan memanfaatkan TiO2 nanokomposit zeolit dapat memberikan kemudahan
dalm hal teknis juga sebagai solusi biaya yang efektif untuk pengembangan
treatment limbah pewarna industri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana merancang bentuk fungsional TiO2 nanokomposit zeolit
dengan berbagai variasi dalam proses sintesis two-step sol-gel
termodifikasi?
2. Bagaimana karakterisasi TiO2 nanokomposit zeolit?
3. Bagaimana fotoaktivitas TiO2 nanokomposit zeolit pada degradasi
indikator pengganti pewarna reaktif Black 5?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Merancang bentuk fungsional TiO2 nanokomposit zeolit dengan
berbagai variasi dalam proses sintesis two-step sol-gel termodifikasi.
2. Mengetahui karakterisasi TiO2 nanokomposit zeolit.
3. Mengetahui fotoaktivitas TiO2 nanokomposit zeolit pada degradasi
indikator pengganti pewarna reaktif Black 5.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Zeolit
Zeolit berasal dari kata “zeinlithos” yang berarti batuan berbuih. Zeolit
merupakan plastic alumina silikat dengan rumus empiris Mx/n.(AlO2)x.
(SiO2)y.Xh2O. Terbentuk dari tetrahedral alumina dan plasti dengan rongga-
rongga didalam yang berisi ion-ion logam, biasanya golongan logam alkali, dan
molekul air yang bergerak bebas. Zeolit merupakan suatu kelompok mineral yang
dihasilkan dari proses hidrotermal pada batuan beku basa. Mineral ini biasanya
dijumpai mengisi celah-celah ataupun rekahan dari batuan tersebut. Selain itu
zeolit juga merupakan endapan dari aktivitas vulkanik yang banyak mengandung
plasti plasti. Pada saat ini penggunaan mineral zeolit semakin meningkat, dari
penggunaan dalam plastic kecil hingga dalam plastic berskala besar. Di plasti
maju seperti Amerika Serikat, zeolit sudah benar-benar dimanfaatkan dalam
plastic . (Sarno, H.1983)
Karena sifat-sifat yang dimiliki oleh zeolit, maka mineral ini dapat
dimanfaatkan dalamberbagai bidang, seperti dalam bidang plastic yaitu sebagai
bahan yang dapat digunakan untuk membantu pengolahan limbah pabrik. Masalah
limbah plastic semakin meresahkan masyarakat, sehingga banyak dilakukan
usaha-usaha untuk mengatasi pencemaran limbah ini, baik itu dengan mengurangi
volume limbah yang terbuang ataupun dengan mendaur ulang kembali limbah
tersebut. Zeolit sintetis adalah suatu senyawa kimia yang mempunyai sifat fisik
dan kimia yang sama dengan zeolit alam. Zeolit ini dibuat dari bahan lain dengan
proses sintetis. Karena secara umum zeolit mampu menyerap, menukar ion dan
menjadi katalis, membuat zeolit sintetis ini dapat dikembangkan untuk keperluan
plastic top pengolah limbah.

2.2 Karakteristik Sifat-Sifat Zeolite


2.2.1 Sifat Dehidrasi.
Zeolit mempunyai sifat dehidrasi yaitu melepaskan molekul H2O apabila
dipanaskan. Pada umumnya struktur kerangka zeolit akan menyusut. Tetapi
kerangka dasarnya tidak mengalami perubahan secara nyata. Molekul H 2O dapat
dikeluarkan secara plastic to. Pada pori-porinya terdapat kation-kation dan atau
molekul air. Bila kation-kation dan atau molekul air tersebut dikeluarkan dari
pori dengan perlakuan tertentu maka zeolit akan meninggalkan pori yang
kosong. Secara alami pori-pori  Zeolite yang belum diolah akan mengandung
sejumlah molekul air dan alkali atau alkali tanah hidrat. Proses pemanasan pada
temperature 300 – 400 celcius dapat  menghilangkan kandungan air dan hidrat
pada alkali atau alkali tanah hidrat. Zeolit yang sudah mengalami pemanasan ini
disebut Zeolite Teraktivasi Fisika artinya Zeolite terdehidrasi atau Zeolit yang
kelihangan air.

Pemanasan zeolit terhidrasi  untuk menjadikan zeolit  terdehidrasi


2.2.2 Sifat Penjerapan, Adsorben
Zeolit mempunyai kapasitas yang tinggi sebagai penjerap (adsorben).
Mekanisme adsorpsi yang mungkin terjadi adalah adsorpsi fisika (melibatkan
gaya Van der Walls), adsorpsi kimia (melibatkan gaya elektrostatik), ikatan
plastic dan pembentukan kompleks koordinasi. Molekul atau zat yang dijerap
akan menempati posisi pori. Daya serap (absorbansi) zeolit tergantung dari
jumlah pori dan luas permukaan. Molekul-molekul dengan ukuran lebih kecil
dari pori yang mampu terjerap oleh zeolit.
Zeolit Sebagai Absorben

Alkohol seperti fenol adalah zat pengotor yang bersifat racun bagi
manusia. Air yang mengandung fenol dapat dibebaskan dari fenol dengan
melewatkan air dalam Zeolit teraktivasi. Fenol yang terkandung dalam air akan 
teradsorpsi dan menempati posisi pori-pori. Sehingga konsentrasi fenol dalam
air menjadi kurang.

2.2.3 Sifat Pertukaran Ion


Kation-kation pada pori berperan sebagai penetral muatan zeolit. Kation-
kation ini dapat bergerak bebas sehingga dapat dengan mudah terjadi pertukaran
ion. Mekanisme pertukaran kation tergantung pada ukuran, muatan dan jenis
zeolitnya.

Pertukaran ion pada zeolit


Larutan atau air yang mengandung ion-ion Ca2+ dilewatkan dalam Zeolite-
Na teraktivasi. Ion Ca2+ dalam larutan atau air akan mengganti ion-ion Na+ yang
ada dalam pori-pori Zeolit-Na. Ion-ion Na+ akan lepas ke dalam larutan atau air.
Pada akhirnya konsentrasi Ion Ca2+ dalam larutan atu air akan berkurang.
Reaksi pertukaran ion-ionnya dapat dijelaskan sebagi berikut:
Z-Na + CaCl2           Z-Ca + 2 NaCl
Z-Na = Zeolit-Natrium
Z-Ca = Zeolit-Natrium

2.2.4 Sifat Penyaringan, Sieving


Zeolit dengan struktur kerangka “framework” mempunyai luas permukaan
yang besar dan berperan sebagai saluran yang dapat menyaring ion/molekul
(molecular sieving). Peran Zeolit sebagai penyaring ataupun pemisah molekul
didasarkan pada perbedaan bentuk, ukuran, dan polaritas molekul yang disaring.
Sifat ini disebabkan zeolit mempunyai pori dengan ukuran tertentu. Molekul
yang berukuran lebih kecil dari pori dapat melintas sedangkan yang berukuran
lebih besar dari pori akan tertahan.

Zeolit Sebagai Molecular Sieving


Larutan yang terdiri dari CH4 dan iso-parafin dapat dipisah dengan cara
dilewatkan dalam Zeolite teraktivasi. Molekul CH4 memiliki diameter lebih
kecil dari diameter pori zeolit, sedangkan n-parafin memiliki diameter yang
lebih besar daripada pori-pori zeolit. Dengan demikian CH4 dapat lolos
melewati pori zeolite, sedangkan n-parafin tertahan dan tidak dapat lewat pori
zeolit.
2.2.5 Sifat Katalis-Katalisator
Sifat sebagai katalis didasarkan pada adanya ruang kosong yang dapat
digunakan sebagai katalis ataupun sebagai penyangga katalis untuk reaksi
katalitik. Kemampuan zeolit sebagai katalisberkaitan dengan tersedianya pusat-
pusat aktif dalam saluran antar zeolit. Pusat-pusat aktif tersebut terbentuk karena
adanya gugus fungsi asam tipe Bronsted maupun Lewis.
Perbandingan kedua jenis asam ini tergantung pada proses aktivasi zeolit
dan kondisi reaksi. Pusat-pusat aktif yang bersifat asam ini selanjutnya dapat
mengikat molekul-molekul basa secara kimiawi. Zeolite dengan rasio Si/Al yang
tinggi akan menyebabkan keasaman tinggi.

Zeolite Sebagai Katalis

Cracking adalah penguraian molekul-molekul senyawa hidrokarbon yang


besar menjadi molekul-molekul senyawa hidrokarbon yang kecil. Contoh
crackingini adalah pengolahan minyak solar atau minyak tanah menjadi bensin.
n-hexadecane   +    catalis   —->   isooctane    +    heptanes
C16H34     +   Zeolite-Mo —->  C8H18          +         C7H16
Rasio Unsur Silikon-Alumunium, Rasio Si/Al.
Perbandingan Silikon-Alumuniuml, Si/Al, Tinggi.
Zeolit memiliki Silikon tinggi dengan kandungan Alumunium rendah.
Muatan Zeolit dapat menjadi lebih rendah dengan kation yang lebih sedikit.
Pori-pori  zeolit akan lebih Hidrofobik, artiya pori-pori lebih tidak suka air atau
cenderung kering.
Zeolit memiliki daya adsorpsi tinggi pada senyawa karbon. Selain itu
zeolit memiliki affinitas tinggi terhadap hidrokarbon. Rasio Si/Al yang tinggi
menyebabkan zeolit memiliki lebih banyak pusat aktif dengan keasaman tinggi.
Perubahan rasio  Si/Al dapat dilakukan dengan proses dealuminasi.
Perbandingan Silikon-Alumunium, Si/Al, Rendah.
Zeolit memiliki lebih banyak alumunium daripada plastic. Muatan zeolit
akan menjadi lebih tinggi dengan kation yang lebih banyak. Hal ini akan
menyebabkan kapasitas tukar ion menjadi lebih banyak. Pori-pori zeolit lebih
Hidrofilik artinya pori-pori lebih suka air, atau mudah basah. Zeolit memiliki
daya adsorpsi yang rendah. Zeolit dengan rasio Si/Al rendah mempunyai afinitas
tinggi terhadap molekul bersifat polar.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


Titanium (IV) butoxide (97% gravimetric, Sigma–Aldrich), etanol (Kollin
Chemicals) dan zeolit (ukuran partikel < 45µm, Sigma–Aldrich, Kode produk:
96096). Asam Nitrat (Kollin Chemicals), natrium hidroksida (Kollin Chemicals)
dan Pewarna Reactive Black 5 (C26H21N5Na4O19S, 55% Sigma–Aldrich) disiapkan
untuk konsentrasi yang diinginkan di akhir melalui penambahan air deionisasi.

3.2 Prosedur Penelitian


3.2.1 Preparasi TiO2 nanokomposit zeolit
Metode modifikasi two-step sintesis sol-gel dari TiO2 nanokomposit zeolit
telah dilaporkan Chong et al. Sebagai pengecualian kaolinit digantikan oleh
partikel zeolit.
25 mL TiO2 dicampurkan dengan 30 mL etanol dengan pengadukan
magnetic stirrer, campuran dinotasikan sebagai campuran A. Kemudian 50 mL
asam nitrat encer diteteskan kedalam campuran A diaduk terus-menerus sampai
dispersi pertama menjadi putih sampai yang terlihat sol transparan homogen tanpa
curah hujan. Pengadukan dilanjutkan selama 30 menit lagi untuk memastikan
homogenitas sol homogen transparan terbentuk. Setelah ini, partikel zeolit dibuat
menjadi suspensi melalui penambahan 100 mL deionisasi air dan suspensi zeolit
direndam dalam air yang dengan suhu 37° C. Sol transparan yang disiapkan
ditambahkan tetes bijih ke suspensi zeolit dan campurannya terus diaduk selama 4
jam. Selanjutnya, campuran terakhir didinginkan hingga suhu kamar dan selama
13-16 jam. Setelah proses tersebut, campuran disaring dan dicuci berulang-ulang
tiga kali dengan air deionisasi kemudian filtrat dikeringkan pada 65–70 ° C
selama 2–4 jam. Pada tahap akhir, filtrasi yang mengandung TiO 2
Nanocomposites-zeolit dipijarkan pada temperatur yang berbeda sebelum
digunakan sebagai fotokatalis untuk pengolahan limbah pewarna sintetis industri.
3.2.2 Karakterisasi TiO2 nanokomposit zeolit
Gambar pemindaian medan emisi mikroskop elektron diperoleh
menggunakan mikroskop elektron Hitachi SU8010 pada akselerasi tegangan 5 kV.
Demikian pula, analisis X-ray dispersif energi dilakukan menggunakan unit
elektron yang sama setelah sampel dilapisi dengan platinum untuk memudahkan
analisis persentase atom elemen dan berat elemen, masing-masing.
Brunauer – Emmett – Teller luas permukaan spesifik dari TiO2 zeolit
nanokomposit ditentukan dengan menggunakan isoterm adsorpsi yang diperoleh
dari Micromeritics BET ASAP 2020 (luas permukaan dan porositas analyzer)
pada 77 ± 0,5 K dalam nitrogen cair dan dengan menggunakan persamaan BET.
Sampel dideduksi pada suhu tinggi semalam sebelum dianalisis untuk SSA,
volume pori dan ukuran pori TiO 2. Sampel tersebut dipanaskan pada suhu tinggi
semalam sampel itu pada suhu tinggi sedang dianalisis untuk SSA, pori-pori
volume dan pori-pori ukuran nanocomposite zeolit TiO 2. Kelompok-kelompok
fungsional di TiO2 - nanocomposites-zeolit dianalisis menggunakan Thermo
Scientific FTIR Nicolet iS10 sementara ukuran partikel distribusi ditentukan
menggunakan Malvern Mastersizer 3000.

3.2.3 Percobaan Fotokatalitik pada larutan reaktif Black 5 berair


Fotoaktifitas dari TiO2 yang disintesis Nanocomposites-zeolit diuji pada
degradasi indikator pengganti, pewarna Reaktif Black 5, yang umumnya
ditemukan dalam air limbah pewarna industri. Percobaan fotokatalitik pada
larutan Reaktif Black 5 berair Photoactivity dari TiO2 yang disintesis
Nanocomposites-zeolit diuji pada degradasi indikator pengganti, Reaktif Black 5
pewarna, yang umumnya ditemukan dalam air limbah pewarna industri. Larutan
reaksi ditempatkan dalam gelas pada pengaduk magnet di bawah Penerangan UV
sekitar 300 μW/cm2. Ventilasi udara di dalam kotak reaktor dikontrol
menggunakan pompa vakum dengan ventilasi tingkat ditetapkan pada 2 L/menit.
Pengambilan sampel dilakukan selama reaksi menggunakan mikropipet.
Larutan reaksi ditempatkan dalam gelas pada pengaduk magnet di bawah
Penerangan UV sekitar 300 μW/cm2. Ventilasi udara di dalam kotak reaktor
dikontrol menggunakan pompa vakum dengan ventilasi tingkat ditetapkan pada 2
L/menit. Pengambilan sampel dilakukan selama reaksi menggunakan mikropipet.
Selama inisiasi percobaan fotokatalitik, 100 mL dari larutan reaksi
ditempatkan dalam gelas dengan pemuatan fotokatalis tertentu. Larutan reaksi
kemudian digerakkan secara magnetis selama 30 menit untuk memastikan
pencampuran homogen sebelum iluminasi UV dihidupkan. Selanjutnya, sampel
dikumpulkan setiap 30 menit hingga 180 menit waktu reaksi. Sampel yang
dikumpulkan disentrifugas (ScanSpeed Mini, Labogene, Denmark) pada 12.000
rpm selama 15 menit sebelum supernatan dipisahkan dan disaring, analisis. Suatu
rangkap tiga dari larutan reaksi adalah sampel dimana Spektrum absorp dipindai
menggunakan spektrofotometer UV-vis (Genesys 10uv, Thermo Electron
Corporation). Yang monokromatik panjang gelombang maksimum 597 nm dari
pemindaian UV-vis digunakan, untuk menentukan konsentrasi pewarna Reaktif
Hitam 5 dalam sampel. Nanocomposites-zeolit, data mentah pada konsentrasi-
waktu dipasangi dengan Model Langmuir = Hinshelwood seperti yang diberikan
dalam Persamaan. Ada yang memilih model kinetik ini untuk merepresentasikan
fotokatalisis heterogen reaksi karena senyawa pewarna model dianggap adsorbsi
pada permukaan katalis sebelum terdegradasi dan akhirnya, produk akan diserap
dari permukaan katalis. Untuk mengevaluasi fotoaktivitas TiO2 pada konsentrasi
zat warna, Chong et al. menemukan bahwa Langmuir–Model Hinshelwood bisa
lebih disederhanakan ketika nilai KC-nya kurang dari 1 model kinetika orde
pseudo-orde sesaat yang disederhanakan seperti yang diberikan dalam persamaan.

di mana r adalah laju reaksi, k adalah konstanta laju reaksi, K adalah konstanta
adsorpsi Langmuir dinamis, C adalah konsentrasi pewarna dan aplikasi kapp adalah
konstanta laju reaksi orde pseudo-orde pertama.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Efek Konsentrasi Asam Nitrat


Sintesis TiO2 sol-gel merupakan langkah pertama dalam metode sintesis
gel-gel dua langkah modified seperti yang dilaporkan sebelumnya oleh Chong et
al. Larutan prekursor pertama dihidrolisis dalam reaksi hidrolisis diikuti oleh
kondensasi. Melalui metode sintesis ini, dimungkinkan untuk mengontrol
homogenitas TiO2 sol-gel serta tune mikrostruktur kristal TiO2 akhirnya terbentuk.
Untuk menghasilkan kristal TiO2 nanosized, kontrol pada ex-tenda reaksi
hidrolisis sangat penting. Dalam penelitian ini, hidrolisis Ti-prekursor dilakukan
dalam dua tahap, di mana sebagian negara dengan kondisi drolysed pertama kali
ditargetkan dengan menambahkan etanol absolut ke prekursor Ti. Chong dan Jin
menjelaskan bahwa kondisi hidrolisis parsial ini adalah untuk menyediakan ligan
Ti yang tidak terhidrolisa untuk pertumbuhan gugus-ke-kluster TiO2 yang lebih
baik selama kondensasi, serta untuk memberikan homogenitas molekul yang lebih
baik. Karena rentang fungsionalitas etanol yang rendah dalam hidrolisis Ti-
prekursor, tingkat sebenarnya dari reaksi hidrolisis dikontrol oleh reaksi hidrolisis
asam HNO3 kedua yang dikatalisis.
Gambar. 1 menunjukkan efek dari berbagai konsentrasi HNO 3 selama
langkah reaksi hidrolisis asam-katalis pada tekstur dan karakteristik gelasi TiO 2
sol-gel terbentuk. Kisaran konsentrasi HNO3 yang dipelajari adalah antara 0,05 M
dan 1 M. Dalam hal ini, variasi dalam konsentrasi HNO 3 menghasilkan TiO2 sol-
gel dari fluiditas dan presipitasi yang berbeda. Sebelumnya, Chong et al.
melaporkan bahwa konsentrasi HNO3 optimum terletak pada kisaran 0,25-0,30 M
tanpa kontrol suhu dan kelembaban selama percobaan sintesis. Dari Gambar. 1,
namun, diamati bahwa ada beberapa endapan dalam benjolan masih terjadi pada
konsentrasi HNO3 di bawah 0,35 M. Presipitasi diamati pada konsentrasi asam
rendah karena tingkat gelasi yang sangat tinggi yang mengakibatkan endapan di
TiO2 poli-meric jaringan gel. Untuk sintesis nanokomposit TiO 2-zeolit, presipitat
tidak menguntungkan untuk imobilisasi kristal TiO 2 ke permukaan luar zeolit
karena tingkat fluiditasnya yang rendah (yaitu TiO 2 sol-gel yang tidak mengeras).
ketika konsentrasi asam 0,30 - 0,3 M digunakan, ditemukan pengerasan gel terjadi
hampir seketika setelah penambahan danstirring dengan HNO 3. tidak ada
presipitasi yang diamati untuk konsentrasi HNO3 di atas 0,35 M dimana
sebaliknya, gel keras yang jelas terbentuk pada kisaran konsentrasi asam 0,35 -
0,40 M. karena konsentrasi HNO 3 tinggi di atas 0,5 M, tidak ada gelatin yang
terjadi bahkan setelah lama.

Gambar. 1. Pengaruh konsentrasi HNO3 yang berbeda pada karakteristik tekstur


dan gelasi TiO2 sol-gel yang terbentuk.
Ketika konsentrasi asam 0,38 M digunakan, gel terbentuk mengeras pada
tingkat yang lebih rendah yang memungkinkan Ti-sol ditambahkan tetes demi
tetes ke tahap suspensi suspensi zeolit. dengan demikian, konsentrasi HNO 3
optimum yang ditemukan dalam penelitian ini yang menunjukkan perilaku gelasi
yang baik dengan tingkat fluiditas yang dapat diterima dan tidak ada pengendapan
yang terjadi pada 0,38 M. Ini tidak sesuai dengan temuan sebelumnya yang
direport oleh Chong et al dan ini disimpulkan karena suhu yang lebih tinggi dan
tingkat kelembaban lokal dalam percobaan ini. Sebuah studi sistematis harus
dilakukan untuk memahami efek suhu dan kelembaban pada karakteristik tekstur
dan gelasi akhir dari TiO2 sol-gel yang terbentuk. Selain mendapatkan tekstur
yang tepat dan karakteristik gelasi TiO2 sol-gel, diketahui juga bahwa kondisi
optimum juga akan mempengaruhi ukuran kristal-likel TiO2 yang terbentuk.
Dalam studi ini, karena volume asam yang digunakan dijaga tetap konstan
sementara molaritas bervariasi, parameter sintesis dominan terkait dengan pH. Su
et al. juga melaporkan bahwa partikel kristalit TiO2 dalam larutan berair memiliki
muatan permukaan yang sangat tergantung pada pH. Ketika biaya permukaan
partikel TiO2 tinggi, gaya tolak yang kuat mengerahkan di antara partikel-partikel
yang membuat mereka kurang mungkin untuk membentuk agregat dan dengan
demikian, menghasilkan Ti-sol yang lebih stabil dengan ukuran partikel yang
lebih kecil. Juga dilaporkan bahwa ukuran partikel TiO 2 besar terbentuk antara pH
5 dan pH 8 dimana presipitat putih terbentuk. Jelas Ti-sol terbentuk pada pH
rendah dilaporkan untuk membentuk partikel TiO 2 berukuran nano pada pH
kurang dari pH 3. Hal ini konsisten dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian
ini di mana, kondisi gel- TiO2 optimum dipilih dipilih adalah jelas dan tidak
mengandung presipitat .

4.2. Efek Pemuatan Zeolit


Dalam metode sintesis dua-langkah sol-gel yang dimodifikasi untuk
nanokomposit TiO2-zeolit, bagian terakhir adalah untuk melapisi Ti-2 sol-gel ke
permukaan eksternal zeolit sebelum dikenai perlakuan an-nealing terkontrol.
Selama optimalisasi kondisi sol-gel TiO2, reaksi hidrolisis yang dikatalisis asam
dimanipulasi untuk menghasilkan sol-gel dengan fluiditas optimal untuk
memungkinkan penambahan yang bijaksana ke dalam suspensi zeolit. Hal ini
dilakukan untuk memungkinkan pelapisan yang tepat dan lebih uni-bentuk dari
TiO2 soliter bermuatan positif yang tersebar ke kerangka kerja aluminosilikat yang
bermuatan negatif dari zeolit. Ini adalah theo-rised bahwa sol-gel TiO 2 hanya akan
amobilisasi pada permukaan eksternal zeolit tanpa terdispersi ke dalam pori-pori
atau rongga.
Gambar. 2. Gambar FE-SEM menunjukkan perubahan morfologi permukaan
zeolit (a) sebelum pemuatan TiO2; (b) setelah pemuatan TiO2; (c) dengan zeolit
5% b / v; (D) dengan 10% b / v zeolit; (e) dengan 15% b / v zeolit dan (f)
mengukur ukuran kristal TiO2 pada zeolit.
Gambar 2 (a) dan (b) menunjukkan gambar FE-SEM yang menunjukkan
perubahan morfologi permukaan zeolit, baik sebelum dan sesudah pemuatan TiO2.
Dari Gambar. 2 (a) dan (b), dapat diamati bahwa perubahan yang berbeda dalam
morfologi permukaan terjadi ketika TiO2 heterogen dimobilisasi pada permukaan
zeolit. Untuk menyelidiki lebih lanjut efek dari beban zeolit pada dispersi TiO2,
beban massa zeolit yang berbeda dalam suspensi 5%, 10% dan 15% b / v
dicampur dengan volume konstan Ti-sol yang dibuat dari prosedur sintesis
pertama. Gambar 2 (c) - (e) menunjukkan gambar FE-SEM dari nanocompos
TiO2-zeolit yang disintesis di bawah tiga pemuatan massa zeolit yang berbeda
pada 5% (b / v), 10% (b / v) dan 15% (w / v), masing-masing.
Dari Gambar. 2 (c) - (e), analisis tiga pembebanan massa zeolit yang
berbeda yang digunakan mengungkapkan bahwa partikel TiO 2 tidak terdistribusi
secara merata di atas permukaan zeolit dan banyak bagian dari permukaan zeolit
masih tetap kosong dan ditemukan oleh Partikel TiO2. Ketika loading zeolit
rendah 5% (w / v) dicampur dengan volume konstan Ti-sol, lapisan TiO2 pada
permukaan zeolit ditemukan lapisan tebal dan berlapis (Gambar 2 (c)). Ini
mungkin karena agregasi partikel TiO2 selama proses imobilisasi dan diyakini
menyebabkan penurunan luas permukaan efektif partikel TiO2 yang telah
bergerak di permukaan zeolit. Namun demikian, pada pemuatan massa zeolit yang
lebih besar, lapisan TiO2 pada permukaan zeolit menunjukkan lapisan yang
konsisten dan berlapis dan lapisan ini tampaknya menjadi lebih tipis ketika beban
zeolit meningkat (yaitu 15% b / v). Hal ini dikaitkan dengan jumlah yang lebih
tinggi situs kristal nukleasi tersedia untuk TiO 2 mengikat ketika pemuatan zeolit
yang lebih tinggi digunakan. Akhirnya, analisis X-ray dispersif energi dilakukan
untuk memvalidasi kehadiran dan komposisi Ti dalam nanocomposites TiO 2
-zeolit disiapkan. Tabel 1 menunjukkan komposisi unsur kuantitatif dari
nanocom-posite TiO2-zeolit yang disiapkan dari analisis EDX dan ini menegaskan
bahwa lapisan berlapis yang terbentuk pada permukaan zeolit memang disebabkan
oleh imobilisasi partikel TiO2. Karena jumlah Ti yang ditambahkan tetap tidak
berubah selama percobaan sintesis, baik berat dan persentase atom Ti dalam
nanokomposit TiO2-zeolit diukur (menggunakan EDX) menjadi sekitar 23,83%
dan 10,02%, masing-masing.
4.3. Karakterisasi Nanokomposit TiO2-Zeolit
4.3.1. BET Analisis Isoterm Adsorpsi
Dengan menganalisis isoterm adsorpsi nitrogen pada permukaan zeolit
meso-porous pada tekanan relatif yang meningkat, area permukaan BET, ukuran
dan volume pori ditentukan. Gambar. 3 menunjukkan isoterm adsorpsi dan
desorpsi dari TiO2-zeolit nanocompos-ites untuk pemuatan zeolit 5% b / v dan
perlakuan anil pada 400 ° C. Dari Gambar. 3, dapat diamati bahwa isoterm
adsorpsi dan desorpsi tidak sama untuk daerah tertentu tekanan relatif. Fenomena
ini dikenal sebagai loop histeresis dan umumnya dieksploitasi pada adsorben
mesopori seperti partikel zeolit yang digunakan dalam penelitian ini. Dengan
karakteristik isoterm adsorpsi dan desorpsi, isoterm yang diamati dapat
diklasifikasikan sebagai isoterm Tipe IV sesuai dengan klasifikasi isoterm
IUPAC.

Gambar. 3. Adsorpsi dan desorpsi isoterm dari TiO2-zeolit nanokomposit untuk


pemuatan zeolit 5% b / v dan perlakuan anil pada 400 ° C.

Tabel 1. Komposisi unsur dari nanocomposites TiO2-zeolit yang disiapkan dari


analisis EDX.
Tabel 2. Pengaruh pemuatan zeolit dan suhu annealing yang berbeda pada luas
permukaan BET, ukuran pori dan volume pori.
Tabel 2 menunjukkan efek pemuatan zeolit dan annealing suhu di area
permukaan BET, ukuran pori dan distribusi volume pori. Diamati bahwa
peningkatan pembebanan zeolit dari 5% sampai 10% (b / v) dalam suspensi
disertai dengan peningkatan luas permukaan BET, sebagai struktur zeolit
mesopori berpori. Pada pembebanan zeolit 5% (b / v), itu ditemukan melalui
pencitraan FE-SEM (Gambar 2 (f)) bahwa kristal TiO 2 terdispersi lebih sering
pada permukaan zeolit karena situs nukleasi yang lebih rendah. Ketika volume
pori diperiksa untuk pemuatan massa zeolit pada 5% dan 10% (b / v), dua potensi
hypothe-ses dapat digambarkan. Pertama, imobilisasi kristal TiO2 pada permukaan
luar zeolit menyebabkan penyumbatan pori-pori zeolit dan menghasilkan redaman
volume pori dari 0,223379 cm3 / g menjadi 0,201215 cm3 / g. Kedua, lapisan
TiO2 amobil pada zeolit dapat membentuk struktur mikro yang dapat
meningkatkan pori-pori volume nanocomposites TiO2-zeolit. Namun demikian,
dari analisis BET bahwa ukuran pori zeolit berkisar antara 2 dan 3 nm sedangkan
kristal TiO2 diukur dari 10 hingga 100 nm. Dengan demikian, perbedaan ukuran
pori zeolit dan ukuran kristal TiO2 menegaskan bahwa hipotesis kedua adalah
valid sedangkan lapisan TiO2 mikropori dibentuk pada permukaan zeolit
eksternal.
Ketika efek temperatur annealing dipelajari antara 300 ° C dan 600 ° C,
nanocomposites TiO2-zeolit ditemukan untuk mengeksploitasi daya rentang yang
luas dalam hal luas permukaan BET, ukuran dan volume pori. Dengan
memastikan pemuatan massa zeolit konstan pada 5% (b / v), peningkatan suhu
pendinginan dari 300 ° C hingga 400 ° C diamati memiliki efek yang dapat
diabaikan pada area permukaan BET tetapi sedikit peningkatan pada keduanya.
ukuran dan volume pori. Namun, ketika suhu anil meningkat menjadi 600 ° C,
pengurangan mendadak pada area permukaan BET dari 279,5122 ± 1,1593 m2 / g
menjadi 38,1123 ± 1,2562 m2 / g diamati. Vimonses dkk.  melaporkan bahwa ada
puncak endotermik kecil pada 600 ° C dalam zeolit yang sesuai dengan proses
dehidroksilasi di zeolit. Puncak endotermik ini adalah alasan potensial untuk
pengurangan tiba-tiba di area permukaan BET seperti yang diamati ketika suhu
anil meningkat dari 400 ° C hingga 600 ° C. Bersamaan dengan itu, peningkatan
ukuran dan volume pori diamati dan ini dalam kesepakatan dekat dengan puncak
endotermik yang diamati pada zeolit pada suhu 600 ° C.

4.3.2. Spektroskopi inframerah Fourier-transformasi (FTIR)

Gambar. 4. Perbandingan spektrum FTIR nanokomposit zeolit murni dan TiO2-


zeolit.
Kelompok-kelompok fungsional yang hadir dalam nanocompos TiO 2-
zeolit dipelajari menggunakan spektroskopi FTIR. Gambar. 4 menunjukkan
perbandingan spektra FTIR dari zeolit murni dan nanokompos TiO 2-zeolit. Dari
Gambar. 4, dapat diamati bahwa sampel nanokomposit murni zeolit dan TiO2-
zeolit dianil pada 500 ° C dan 600 ° C ex-hibited karakteristik spektra FTIR
serupa zeolit. Ini menunjukkan bahwa zeolit tinggi cocok untuk bertindak sebagai
immobilizer TiO2, karena struktur tidak dipengaruhi oleh suhu anil tinggi yang
digunakan. Pita lebar yang terjadi pada 3286 cm-1 pada kedua sampel
nanocomposites TiO2– zeolit terkait dengan vibrasi -OH dan bending grup silanol
(Si-OH), yang terbentuk karena interaksi antara gugus –Si dalam zeolit dan
molekul air. Sedangkan pita kecil pada 1619 cm-1 adalah karakteristik dari vibrasi
lentur dari ikatan H-O-H dalam molekul air yang terkait dengan partikel zeolit.
Setelah ini, puncak tajam yang tajam diamati pada 958 cm − 1 adalah karena
vibrasi peregangan imbang Si-O-Si atau Al-O-Al non-simetris dalam struktur
SiO4 dan AlO4 tetrahedral yang membentuk kerangka zeolit dan dengan
demikian, menjelaskan intensitas bandnya menjadi yang tertinggi.
Penelitian sebelumnya oleh Smirnov dan Graaf dan Damin dkk.
melaporkan bahwa penyisipan Ti ke dalam struktur zeolit akan menghasilkan
ikatan Ti-O-Si pada pita inframerah 960 cm − 1. Juga dilaporkan bahwa intensitas
band sebanding dengan jumlah Ti yang ada dalam kerangka zeolit. Namun,
spektrum FTIR di pita intens 958 cm − 1 yang mewakili ikatan Si dan Al
tetrahedral ditemukan membayangi potensi terbentuknya band Ti. Pengamatan ini
menunjukkan bahwa jumlah Ti yang ada dalam nanokomposit TiO 2-zeolit dapat
minimal dan sekali lagi terbukti bahwa lapisan kristal TiO2 mikroporous adalah
permukaan-terikat tanpa pengikatan interstisial ke dalam struktur zeolit.

4.3.3. Distribusi ukuran partikel


Sebelumnya, kristal TiO2 pada nanokomposit yang dikuatkan seperti
ditunjukkan pada Gambar. 2 (f). Dari rata-rata estimasi ukuran kristal TiO 2
melalui pengambilan sampel melalui gambar FE-SEM, kisaran ukuran ditemukan
antara 10 nm dan 80 nm. Sedangkan Gambar. 5 menunjukkan distribusi ukuran
partikel nanocomposites TiO2-zeolit diukur menggunakan metode difraksi cahaya
laser. Dari Gambar. 5, teramati bahwa rentang ukuran nanocomposites TiO 2-zeolit
bervariasi dari 0,4 hingga 200 μm dengan mayoritas partikel nanokomposit dalam
kisaran ukuran 5-10 μm. Ukuran partikel yang lebih besar diukur adalah karena
agregasi partikel zeolit dan ini ditunjukkan dalam pencitraan FE-SEM pada
Gambar. 6.
Dalam Gambar. 6, diamati bahwa agregat zeolit yang terbentuk terdiri dari
kubus disusun dalam acak dan cara yang tidak teratur. Sedangkan untuk distribusi
ukuran partikel di bawah 5 μm, ini ditemukan menjadi berkat kubus tunggal zeolit
yang tidak agregat. Itu juga mengamati bahwa ketika zeolit kubus agregat, mereka
akan membentuk rongga dan saluran di antara kubus. Dalam hal ini, kristal TiO 2
terlihat berikatan lebih sering ke rongga dan saluran, dibandingkan dengan
permukaan datar partikel zeolit. Dengan struktur nanokomposit TiO 2 dan zeolit,
diperkirakan bahwa mereka dapat menunjukkan efek "skala nano" sementara
mikrostruktur berukuran sub-mikron untuk memudahkan pemisahan setelah
pengolahan air limbah.

Gambar. 5. Distribusi ukuran partikel nanocomposites TiO2-zeolit.


Gambar. 6. Gambar FE-SEM menunjukkan (a) agregat besar nanokomposit
zeolit dan / atau TiO2-zeolit; (b) kubus tunggal non-agregat zeolit dan / atau
nanokomposit TiO2-zeolit.
4.4. Evaluasi Fotoaktivitas Nanocomposites TiO2-Zeolit
4.4.1. Pengaruh Pemuatan Katalis
Pemuatan katalis merupakan parameter penting dalam proses pengolahan
air fotokatalitik [21]. Pemuatan katalis optimal memungkinkan fotoaktivitas
maksimum sambil mencegah penggunaan katalis berlebih yang tidak perlu.
Gambar 7 menunjukkan plot dari konstanta laju order pseudo-first dari model
Reactive Black 5 dye terhadap loading TiO 2-zeolite nanocom-posite yang
digunakan. Eksperimen kontrol menunjukkan bahwa tanpa adanya radiasi UV,
degradasi fotokatalitik pewarna Reaktif Black 5 sangat rendah hingga dapat
diabaikan.
Dalam percobaan kontrol lainnya dengan tidak adanya fotokatalis
nanokomposit TiO2-zeolit, fotolisis UV langsung dari Reaktif Black 5 masih
terbukti dengan konstanta tingkat orde pertama terukur semu sebesar 0,0035
menit −1 (data tidak ditampilkan). Dari Gambar 7, ditemukan bahwa loading
TiO2-zeolite nanocom-posite optimal yang dibutuhkan adalah 0,3 g / L yang
menghasilkan konstanta laju order pseudo-first 0,0102 min −1. Terutama
peningkatan photoactivity ketika loading nanocomposites TiO2-zeolit meningkat
dari 0,1 g / L menjadi 0,3 g / L dikaitkan dengan jumlah yang lebih tinggi dari
situs aktif dan lebih radikal reaktif tersedia untuk reaksi permukaan. Namun,
reduksi photoactivity nanocomposites TiO2-zeolit adalah ob-disajikan pada
pembebanan katalis yang lebih tinggi karena meningkatnya kekeruhan dalam
larutan reaksi yang mencegah penetrasi dari iluminasi UV. Mahadwad et al. juga
menjelaskan bahwa peningkatan konsentrasi katalis akan menghasilkan
penonaktifan molekul aktif karena bertabrakan dengan molekul keadaan dasar.
Dengan demikian, nanocomposites TiO2-zeolit optimal untuk degradasi
fotokatalitik dari 10 ppm model Reaktif Black 5 pewarna dalam larutan aqueous
adalah 0,3 g / L.

Gambar 7. Plot dari konstanta laju order pseudo- pertama dari model Reaktif
Black 5 dye terhadap loading nanocomposites TiO2-zeolite yang digunakan.
4.4.2. Pengaruh Suhu Annealing
Gambar 8 menunjukkan efek temperatur annealing pada nanokomposit
TiO2-zeolit pada fotoaktivitasnya dalam mendegradasi model Reac-tive Black 5
dye dalam larutan encer. Sangat menarik untuk dicatat bahwa sampel
nanokomposit TiO2-zeolit dianil pada suhu 600 ° C menunjukkan photoactivity
yang lebih tinggi daripada yang dianil pada 300 ° C, meskipun area permukaan
spesifik BET yang lebih rendah untuk sampel annealing pada 600 ° C. Konstanta
orde pseudo-orde pertama yang jelas pada kedua 300 ° C dan 600 ° C masing-
masing adalah 0,0056 menit − 1 dan 0,0102 menit − 1. Fotoaktivitas yang lebih
tinggi dalam sampel nanokomposit TiO2-zeolit yang dianil pada suhu 600 ° C
dapat dikaitkan dengan pembentukan ukuran dan volume pori yang lebih tinggi
sebagaimana dibahas dalam Bagian 3.3.1. Properti fisikokimia lainnya yang
berkontribusi pada fotoaktivitas yang lebih tinggi adalah karena adanya fase TiO 2
pho-toactive, apakah murni anatase atau TiO2 rutil atau campuran dari dua fase
photoactive. Dari penelitian kami sebelumnya, kami menemukan bahwa fasa
berfotoase TiO2 fase anatase murni mendominasi di mana fase anatase / rutil
campuran hanya muncul ketika anil pada 650 ° C.

Gambar. 8. Pengaruh suhu annealing pada degradasi fotokatalitik dari pewarna


Reaktif Black 5 model dalam larutan berair. Konsentrasi pewarna awal: 10 ppm;
pH 5 dan nanokomposit TiO2-zeolit memuat: 0,3 g / L.
4.4.3. Pengaruh Konsentrasi Pewarna Awal
Gambar. 9. Perbandingan plot antara nanokomposit TiO2-zeolit dan partikel TiO2
komersial dalam konstanta laju orde pseudo-orde pertama terhadap konsentrasi
awal pewarna. Inset: Penurunan persentase pewarna terhadap waktu iluminasi UV
pada konsentrasi pewarna awal: 1 ppm; pH 5 dan pemuatan katalis 0,3 g / L.
Gambar. 9 menunjukkan plot perbandingan dari konstanta laju orde
pseudo-pertama antara TiO2-zeolit nanocomposites dan komersial TiO2 partikel
pada degradasi photocatalytic konsentrasi pewarna awal yang berbeda. Dari
Gambar. 9, ditemukan bahwa nanokomposit TiO2-zeolit menunjukkan konstanta
laju orde semu pertama yang lebih tinggi yaitu 0,0419 menit −1 daripada partikel
TiO2 komersial (yaitu 0,0297 menit − 1) pada konsentrasi pewarna rendah 1 ppm.
Hal ini relatif lebih tinggi daripada konjungsi laju pseudo-orde semu pertama
yang diperoleh pada konsentrasi pewarna yang lebih tinggi untuk kedua
nanokomposit TiO2-zeolit dan partikel TiO2 komersial.
Pada konsentrasi pewarnaan rendah, molekul pewarna secara dinamis
teradsorpsi, direaksikan dan des-orbed dari permukaan luar nanokomposit TiO 2-
zeolit. Dengan meningkatnya konsentrasi zat warna, jumlah kumulatif molekul
pewarna diserap ke dalam nanokomposit TiO 2-zeolit yang mengurangi penetrasi
iluminasi UV dan laju reaksi permukaan, secara spektral. Bersamaan dengan itu,
penyerapan iluminasi UV oleh molekul dye teradsorpsi di permukaan juga
melemahkan foton trans-missivity ke permukaan katalis. Inset pada Gambar. 9
menunjukkan plot perbandingan dalam kinetika degradasi fotokatalitik pewarna
Reaktif Black 5 pada 1 ppm untuk nanokomposit TiO 2 TiO2-zeolit dan partikel
TiO2 komersial. Dari plot kinetika, diamati bahwa degradasi lengkap pewarna
Reaktif Black 5 dicapai dalam 95 menit dan 120 menit menggunakan
nanocomposites TiO2-zeolit dan partikel TiO2 komersial, masing-masing.
Sementara pada konsentrasi pewarna awal yang lebih tinggi dari 10 ppm, diamati
bahwa partikel TiO2 komersial (yaitu 0,0128 menit − 1) berkinerja lebih baik
daripada TiO2-zeolit nanocom-posites (yaitu 0,0102 menit − 1). Gambar. 10
menunjukkan atenuasi dalam puncak absorbansi UV-vis pada nilai λmax dari 597
nm pada interval 30 menit, sebagai akibat dari pembelahan dan penghilangan
sistem characteristic karakteristik yang dihubungkan oleh ikatan azo (–N≡N–).
Berdasarkan temuan ini, dapat disimpulkan nanocomposites TiO2-zeolit
menunjukkan degradasi photocatalytic berorientasi adsorpsi lebih yang dapat
berguna untuk menghilangkan jejak polutan air di tahap pengolahan air / air
limbah lanjutan.
BAB V
KESIMPULAN

Metode sol-gel dua langkah yang dimodifikasi telah berhasil diadopsi


untuk mensintesis nanocomposit TiO2-zeolit dengan permukaan tertutup kristal
TiO2 ukuran 10-100 nm dan zeolit imobilisers ukuran 5-10 μm. Hal ini
memungkinkan fungsi "efek berukuran nano" untuk TiO 2 sambil menghadirkan
platform mikro sub-mikron zeolit untuk memungkinkan kemudahan pasca-
pemisahan dan pemulihan setelah pengolahan air limbah pewarna industri yang
canggih. Selama langkah sintesis sol-gel pertama, konsentrasi asam optimum
ditemukan menjadi 0,35-0,40 M HNO3 yang menghasilkan sol-gel TiO 2 yang
homogen, jernih dan keras tanpa pengendapan yang terbentuk. Selanjutnya, sol-
gel TiO2 dilapis ke berbagai pembebanan massa zeolit dan keberadaan struktur
fisik nanocomposit TiO2-zeolit berhasil dikarakterisasi dan dibuktikan dengan
menggunakan analisis FE-SEM dan EDX.
Gambar FE-SEM menunjukkan bahwa lapisan konsisten kristal TiO 2 hadir
pada permukaan zeolit, sedangkan analisis EDX mengkonfirmasi komposisi Ti
dalam nanocomposite TiO2-zeolit yang disintesis. Pembebanan zeolit yang
berbeda terlihat untuk meningkatkan luas permukaan BET dengan menyediakan
lebih banyak situs nukleasi permukaan untuk pertumbuhan kristal TiO2.
Karakterisasi permukaan menggunakan analisis BET menunjukkan bahwa
nanokomposit TiO2-zeolit menunjukkan karakteristik isoterm adsorpsi yang mirip
dengan zeolit mesopori, yang menunjukkan bahwa luas permukaan spesifik yang
tinggi dan karakteristik kapasitas adsorpsi dipertahankan. Analisis FTIR yang
dilakukan menunjukkan bahwa jumlah Ti yang terdapat dalam nanokomposit
TiO2-zeolit adalah minimal dan juga membuktikan bahwa lapisan kristal TiO 2
mikroporous yang terbentuk adalah permukaan-terikat tanpa pengikatan
interstisial ke dalam struktur zeolite.
Degradasi fotokatalitik dari model Reaktif Black 5 pewarna menunjukkan
bahwa konstanta laju reaksi pseudo-orde pertama tertinggi 0,0419 menit-1 dicapai
pada pemuatan nanokomposit TiO2-zeolit optimal 0,3 g / L dan konsentrasi awal
pewarna 1 ppm. Lebih menarik lagi, ditemukan bahwa nanokomposit TiO2-zeolit
yang dianil pada suhu 600 ° C menunjukkan photoactivity yang lebih tinggi
daripada yang dianil pada 300 ° C, meskipun area permukaan spesifik BET yang
lebih rendah untuk sampel dianil pada suhu 600 ° C. Dalam hal ini, fotoactiv-ity
yang lebih tinggi dalam sampel nanocomposites TiO2-zeolit anil pada suhu 600 °
C dapat dikaitkan dengan pembentukan ukuran dan volume pori yang lebih tinggi
dalam nanokomposit TiO2-zeolit.
Akhirnya, perbandingan dalam fotoaktivitas antara TiO2-zeolit
nanocomposite dan partikel TiO2 komersial mengungkapkan bahwa
nanocomposite disintesis menunjukkan lebih tinggi tingkat pseudo-orde pertama
konstan dan degradasi kinetika pada konsentrasi pewarna yang lebih rendah. Ini
bisa menjadi implikasi penting bahwa nanocomposite TiO2-zeolit mengikuti
degradasi fotokatalitik yang berorientasi pada adsorpsi yang dapat berguna untuk
menghilangkan polutan air di tahap pengolahan air / air limbah yang canggih.

Anda mungkin juga menyukai