Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanfaataan batubara sebagai sumber energi, telah mengubah dan
mengarahkan pola hidup manusia, mendatangkan keuntungan, serta mampu
menimbulkan

kegiatan

indutri-industri

baru

yang

bermanfaat

bagi

masyarakat. Dibalik itu semua ternyata juga mampu menimbulkan masalah


terhadap lingkungan. Sebagai akibat pembakaran barubara, antara lain pada
PLTU akan menghasilkan abu terbang. Abu terbang yang dihasilkan PLTU di
seluruh dunia pada tahun 2005, tercatat lebih dari 150 juta ton tiap tahun.
Setengah dari jumlah tersebut, belum dimanfaatkan dan menimbulkan polusi
bagi lingkungan.
Di Indonesia, sebagai contoh PLTU Suralaya di Serang Banten
mampu menghasilkan abu terbang sebanyak 1200 ton per hari . Sebagian dari
abu terbang tersebut telah dimanfaatkan dalam industri konstruksi, produksi
semen, dan pembuatan keramik.
Batubara memiliki komponen utama abu terbang yang berupa SiO2
65% dan Al2O3 35%, yang secara kimia sesuai dengan kerangka zeolit,
sehingga abu terbang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar sintesis zeolit.
Dengan pemanfaatan abu terbang batubara sebagai zeolit diharapkan mampu
mengurangi polusi terhadap lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari penelitian ini ada beberapa permasalahan yang timbul:
1. Bagaimana pemanfaatan fly ash dari pembakaran batubara sebagai zeolit.
2. Bagaimana pengaruh waktu rekombinasi dan konsentrasi NaOH terhadap
pembuatan zeolit

1.3 Tujuan Penelitian


1. Membuat Zeolit dari fly ash batubara PLTU Paiton.
2. Mengetahui pengaruh waktu rekombinasi dan konsentrasi NaOH terhadap
zeolit.
1.4 Variabel Berpengaruh
Variabel yang berpengaruh dalam percobaan ini adalah waktu
rekombinasi dan konsentrasi NaOH terhadap zeolit.
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam percobaan :
1. Fly ash yang digunakan adalah fly ash dari PLTU Paiton
2. Larutan sampel yang digunakan adalah larutan Methylen Blue
0,0045gr/L
3. Analisa yang digunakan yakni spektrometri dan XRD
1.6 Hipotesis
1. Batubara memiliki komponen utama abu terbang yang berupa SiO2 dan
Al2O3, yang secara kimia sesuai dengan kerangka zeolit, sehingga abu
terbang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar sintesis zeolit.
2. Semakin lama waktu rekombinasi maka zeolit yang terbentuk semakin
banyak. Hal ini disebabkan karena makin lama waktu rekombinasi maka
waktu kontak antara fly ash dan NaOH semakin lama pula, sehingga zeolit
yang terbentuk semakin banyak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Fly Ash

Fly ash batubara adalah limbah industri yang dihasilkan dari


pembakaran batubara dan terdiri dari partikel halus. Abu terbang batubara
umumnya dibuang di landfill atau ditumpuk begitu saja di dalam area industri
seperti pada sektor pembangkit listrik. Penumpukkan abu terbang batubara ini
menimbulkan masalah bagi lingkungan.
Produksi abu terbang batubara (fly ash) didunia pada tahun 2000
diperkirakan berjumlah 349 milyar ton (Wang dkk, 2006). Sementara
produksi abu terbang dari pembangkit listrik di Indonesia terus meningkat,
pada tahun 2000 jumlahnya mencapai 1,66 milyar ton dan diperkirakan
mencapai 2 milyar ton pada tahun 2006 (Indonesia Power, 2002). Abu terbang
batubara memiliki berbagai kegunaan yang amat beragam:
a. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan
b. Penimbun lahan bekas pertambangan
c. Recovery magnetit, cenosphere, dan karbon
d. Bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan refraktori
e. Bahan penggosok /polisher
f. Filler aspal, plastik, dan kertas
g. Pengganti dan bahan baku semen
h. Aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization)
i. Konversi menjadi zeolit dan adsorben

Komponen
Bituminus
Subbituminus
Lignit
SiO2
20-60
40-60
15-45
Al2O3
5-35
20-30
10-25
Fe2O3
10-40
4-10
4-15
CaO
1-12
5-30
15-40
MgO
0-5
1-6
3-10
SO3
0-4
0-2
0-10
Na2O
0-4
0-2
0-10
K2O
0-3
0-4
0-4
LOI
0-15
0-3
0-5
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Abu Terbang dari Berbagai Jenis Batubara ( dalam %
berat )
Sumber : ASTM C618-92a (1994)
Keterangan
LOI

:
= Loss Of Ignition ( hilang terbakar )
Sifat kimia dari abu terbang batubara dipengaruhi oleh jenis

batubara yang dibakar dan teknik penyimpanan serta penanganannya.


Pembakaran batubara lignit dan sub-bituminous menghasilkan abu
terbang dengan kalsium dan magnesium oksida lebih banyak daripada
bituminus.
Abu terbang batubara terdiri dari butiran halus yang umumnya
berbentuk bola padat atau berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil
pembakaran batubara bituminous lebih kecil dari 0,075mm. Kerapatan
abu terbang berkisar antara 2100 sampai 3000 kg/m3 dan luas area
spesifiknya (diukur berdasarkan metode permeabilitas udara Blaine)
antara 170 sampai 1000 m2/kg. (Pratama Y dkk, 2007)
Secara umum adsorpsi merupakan suatu proses molekul
meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat adsorben
akibat kimia dan fisika (Reynold,1982). Proses adsorpsi tergantung
pada sifat zat padat yang mengadsorpsi, sifat atom/molekul yang
diserap, konsentrasi, temperatur dan lain-lain. (Webber,1972)

II.2 Zeolit

Zeolit berasal dari kata zeinlithos yang berarti batuan berbuih.


Zeolit merupakan kristal alumina silikat dengan rumus empiris Mx/n.
(AlO2)x.(SiO2)y.xH2O. Terbentuk dari tetrahedral alumina dan silika dengan
rongga-rongga didalam yang berisi ion-ion logam, biasanya golongan logam
alkali, dan molekul air yang bergerak bebas. Zeolit merupakan suatu
kelompok mineral yang dihasilkan dari proses hidrotermal pada batuan beku
basa. Mineral ini biasanya dijumpai mengisi celah-celah ataupun rekahan
dari batuan tersebut. Selain itu zeolit juga merupakan endapan dari aktivitas
vulkanik yang banyak mengandung unsur silika. Pada saat ini penggunaan
mineral zeolit semakin meningkat, dari penggunaan dalam industri kecil
hingga dalam industri berskala besar. Di negara maju seperti Amerika
Serikat, zeolit sudah benar-benar dimanfaatkan dalam industri.(Sarno,1983)
Karena sifat-sifat yang dimiliki oleh zeolit, maka mineral ini dapat
dimanfaatkan dalam berbagai bidang, seperti dalam bidang industri yaitu
sebagai bahan yang dapat digunakan untuk membantu pengolahan limbah
pabrik. Masalah limbah industri semakin meresahkan masyarakat, sehingga
banyak dilakukan usaha-usaha untuk mengatasi pencemaran limbah ini, baik
itu dengan mengurangi volume limbah yang terbuang ataupun dengan
mendaur ulang kembali limbah tersebut. Zeolit sintetis adalah suatu
senyawa kimia yang mempunyai sifat fisik dan kimia yang sama dengan
zeolit alam. Zeolit ini dibuat dari bahan lain dengan proses sintetis. Karena
secara umum zeolit mampu menyerap, menukar ion dan menjadi katalis,
membuat zeolit sintetis ini dapat dikembangkan untuk keperluan alternatif
pengolah limbah.

II.2.1 Komposisi mineral zeolit

Mineral zeolit merupakan sekelompok mineral yang terdiri dari


beberapa jenis (species) mineral. Secara umum mineral zelolit mempunyai
rumus kimia sebagai berikut :
Mx/n(AlO2)x(SiO2)y.H2O
Keterangan :
N

= valensi dari kation logam

= bilangan molekul air per unit cell zeolit


x dan y

= bilangan total tetrahedral per unit cell dan perbandingan


x /y selaku berkisar 1 sampai 5.
Berdasarkan hasil analisa kimia total, kandungan unsur-unsur

zeolit dinyatakan sebagai oksida SiO2, Al2O3, CaO, MgO, Na2O, K2O dan
Fe2O3. Akan tetapi di alam tergantung pada komponen bahan induk dan
keadaan lingkungannya, maka perbandingan Si/Al dapat bervariasi, dan
juga unsur Na, Al, Si, sebahagian dapat disubstitusikan oleh unsur lain.
(Dana,1951)
Menurut Sastiano (1991) parameter kimia yang penting dari zeolit
adalah perbandingan Si/Al, yang menunjukkan persentase Si yang mengisi
di dalam tetrahedral, jumlah kation monovalen dan divalen, serta molekul
air yang terdapat didalam saluran kristal. Perbedaan kandungan atau
perbandingan Si/Al akan berpengaruh terhadap ketahanan zeolit terhadap
asam atau pemanasan. Ikatan ion Al-Si-O adalah pembentuk struktur
kristal sedangkan logam alkali adalah kation yang mudah tertukar
(exchangeable cation). Jumlah molekul air menunjukkan jumlah poripori atau volume ruang kosong yang terbentuk bila unit sel kristal tersebut
dipanaskan.
Hingga kini sudah 40 jenis (species) mineral zeolit yang telah
diketahui. Dari jumlah tersebut, hanya 20 jenis saja yang diketahui
terdapat dalam bentuk sedimen, terutama dalam bentuk piroklastik. Nama
dan rumus kimia mineral zeolit yang terdapat dalam piroklastik (tufa)
tercantum dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Nama Mineral Zeolit dan Rumus Kimianya

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Nama Mineral
Analsim
Kabasit
Klinoptilot
Erionit
Faujasit
Perrierit
Wairakit
Yugawaralit
Pillipsit
Epistilbit
Gismondin
Connardit
Harmotom
Natrolit
Scolecit

Rumus Kimia Sel Unit


Na16(Al16Si16O96).16H2O
(Na2Ca)6(Al12Si24O72).40H2O
(Na7Ca5K)9(Al9Si27O72).27H2O
(Na7Ca5K)9(Al9Si27O72).27H2O
(Na58(Al58Si134O384).18H2O
(Na2Mg2)(Al6Si30O72).18H2O
Ca(Al2Si4O12).2H2O
Ca(Al2Si4O12).6H2O
(NaK)10(Al10Si22O64).20H2O
(CaNa2)3(Al6Si18O48).16H2O
(NaCa2K2)4(Al8Si8O48).16H2O
(Na2Ca)(Al4Si6O20).5H2O
(BaNa2)2(Al4Si12O32).12H2O
Na4(Al4Si6O20).4H2O
Ca2(Al4Si6O20).6H2O

II.2.2 Sifat fisik Mineral Zeolit


Banyak mineral zeolit yang terdapat dalam batuan sedimen terdiri
dari monomineral (satu jenis mineral) terutama untuk mineral klinoptilloit
dan analsim, hal ini sangat menguntungkan dalam penambangannya serta
penggunaannya untuk industri. Sifat yang menonjol dari mineral zeolit
tersebut antara lain : struktur kristal, daya serap dan kapasitas pertukaran
ion, sehingga sifat sifat ini, yaitu sifat fisik, yang berhubungan langsung
dengan struktur kristal dan komposisi kimia perlu diketahui.
II.2.3 Struktur mineral zeolit
Seperti halnya mineral kwarsa dan felspar, maka mineral zeolit
mempunyai struktur kristal 3 dimensi tetrahedra silikat (SiO 4-4) yang biasa
disebut tectosilicate. Dalam struktur ini sebagian silikon (tidak bermuatan
atau netral) kadang-kadang diganti oleh aluminium bermuatan listrik,
sehingga muatan listrik kristal zeolit tersebut bertambah. Kelebihan

muatan ini biasanya diimbangi oleh kation-kation logam K, Na, dan Ca


yang menduduki tempat tersebar dalam struktur zeolit alam yang
bersangkutan. Dalam susunan kristal zeolit terdapat dua jenis molekul air,
yaitu molekul air yang terikat kuat dan molekul air yang bebas. Berbeda
dengan struktur kisi kristal kwarsa yang kuat dan pejal, maka struktur kisi
kristal zeolit terbuka dan mudah terlepas. Volume ruang hampa dalam
struktur zeolit cukup besar kadang-kadang mencapai 50 , sedangkan
garis tengah ruang hampa tersebut bermacam-macam, berkisar antara 2
hingga lebih dari 8, tergantung dari jenis mineral zeolit yang
bersangkutan.

Gambar 2.1 Kerangka utama zeolit


Molekul zat yang disaring yang ukurannya lebih kecil dari ukuran
garis tengah ruang hampa mineral zeolit dapat melintas, sedangkan yang
berukuran lebih besar akan tertahan atau ditolak. Kapasitas atau daya
saring mineral zeolit tergantung dari volume dan jumlah ruang hampanya.
Makin besar jumlah ruang hampa, maka makin besar pula daya saring
zeolit alam yang bersangkutan. Mineral zeolit mempunyai struktur tiga
dimensi tetrahedral (SiO4-4) yang biasa disebut tektosilikat, dimana
masing-masing berhubungan dengan ion silikon sebagai pusatnya,
sehingga masing-masing atom oksigen terdapat diantara atom silicon dan
aluminium. Setiap atom terikat oleh dua struktur yang tetrahedral. Struktur
yang hanya terdiri dari silicon dan oksigen ini bersifat netral. Dalam
struktur zeolit terdapat pergantian silicon bervalensi empat dengan
aluminium bervalensi tiga. Dalam struktur ini sebahagian silikon ( tidak
bermuatan listrik atau netral ) dapat diganti oleh aluminium (bermuatan

listrik) sehingga muatan listrik zeolit tersebut bertambah. Kelebihan


muatan ini biasanya diimbangi oleh kation logam, seperti K, Na, Ca, yang
menduduki tempat-tempat tersebar dalam struktur Kristal mineral zeolit.
(Rahmatullah,2007)
Menurut Porterfield (1993) pada zeolit terjadi pergantian
maksimum Si+4 oleh Al+3 dengan perbandingan 1:1, sedangkan pergantian
maksimum 1:5, seperti yang terdapat pada zeolit jenis modernit. Setiap
tetrahedral oksigen adalah unit pembangun primer. Unit pembangun
sekunder terbentuk dari penggabungan tetrahedral oksigen, membentuk
cincin lingkar 4, 6 dan 8 atau gabungan 2 cincin lingkar 6 dan dua cincin
lingkar 4. Struktur kisi kristal zeolit terbuka dan mudah lepas. Volume
ruang kosong dalam struktur zeolit cukup besar, kadang-kadang mencapai
50 , sedang garis ruang tengah kosong tersebut bermacam-macam,
berkisar 2 hingga lebih besar dari 8 , tergantung dari jenis mineral
zeolit yang bersangkutan. Volume dan ukuran garis tengah ruang kosong
dalam kisi-kisi kristal inilah yang menjadi dasar penggunaan mineral zeolit
sebagai bahan penyaring molekul ( molekul sieving).
II.2.4 Daya serap
Dalam keadaan normal maka ruang-ruang rongga dalam Kristal
zeolit terisi oleh molekul air bebas yang membentuk bulatan di sekitar
kation. Bila Kristal tersebut dipanaskan selama beberapa jam, biasanya
pada temperatur 200-300 0C, tergantung dari jenis mineral zeolitnya, maka
molekul-molekul air pada rongga-rongga tersebut akan keluar, sehingga
zeolit yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai penyerap gas atau cairan.
Daya serap mineral zeolit tergantung dari jumlah ruang kosong dan
luas permukaan. molekul air yang terdapat dalam rongga-rongga saluran
masuk yang diperkirakan dapat mencapai jumlah 10-25% dari berat
zeolitnya bila dikeluarkan, maka molekul-molekul yang mempunyai garis
tengah lebih kecil dari saluran masuk pada zeolit, akan dapat diserap
kebagian permukaan dari pusat rongga tersebut. Molekul-molekul yang
lebih besar dari saluran rongga , tidak akan dapat masuk kedalamnya.

Kemampuannya menyerap berdasarkan selektifitas ukuran garis


tengah ruang kosong molekul, juga pemilihan molekul-molekul zat yang
diserap. Distribusi dari muatan yang tidak lazim didalam rongga yang
sudah didehidrasi menyebabkan beberapa bahan dengan dua kutub (dipole)
akan dapat diserap. Apabila ada dua molekul atau lebih yang dapat
melintasi saluran rongga, tetapi karena adanya pengaruh kutub atau
hubungan antara molekul-molekul zeolit itu sendiri dengan zat-zat yang
diserap, maka hanya satu buah saja yang diloloskan sedang yang lain
ditahan atau ditolak. Hal ini merupakan suatu sifat yang tidak terdapat
pada penyerapan oleh bahan jenis lain. CO2 yang polar akan lebih disukai
untuk diserap oleh zeolit dibandingkan dengan CH4 yang bukan polar.
Molekul yang berkutup atau tidak jenuh diterima daripada yang tidak
berkutup atau jenuh (Zuzzman,1985).
II.2.5 Zeolit Sintetis
Kandungan Si dan Al yang tinggi dalam abu layang batubara
memberikan inspirasi para peneliti untuk memanfaatkannya sebagai
sumber silikat dan aluminat dalam sintesis zeolit. Dari hasil analisa kimia
yang telah dilakukan dilaporkan bahwa kandungan Sidalam abu layang
batubara mencapai 60% dan kandungan Al mencapai 28% (Amrhein et
al.1996). Beberapa peneliti telah mensintesis zeolit dari abu layang
batubara menggunakan metode refluks abu layang batubara dengan larutan
NaOH dan diperoleh hasil yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi
sintesis yang digunakan. Lin & Hsi (1995) telah mensintesis zeolit dari abu
layang batubara melalui metode refluks abu layang batubara dengan
larutan NaOH 4-10 M pada temperatur 70-200 oC selama 24 jam. Hasil
sintesis pada konsentrasi NaOH 2-4 M dan temperatur 70-130 oC diperoleh
zeolit P, pada konsentrasi NaOH 2-4 M dan temperatur 130-170 oC
diperoleh analsim dan pada konsentrasi NaOH 4-10 M dan temperatur
130-200 oC diperoleh hidroksisodalit. Singer & Bergault (1996) dan
Amrhein et al. (1996) menggunakan larutan NaOH 4,5 M pada temperatur

10

100 oC selama 2-48 jam. Hasil yang diperoleh adalah zeolit A yang
bercampur dengan kwarsa dan hidroksisodalit.
Zeolit sintetis dibuat dengan rekayasa yang sedemikian rupa
sehingga mendapatkan karakter yang sama dengan zeolit alam. Zeolit
sintetis sangat bergantung pada jumlah Al dan Si, sehingga ada 3
kelompok zeolit sintetis:
1. Zeolit sintetis dengan kadar Si rendah
Zeolit jenis ini banyak mengandung Al, berpori, mempunyai nilai
ekonomi tinggi karena efektif

untuk

pemisahan dengan kapasitas

besar. Volume porinya dapat mencapai 0,5 cm3 tiap cm3 volume zeolit.
2. Zeolit sintetis dengan kadar Si sedang
Jenis zeolit modernit mempunyai perbandingan Si/Al = 5 sangat
stabil, maka diusahakan membuat zeolit Y dengan perbandingan Si/Al =
1-3. Contoh zeolitsintetis jenis ini adalah zeolit omega.
3. Zeolit sintetis dengan kadar Si tinggi
Zeolit jenis ini sangat higroskopis dan menyerap molekul non polar
sehingga baik untuk digunakan sebagai katalisator asam untuk
hidrokarbon. Zeolit jenis ini misalnya zeolit ZSM-5, ZSM-11, ZSM-21,
ZSM-24.

11

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1

Bahan Utama dan Bahan Pendukung


III.1.1 Bahan Baku
1. Fly Ash
Fly ash yang digunakan didapat dari PLTU Paiton di
Desa Bhinor, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo
Provinsi Jawa Timur.
III.1.2 Bahan Pendukung
1. Larutan NaOH
2. Larutan Metylen Blue 0,0045 gr/L

III.2 Alat
III.2.1 RangkaianAlat
Pengaduk
Gelas Beker
Campuran Fly Ash dan NaOH
Gambar 3.1 Rangkaian alat
III.3 Cara Kerja
III.3.1 Persiapan bahan (Penyeragaman Ukuran)
Melakukan Pengayakan terhadap Fly Ash dengan ukuran
-80 / + 100 mesh untuk mendapatkan keseragaman ukuran.
III.3.2 Membuat Larutan NaOH
Membuat larutan NaOH 2 M, 2.8 M, dan 3.5 M dari
padatan NaOH dan aquades.

12

III.3.3 Rekombinasi Fly Ash


Mencampurkan 5 gram Fly Ash ke dalam gelas Beker yang
berisi larutan NaOH yang telah dibuat sebelumnya dengan
perbandingan berat Fly Ash dengan Larutan NaOH 1 : 2,5.
Kemudian melakukan pengadukan selama 30 menit. Lalu gelas
beker ditutup dan di simpan selama 2, 3, 5, 7, 10 hari dengan
kondisi suhu ruangan dan tekanan atmosferis.
III.3.4 Pengeringan
Melakukan proses pengeringan setelah rekombinasi Fly
Ash, yaitu dengan memasukan gelas beker yang berisi Fly Ash yg
sudah merekombinasi membentuk zeolit kedalam oven pada suhu
40-60 0C selama beberapa hari hingga tidak mengandung air.
III.3.5 Prosedur Analisa
Analisa Spektrometri
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang
didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh
suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombang spesifik
dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi
dengan detector fototube. Dalam analisis spektrofotometri terdapat
tiga daerah panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan,
yaitu daerah UV (200-380 nm), daerah visible (380-700 nm),
daerah inframerah (700-3000 nm).
Dalam percobaan ini, zeolit yang sudah kering diambil 0.2
gram dan dimasukan dalam larutan methylen blue 20 ml. Kemudian
melakukan pengadukan selama beberapa saat dan kemudian di
diamkan selama seharian. Hasil larutan methylen blue dengan zeolit
kemudian di saring dengan corong dan kertas saring untuk
memisahkan antara larutan methylen blue dengan zeolit. Larutan
methylen blue yang sudah dipisahkan dengan zeolit kemudian di
analisa menggunakan spektrometri dengan aquades sebagai larutan

13

blanko. Analisa di lakukan pada panjang gelombang maksimum


aquades yaitu 675 nm.
Analisa XRD
Analisa XRD dilakukan untuk mengetahui struktur kristal
suatu material apakah sudah terbentuk atau belum. Analisa XRD
dilakukan di laboratorium EOR Teknik Perminyakan UPN
Veteran Yogyakarta.
III.4 Diagram Alir Penelitian
III.4.1 Pembuatan zeolit sinteis dari Fly Ash batubara

Fly Ash

Larutan NaOH
2 M, 2.8 M, 3.5 M

Pengayakan
( -80 / +100 )

Rekombinasi Fly Ash


t = 2,3,5,7,10 hari

Pengeringan
T = 40-60 0C

Penyaringan

Zeolit Sintetis

Analisa*

*Keterangan : Analisa spektrometri dan uji karakterisasi kristal dengan


XRD
Gambar 3.2 Diagram Alir pembuatan zeolit sintetis dari fly ash batubara
BAB IV

14

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan penelitian yang dilakukan di laboratorium, diperoleh dari data uji
laboratorium sebagai berikut :
Tabel 4.1 Hasil analisa spektrometri methylen blue
Bahan/Sampel
Larutan Methylen Blue 0.0045 gr/L

Nilai Absorbansi
0.166

Tabel 4.2 Hasil Analisa Spektrometri zeolit


Konsentrasi NaOH
(M)
2

2,8

3,5

Waktu Rekombinasi
( hari )
2
3
5
7
10
2
3
5
7
10
2
3
5
7
10

Nilai Absorbansi
0.145
0.14
0.137
0.067
0.087
0.139
0.097
0.062
0.031
0.056
0.132
0.032
0.031
0.016
0.046

Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa nilai absorbansi larutan methylen
blue 0.0045 gr/L sebelum di campur dengan fly ash adalah sebesar 0.166. Nilai
absorbansi larutan methylen blue yang sudah diadsorbsi dengan zeolit dengan
variasi konsentrasi NaOH dan waktu rekombinasi dapat dilihat pada Tabel 4.2
kolom terakhir.

IV.1 Hubungan antara Waktu Rekombinasi dengan Nilai Absorbansi

15

Dalam pembentukan zeolit dipengaruhi waktu rekombinasi dan


konsentrasi NaOH. Waktu rekombinasi merupakan waktu yang diperlukan
untuk membentuk zeolit dari fly ash dan NaOH yang telah dicampur.
Pengaruh waktu rekombinasi terhadap nilai absorbansi dijelaskan pada
Gambar 4.1

Nilai Absorbansi
Konsentrasi NaOH 2M

Konsentrasi NaOH 2,8 M

Konsentrasi NaOH 3,5 M

10

12

Waktu Rekombinasi (Hari)

Gambar 4.1 Grafik hubungan nilai absorbansi larutan methylen blue setelah
diadsorbsi dengan zeolit sintetis terhadap waktu rekombinasi
pada berbagai konsentrasi
Waktu rekombinasi mempengaruhi sifat atau karakter zeolit
sintetis. Semakin lama waktu rekombinasi maka nilai absorbansinya
semakin kecil atau daya serap zeolit sintetis semakin besar. Namun, setelah
waktu rekombinasi 7 hari nilai absorbansi larutan methylen blue setelah di
adsorpsi dengan zeolit meningkat, yang menandakan daya serap zeolit
sintetis mengecil. Hal ini disebabkan ketika waktu rekombinasi 7 hari poripori zeolit yang terbentuk sudah mencapai batasnya sehingga kemampan
untuk mengadsorpsi pun sudah maksimal, ini bisa terjadi dikarenakan masih
ada zat pengotor yang terkandung dalam fly ash.

16

IV.2 Hubungan antara Konsentrasi NaOH dengan Nilai Absorbansi


Dari Gambar 4.1 dan Tabel 4.2 dapat di lihat bahwa nilai
absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi methylen blue, semakin
besar nilai absorbansi maka semakin besar juga konsentrasi methylen blue
dan begitu juga sebaliknya. Semakin besar konsentrasi NaOH maka nilai
absorbansi larutan methylen blue yang di adsorpsi dengan zeolit sintetis
semakin kecil, yang membuktikan daya serap zeolit sintetis semakin besar,
hal ini dibuktikan dengan semakin pudarnya warna larutan methylen blue.
IV.3 Hasil Analisa XRD Fly Ash dan Zeolit Sintetis

Gambar 4.2 Perbandingan hasil analisa antara Fly Ash dengan Zeolit Sintetis

17

Gambar 4.3 Hasil XRD zeolit ZSM-11 ( Muiz, dkk )


Dari gambar 4.2 dapat di lihat perbedaan analisa XRD antara
zeolitdengan Fly Ash. Zeolit memiliki peak (puncak) yang lebih tinggi dari
fly ash .Dan untuk pembanding, pada gambar 4.3 merupakan hasil XRD dari
zeolit ZSM-11.Dari gambar tersebut dapat di lihat kemiripan pola dengan
zeolit sintetis pada penelitian ini.
Namun, untuk zeolit pada penelitian ini hanya memiliki satu peak
(puncak) tidak sepeti zeolit ZSM-11 yang memiliki lebih dari satu puncak.
Hal ini menandakan pada zeolit sintetis pembentukan kristalnya masih
kurang sempurna. Namun dari hasil analisa secara spektrometri dapat di
simpulkan bahwa zeolit sintetis sudah mampu menjerap larutan methylen
blue.

18

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
1. Fly Ash Batubara yang berasal dari PLTU Paiton dapat dimanfaatkan
untuk pembuatan zeolit.
2. Zeolit yang paling besar daya serapnya adalah zeolit dengan konsentrasi
NaOH 3.5 M dan waktu rekombinasi 7 hari, dengan nilai absorbansi
0.016.
V.2 Saran :
1. Untuk konsentrasi NaOH dapat di varisaikan.
2. Sebelum fly ash direkombinasikan dengan NaOH dilakukan reflluk guna
menghilangkan pengotor pada fly ash.
3. Untuk selanjutnya dapat di tambah variabel yaitu perbandingan berat
NaOH dengan Fly Ash.
4. Dalam analisa dapat di tambahkan analisa SEM (Scanning Electron
Microscopy ) untuk dapat melihat perbedaan struktur rangka dari abu
batubara dan zeolit.

19

DAFTAR PUSTAKA
Amrhein C, Haghnia GH, Kim TS, Mosher PA,Gagajena RC, Amanios T, Torre,
TDL. 1996, Synthesis and Properties of Zeolites from Coal Fly Ash,
Environ. Sci. Technol. 30(3):735-742.
Indonesia Power. 2002. PLTU Suralaya.
Lin CF & Hsi HC. 1995. Resources Recovery of Waste Fly Ash: Synthesis of
Zeolite-like Materials. Environ. Sci. Technol. 29(4):1109-1117.
Pratama Yoga. dkk. 2007. Coal fly ash conversion to zeolite for removal of
chromium and nickel from wastewaters.
Rakhmatullah, Dwi Karsa Agung, Gitandra Wiradini, Nugroho Pratomo Ariyanto,
Bambang Sunendar P., 2007, Pembuatan Adsorben dari Zeolit Alam
dengan Karakteristik Adsorption Properties untuk Kemurnian Bioetanol,
Program Studi Teknik Fisika, ITB.
Ratih Utari. http://www.organiksmakma3b30.blogspot.co.id/2013/04 diakses pada
tanggal 20 Juni jam 19.00 WIB.
Reynolds, Tom, D. 1982. Unit Operations and Processes in Environmental
Engineering. Wadsworth Inc: California.
Ririn Dielovt. http://www.ririnddielovt.blogspot.com diakses pada tanggal 16
September 2014 jam 19.00 WIB.
Sarno,1983. Endapan Zeolit, Penggunaan dan sebarannya di Indonesia, Direktorat
Sumberdaya Mineral Departemen Pertambangan dan Energi, Bandung.
SciELO,http://www.scielo.org.ar/scielo.php?
pid=S032707932010000400005&script=sci_arttext diakses pada tanggal 7
Agustus 2015 jam 19.30 WIB.
Singer A & Berkgaut V. 1995. Cation Exchange Properties of Hydrothermal
Treated Coal Fly Ash. Environ. Sci. Technol. 27(7):1748-1753.Wang dkk.
2006. Journal of Hazardous Materials. (Online).
Sukandarurmidi. 2012 . Batubara dan Pemanfaatannya. Yogyakarta , Gadjah Mada
University Press.

20

Weber, W.J. 1972. Phisilochemistry processer for water quality control. A division
John Willey and Sons, New York.

21

Anda mungkin juga menyukai