Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Silika adalah salah satu jenis material kimia yang dimanfaatkan secara luas di
berbagai bidang kehidupan. Silika juga merupakan senyawa hasil polimerisasi asam
silikat, yang tersusun atas rantai SiO4 tetrahedral dengan rumus umum SiO2. Di alam,
senyawa silika ditemukan dalam beberapa jenis material seperti pasir, kuarsa, gelas,
dan sebagainya. Silika sebagai senyawa alam mempunyai struktur kristalin,
sedangkan sebagai senyawa sintetis, umumnya silika bersifat amorf (Sulastri &
Kristianingrum, 2010). Selain dijumpai sebagai mineral alam, silika juga dapat
disintesis dari bahan limbah yang kaya silika, antara lain fly ash (abu terbang)
batubara (Yunita, 2017).
Abu batubara dihasilkan dari pembakaran bahan bakar PLTU bauksit yang
menggunakan batubara sebagai bahan bakarnya (Yunita, 2017). Abu terbang adalah
abu yang dihasilkan dari transformasi dari material anorganik yang terkandung dalam
batubara. Komponen utama dari abu terbang batubara adalah silika (SiO 2), alumina
(Al2O3), besi oksida (Fe2O3), sisanya adalah karbon, kalsium, magnesium, dan
belerang dalam jumlah kecil. Silika merupakan salah satu komponen abu terbang
yang paling dominan jumlahnya, yaitu sekitar 30-36% (Suprihatin et al., 2015).
Material alami yang mengandung silika dapat dimanfaatkan langsung sebagai
adsorben, namun kinerjanya belum maksimal karena adanya oksida logam lain
sebagai pengotor yang mendekati atau hampir sama komposisinya dengan silika.
Upaya untuk memaksimalkan kerja silika sebagai adsorben dapat dilakukan dengan
meningkatkan kemurnian dan meminimalkan pengotornya (Caroles, 2019).
Berdasarkan komposisi silika yang cukup tinggi pada abu batubara, ekstraksi silika
dari abu terbang PLTU bauksit dimungkinkan dapat dilakukan untuk meningkatkan
kapasitasnya sebagai adsorben.
Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa silika mempunyai kemampuan

1
yang baik sebagai adsorben untuk pengotor yang tergolong sebagai bahan organik,
diantaranya fenol (Sriatun et al., 2008; Kesumaningrum et al., 2011). Fenol
merupakan senyawa organik berbahaya bagi lingkungan karena memiliki
toksisitas tinggi dalam air, menyebabkan ganggungan pada ekosistem akuatik dan
kesehatan manusia. Daya racun fenol dapat menyerang susunan syaraf pusat dan
organ tubuh yang lain. Fenol berpotensi menyebabkan kerusakan ginjal dan hati,
rendahnya tekanan darah, hingga kematian (Kesumaningrum et al., 2011).
Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dapat dilakukan dengan
mengoksidasinya menggunakan klor (Cl2), kalsium permanganat, aerasi, ozon, atau
hidrogen peroksida. Proses ini umumnya memerlukan biaya pengolahan relatif mahal
karena bahan kimia yang diperlukannya (Suyasa, 2015). Metode alternatif untuk
rekoveri fenol dari lingkungan yang relatif sederhana dari segi proses maupun biaya
adalah adsorpsi dengan memanfaatkan adsorben silika.
Silika cenderung bersifat sangat inert, hidrofilik, mempunyai kestabilan termal
dan mekanik yang tinggi serta relatif tidak mengembang dalam pelarut organik
(Sulastri & Kristianingrum, 2010). Disisi lain, meskipun tergolong sebagai asam
lemah, kelarutan fenol dalam air relatif rendah, sehingga dalam konteks lingkungan,
fenol cenderung merupakan senyawa organik yang bersifat hidrofobik (Sriatun et al.,
2008). Pemanfaatan silika sebagai adsorben untuk fenol dapat ditingkatkan dengan
memodifikasi permukaan silika menjadi bersifat hidrofobik. Modifikasi dapat
dilakukan dengan mengubah gugus silanol (Si-OH) pada permukaan silika yang
hidrofilik menjadi gugus trimetil silil (Si-(CH 3)3 yang hidrofobik melalui reaksi
sililasi. Pereaksi yang banyak digunakan untuk reaksi ini adalah TMCS
(trimethylchlorosilane) atau HMDS (hexamethyldisilazane) (Mahadik, dkk, 2011).
Beberapa penelitian membuktikan bahwa silika hidrofobik mempunyai
kemampuan yang besar dalam menyerap senyawa-senyawa organik yang hidrofobik.
Bramantya et al., (2018) melaporkan bahwa silika aerogel hidrofobik termodifikasi
TEOS memiliki kapasitas adsorpsi yang cukup baik dalam membersihkan tumpahan
minyak. Sampel dengan perbandingan TEOS : heksana 1 : 2 dan konsentrasi etanol

2
20% memiliki kemampuan absorbsi terbaik dengan kapasitas absorbsi sebesar 13,98
mg/g silika aerogel. Silika dalam bentuk termodifikasi ini mempunyai kapasitas
adsorpsi minyak yang besar dikarenakan mempunyai densitas dan tegangan
permukaan yang rendah yang meningkatkan efektivitas proses adsorpsinya. Penelitian
oleh Oktavian et al., (2019) yang memanfaatkan membran hidrofobik berbasis silika
dalam proses pemurnian biodiesel menunjukkan bahwa membran silika hidrofobik
mampu meningkatkan kualitas kemurnian dari biodiesel mentah dilihat dari
parameter nilai kalor biodiesel yang mengalami kenaikan yang mengindikasikan
bahwa adanya penurunan kadar air dan massa jenisnya yang mengalami penurunan
mendekati standar nilai SNI biodiesel.
Salah satu jenis bahan limbah belum banyak dikembangkan sebagai sumber
silika dalam bentuk xerogel adalah abu terbang batubara. Pemanfaatan lebih lanjut
silika xerogel sebagai adsorben bahan organik seperti fenol memerlukan modifikasi
sifat permukaannya menjadi hidrofobik. Hal ini dapat dilakukan dengan reaksi sililasi
menggunakan TMCS. Derajat hidrofobisitas silika xerogel dimungkinkan bervariasi
tergantung seberapa besar gugus silanol yang terkonversi menjadi gugus silil. Hal ini
selain dipengaruhi oleh derajat polimerisasi silikanya, juga dipengaruhi oleh
konsentrasi pereaksi TMCS yang digunakan. Berdasarkan hal tersebut, maka pada
penelitian ini akan dikaji pengaruh konsentrasi TMCS terhadap sifat hidrofobisitas
silika xerogel yang disintesis dari bahan dasar abu terbang batubara. Silika xerogel
hidrofobik hasil penelitian diaplikasikan lebih lanjut untuk adsorpsi senyawa fenol
dengan menganalisis kapasitas adsorpsinya. Material hasil penelitian dikarakterisasi
menggunakan metode difraksi sinar-X (XRD), scanning electron microscopy (SEM),
dan spektrofotometri inframerah (FTIR). Karakteristik pori dianalisis menggunakan
metode gas sorption analysis (GSA), sedangkan sifat hidrofobiknya ditentukan
berdasarkan nilai sudut kontak yang dihasilkannya terhadap tetesan air. Kapasitas
adsorpsi terhadap fenol ditentukan menggunakan model isotherm adsorpsi monolayer
(Langmuir) dan multilayer (BET).
Kebaruan penelitian ini/apa pembeda penelitian ini dengan penelitian yang

3
prnah ada belum terungkap dengan jelas

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, permasalahan yang
dipelajari adalah :
1. Bagaimana karakteristik silika xerogel hidrofobik yang disintesis dari bahan
dasar abu terbang industri bauksit?
2. Bagaimana kemampuan silika xerogel hidrofobik hasil penelitian dalam
mengadsorpsi senyawa fenol?
1.3 Hipotesis
Silika xerogel dapat disintesis dari prekursor natrium silikat melalui reaksi
hidrolisis dan kondensasi dengan metode sol-gel. Salah satu sumber natrium silikat
yang dapat dimanfaatkan adalah abu terbang batubara dari industri bauksit. Melalui
proses ekstraksi dengan metode dan parameter yang sesuai dan terkontrol, natrium
silikat dapat dipisahkan dan disintesis lebih lanjut menjadi silika dengan luas
permukaan yang tinggi dalam bentuk xerogel.
 Jika gugus fungsi silanol pada permukaan silika xerogel yang bersifat hidrofilik
dimodifikasi menjadi hidrofobik melalui reaksi sililasi dengan reagen TMCS,
maka sifat hidrofobisitasnya akan meningkat sesuai dengan peningkatan
konsentrasi TMCS yang digunakan.
 Peningkatan sifat hidrofobisitas silika xerogel termodifikasi TMCS akan
meningkatkan afinitasnya terhadap senyawa organik yang cenderung hidrofobik
seperti fenol, yang ditandai dengan peningkatan kemampuan adsorpsinya terhadap
bahan organik tersebut.
1.4 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :

4
1. Mengetahui karakteristik silika xerogel hidrfobik yang disintesis dari bahan dasar
abu terbang industri bauksit.
2. Menentukan kapasitas adsorpsi silika xerogel hidrofobik terhadap fenol.

1.5 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini yaitu memberikan informasi ilmiah tentang
pemanfaatan limbah abu terbang batubara dari industri bauksit sebagai sumber
material yang mempunyai nilai ekonomis tinggi seperti silika. Pemanfaatan lebih
lanjut dari material tersebut dapat diarahkan untuk pengolahan lingkungan dari
berbagai jenis polutan, baik yang bersifat anorganik maupun organik.
1.6 Keaslian Penelitian
Keaslian penelitian ini terletak pada sumber prekursor silika yang digunakan,
yaitu dari bahan dasar abu terbang industri bauksit yang relatif belum banyak
dipublikasikan. Aplikasi silika xerogel hidrofobik sebagai adsorben senyawa fenol
juga relatif belum banyak ditemui.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Silika
Silika merupakan suatu senyawa hasil polimerisasi asam silikat dimana
tersusun oleh rantai SiO4 tetrahedral dengan formula umum SiO2. Silika ditemukan
dalam beberapa bahan alam, seperti pasir, kuarsa, gelas dan sebagainya. Silika
berstruktur kristalin di alam, sedangkan sebagai senyawa sintetis silika berstruktur
amorf (Sulastri & Kristianingrum, 2010). Silika (SiO2) memiliki bentuk umum quartz
(kuarsa) yang terdapat pada sebagian besar batu-batuan sedimen alam dari batuan
metamorfik. Silika berupa padatan yang dapat meleleh kira-kira pada suhu 1600°C
dan mendidih pada 2230°C. Semua modifikasi kristalin silika berupa senyawa
polimerik tiga dimensi dengan jaringan ikatan kovalen Si-O dimana membentuk
suatu molekul raksasa yang memiliki penghubung tetrahedral SiO4, dengan tiap atom
Si diikat oleh empat atom O dan tiap atom O diikat oleh dua atom Si (Rapierna &
Mahatmanti, 2012).

Gambar 2.1 Struktur Lokal Silikon Dioksida (Sunarya, 2009)

Senyawa silika dapat dibuat secara sintesis dari larutan silikat atau dari
pereaksi silan. Salah satu senyawa silika sintetis yang berstruktur amorph yaitu silika
gel. Silika gel berbentuk padatan yang mana bahan kimia ini banyak dimanfaatkan
sebagai adsorben. Pemanfaatan tersebut menjadi kelebihan silika gel karena
mudahnya produksi dan juga bersifat sangat inert, hidrofilik, mempunyai kestabilan
termal dan mekanik yang tinggi serta relatif tidak mengembang dalam pelarut organik

6
jika dibandingkan dengan padatan resin polimer organik. (Sulastri & Kristianingrum,
2010).
2.1.1 Silika Xerogel
Salah satu pemanfaatan dari silika adalah sebagai silika xerogel. Xerogel
adalah gel yang mengalami tahapan pengeringan melalui penguapan pada kondisi
normal yang menimbulkan tekanan kapiler dan menyebabkan penyusutan pada
jaringan sel. Hasilnya adalah gel kering yang disebut xerogel (Brinker dan Scherer,
1990). Silika xerogel memiliki permukaan yang tersusun atas gugus-gugus silanol (-
OH) dan gugus siloksan (Si-O-Si). Gugus silanol yang higroskopis menyebabkan
silika xerogel bersifat hidrofilik (Ivanov et al., 2017).

Gambar 2.2 Struktur amorf silika xerogel (Brinker dan Scherer, 1990)

Silika xerogel dapat disintesis dengan menggunakan metode sol-gel dari


prekursor natrium silikat. Proses ini terjadi dengan pembentukan material oksida
melalui reaksi polikondensasi yang progresif dari molekul prekursor dalam medium
cair. Keunggulan dari proses sintesis silika dengan metode sol-gel antara lain, dapat
dilakukan pada temperatur rendah dan distribusi ukuran pori dapat dikontrol. Proses
ini meliputi pembentukan sol dan transisinya menjadi gel melalui proses gelasi dari
sol. Proses sol-gel meliputi beberapa tahapan yaitu, hidrolisis dan kondensasi dari
molekul prekursor yang membentuk sol, gelasi (transisi sol menjadi gel), aging
(penuaan) dan pengeringan (Elma, 2018).

2.1.2 Silika Xerogel Termodifikasi TMCS


Silika xerogel kaya akan gugus silanol yang membuatnya bersifat hidrofilik.
Modifikasi permukaan silika xerogel menjadi bersifat hidrofobik mampu

7
menghasilkan senyawa yang bersifat lipofilik. Sifat ini digunakan untuk aplikasi
dengan tujuan khusus seperti absorpsi senyawa organik (Wahyudi et al., 2019).
Modifikasi permukaan xilika xerogel dapat dilakukan dengan menggunakan TMCS
(trimetilklorosilan). Tujuan dari modifikasi permukaan ini adalah untuk mengganti
gugus Si-OH yang bersifat hidrofilik menjadi gugus Si-O-Si(CH 3) yang hidrofobik.
Pada proses modifikasi, gugus silanol (-OH) pada permukaan silika gel akan
digantikan dengan gugus (-CH3) dari TMCS melalui reaksi sililasi:

Gambar 2.3 reaksi sililasi pada permukaan silika xerogel oleh senyawa organik
TMCS (Bangi et al., 2009)

Modifikasi permukaan silika xerogel dengan TMCS selain dimaksudkan untuk


meningkatkan luas permukaan, juga untuk meningkatkan sifat hidrofobiknya
sehingga didapatkan material silika yang lebih tahan terhadap air dengan luas
permukaan yang terjaga tetap besar. Sifat hidrofobik silika xerogel termodifikasi
TMCS hasil sintesis TMCS ditentukan melalui perhitungan nilai sudut kontak dan
waktu rembes terhadap air pada permukaan silika xerogel tersebut (Tanheitafino et
al., 2020).

2.1 Abu Terbang (Fly Ash)


Fly ash atau abu terbang merupakan salah satu residu yang dihasilkan dalam
proses pembakaran batubara. Abu terbang pada umumnya diperoleh dari tangkapan
cerobong asap pembakaran batubara suatu pabrik yang menghasilkan sumber energi.
Abu terbang dikenal sebagai abu batubara, disamping bottom ash (abu tungku).

8
Bottom ash diambil dari tungku pembakaran batubara pada bagian bawah
(Sulistyowati, 2013). Pada umumnya abu terbang mengandung unsur kimia silika
(SiO2), alumina (Al2O3), besi oksida (Fe2O3), kalsium oksida (CaO), dan unsur
tambahan lain seperti magnesium oksida (MgO), titanium oksida (TiO 2), alkalin
(Na2O dan K2O), sulfur trioksida (SO3), pospor oksida (P2O5) dan karbon (Retnosari,
2013).

Gambar 2.4 Abu Batubara (Afandi et al., 2018)

Ada tiga jenis pembakaran batu bara pada industri listrik yaitu dry bottom
boilers, wet-bottom boilers dan cyclon furnace. Apabila batubara dibakar dengan type
dry bottom boiler, maka kurang lebih 80% dari abu meninggalkan pembakaran
sebagai fly ash dan masuk dalam corong gas. Apabila batubara dibakar dengan wet-
bottom boiler sebanyak 50% dari abu tertinggal di pembakaran dan 50% lainnya
masuk dalam corong gas. Pada cyclon furnace, dimana potongan batubara digunakan
sebagai bahan bakar, 70-80 % dari abu tertahan sebagai boiler slag dan hanya 20-30%
meninggalkan pembakaran sebagai dry ash pada corong gas. Jenis yang paling umum
untuk pembakaran batubara adalah pembakaran dry bottom (Afandi et al., 2018).
Batu bara secara umum dahulu diperoleh dari produksi pembakaran batubara
secara sederhana, dengan corong gas dan menyebar keatmosfer. Hal ini yang
menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan, karena fly ash hasil dari tempat
pembakaran batu bara dibuang sebagai timbunan. Fly ash ini terdapat dalam jumlah
yang cukup besar, sehingga memerlukan pengelolaan agar tidak menimbulkan

9
masalah lingkungan, seperti pencemaran udara, atau perairan, dan penurunan kualitas
ekosistem (Afandi et al., 2018).
2.3 Adsorpsi
Adsorpsi adalah merupakan proses difusi suatu komponen pada suatu
permukaan atau antar partikel. Adsorspsi dapat terjadi secara fisika maupun kimia.
Adsorpsi fisika sering disebut fisisorpsi, terjadi akibat adanya gaya tarik-menarik
(interaksi antar dipol) antara permukaan adsorben dengan molekul molekul adsorbat
yang disebabkan oleh ikatan Van der Walls. Sedangkan jika partikel adsorben yang
melekat pada permukaan adsorben dengan membentuk ikatan kimia disebut adsorpsi
kimia (Faisal, 2015).
Adsorpsi diartikan sebagai proses yang terjadi ketika gas atau cairan terlarut
terakumulasi pada permukaan suatu padatan atau cairan (adsorben) dan membentuk
lapisan molekul adsorbat. Istilah adsorpsi biasa digunakan untuk menggambarkan
keberadaan suatu bahan tertentu (cairan atau padatan) dengan konsentrasi yang lebih
tinggi pada permukaannya daripada didalam medium fasa ruahnya. Secara singkat,
adsorpsi menunjukkan kelebihan konsentrasi pada permukaan. Adsorpsi memiliki
beberapa parameter seperti kesetimbangan dan kinetika. Asumsi mendasar terhadap
kesetimbangan adsorpsi dikemukan melalui model isoterm langmuir yang
menunjukkan bahwa adsorben bersifat monolayer dan isoterm freundlich untuk
menunjukkan bahwa adsorben tersebut multilayer (Kundari et al., 2010).
Adsorpsi terbagi menjadi adsorpsi fisika dan kimia. Adsorpsi fisika terjadi
bila gaya intermolekul, yaitu gaya tarik antar molekul fluida dan permukaan padatan
lebih besar dari pada gaya tarik molekul fluida itu sendiri. Adsorpsi fisika bersifat
revelsibel sehingga bila tekanan diturunkan, maka akan terjadi desorpsi gas .
Adsorpsi kimia terjadi karena adanya iktan kimia (ikatan kovalen) antara adsorbat
dengan adsorben. Adsorpsi kimia bersifat irreversible dan diperlukan termperatur
yang tinggi untuk menghilangkan gas-gas yang teradsorp (Zulfa, 2011).

2.4 Isoterm Adsorpsi

10
Isoterm adsorpsi merupakan persamaan yang menyatakan hubungan antara fasa
teradsorpsi dengan fasa cair dan padat. Hal ini didasarkan pada
heterogenitas/homogenitas suatu permukaan adsorbat (Wijayanti & Kurniawati,
2019). Isoterm adsorpsi ditunjukkan dengan grafik yang dilakukan pada suhu
konstan. Isoterm adsorpsi dibagi menjadi tiga yaitu isoterm adsorpsi Freundlich,
Langmuir dan BET (Handayani & Sulistyono, 2009).
2.4.1 Isoterm Adsorpsi Freundlich
Isoterm Freundlich dikemukakan pertama kali oleh H. Freundlich. Teori ini
menyatakan setiap molekul memiliki daya serap yang berbeda dan adsorben memiliki
permukaan dua fasa (heterogen). Persamaan isoterm Freundlich adalah sebagai
berikut (Handayani & Sulistyono, 2009):

1
qe = Kp .Ce (2.1)
n

1
log qe = log Kf + log Ce (2.2)
n

qe merupakan jumLah zat yang teradsorpsi pada saat kesetimbangan (mg/g) atau
(mol/g). Ce adalah konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan setelah
adsorpsi (mg/L) (mol/C). Kf adalah konstanta Freundlich (mg/g), (mol/g) dan 1/n
adalah nilai eksponen. Freundlich. Plot log q e menghasilkan garis linear dengan nilai
intersep sama dengan log Kf dan kemiringan sama dengan 1/n.

2.4.2 Isoterm Langmuir


Isoterm Langmuir dikemukakan pertama kali oleh Langmuir pada tahun 1918.
Isoterm Langmuir sering digunakan dalam adsorpsi zat padat dan gas. Persamaannya
sebagai berikut (Handayani & Sulistyono, 2009).

C 1 b
= + c
x a a (2.3)
m

11
a dan c adalah konstanta Langmuir (L/mg). x/m adalah masa adsorbat yang
teradsorpsi dan c adalah konsentrasi kesetimbangan adsorben dalam gas setelah
teradsorpsi.

Isoterm adsorpsi Langmuir berlaku untuk adsorpsi kimia dimana reaksi yang
terjadi adalah spesifik dan umumnya membentuk lapisan tunggal. Asumsi tentang
isoterm Langmuir adalah sebagai berikut (Handayani & Sulistyono, 2009):

1. Adsorpsi hanya terjadi pada lapisan monolayer.


2. Panas adsorpsi tidak berpengaruh pada penutupan permukaan adsorben.
3. Semua situs bersifat homogen.
4. Jumlah molekul adsorbat tidak melebihi jumLah sisi aktif adsorben.

2.4.3 Isoterm Adsorpsi BET


Teori isoterm adsorpsi BET merupakan hasil gabungan pemikiran para ilmuwan
yaitu S. Burnauer, P.H Emmet dan E. Teller. Teori ini menyatakan bahwa adsorpsi
juga dapat terjadi pada lapisan monolayer sehingga teori ini juga memungkinkan
untuk diaplikasikan pada lapisan multilayer. Proses adsorpsi dapat dijelaskan dengan
mekanisme sebagai berikut (Aini & Supratikno, 2018):
1. Molekul menempel pada permukaan padatan membentuk lapisan monolayer.
2. Molekul yang menempel pada lapisan monolayer membentuk lapisan multilayer.

Gambar 2.5 Pendekatan isoterm adsorpsi BET

Teori isoterm adsorpsi BET ini menyatakan bahwa kekuatan ikatan permukaan
adsorben dan adsorbat monolayer diartikan sebagai konstanta C. Lapisan adsorbat
akan terbentuk sampai tekanan uapnya mendekati nilai tekanan uap dari gas yang

12
teradsorpsi. Pada tahap ini permukaan adsorben dikatakan basah, dimana V
menyatakan volume gas teradsorpsi. Vm menyatakan volume gas yang diperlukan
untuk membentuk lapisan monolayer dan x adalah P/P0, maka isoterm adsorpsi BET
dapat dinyatakan sebagai persamaan berikut:

V x
= (2.4)
Vm ( 1−x ) (1−x +cx )

Kesetimbangan antara fasa gas dan senyawa yang teradsorpsi dapat dibandingkan
dengan kesetimbangan antara fasa gas dan fasa cairan dari suatu senyawa. Hal ini
dengan menganalogikan persamaan Clausius-Clapeyron sehingga diperoleh
persamaan sebagai berikut:

d ¿¿ (2.5)

∆ H ads menyatakan entalpi adsorpsi, sehingga dapat disimpulkan bahwa tekanan


dari gas teradsorpsi bergantung pada dua hal yaitu permukaan dan entalpi adsorpsi.

2.5 Limbah Fenol


Fenol (C6H6OH) merupakan senyawa organik yang mempunyai gugus
hidroksil yang terikat pada cincin benzena. Senyawa fenol memiliki beberapa nama
lain seperti asam karbolik, fenat monohidroksibenzena, asam fenat, asam fenilat, fenil
hidroksida, oksibenzena, benzenol, monofenol, fenil hidrat, fenilat alkohol, dan fenol
alkohol (Heliawati, 2018).

Gambar 2.6 Rumus Struktur Fenol (Heliawati, 2018).

13
Fenol sintetis pertama kali diproduksi dengan proses sulfonasi benzene.
Sekarang, 99% industri di seluruh dunia memproduksi fenol sintetis. Fenol umumnya
digunakan sebagai resin untuk pembuatan peralatan rumah tangga. Produksi fenol
mencapai 6,4 juta matrik ton per tahun. Kebutuhan impor fenol sesuai data Badan
Pusat Statistik (BPS, 2019), menyatakan bahwa dalam 5 tahun terakhir, nilai impor
fenol berada dalam range 20.000 – 26.000 ton/tahun., sehingga untuk memenuhi
kebutuhan fenol dalam negeri, harus mengimpor dari negara lain (Sitinjak & Heltina,
2021).
Fenol merupakan senyawa organik yang bersifat hidrofobik (Sriatun et al.,
2008). Fenol digunakan sebagai antiseptik dagang triklorofenol, atau dikenal sebagai
TCP (trichlorophenol). Fenol juga berfungsi dalam pembuatan obat-obatan,
pembasmi rumput liar, dan lainnya. Fenol yang terkonsentrasi dapat mengakibatkan
pembakaran kimiawi pada kulit yang terbuka. Senyawa fenol juga dapat ditemukan di
perairan. Keberadaan fenol bisa menjadi sumber pencemaran yang membahayakan
kehidupan manusia maupun hewan air (Aufa, 2017).
Senyawa fenol juga terdapat pada limbah industri seperti limbah penyulingan
minyak, petrokimia, farmasi, operasi batubara, plastik, cat, kertas, dan produk kayu.
Pembuangan dari limbah ini tanpa penanganan dapat menimbulkan risiko kesehatan
yang serius bagi manusia, hewan, dan sistem perairan. Sejumlah efek pada manusia
akibat menghirup fenol di udara telah dilaporkan. Efek jangka pendek di antaranya
adalah iritasi pernapasan, sakit kepala, dan mata terbakar. Sementara itu, efek
berbahaya paparan tingkat tinggi fenol adalah kelemahan, nyeri otot, anoreksia,
penurunan berat badan, dan kelelahan. Efek paparan tingkat rendah jangka panjang
termasuk di antaranya meningkatnya kanker pernapasan, penyakit jantung, dan efek
pada sistem kekebalan tubuh (Aufa, 2017).

2.6 Metode Karakterisasi Silika Xerogel


2.6.1 Scanning Electron Microscope – Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX)

14
Karakterisasi bahan material alam dapat dilakukan dengan menggunakan
Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy
(EDX). Penggunaan SEM tidaklah sekedar pengambilan Gambar dan fotografi, tetapi
harus dilakukan dengan teknik dan metode operasi yang benar mengingat proses
pembentukan image pada alat ini merupakan proses fisika yang merupakan interaksi
korpuskular antara elektron sumber dengan atom pada bahan. SEM harus
dioperasikan dengan pengaturan parameter elektron seperti high voltage, spot size,
bias dan beam current juga parameter optik seperti kontras, fokus dan astigmatismus
yang tepat sehingga diperoleh hasil Gambar yang optimal secara ilmiah dan tidak
memberikan interpretasi ganda. Selain itu, proses pengambilan Gambar dan analisis
kimia dengan SEM sangatlah dipengaruhi oleh jenis sampel berikut cara
penangannya serta teknik preparasinya (Sujatno et al., 2017).
Perangkat EDX yang terintegrasi dengan SEM memungkinkan dilakukannya
mikroanalisis secara kualitatif dan semi kuantitatif. EDX dihasilkan dari Sinar X
karakteristik, yaitu dengan menembakkan sinar X pada posisi yang ingin kita ketahui
komposisinya. Setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka akan muncul
puncak-puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang terkandung. Perangkat lunak
(software) akan secara otomatis mengidentifikasi jenis unsur/elemen yang terkandung
pada sampel yang dikenal dengan element identification. EDX bisa digunakan untuk
menganalisa secara kuantitatif dari persentase kandungan masing–masing elemen
(Cahyana & Marzuki, 2014).

2.6.2 Gas Sorption Analysis (GSA)


Gas Sorption Analyzer (GSA) merupakan instrumen yang digunakan untuk
melakukan pengukuran fisik terhadap suatu material, meliputi luas permukaan,
volume pori, jari-jari pori, distribusi pori, dan lainnya. Pengukuran tersebut bertujuan
untuk karakterisasi suatu bahan material. Hasil karakterisasi yang diperoleh dapat
digunakan untuk berbagai tujuan penelitian, industry dan sebagainy. Syarat material
yang dapat dikarakterisasi dengan GSA adalah padatan berpori. Beberapa contohnya,

15
antara lain, material karbon, pengemban katalis, material organik, zeolit, alumina,
lumpur, silica, keramik, semen, paper, serbuk logam, tulang, dan lainnya (Sudarlin,
2012).
Prinsip kerja alat ini menggunakan mekanisme adsorpsi gas pada permukaan
suatu bahan padat pada berbagai tekanan dan suhu yang konstan (isotherm). Gas yang
biasa digunakan adalah helium untuk mikropori (< 20 Ao), nitrogen untuk mesopori
(20-500 Ao), atau argon untuk makropori (> 500 Ao). Saat analisis, GSA hanya
mengukur volume gas yang diserap oleh pori/ permukaan padatan pada kondisi
isotherm tersebut. Volume gas yang diperoleh pada berbagai tekanan tersebut diplot
pada grafik volume gas (v) vs tekanan relative (P/P0) (Simatupang, 2019).
Data yang diperoleh tersebut, selanjutnya diolah menggunakan berbagai pilihan
teori dan model perhitungan yang dikembangkan para peneliti untuk mengubahnya
menjadi data luas permukaan, volume pori, jari-jari pori, dan sebagainya. Misalnya
saja untuk menghitung luas permukaan padatan dapat digunakan BET teori,
Langmuir teori, metode t-plot, dan lain sebagainya (Sudarlin, 2012).

2.6.3 Spektrofotometri Fourier Transform Infrared (FT-IR)


Spektrofotometri FT-IR adalah salah satu instrumen untuk identifikasi struktur
suatu senyawa berdasarkan spektrum senyawa yang diidentifikasi dibandingkan
dengan spektrum senyawa pembanding (sidik jari), dan investigasi gugus fungsi dari
senyawa yang belum diketahui (Bharagava & Chowdhary, 2018). Pengukuran
spektrum inframerah dilakukan pada panjang gelombang 2,5-50 µm atau bilangan
gelombang 4000-200 cm-1. Daerah disebelah kanan (dari 1500 hingga 500 cm-1)
disebut sebagai daerah sidik jari yang berguna untuk identifikasi suatu senyawa
karena setiap senyawa akan memberikan pola yang berbeda pada daerah ini
(Dachriyanus, 2004).
Prinsip dasar spektroskopi FT-IR yaitu ketika suatu sinar inframerah dikenai
pada sempel yang merupakan senyawa organik, pada frekuensi tertentu energi
tersebut akan diserap dan pada frekuensi lainnya akan di transmisikan tanpa diserap

16
(Bharagava & Chowdhary, 2018). Energi yang dihasilkan oleh radiasi sinar
inframerah akan menyebabkan vibrasi ikatan molekular yang bergantung pada tipe
ikatan molekulnya. Tipe ikatan atau gugus fungsi yang berbeda akan menghasilkan
frekuensi vibrasi yang berbeda sehingga pita absorpsi pada spektrum inframerah yang
dihasilkan akan berbeda dan khas untuk setiap tipe ikatan atau gugus fungsi.
Spektrum inframerah yang dihasilkan berupa grafik yang menunjukkan persentase
transmitan yang bervariasi pada setiap frekuensi radiasi inframerah (Dachriyanus,
2004).
2.7 Penentuan Sifat Hidrofobisitas Silika Xerogel
Hidrofobisitas dari bahan adalah suatu resistansi unuk mengalirkan air pada
permukaannya. Suatu bahan disebut memiliki sifat hidrofobik yang tinggi jika air
sulit mengalir pada permukaannya, dan disebut kurang hidrofobik jika air mudah
mengalir pada permukaan bahan tersebut. Permukaan hidrofobik disebut anti air
sedangkan bahan disebut hidrofilik jika air dengan mudah mengalir pada
permukaannya. Hidrofobisitas bahan dapat ditentukan melalui nilai sudut kontak pada
permukaan bahan tetesan cairan membuat saat kontak dengan permukaan padat;
sudut ini adalah ukuran keterbasahan permukaan. Materi yang mudah basah
memungkinkan air menyentuh area permukaan yang besar dan karenanya membuat
sudut kontak kurang dari 90° (Samsurizal et al., 2018).

Gambar 2.7 Bentuk dari butiran air pada (A) permukaan hidrofobik dan (B)
permukaan kurang hidrofobik (Samsurizal et al., 2018).

17
Sudut kontak dapat memberi informasi tentang energi permukaan, kekasaran
permukaan, dan heterogenitas permukaan. Sudut kontak juga merupakan ukuran dari
kontaminasi permukaan. Hidrofobisitas permukaan bahan insulasi seringkali
dievaluasi secara kuantitatif dengan nilai sudut kontak yang terbentuk antara tetesan
air dan permukaan bahan, yang tidak lain merupakan representasi langsung dari
tegangan interfacemolekul air (Samsurizal et al., 2018).
Molekul hidrofobik biasanya nonpolar, artinya atom yang membuat molekul
tidak menghasilkan medan listrik statis. Dalam molekul kutub, daerah energi listrik
yang berlawanan ini menarik molekul air. Tanpa muatan listrik berlawanan pada
molekul, air tidak dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul. Molekul air
kemudian membentuk ikatan hidrogen lebih banyak dengan diri mereka sendiri dan
molekul nonpolar berkumpul bersama (Novensia & Anggraini, 2020).

18
19
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2021 hingga bulan Februari
2022 di Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Tanjungpura. Analisis Scanning Electron Microscope – Energy
Dispersive X-Ray (SEM-EDX) dilakukan di Laboratorium Terpadu Universitas Islam
Indonesia, spektrofotometri Fourier-Transform Infrared (FT-IR) dilakukan di Lab
Kimia Organik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Gas Sorption Analysis
dilakukan di Institut Teknlogi Bandung.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi neraca analitik, pengaduk
magnetic, oven, tanur, penangas air, seperangkat alat gelas, spektrofotometer FT-IR, ,
alat SEM-EDX, alat GSA, dan satu set alat pengukur sudut kontak.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi abu terbang industri
bauksit, akuades, metanol (CH3OH), asam sitrat monohidrat (C6H8O7.H2O),
petroleum benzine, trimethylchlorosilane (TMCS), NaOH, HCl dan fenol.

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Preparasi Sampel
Sebanyak 250 gram sampel abu terbang yang diambil dari industri bauksit PT.
Antam Tayan, Kalimantan Barat dibilas dengan akuades hangat untuk membersihkan
dari bahan organik dan anorganik larut air sehingga tidak menjadi pengotor dalam
proses ekstraksi silika. Kemudian dampel dikeringkan pada suhu 105°C selama 3
jam. Sampel yang telah kering diayak dengan ayakan 100 mesh kemudian direndam
dengan HCl 1M (1:2) dan diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik dengan
kecepatan 150 rpm selama 30 menit. Sampel dibilas dengan akuades hingga pH netral

20
dan dikeringkan pada suhu 105°C selama 3 jam. Sampel yang telah kering diayak
dengan ukuran 100 mesh.

3.3.2 Ekstraksi Silika dari Sampel Abu Terbang


Ekstraksi silika dilakukan mengacu pada Pratiwi dkk (2018). Sebanyak 12,5
gram sampel abu terbang dan 25 gram NaOH padat dimasukkan kedalam cawan
porselen kemudian dikalsinasi pada suhu 500oC selama ±5 jam. Hasil kalsinasi yang
diperoleh ditambahkan akuades hingga warna kuning pada ekstrak pudar. Filtrat yang
diperoleh dipisahkan dengan cara penyaringan. Untuk mengendapkan silika, ke dalam
filtrat ditambahkan larutan HCl 1M secara bertahap hingga pH 8-9 dan terbentuk gel.
Selanjutnya filtrat didiamkan selama 2 jam untuk proses aging. Endapan silika yang
dipisahkan dan dicuci menggunakan akuades sampai netral, kemudian dikeringkan
dalam oven pada suhu 105oC selama ±5 jam. Silika hasil isolasi dihaluskan dan
ditimbang sebanyak 10 gram, dan dilarutkan dengan NaOH 4 M untuk mendapatkan
precursor natrium silikat.

3.3.3 Sintesis Silika Xerogel Termodifikasi TMCS


Sintesis silika xerogel dilkakukan dengan metode sol-gel mengacu pada
penelitian Tanheitafino (2020) menggunakan prekursor natrium silikat hasil ekstraksi
dari abu terbang. Natrium silikat dengan berat jenis 1,3057 g/ml diencerkan menjadi
berat jenis 1,05 g/ml. Sol disiapkan dengan mencampurkan 20 mL natrium silikat
dengan 2 mL asam sitrat 2M sambil diaduk. Proses gelasi terjadi selama pengadukan.
Hidrogel yang diperoleh di-aging selama 3 jam pada suhu 50 oC untuk penguatan
jaringan. Hidrogel yang telah di-aging dicuci dengan akuades hingga netral,
kemudian disaring untuk memisahkannya dari akuades. Selanjutnya dilakukan
pergantian pelarut air pada hidrogel dengan pelarut organik berupa metanol selama 24
jam. Setelah perendaman selama 24 jam, dilakukan penyaringan untuk memisahkan
alkogel yang dihasilkan dari pelarutnya.

21
Modifikasi permukaan silika xerogel yang terbentuk dilakukan dengan pereaksi
TMCS dan pelarut petroleum benzine dengan rasio volume
TMCS:metanol:petroleum benzine yang divariasi pada 2:1:1, 3:1:1, 5:1:1. Reaksi
dilakukan selama 24 jam. Kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan gel
hasil modifikasi dari pelarutnya. Setelah proses penyaringan, gel hasil modifikasi
dikeringkan pada suhu ruang selama 24 jam. Kontrol yang digunakan adalah silika
xerogel yang disintesis tanpa penambahan TMCS. Kemudian dilanjutkan dengan
pengeringan gel pada suhu 50 oC hingga berat konstan.

3.3.4 Karakterisasi Meterial Silika Xerogel


a. Analisis gugus fungsi sebagai hasil modifikasi diamati dengan spektrofotometri
FTIR.
b. Analisis bentuk dan morfologi permukaan, serta komposisi unsur penyusun dari
silika xerogel diuji dengan Scanning Electron Microscope – Energy Dispersive X-
Ray (SEM-EDX)
c. Analisis dan luas permukaan dan distribusi ukuran dan volume pori dikarakterisasi
dengan GSA.
d. Analisis sifat hidrofobik ditentukan berdasarkan nilai sudut kontak dan waktu
rembes.
Uji hidrofobisitas silika dilakukan dengan menentukan sudut kontak (Ɵ) pada
setetes akuades. Setetes akuades diteteskan pada permukaan silika dengan
menggunakan jarum hipodermik berukuran kecil. Kemudian diambil gambar saat
tetesan akuades mengenai permukaan silika. Sudut kontak yang diukur merupakan
sudut yang terbentuk dari setetes akuades yang diteteskan pada permukaan silika.
Permukaan yang sangat hidrofilik memiliki sudut kontak mendekati 0 o, permukaan
yang hidrofobik memiliki sudut kontak lebih dari 90o dan permukaan yang
superhidrofobik memiliki sudut kontak lebih dari 150o (Anderson & Carroll, 2011).

22
Gambar 3.1 Ilustrasi sudut kontak antara zat padat dan zat cair (Anderson dan Carroll,
2017)

3.3.5 Uji Kemampuan Adsorpsi Silika Xerogel Hidrofobik Terhadap Fenol


Sebanyak 1 gram silika xerogel hasil modifikasi TMCS diinteraksikan dengan
20 mL fenol pada konsentrasi 0, 10, 50, 100, 250, 500, dan 1000 mg/L. Campuran
diaduk dalam shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 24 jam, dan kemudian
disaring. Fenol yang tersisa dalam filtrat selanjutnya diukur konsentrasinya dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombng 650 nm. Penentuan kapasitas
adsorpsi fenol pada silika xerogel hidrofobik dilakukan menggunakan model isoterm
adsorpsi Langmuir, Freundlich dan BET.

3.4 Jadwal Penelitian


Kegiatan Bulan
No.
1 2 3 4 5 6
Preparasi, ekstraksi, modifikasi, uji
1. karakteristik menggunakan FTIR, SEM
–EDX, GSA, dan Analisis sifat
hidrofobik Silika Xerogel termodifikasi
TMCS
2. Uji Kemampuan Adsorpsi Silika
Xerogel Hidrofobik Terhadap Fenol
3. Penulisan Tesis

4. Seminar Hasil

5. Sidang Akhir

6. Penulisan Artikel dan Publikasi


DAFTAR PUSTAKA

23
Afandi, Salimin, & Delly, J. (2018). Pengaruh Pemamfaatan Faba (Fly Ash And
Bottom Ash) Terhadap Laju Perpindahan Panas Pada Tungku Arang. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Teknik Mesin, 3(1), 1–12.
Aini, S., & Supratikno, S. (2018). Penerapan Lima Model Kesetimbangan Adsorpsi
Isoterm pada Adsorpsi Ion Logam Chrom VI oleh Zeolit. Eksergi, 15(2), 48.
Anderson, A. M., & Carroll, M. K. (2011). Hydrophobic Silica Aerogels: Review of
Synthesis, Properties and Applications. In M. A. Aegerter, Ni. Leventis, & M.
M. Koebel (Eds.), Aerogel Handbook. Springer.
Aufa, R. (2017). Teknik penyisihan fenol dari air limbah. Teknik Kimia, ITB,
December.
Bangi, U. K. H., Rao, A. P., Hirashima, H., & Rao, A. V. (2009). Physico-chemical
properties of ambiently dried sodium silicate based aerogels catalyzed with
various acids. J Sol-Gel Sci Technol, 50, 87–97.
Bharagava, R. N., & Chowdhary, P. (2018). Emerging and eco-friendly approaches
for waste management. Emerging and Eco-Friendly Approaches for Waste
Management, March, 1–435.
Bramantya, B., Yonando, L. P., Rifaldi, M., & Oktavian, R. (2018). Sintesis dan
Karakterisasi Silika Aerogel Hidrofobik dan Oliofilik dari Pasir Laut sebagai
Absorben Tumpahan Minyak. Jurnal Teknik Kimia Dan Lingkungan, 2(2), 49.
Brinker, C. J., & Scherer, G. W. (1990). Sol-Gel Science: The Physics and Chemistry
of Sol-Gel Processing. Academic Press.
Cahyana, A., & Marzuki, A. (2014). Analisa SEM (Scanning Electron Microscope)
pada Kaca TZN yang dikristalkan Sebagian. Prosiding Mathematics and
Sciences Forum 2014, 23–26.
Caroles, J. D. S. (2019). Ekstraksi silika yang terkandung dalam limbah abu terbang
batu bara. Fullerene Journal of Chemistry, 4(1), 5.
Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi (1st
ed.). Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK)
Universitas Andalas.

24
Elma, M. (2018). Proses Sol-Gel : Analysis, Fundamental, dan Aplikasi. In Lambung
Mangkurat Univercity Press (1st ed.).
Handayani, M., & Sulistyono, E. (2009). Uji Persamaan Langmuir Dan Freundlich
Pada Penyerapan Limbah Chrom (Vi) Oleh Zeolit. Prosiding Seminar Nasional
Sains Dan Teknologi Nuklir, Vi, 130–136.
Heliawati, L. (2018). Kandungan Kimia Dan Bioaktivitas Tanaman Kecapi (1st ed.).
PPS UNPAK PRESS.
Ivanov, P., Bogdanov, B., & Hristov, Y. (2017). Synthesis of Hydrophilic and
Hydrophobic Xerogel. Journal of Chemical Technology and Metallurgy, 52(3),
457–462.
Kesumaningrum, J., Prasetya, N. B. A., & Suseno, A. (2011). Adsorpsi Fenol dengan
TiO2/zeolit artificial Berbahan Dasar Sekam Padi dan Limbah Kertas. Jurnal
Kimia Sains Dan Aplikasi, 14(1), 26–31.
Kundari, N. A., Susanto, A., & Prihatiningsih, M. C. (2010). Adsorpsi Fe Dan Mn
Dalam Limbah Cair Dengan Zeolit Alam. STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN
SUKA, November, 705–710.
M. Faisal. (2015). Efisiensi Penyerapan Logam Pb2+ Dengan Menggunakan
Campuran Bentonit Dan Enceng Gondok. Jurnal Teknik Kimia USU, 4(1), 20–
24.
Novensia, C., & Anggraini, L. (2020). Memperkuat Ketahanan Aerogel Dengan
Sistem Hidrofobik. Prosiding SNTM Re-ACT, 2019, 19–20.
Oktavian. Rama; Poewadi, Bambang; Supriyono, ; Wahyu K, Christina; Septiadi,
Hardo Triwahyu; Yuniardi, M. I. (2019). Studi Performa Membran Hidrofobik
Berbasis Silika Dalam Proses Pemurnian Biodiesel. Jurnal Rekayasa Bahan
Alam Dan Energi Berkelanjutan, 3(1), 20–24.
Rapierna, A., & Mahatmanti, F. W. (2012). Sintesis Dan Pemanfaatan Membran
Kitosan-Silika Sebagai Membran Pemisah Ion LOGAM Fe2+. Indonesian
Journal of Chemical Science, 1(1).
Retnosari, A. (2013). Ekstraksi Dan Penentuan Kadar Silika (Sio 2 ) Hasil Ekstraksi

25
Dari Abu Terbang ( Fly Ash ) Batubara. Skripsi,Universitas Jember.
Samsurizal, Putera, R. P., & Christiono. (2018). Studi Sifat Transfer Hidrofobik Dari
Bahan Isolator Polimer Silicone Rubber Akibat Pengaruh Cuaca Didaerah
Tropis Perkotaan. Jurnal Ilmiah Setrum, 7(2), 288–295.
Simatupang, L. (2019). Sintesis Dan Karakterisasi Adsorben Komposit Silika -
Kitosan Berbasis Abu Vulkanik Gunung Sinabung Untuk Adsorpsi Logam Berat
Kadmium Dengan Metode Ekstraksi Fase Padat (Efp). Disertasi, Universitas
Sumatra Utara.
Sitinjak, M., & Heltina, D. (2021). Prarancangan Pabrik Fenol Dan Aseton Dari
Cumene Dengan Proses Kbr Dengan Disain Alat Utama Reaktor Hidrogenasi
(R-103). JOM FTEKNIK, 8, 100–103.
sriatun, Buntarto, D., & Darmawan, A. (2008). Pengaruh Penambahan Surfaktan
Hexadecyltrimethyl- Ammonium ( HDTMA ) pada Zeolit Alam Terdealuminasi
terhadap Kemampuan Mengadsorpsi Fenol. Jurnal Kimia Sains Dan Aplikasi,
11(1), 11–14.
Sudarlin. (2012). Prinsip Dan Teknik Penggunaan Gas Sorption Analyzer (GSA).
Omah Ilmu,Jurusan Kimia UIN Sunan Kalijaga.
Sujatno, A., Salam, R., Bandriyana, B., & Dimyati, A. (2017). Studi Scanning
Electron Microscopy (Sem) Untuk Karakterisasi Proses Oxidasi Paduan
Zirkonium. Jurnal Forum Nuklir, 9(1), 44.
Sulastri, S., & Kristianingrum, S. (2010). Berbagai Macam Senyawa Silika : Sintesis,
Karakterisasi dan Pemanfaatan. Prosiding Seminar Nasional Penelitian,
Pendidikan Dan Penerapan MIPA, 211–216.
Sulistyowati, N. A. (2013). Bata Beton Berlubang Dari Abu Batubara (Fly Ash Dan
Bottom Ash) Yang Ramah Lingkungan. Jurnal Teknik Sipil Dan Perencanaan,
15(1), 87–96. https://doi.org/10.15294/jtsp.v15i1.7117
Sunarya, R. R. (2009). Struktur Padatan Silikon Dioksida. UIN Sunan Gunung Djati
Bandung, November.
Suprihatin, E., Anita Zaharah, T., & Wahyuni, N. (2015). Pembuatan Membran Silika

26
Dari Fly Ash Dan Aplikasinya Untuk Menurunkan Kadar Cod Dan Bod Limbah
Cair Kelapa Sawit. Jurnal Kimia Universitas Tanjungpura, 4(3), 48–53.
Suyasa, W. B. (2015). Pencemaran Air dan Pengolahan Air Limbah. In Udayana
University Press (Jilid 1). Udayana University Press.
Tanheitafino, S., Shofiyani, A., & Sasri, R. (2020). Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi
Synthesis and Characterization of Trimethylchlorosilane Modified Silica
Xerogel H ). Jurnal Kimia Sains Dan Aplikasi, 23, 249–254.
Wahyudi, P., Alimuddin, A. H., & Shofiyani, A. (2019). Pengaruh Waktu Aging
Terhadap Sifat Hidrofobisitas Silika Xerogel Termofidifikasi Trimetilklorosilan.
Indo. J. Pure App. Chem, 3(April 2020), 33–43.
Wijayanti, I. E., & Kurniawati, E. A. (2019). Studi Kinetika Adsorpsi Isoterm
Persamaan Langmuir dan Freundlich pada Abu Gosok sebagai Adsorben.
EduChemia (Jurnal Kimia Dan Pendidikan), 4(2), 175.
Yunita, E. (2017). Pembakaran Batubara Pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap
( Pltu ) Pt . Semen Tonasa.
Zulfa, A. (2011). Uji Adsorpsi Gas Karbon Monoksida (CO) Menggunakan Zeolit
Alam Malang dan Lampung. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia.

27

Anda mungkin juga menyukai