Anda di halaman 1dari 29

KARAKTERISASI SILIKA GEL TERMODIFIKASI 1,8

DIHIDROKSIANTRAKUINON DENGAN METODE DIFRAKSI


SINAR X

MAKALAH SEMINAR KIMIA

Diajukan Sebagai Syarat dalam Menyelesaikan


Mata Kuliah Seminar Kimia

OLEH :
GITA GENIATI SARAGIH
1505116770

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2018
RINGKASAN

Abu sekam padi merupakan hasil pembakaran limbah sekam padi. Abu sekam
ini mengandung kadar silika yang tinggi antara 87-97%. Oleh karena itu, dilakukan
suatu upaya untuk memanfaatkan abu sekam padi sebagai bahan dasar pembuatan
material berbasis silika yaitu silika gel. Modifikasi Silika Gel telah berhasil dilakukan
menggunakan senyawa 1,8 dihidroksiantrakuinon. Pengolahan abu sekam padi
menjadi silika gel termodifikasi 1,8 dihidroksiantrakuinon dapat dilakukan melalui
proses sol-gel. Hasil modifikasi ini dapat digunakan sebagai adsorben untuk
menyerap ion logam berat. Silika gel termodifikasi 1,8 dihidroksiantrakuinon
dikarakterisasi menggunakan Metode Difraksi Sinar-X. Pola difraksi silika gel
termodifikasi 1,8 dihidroksiantrakuinon menunjukkan pola yang melebar di sekitar
2θ = 21-23° . Hal ini juga menunjukkan bahwa semakin bertambah senyawa organik
senyawa 1,8 dihidroksiantrakuinon, maka semakin berstruktur kristal silika gel yang
diperoleh.

Kata Kunci: Silika Gel, Silika Gel Termodifikasi, Difraktogram Sinar X Silika Gel.
BAB I
PENDAHULUAN

Padi merupakan salah satu hasil utama pertanian Indonesia, disamping mampu
mencukupi kebutuhan pangan, produksi padi juga menghasilkan limbah berupa
sekam padi. Pemanfaatan sekam padi masih terbatas sebagai bahan bakar sebagai
bahan bakar pembuatan batu bata dan pada pembuatan abu gosok. Pembakaran sekam
padi akan menghasilkan abu sekam padi. Dari berbagai penelitian (Enymia
dkk.,1998; Kalapathy dkk.,2000; Nuryono dkk.,2004) dilaporkan bahwa abu sekam
padi mengandung kadar silika cukup tinggi (87-97%). Mengingat tingginya
kandungan silika dalam abu sekam padi, maka dilakukan suatu upaya untuk
memanfaatkan abu sekam padi sebagai bahan dasar pembuatan material berbasis
silika yaitu silika gel.
Silika gel telah banyak digunakan sebagai adsorben, umumnya digunakan
sebagai adsorben untuk senyawa-senyawa polar. Silika gel dapat juga digunakan
untuk menyerap ion-ion logam dengan prinsip pertukaran ion, namun kemampuannya
untuk menyerap logam terbatas. Atom O sebagai situs aktif permukaan silika gel,
dalam hal ini sebagai donor pasangan elekron, merupakan spesies yang mempunyai
ukuran relatif kecil dan mempunyai polarisabilitas rendah atau bersifat basa keras
(Hard), sehingga kecenderungannya untuk berinteraksi dengan logam berat yang pada
umumnya memiliki ukuran yang besar dan mempunyai polarisabilitas tinggi atau
asam lunak (Soft) secara teoritis relatif tidak begitu kuat (Atkins, 1990). Oleh karena
itu, modifikasi permukaan aktif silika gel perlu dilakukan.
Telah dilakukan modifikasi silika gel dengan 1,8 dihidroksiantrakuinon yang
disintesis dari abu sekam padi melalui teknik sol-gel dengan melakukan kondensasi
larutan natrium silikat dalam suasana asam. Modifikasi silika gel dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu organofungsionalisasi, jika zat pemodifikasinya adalah gugus
organik dan anorganofungsionalisasi jika gugus yang terikat pada permukaan adalah
senyawa organologam atau oksida logam. Adanya proses modifikasi dalam
pembentukan silika gel termodifikasi 1,8 dihidroksiantrakuinon dengan gugus
organik menyebabkan perubahan silika gel yang semula amorf menjadi berstruktur
kristal. Untuk menunjukkan bahwa silika termodifikasi 1,8 dihidroksiantrakuinon
telah berhasil dimodifikasi dari struktur amorf menjadi berstruktur kristal yang
partikel penyusunnya teratur dikarakterisasi menggunakan Metode Difraksi Sinar-X.
Metode difraksi Sinar-X banyak digunakan untuk mengidentifikasi dan
mengkarakterisasi material yang berwujud kristal. Difraktogram yang dihasilkan oleh
metode difraksi sinar-X sebelum silika gel dimodikasi dan setelah dimodifikasi
memperlihatkan perbedaan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka
penulis tertarik untuk menyusun makalah seminar mata kuliah dengan judul
“Karakterisasi Silika Gel Termodifikasi 1,8 Dihidroksiantrakuinon dengan
metode Difraksi Sinar X”
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Silika Gel

Gambar 2.1 Silika Gel (Anonim, 2018)

Silika merupakan senyawa yang banyak ditemui dalam bahan galian yang
disebut pasir kuarsa, terdiri atas kristal-kristal silika (SiO2) dan mengandung senyawa
pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Silika biasanya dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan dengan berbagai ukuran tergantung aplikasi yang
dibutuhkan seperti dalam industri ban, karet, gelas, semen, beton, keramik, tekstil,
kertas, kosmetik, elektronik, cat, film, pasta gigi, dan lain-lain (Holmes, 1964).
Silika gel merupakan suatu bentuk dari silika yang dihasilkan melalui
penggumpalan sol natrium silikat (NaSiO2). Sol mirip agar – agar ini dapat
didehidrasi sehingga berubah menjadi padatan atau butiran mirip kaca yang bersifat
tidak elastis. Sifat ini menjadikan silika gel dimanfaatkan sebagai zat penyerap,
pengering, dan penopang katalis. Garam–garam kobalt dapat diadsorpsi oleh gel ini.
Silika gel mencegah terbentuknya kelembaban yang berlebihan sebelum terjadi.
Dalam proses adsorpsi silika gel merupakan salah satu yang paling sering digunakan
sebagai adsorben. Hal ini disebabkan oleh mudahnya silika diproduksi dan sifat
permukaan (struktur geometri pori dan sifat kimia pada permukaan) dan dapat dengan
mudah dimodifikasi (Fahmiati dkk., 2004). Silika amorf adalah material yang
dihasilkan dari reaksi alkali-silika. Reaksi alkali-silika dimulai dengan pecahnya
ikatan Si-O-Si dan hasilnya membentuk fasa amorf dan nanokristal (Boinski, 2010).
Silika amorf terbentuk ketika silikon teroksidasi secara termal. Silika amorf terdapat
dalam beberapa bentuk yang tersusun dari partikel-partikel kecil yang kemungkinan
ikut tergabung. Biasanya silika amorf mempunyai kerapatan 2,21 g/cm (Harsono,
2006).
Ketidakteraturan susunan permukaan tetrahedral SiO4 pada silika gel
menyebabkan jumlah distribusi satuan luas bukan menjadi ukuran kemampuan
adsorpsi silika gel walaupun gugus silanol dan siloksan terdapat pada permukaan
silika gel. Kemampuan adsorpsi silika gel ternyata tidak sebanding dengan jumlah
gugus silanol dan siloksan yang ada pada permukaan silika gel, namun bergantung
pada distribusi gugus –OH per satuan luas adsorben (Oscik, 1982)

Gambar 2.2 Model struktur amorf silika (Dwi Rasy Mujiyanti dkk, 2010)
Sifat Kimia dari Silika Gel
Simbol : Si
Radius Atom : 1.32 Å
Volume Atom : 12.1 cm3/mol
Massa Atom : 28.0856
Titik Didih : 2630 K
Radius Kovalensi : 1.11 Å
Struktur Kristal : fcc
Massa Jenis : 2.33 g/cm3
Elektronegativitas : 1.9
Konfigurasi Elektron : [Ne]3s2p2
Formasi Entalpi : 50.2 kJ/mol
Potensial Ionisasi : 8.151 V
Titik Lebur : 1683 K
Bilangan Oksidasi : 4,2
Entalpi Penguapan : 359 kJ/mol
Sifat Fisika dari Silika Gel
Kapasitas Panas : 0.7 Jg-1K-1
Konduktivitas Panas : 148 Wm-1K-1
Konduktivitas Listrik : 4 x 106 ohm-1cm-1

2.2 Antrakuinon
Antrakinon merupakan senyawa turunan antrasena yang diperoleh dari
reaksi oksidasi antrasena. Golongan ini memiliki aglikon yang sekerabat dengan
antrasena yang memiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang berseberangan
(atom C9 dan C10), larut dalam air panas atau alkohol encer. Antrakinon yang
mengandung gugus karboksilat dapat diekstraksi dengan penambahan basa, misalnya
dengan natrium bikarbonat. Hasil reduksi antrakinon adalah antron denantranol
terdapat bebas di alam atau sebagai glikosida (Stanisky, 2003).
Gambar 2.3 Struktur antrakuinon (Harborne, 1987).

Tabel 2.1 Sifat kimia dan sifat fisika antrakuinon

2.3 Teknik Sol-Gel


Metode sol gel merupakan salah satu metode yang paling sukses
mempreparasi material oksida logam berukuran nano. Sol merupakan suatu partikel
halus yang terdispersi dalam suatu fasa cair membentuk koloid, reaksinya adalah
reaksi hidrolisis. Gel (Gelation) merupakan padatan yang tersusun dari fasa cair dan
padat dimana kedua fasa ini saling terdispersi dan memiliki struktur jaringan internal,
reaksinya adalah reaksi kondensasi. (Reza Rahman, 2008)
Reaksi kimia yang menyertai proses sol-gel (Schubert dan Husing,2000:201)
adalah sebagai berikut:

Metode sol-gel merupakan salah satu metode yang paling sukses dalam
mempreparasi material oksida logam berukuran nano. Sol adalah suspensi koloid
yang fasa terdispersinya berbentuk padat dan fasa pendispersinya berbentuk cairan.
Suspensi dari partikel padat atau molekul-molekul koloid dalam larutan, dibuat
dengan metal alkoksi dan dihidrolisis dengan air, menghasilkan partikel padatan
metal hidroksida dalam larutan, dan reaksinya adalah reaksi hidrolisis (Paveena et al.,
2010).
Gel (gelation) adalah jaringan partikel atau molekul, baik padatan dan cairan,
dimana polimer yang terjadi di dalam larutan digunakan sebagai tempat pertumbuhan
zat anorganik. Pertumbuhan anorganik terjadi di gel point, dimana energi ikat lebih
rendah. Reaksinya adalah reaksi kondensasi, baik alkohol atau air, yang
menghasilkan oxygen bridge (jembatan oksigen) untuk mendapatkan metal oksida
(Paveena et al., 2010).

2.4 Sinar-X
Sinar X adalah bagian yang disebut dengan spektrum elektromagnetik .
Radiasi sinar X merupakan salah satu bentuk jenis gelombang elektromagnetik yang
memiliki banyak manfaat pada bidang medis. Sinar x memiliki daya tembus tinggi,
foton yang terdapat pada sinar X memiliki energi yang tinggi. Produksi sinar X
terjadi pada sebuah tabung hampa udara bertekanan rendah seperti terlihat pada
gambar 2.4. Di dalam tabung sinar memiliki dua bagian yaitu anoda dan katoda. Sinar
X merupakan sinar katoda dan termasuk gelombang elektromagnetis. Timbulnya
sinar X dikarenakan adanya perbedaan potensial arus searah yang besar di antara
kedua elektroda (katoda dan anoda) di dalam sebuah tabung hampa. Berkas elektron
tersebut akan dipancarkan dari katoda manuju anoda, dimana pancaran elektron-
elektron tersebut dinamakan dengan sinar katoda atau sinar X. Arus listrik yang
dipakai yaitu untuk memanaskan filamen sehingga filamen dapat memberi elektron.
elektron-elektron ini akan dipercepat dari katoda ke anoda.
Gambar 2.4. Skema tabung sinar-x beserta komponen penyusunnya (Intan Aprilia
Rizki, 2010)
Terdapat dua jenis sinar x yaitu : sinar x Bremsstrahlung dan sinar x
karakteristik. sinar x Bremsstrahlung terjadi karena elektron yang dipancarkan dari
katoda menuju target logam anoda dipercepat dengan tegangan tinggi. Elektron
energi tinggi tersebut kemudian berinteraksi dengan atom dalam logam target.
Terkadang elektron datang sangat dekat dengan inti atom target sehingga bergerak
menyimpang akibat adanya interaksi elektromagnetik. Pada proses ini elektron akan
kehilangan banyak energi (karena mengalami perlambatan) sehingga foton akan
diradiasikan.
Gambar 2.5. Proses terjadinya sinar-x Bremsstrahlung(Yuant Tiandho, 2016)

Sinar x karakteristik merupakan sinar x yang muncul akibat elektron energi


tinggi yang datang berinteraksi dengan elektron yang berada dekat dengan inti atom
sehingga elektron yang berada dekat inti atom tersebut tersingkir dari tempatnya.
Berdasarkan prinsip larangan Pauli tentang pengisian elektron pada kulit atom,
kekosongan ini dilarang dan harus segera diisi oleh elektron yang terletak di kulit
yang lebih luar. Melalui teori Planck kita tau bahwa perpindahan elektron menuju
kulit yang lebih dalam akan diikuti dengan pemancaran foton. Energi foton yang
dipancarkan sebanding dengan selisih energi elektron pada tiap kulit tersebut dan
sesuai dengan karakteristik materialnya. Karena frekuensi foton yang dipancarkan
melalui proses ini bersifat diskrit (tidak kontinu) maka ia juga disebut dengan foton
monoenergi dan tentu ia juga bersifat monokromatik. Sinar x jenis inilah yang dapat
digunakan untuk melakukan analisis material berdasarkan sifat difraksinya pada
kristal. Sinar-x karakteristik dinamai berdasarkan asal kulit dan kulit tujuannya.
Misalkan kulit yang kosong (kulit tujuannya) akibat ditumbuk oleh elektron datang
adalah kulit K maka dinamai sinar-x K. Sedangkan untuk mengetahui asalnya
digunakan huruf Yunani, α digunakan untuk menandai jika elektron yang mengisi
kulit kosong berasal dari kulit yang berada tepat lebih atasnya, β digunakan jika
elektron memiliki selisih dua kulit, dan γ digunakan jika elektron memiliki selisih
tiga kulit. Misalkan apabila ada transisi elektron dari kulit L mengisi kulit K maka
disebut sinar-x Kα, sedangkan jika yang mengisinya berasal dari kulit M maka
dinamai sinar-x Kβ. (Yuant Tiandho, 2016)
Gambar 2.6. Proses terjadinya sinar-x Karakteristik (Yuant Tiandho, 2016)

Perbedaan utama dari sinar-x bremsstahlung dengan sinar-x karakteristik


adalah sinar-x bremsstahlung bersifat kontinu sedangkan sinar-x karakteristik hanya
muncul tiap panjang gelombang tertentu saja (diskrit). Pada Gambar 2.8, tampak
bahwa sinar-x Kα memiliki intensitas yang tertinggi dan itulah alasan utama sinar-x
Kα dipilih dalam proses difraksi untuk analisis kristal.
Gambar 2.7. Sinar-x bremsstahlung dan sinar-x karakteristik (Yuant Tiandho, 2016)

Radiasi sinar-X yang telah dihasilkan oleh tabung sinar-X akan berinteraksi
dengan struktur kristal material yang diuji. Material yang akan dianalisis struktur
kristalnya harus berada dalam fasa padat karena dalam kondisi tersebut kedudukan
atom-atomnya berada dalam susunan yang sangat teratur sehingga membentuk
bidang-bidang kristal. Ketika suatu berkas sinar-X diarahkan pada bidang-bidang
kristal tersebut, maka akan timbul pola-pola difraksi ketika sinar-X melewati
celah-celah kecil di antara bidang-bidang kristal tersebut (Rahman, 2008).

2.5 X-Ray Diffraction (XRD)


XRD merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua
dan paling sering digunakan hingga sekarang. Kegunaannya adalah untuk
mengidentifikasi mineral dari fasa-fasa kristal padatan yang lain dan mengetahui
tingkat kristalitas zat padat. Alat dari difraksi sinar-x dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8. Alat Difraksi Sinar X (Sartono, 2008)

Didalam analisis XRD, kristal katalis memantulkan sinar X yang dikirimkan


dari sumber dan diterima oleh detektor. Dengan melakukan sudut kedatangan sinar X
maka spektrum pantulan adalah spesifik yang berhubungan langsung dengan lattice
spacing dari kristal yang dianalisis. Pola difraksi diplotkan berdasarkan intensitas
peak yang menyatakan peta parameter kisi kristal atau indeks Miller (hkl) sebagai
fungsi 2θ, dimana θ menyatakan sudut difraksi berdasarkan persamaan Bragg
(Richardson, 1989) .
Pada persamaan yang berikut Interpretasi Hukum Bragg dilakukan
berdasarkan asumsi bahwa permukaan darimana sinar X dipantulkan adalah datar.
nλ = 2d sin θ
dimana d menyatakan jarak antarlapisan atom atau ion yang berdekatan, λ
yang menyatakan panjang gelombang radiasi sinar X, dan n adalah urut-urutan
pantulan.
Kristalinitas dapat juga ditentukan dengan XRD dengan melalui
pembandingan intensitas atau luasan peak sampel dengan intensitas atau luasan peak
standar yang ditunjukkan pada persamaan berikut:
𝐼𝑛𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑎𝑘 ℎ𝑘𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kristalinitas = 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑎𝑘 ℎ𝑘𝑙 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 x 100%

Metode XRD banyak digunakan untuk mengidentifikasi dan


mengkarakterisasi material yang digunakan sebagai katalis, karena banyak material
katalis yang berwujud kristal. Teknologi XRD ini juga mempunyai kemampuan
untuk mengidentifikasi dan menentukan besarnya bagian fasa dalam padatan, film
tipis, dan sampel multifasa. Salah satu alat XRD yang biasa digunakan adalah Siemen
D5000 yang menggunakan radiasi Cu-Kα radiation. Tabung X-ray dioperasikan pada
40 kV dan 30 mA.
2.6 Komponen Alat X-Ray Diffraction (XRD)
Komponen-komponen utama yang terdapat pada XRD, diantaranya adalah
tabung elektron, monokromator, filter, sampel holder, detektor, dan software analisa.
1. Tabung elektron
Tabung elektron merupakan tempat pembentukan elektron yang digunakan
untuk menumbuk plat logam sehingga menghasilkan sinar-x. Berkas sinar-x inilah
yang kemudian digunakan untuk menumbuk material sampel dan menghasilkan
spektrum kontinyu maupun spektrum garis. Di dalam tabung elektron sendiri terdapat
beberapa komponen, yakni filament yang terbuat dari tungsten sebagai sumber
elektron, tabung kedap udara sebagai media perantara elektron, plat logam (Cu, Au
danl lain-lain), dan pendingin.
2. Monokromator
Monokromator merupakan komponen yang berperan untuk mengubah berkas
polikromatik menjadi masing-masing berkas monokromatik.
3. Filter
Filter berguna untuk menyaring sebagian berkas cahaya yang tidak diinginkan
yang dapat mengganggu analisa data karena menciptakan gangguan (noise). Filter
dapat terbuat dari logam yang berbeda dengan logam yang terdapat pada tabung
elektron, sebagai contoh nikel.

4. Sampel holder
Sampel holder merupakan tempat untuk meletakkan sampel yang akan
dianalisa. Sampel dapat diletakkan dalam berbagai orientasi untuk mendapatkan
sudut difraksi.
5. Detektor
Detektor digunakan untuk mendeteksi berkas cahaya yang terdifraksi pada
sudut-sudut tertentu dengan intensitasnya masing-masing. Berkas cahaya yang
mengalami difraksi terekam pada pita.

Gambar 2.9. Komponen utama pada XRD (Agus,dkk.,2012)


6. Software
Perangkat lunak ini dapat dipisahkan menjadi dua jenis. Jenis yang pertama
adalah perangkat lunak yang berfungsi untuk menterjemahkan rekaman pada pita
menjadi nilai sudut 2θ yang kemudian diubah menjadi pola difraktogram sesuai
dengan intensitasnya yang terdeteksi oleh detektor. Jenis yang kedua adalah
perangkat lunak yang digunakan untuk menginterpretasikan data sudut 2θ dengan
intensitasnya untuk kemudian diketahui indeks Miller dan nilai parameter kisi serta
jarak antar kisi (d-spacing) sehingga dapat diketahui struktur kristal pada material
sampel. (Agus,dkk.,2012)

2.7 Prinsip Kerja XRD


Tahapan kerja X-ray diffractin (XRD) terdiri dari empat tahap, yaitu:
produksi, difraksi, deteksi, dan interpretasi. Untuk dapat melakukan fungsinya, X-ray
diffraction (XRD) dilengkapi dengan oleh komponen-komponen seperti: tabung sinar
X, monokromator, detektor, dan lain-lain.
1. Produksi
Pada tahap ini, elektron yang dihasilkan ketika filament (katoda) dipanaskan
dan dipercepat akibat perbedaan tegangan antara filament (katoda) dan logam target
(anoda) sehingga terjadi tumbukan dengan logam target. Tumbukan antara elektron
yang dipercepat tersebut dengan logam target akan menghasilkan radiasi sinar-X
yang akan keluar dari tabung sinar-X dan berinteraksi dengan struktur kristal material
yang diuji. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.10
Gambar 2.10 Skema cross section dari Tabung sinar-X (Callister 2007)
2. Difraksi
Pada tahap ini, radiasi sinar-X yang telah dihasilkan oleh tabung sinar-X
akan berinteraksi dengan struktur kristal material yang di uji. Material yang akan
dianalisis struktur kristalnya harus berada dalam susunan yang sangat teratur
sehingga membentuk bidang-bidang kristal. Ketika suatu berkas sinar-X diarahkan
pada bidang-bidang kristal tersebut, maka akan timbul pola-pola difraksi ketika sinar-
X melewati celah-celah kecil di antara bidang-bidang kristal tersebut. Gambar 2.11
menunjukkan difraksi yang terjadi. Pola-pola difraksi tersebut sebenarnya
menyerupai pola gelap dan terang. Pola gelap terbentuk ketika terjadi interferensi
destruktif, sedangkan pola terang terbentuk ketika terjadi interferensi konstruktif dari
pantulan gelombang-gelombang sinar-X yang saling bertemu. Interferensi konstruktif
tersebut terjadi sesuai dengan Hukum Bragg berikut ini:
nλ = 2d sin θ

Gambar 2.11. Difraksi radiasi sinar-X dalam struktur kristal (Callister,


2007)

3. Deteksi
Interferensi konstruktif radiasi sinar-X hasil difraksi struktur kristal material
yang diuji selanjutnya akan dideteksi oleh detektor. Agar detektor dapat mendeteksi
interferensi konstruktif radiasi sinar-X hasil fraksi struktur kristal material yang diuji
dengan tepat, maka posisinya harus berada tepat pada arah sudut pantul radiasi sinar-
X tersebut.

4. Interpretasi
Interpretasi konstruktif radiasi sinar-X yang telah dideteksi oleh detektor
selanjutnya akan diperkuat gelombangnya dengan menggunakan amplifier. Lalu
interferensi konstruktif radiasi sinar-X tersebut akan terbaca secara spektroskopi
sebagai puncak-puncak grafik yang ditampilkan oleh layar komputer. Dengan
menganalisis puncak-puncak grafik tersebut struktur kristal suatu material dapat
diketahui.
2.8 Aplikasi Difraksi Sinar-X
1. Penentuan Struktur Kristal
Penentuan struktur kristal, dapat dilakukan dengan menggunakan metode
difraksi serbuk (powder diffraction method). Metode ini dikenal pula dengan nama
metode Debye-Scherrer sesuai dengan nama dua peneliti asal Jerman yang
mengusulkan metode ini pada tahun 1916. Metode ini dipilih karena dapat
memberikan peluang yang lebih besar bagi berkas cahaya untuk terdifraksi yang
disebabkan oleh banyaknya kristal yang berada pada orientasi yang memungkinkan
untuk mendifraksikan berkas cahaya yang datang. Berbeda dengan metode kristal
single yang memiliki keterbatasan dalam hal orientasi kristal yang cenderung satu
arah.
Gambar 2.12. Pola difraksi kristal tunggal dan serbuk kristal secara acak
(Agus,dkk.,2012)
2. Analisis Reaksi Kimia dan Sintesis Material
Instrumen XRD juga dapat digunakan untuk memantau proses
berlangsungnya reaksi kimia maupun sintesis material. Kekhasan pola difraksi suatu
senyawa akan berubah jika senyawa itu mengalami perubahan struktur misalnya
karena direaksikan dengan senyawa lain. Perubahan pola difraksi inilah yang menjadi
prinsip analisis proses sintesis dengan menggunakan XRD.

3. Analisis Kemurnian Suatu Spesi


Kemurnian suatu spesi juga dapat dianalisis salah satunya dengan
menggunakan instrumen difraksi sinar-X. Pola difraktogram yang dihasilkan dari
analisis XRD suatu senyawa murni akan menunjukkan pola yang khas untuk senyawa
tersebut. Pola yang khas tersebut akan ditunjukkan dengan puncak-puncak yang
terbentuk pada sudut 2θ yang khas dengan intensitas tertentu.
(Agus,dkk.,2012)
BAB III
KARAKTERISASI SILIKA GEL TERMODIFIKASI 1,8
DIHIDROKSIANTRAKUINON DENGAN METODE DIFRAKSI SINAR-X

3.1 Pembuatan Natrium Silikat


Natrium silikat dapat dibuat dari abu sekam padi melalui peleburan dengan
natrium hidroksida. Peleburan ini dilakukan agar reaksi antara SiO2 yang terdapat
dalam abu dengan NaOH dapat berjalan lebih sempurna sehingga semua silika
bereaksi menghasilkan natrium silikat (Na2SiO3). Natrium silikat (Na2SiO3) yang
dihasilkan kemudian dilarutkan dengan akuades sehingga menghasilkan natrium
silikat berwarna bening jernih dan digunakan sebagai prekursor dalam pembuatan
silika gel. Reaksi pembentukan larutan Na2SiO3 dari SiO2 dalam abu sekam padi
dengan NaOH adalah sebagai berikut :
SiO2 + 2NaOH → Na2SiO3 + H2O
Dengan perkiraan mekanisme reaksi pembentukan natrium silikat
ditunjukkan oleh Gambar 3.1

Gambar 3.1 Mekanisme reaksi pembentukan natrium silikat (Scott,1993)


Natrium silikat yang diperoleh dari hasil peleburan didinginkan, kemudian ditambah
dengan akuades dan didiamkan semalam agar terbentuk larutan natrium silikat.
Mekanisme reaksi yang terjadi adalah OH- akan menyerang atom Si yang bermuatan
parsial positif dan terbentuk intermediet SiO2OH- yang tidak stabil. Pada tahap ini
akan terjadi dehidrogenasi dan ion hidroksil yang terlepas akan berikatan dengan
hidrogen membentuk molekul air. Dua ion Na+ yang ada akan menyeimbangkan
muatan negatif yang terbentuk dan berinteraksi dengan ion SiO32- sehingga terbentuk
natrium silikat (Na2SiO3).

3.2 Silika Gel Termodifikasi 1,8-dihidroksiantrakuinon


Pembuatan silika gel termodifikasi 1,8 dihiroksiantrakuinon dilakukan
melalui proses sol-gel. Pada tahap ini larutan natrium silikat dicampurkan dengan 3-
trimetoksisil-1-propantiol, 1,8 dihiroksiantrakuinon yang telah larut dalam toluena
dan sedikit piridin. Campuran yang berwarna orange pekat ini kemudian diaduk
dengan pengaduk magnet sambil ditambahkan HCl 3 M secara bertetes sampai
terbentuk gel. Piridin berfungsi sebagai katalis reaksi dimana piridin yang bersifat
basa lemah dimanfaatkan untuk menangkap ion H+ dari hasil deprotonasi 1,8
dihiroksiantrakuinon yang akan mengganggu kestabilan produk yang juga diduga
akan berinteraksi dengan ion Cl- setelah mengikat H+ dan membentuk garam.
Pada saat penambahan asam klorida akan terjadi proses pembentukan gel
yang diduga diawali dengan protonasi terhadap atom oksigen pada gugus metoksi
(OCH3) dalam senyawa 3-trimetoksisil-1-propantiol dan dilanjutkan dengan serangan
anion silikat (≡Si-O-) yang berasal dari larutan natrium silikat terhadap atom Si dalam
senyawa 3-trimetoksisil-1-propantiol. Hal ini disebabkan oleh metoksi yang terikat
pada atom Si tersebut menyebabkan atom Si semakin terpolarisasi positif sehingga
mempunyai kecenderungan besar untuk diserang oleh spesies yang bermuatan negatif
yaitu anion silikat dan membentuk ikatan siloksan (≡Si-O-Si≡) dengan melepas
metanol. Penambahan asam yang terus berlanjut mengakibatkan reaksi dapat terus
berlanjut sampai semua gugus metoksi dalam senyawa 3-trimetoksisil-1-propantiol
mengalami reaksi kondensasi dengan spesies anion silikat dengan melepas metanol.
Perkiraan tahap reaksi ini ditunjukkan oleh Gambar 3.2
Gambar 3.2 Reaksi pembentukan hibrida merkapto-silika (Alex,2005)

Gambar 3.3 Tahapan reaksi modifikasi silika gel dengan 1,8 dihidroksiantrakuinon
(Maria,dkk.,2012)

3.3 Karakterisasi Silika Gel Termodifikasi 1,8 dihidroksiantrakuinon dengan


Metode Difraksi Sinar-X
Selanjutnya silika gel termodifikasi 1,8 dihiroksiantrakuinon dapat
dikarakterisasi dengan menggunakan difraksi sinar-x.
Karakterisasi dengan metode difraksi sinar-x silika gel termodifikasi 1,8
dihiroksiantrakuinon dapat memberikan informasi mengenai struktur padatan yang dianalisis
berupa pola difraksi sesuai dengan tingkat kristalinitasnya.
Pola difraksi XRD terdiri dari beberapa peak. Intensitas peak diplot dalam
sumbu y dan sudut difraksi yang terukur diplot dalam sumbu x. Setiap peak dalam
pola difraksi terjadi akibat sinar X yang terdifraksi dari bidang dalam material yang
diuji XRD. Setiap peak mempunyai tinggi intensitas yang berbeda. Intensitas yang
terjadi berbanding lurus dengan jumlah foton sinar X yang telah terdeteksi oleh
detektor untuk setiap sudut. Posisi peak-peak yang terjadi pada uji XRD tergantung
dari struktur kristalnya,hal ini digunakan untuk menentukan struktur dan parameter
kisi dari material yang diuji.
Pola difraksi dipengaruhi oleh ukuran kristal, semakin kecil ukuran kristal
maka pola pola difraksi akan semakin melebar. Ukuran kristal dihitung menggunakan
persamaan Scherrer, dengan persamaan
0,9 𝜆
t(hkl) = 𝐵𝐶𝑜𝑠𝜃

dimana
t = ukuran kristal (nm) pada bidang hkl
λ = panjang gelombang sinar-x(nm)
B = FWHM (Full Width at Half Maximum) dalam radian
θ = setengah sudut difraksi
Bidang yang sering digunakan untuk menghitung ukuran kristal adalah bidang yang
memiliki puncak cukup tinggi.

Gambar 3.4 Pola difraksi sinar-x (XRD) silika sekam padi (Sembiring,2007)

Pola difraksi dari silika gel menunjukkan pola yang melebar disekitar 2θ = 21-23°.
Silika gel dengan puncak melebar disekitar 2θ = 21-22° menunjukkan struktur amorf.
Difraktogram dari silika gel termodifikasi 1,8 dihidroksiantrakuinon dapat dilihat pada
Gambar 3.8. Adanya proses modifikasi dalam pembentukan silika gel termodifikasi 1,8
dihidroksiantrakuinon dengan ligan organik menyebabkan perubahan silika gel yang semula
amorf menjadi berstruktur kristal. Dan semakin bertambah senyawa organik 1,8
dihidroksiantrakuinon , maka semakin berstruktur kristal adsorben yang diperoleh.

Gambar 3.5 . Difraktogram sinar-X dari (a) silika gel, silika termodifikasi 1,8
dihidroksiantrakuinon (b) 0,5 gram , (c) 1 gram dan (d) 2 gram
(Maria,dkk.,2012)
Gambar 3.6 Pola XRD TiO2 (Linda Permata Sari, 2009)
Pola XRD TiO2 yang diperlihatkan pada gambar 3.7 menunjukkan adanya puncak-
puncak difraksi dengan intensitas cukup tinggi pada sudut 2θ yang muncul yaitu 25,46° ,
37,94° , 48,18° , 54° , 55,2° dan 62,8° yang merupakan puncak dari TiO2 anatase.
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan makalah, dapat diperoleh kesimpulan


sebagai berikut: Pembuatan silika gel termodifikasi 1,8 dihidroksiantrakuinon
dilakukan melalui proses sol-gel. Silika gel termodifikasi 1,8
dihidroksiantrakuinon dikarakterisasi menggunakan Metode Difraksi Sinar-X.
Pola difraksi dari silika gel menunjukkan pola yang melebar disekitar 2θ = 21-
23°. Silika gel dengan puncak melebar disekitar 2θ = 21-22° menunjukkan
struktur amorf. Difraktogram dari silika gel termodifikasi 1,8
dihidroksiantrakuinon dapat dilihat pada Gambar 3.8. Adanya proses modifikasi
dalam pembentukan silika gel termodifikasi 1,8 dihidroksiantrakuinon dengan
ligan organik menyebabkan perubahan silika gel yang semula amorf menjadi
berstruktur kristal. Dan semakin bertambah senyawa organik 1,8
dihidroksiantrakuinon , maka semakin berstruktur kristal adsorben yang diperoleh.

Anda mungkin juga menyukai