Anda di halaman 1dari 23

SINTESIS NANOPARTIKEL SiO2 MENGGUNAKAN METODA SOL-GEL DAN APLIKASINYA TERHADAP AKTIFITAS SITOTOKSIK SEL

Review Jurnal Nanoteknologi

Oleh : BENNY RIO FERNANDEZ 10 212 07 029

Dibawah bimbingan Dr. Yetria Rilda

JURUSAN KIMIA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2012

SINTESIS NANOPARTIKEL SiO2 MENGGUNAKAN METODA SOL-GEL DAN APLIKASINYA TERHADAP AKTIFITAS SITOTOKSIK SEL

BENNY RIO FERNANDEZ, 10 212 07 029 Sebagai Tugas Nanoteknologi S-2 Kimia Dibawah bimbingan Dr. Yetria Rilda. Abstrak Ukuran partikel yang seragam dan homogen dalam skala nano sangat penting, baik dalam bidang sains, biologi dan industri. Salah satu material yang menjadi perhatian mendalam para peneliti adalah nanopartikel silika, SiO2 karena beberapa keunggulan yang dimilikinya. Nanopartikel silika dapat dihasilkan menggunakan metoda sol gel. Perbedaan ukuran partikel akan menghasilkan perbedaan sifat dan aktifitas yang signifikan ketika diaplikasikan pada sel preokomositoma dan sel embrionik ginjal, dimana menunjukkan aktifitas penghambat (IC50) yang semakin bagus ketika ukuran partikel silika menjadi semakin kecil.

Kata Kunci: Sintesis nanopartikel, SiO2, Sol-gel, Ukuran partikel, Sitotoksik.

I. Pendahuluan Nanoteknologi telah banyak digunakan dalam berbagai macam bidang. Pada tahun 2006, lebih dari 300 buah produk komersial tersedia dipasaran yang diklaim bahwa terjadinya peningkatan sifat-sifatnya dikarenakan adanya peran

nanomaterial didalamnya. Angka ini menjadi dua kali lipatnya pada tahun 2008. Kebanyakan para peneliti memberikan perhatian yang lebih terhadap isu keamanan dari penggunaan nanomaterial itu sendiri, sedangkan sangat sedikit peneliti yang melaporkan dampak terhadap kesehatan dan lingkungan akibat adanya perbedaan ukuran dari material. Biasanya hanya membahas tentang sitotoksisitas dan ukuran partikel yang lebih seragam dari nanomaterial (Yuan et al, 2010). Sebagai contoh, karbon tabung nano, partikel titanium dioksida, atau nanopartikel perak bisa menginduksi sel yang berefek terhadap sitotoksisitas dan peradangan sel (Nabeshi et al, 2011).

Ukuran partikel yang seragam dan homogen dalam skala nano sangat penting, baik dalam bidang sains maupun dalam aplikasi industri, seperti: katalis, pigmen, farmasi, (Zawrah et al, 2009), obat-obatan, kosmetik, dan makanan (Nabeshi et al, 2011). Salah satu material yang menjadi perhatian mendalam para peneliti adalah nanopartikel silika, SiO2. Hal ini disebabkan karena nanopartikel silika, SiO2 memiliki kestabilan yang bagus, iner secara kimia, bersifat biokompatibel yang mampu bekerja selaras dengan sistem kerja tubuh, dan membentuk sperik tunggal (Yuan et al, 2010). Zawrah et al menjelaskan bahwa nanopartikel SiO2 amorf bisa digunakan dalam proses pembuatan substrat elektronik, substrat lapisan tipis, insulator listrik, dan insulator termal. Selain itu juga diungkapkan bahwa nanopartikel SiO2 dapat digunakan sebagai suatu material support yang ideal untuk nanopartikel magnetik, karena sangat mudah mengalami fungsionalisasi; mencegah tarikan magnetik dipolar anisotropik ketika diberikan medan magnet luar; dan meningkatkan daya tahan terhadap korosi dari nanopartikel magnetik. Partikel silika memiliki peran yang berbeda-beda untuk masing-masing produk yang dihasilkan. Dimana kualitas produk ditentukan dari ukuran dan distribusi ukuran partikel silika itu sendiri didalam sistemnya. Pada review ini akan dibahas tentang penggunaan metoda sol gel untuk menghasilkan partikel silika dalam skala nanometer dengan memperhatikan berbagai parameter reaksi, seperti pengaruh konsentrasi prekursor, konsentrasi katalis, jenis pelarut yang digunakan, dan lama waktu pematangan/ ageing. Ukuran partikel yang dihasilkan menggunakan metoda sol gel akan berbeda-beda seiring dilakukannya berbagai macam variasi parameter tersebut. Ketika ukuran partikel mencapai skala nanometer, maka berbagai macam perubahan fisik, mekanik, kimia, dan sifat kuantum akan berubah secara signifikan. Perubahan sifat ini dipengaruhi oleh perubahan skala ukuran yang dihasilkan dari partikel itu sendiri. Sehingga, ketika diaplikasikan terhadap sel peokromositoma dan sel embrionik ginjal akan memberikan efek sitotoksik yang harus dipertimbangkan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

II. Metoda Sintesis Nanopartikel Silika, SiO2 Metoda yang biasa digunakan untuk menghasilkan nanopartikel silika, SiO2 adalah metoda sol-gel. Ukuran partikel silika yang seragam dari skala nano telah dilaporkan, dengan melakukan kontrol terhadap reaksi hidrolisis dari TEOS didalam pelarutnya, yang diikuti dengan reaksi kondensasi (polimerisasi) (Beganskiene et al, 2004). Vekatathri juga berhasil melakukan sintesis nanopartikel silika dengan mengatur reaksi hidrolisis dan kondensasi

menggunakan prekursor TEOS, yang mana proses pelapisan dilakukan menggunakan oktadesiltrimetoksi silan ke permukaan silika sperikal.

Metoda Sol-Gel Proses sol gel dapat didefinisikan sebagai proses pembentukan senyawa anorganik melalui reaksi kimia dalam larutan pada suhu rendah, dimana dalam proses tersebut terjadi perubahan fasa dari suspensi koloid (sol) membentuk fasa cair kontinyu (gel). Salah satu metoda dalam pembuatan nanopartikel silika, SiO2 adalah metoda sol-gel. Metoda sol-gel merupakan metoda yang paling banyak dilakukan. Hal ini disebabkan karena beberapa keunggulannya, antara lain: proses berlangsung pada temperatur rendah, prosesnya relatif lebih mudah, bisa diaplikasikan dalam segala kondisi (versatile), menghasilkan produk dengan kemurnian dan kehomogenan yang tinggi jika parameternya divariasikan. Dimana bisa dilakukan kontrol terhadap ukuran dan distribusi pori dengan mengubah rasio molar air/prekursor, tipe katalis atau prekursor, suhu gelasi, pengeringan, dan proses stabilisasi. Selain itu, yang paling mengesankan dari proses sol-gel adalah biayanya relatif murah dan produk berupa xerogel silika yang dihasilkan tidak beracun (Zawrah et al, 2009).

Tahapan Proses Sol-Gel Metoda sol gel sendiri meliputi hidrolisis, kondensasi, pematangan, dan pengeringan.

A. Hidrolisis Pada tahap pertama logam prekursor (alkoksida) dilarutkan dalam alkohol dan terhidrolisis dengan penambahan air pada kondisi asam, basa (Chrusciel et al, 2003) atau netral menghasilkan sol koloid. Hidrolisis menggantikan ligan alkoksi (-OR) dengan gugus hidroksil (-OH). Selama reaksi hidrolisis berlangsung, gugus etoksi (OC2H5) dari TEOS akan bereaksi dengan molekul air, sehingga membentuk intermediet [Si(OC2H5)4-x (OH)x] dimana gugus etoksi akan digantikan oleh gugus-gugus hidroksil. Selain itu, amonia digunakan untuk mengkatalisis reaksi ini dalam keadaan basa, dimana kemungkinan reaksi hidrolisis diawali dengan penyerangan anion hidroksil pada molekul TEOS (Ibrahim et al, 2010). Bekanskiene et al juga melaporkan bahwa amonia digunakan untuk menghasilkan nanopartikel silika sperik yang halus, seragam, dan homogen dengan ukuran dari 20 sampai 1000 nm. Umumnya, reaksi hidrolisis TEOS bisa dijelaskan seperti berikut:

Si(OR)4 + 2H2O

SiO2 + 4ROH

(1)

Namun, faktanya kontrol dari reaksi hidrolisis akan menghasilkan monomer terhidrolisis tunggal, berupa produk intermediet [(OR)3Si(OH)] : Si(OR)4 + xH2O + NH3 (OH)xSi(OR)4-x + xROH + NH4+ (2)

Kecepatan hidrolisis dari TEOS tergantung pada konsentrasi TEOS itu sendiri, H2O dan NH3. Dimana, dengan peningkatan konsentrasi NH3 didalam sistem, maka molekul H2O akan mengalami disosiasi seperti terlihat pada persamaan 1, menghasilkan tingginya jumlah ion OH- yang mudah menyerang atom Si. Sehingga, secara otomatis kecepatan reaksi hidrolisis akan meningkat (Beganskiene et al, 2004).

B. Kondensasi Setelah mengalami reaksi hidrolisis, maka reaksi kondensasi akan berlangsung. Produk dari reaksi intermediet hasil reaksi hidrolisis sangat berperan

dalam proses reaksi kondensasi, sehingga didapatkan nanopartikel silika, berdasarkan reaksi: (Beganskiene et al, 2004) Si(OR)4 + (OH)Si(OR)3 (OR)3Si-O-Si(OR)3 + ROH (kondensasi alkohol)

(OR)3Si(OH) + (OH)Si(OR)3

(OR)3Si-O-Si(OR)3 + H2O (kondensasi air)

Pada tahapan kondensasi, gugus hidroksil dari produk intermediet, [(OH)xSi(OR)4-x] akan bereaksi dengan gugus etoksi dari TEOS yang lain (kondensasi alkohol) atau dengan gugus hidroksil dari produk intermediet yang lainnya (kondensasi air) untuk membentuk jembatan Si-O-Si. Lebih jauh lagi, kecepatan kondensasi air ribuan kali lebih cepat dibandingkan dengan kondensasi alkohol (Ibrahim et al, 2010).

C. Pematangan (Ageing) Setelah reaksi hidrolisis dan kondensasi, dilanjutkan dengan proses pematangan gel yang terbentuk. Proses ini lebih dikenal dengan proses ageing. Pada proses pematangan ini, terjadi reaksi pembentukan jaringan gel yang lebih kaku, kuat, dan menyusut didalam larutan.

D. Pengeringan Tahapan terakhir adalah proses penguapan larutan dan cairan yang tidak diinginkan untuk mendapatkan struktur sol gel yang memiliki luas permukaan yang tinggi.

Gambar I. Tahapan preparasi material menggunakan metoda sol-gel (Guo, Zhen et al., 2009).

Ibrahim et al melaporkan bahwa telah berhasil mensintesis nanopartikel silika menggunakan metoda sol-gel. Dimana konsentrasi dari prekursor (TEOS) dan katalis (amonia, NH3) berperan penting terhadap pembentukan material dalam skala nano. Perbedaan konsentrasi dan parameter-parameter lainnya menghasilkan nanopartikel silika dalam ukuran yang berbeda-beda. Proses hidrolisis dan kondensasi dari TEOS dalam etanol dengan adanya amonia sebagai katalis dan pemberi suasana basa, dilakukan proses pengadukan selama 5 menit, sampai didapatkan campuran homogen. Dengan terbentuknya sistem koloidal, maka dilakukan proses pemisahan menggunakan bantuan gaya grafitasi (sentrifus). Dilakukan pencucian terhadap sentrat untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak diinginkan. Proses pengeringan dilakukan pada tahap akhir pada suhu 100oC selama 2 jam untuk mencegah terjadinya reaksi lanjut. Selain itu, dilaporkan bahwa dengan memvariasikan konsentrasi prekursor dan katalis yang digunakan, mampu menghasilkan ukuran partikel silika yang beragam, setelah dilakukan analisa menggunakan SEM, TEM, XRD, dll.

Gambar II. Foto SEM (a) silika nanosperikal, (b) silika nanosperikal dari oktadesiltrimetoksi silan (ODTS) (Venkatathri, 2007).

Dari foto SEM dapat diketahui bahwa sampel yang disintesis tanpa menggunakan ODTS menunjukkan ukuran partikel bimodal. Ukuran partikel yang kecil dalam proporsi yang besar (100 nm, 80%) sedangkan partikel berukuran besar (300 nm) berada dalam proporsi yang kecil (20%). Oleh sebab itu, dengan penambahan ODTS akan menormalkan ukuran partikel (400 nm, 100%), hal ini disebabkan karena gugus oktadesil dalam trimetoksi silan akan meningkatkan densitas elektron disekitar atom silan. Sehingga, kebasaan dalam gugus oksida juga akan meningkat. Ketika dianalisa menggunakan TEM, maka silika tanpa penambahan ODTS menghasilkan bentuk yang normal, sedangkan dengan penambahan ODTS menghasilkan silika dalam bentuk core shell dengan lebar berkisar 50 nm.
a b

Gambar III. Foto TEM (a) silika nanosperikal, dan (b) silika nanosperikal dari ODTS.

Pengaruh konsentrasi prekursor, katalis, pelarut, waktu pematangan, dan surfaktan terhadap ukuran partikel silika, SiO2 a. Pengaruh konsentrasi prekursor

Gambar IV. Foto TEM nanopartikel silika, (a) 50 nm, kondisi percobaan TEOS 0,2 M; NH3 0,2 M; H2O 1 M, dan (b) 65 nm, kondisi percobaan TEOS 0,4 M; NH3 0,2 M; H2O 1 M (Ibrahim et al, 2010).

Konsentrasi prekursor (TEOS) sangat berpengaruh terhadap ukuran partikel dari silika. Dari foto TEM diketahui bahwa nanopartikel silika yang dihasilkan adalah berupa sperikal dengan pola distribusi yang sempit didalam ukuran partikelnya. Informasi lain yang dapat diambil antara lain ukuran partikel meningkat seiring kenaikan konsentrasi TEOS (range dari 0,2 sampai 0,4 M), dimana konsentrasi amonia (NH3) dan air adalah konstan. Ketika konsentrasi TEOS dinaikkan, maka kecepatan hidrolisis dan kondensasi juga menjadi cepat, sehingga produk intermediet yang dihasilkan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena cepatnya reaksi hidrolisis berlangsung, sehingga titik superjenuh dengan cepat dicapai. Dengan demikian, maka produk intermediet juga dengan cepat mengalami reaksi kondensasi. Karena cepatnya proses yang berlangsung, maka kemungkinan periode nukleasi akan berlangsung dengan singkat, mengakibatkan total bilangan nukleasi yang terbentuk juga berkurang, yang berakibat terbentuknya ukuran partikel silika relatif menjadi besar (Ibrahim et al, 2010). Selain itu, berdasarkan Tabel I menjelaskan bahwa dengan

divariasikannya berbagai parameter, akan menghasilkan ukuran partikel silika yang beragam. Selain itu, informasi yang dapat ditarik dari Tabel I adalah ukuran partikel silika akan berkurang seiring berkurangnya konsentrasi air dan amonia.

b. Pengaruh konsentrasi katalis

Gambar V. Foto TEM nanopartikel silika, (a) 55 nm, kondisi percobaan NH3 0,11 M; TEOS 0,28 M; H2O 1 M, dan (b) 130 nm, kondisi percobaan NH3 0,3 M; TEOS 0,28 M; H2O 1 M.

Konsentrasi katalis (NH3) sangat berpengaruh terhadap ukuran partikel dari silika. Dari foto TEM diketahui bahwa nanopartikel silika yang dihasilkan adalah berupa sperikal dengan pola distribusi yang sempit didalam ukuran partikelnya. Selain itu, informasi lain yang dapat diambil antara lain ukuran partikel meningkat seiring kenaikan konsentrasi katalis yang digunakan (range dari 0,11 sampai 0,3 M), dimana konsentrasi TEOS dan air adalah konstan. Ketika konsentrasi amonia dinaikkan, maka kecepatan hidrolisis dan kondensasi juga menjadi cepat, sehingga produk intermediet yang dihasilkan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena cepatnya reaksi hidrolisis berlangsung, sehingga titik superjenuh dengan cepat dicapai. Dengan demikian, maka produk intermediet juga dengan cepat mengalami reaksi kondensasi. Karena cepatnya proses yang berlangsung, maka kemungkinan periode nukleasi akan berlangsung dengan singkat, mengakibatkan total bilangan nukleasi yang terbentuk juga berkurang, yang berakibat terbentuknya ukuran partikel silika relatif menjadi besar (Ibrahim et al, 2010). Hal yang sama juga dijelaskan oleh Singh et al, yang mana melaporkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi NH3 sebagai katalis basa akan menghasilkan ukuran partikel yang semakin besar. Berdasarkan foto SEM dapat dijelaskan bahwa dengan peningkatan pH maka ukuran partikel juga akan bertambah. Kecepatan polimerisasi dan adisi monomer tergantung pada pH dari reaksi. Pada pH diatas 7, spesies yang terkondensasi akan menghasilkan gaya

tolakan yang berarti. Hal ini disebabkan semakin besarnya kelarutan silika diatas pH 7.

Gambar VI. Foto SEM dari nanopartikel silika yang dipersiapkan dengan berbagai macam variasi pH, (a) pH < 10, (b) pH 10, (c) pH 11, dan (d) pH 12 (Singh et al, 2011).

Selain itu, Beganskiene et al menggunakan metoda sol gel non-aqueous dari TEOS untuk menghasilkan nanopartikel silika. Diketahui bahwa perbedaan komposisi dari starting materials dan lamanya waktu pemeraman (ageing) juga menghasilkan perbedaan ukuran partikel silika.

c. Pengaruh pelarut Dari Tabel I dapat diketahui bahwa pelarut juga berperan penting terhadap pembentukan partikel silika dalam skala nano. Ukuran partikel silika bergantung pada kepolaran dari pelarut yang digunakan. Dapat disimpulkan bahwa semakin polar pelarut yang digunakan, maka akan menghasilkan nanopartikel silika dengan ukuran yang semakin kecil (Beganskiene et al, 2004). Hal ini disebabkan karena kecilnya ukuran partikel dari silika yang terbentuk ketika digunakan metanol sebagai pelarut (campuran 6), dan semakin besarnya ukuran partikel ketika digunakan pelarut aseton (campuran 8). Sehingga, mengindikasikan bahwa perbedaan tipe pelarut berpengaruh kuat terhadap pembentukan ukuran partikel silika.

Tabel I. Komposisi kimia starting materials dan lamanya waktu pemeraman menghasilkan ukuran partikel silika yang beragam (Beganskiene et al, 2004).

*Pelarut : etanol 1 metanol 2 2-propanol 3 aseton

Gambar VII. Foto TEM partikel silika berdasarkan perbedaan rasio molar pelarut dari Air : TEOS : Amonia : Etanol = (a) 1 : 4 : 6 : 6 ; dan (b) 1 : 4 : 6 : 24 (Tabatabaei et al, 2006).

Pengaruh perbedaan parameter yang digunakan juga mempengaruhi morfologi dari partikel silika yang dipersiapkan menggunakan metoda sol-gel. Rendahnya rasio molar pelarut yang digunakan (etanol), penggumpalan dari partikel silika akan terjadi. Dari penelitian dilaporkan bahwa, kondisi optimum untuk mensintensis nanopartikel silika dicapai ketika perbandingan rasio molar TEOS dan amonia adalah sama sedangkan rasio molar pelarut yang semakin ditingkatkan. Sehingga, akan menghasilkan ukuran partikel silika yang semakin kecil distribusi merata dalam fasanya.

d. Pengaruh waktu pematangan / ageing

Gambar VIII. Hubungan waktu dan rendemen yang dihasilkan dari sintesis silika nanosperikal (Venkatathri et al, 2007).

Rendemen silika nanosperikal yang disintesis menggunakan prekursor oktadesiltrimetoksi silan (ODTS) pada perbedaan waktu mengikuti bentuk kurva tipe S. Dari data percobaan diketahui bahwa, rendemen maksimum yang dihasilkan dari proses sintesis nanopartikel silika dengan menggunakan prekursor ODTS adalah pada saat 8 jam.

Gambar IX. Spektra IR partikel silika dengan perbedaan lama proses ageing, (a) 1 hari, (b) 5 hari, dan (c) 13 hari (Bekanskiene et al, 2004).

Analisis IR mengindikasikan bahwa perbedaan waktu pematangan akan menghasilkan perbedaan produk nanopartikel yang dihasilkan. Spektra FTIR dari partikel koloidal menunjukkan pita serapan vibrasi asimetris Si-O (1090 cm-1),

vibrasi asimetris Si-OH (950 cm-1), dan vibrasi simetris Si-O (795 cm-1). Pita serapan pada 2980 cm-1 (CH3) dan 2930 cm-1 (CH2) mengindikasikan molekul TEOS yang tidak bereaksi untuk menghasilkan silika. Intensitas absorban ikatan C-H berkurang seiring dengan semakin lamanya waktu pematangan, sedangkan intensitas pelebaran pita serapan regangan O-H molekul air (3300-3600 cm-1) (Bekanskiene et al, 2004; Zawrah et al, 2009) meningkat seiring semakin lamanya proses pematangan. Selain itu, pita serapan pada daerah 1695 cm-1 (yang awalnya kurang jelas) meningkat seiring semakin lamanya proses pematangan.

Gambar X. Spektra 1H-NMR dari hidrolisis TEOS menjadi SiO2 berdasarkan perbedaan waktu pematangan (a) 0 jam, (b) 2 jam, (c) 6 jam, dan (d) 24 jam (Bekanskiene et al, 2004).

Spektra 1H-NMR mengindikasikan terdapatnya gugus etoksi dari molekul TEOS, puncak CH3 (TEOS) pada 1,1 ppm dan puncak CH2 (TEOS) pada 3,9 ppm serta puncak CH2 (etanol dan silanol) pada 3,7 ppm, dan molekul air pada 4,7 ppm. Intensitas puncak CH3 dan CH2 molekul TEOS berkurang yang disebabkan telah terkonversinya molekul TEOS membentuk SiO2, sedangkan intensitas gugus etanol dan etoksi silanol meningkat sehubungan dengan reaksi hidrolisis terhadap molekul TEOS selama proses pematangan berlangsung. Tabatabaei et al mampu menghasilkan silika dalam skala nanometer. Hal ini dibuktikan dengan menggunakan alat X-Ray Diffraction (XRD). XRD digunakan untuk mengetahui struktur kristal dari partikel silika. Partikel silika amorf berdasarkan data XRD dengan puncak kurang dari 2 = 10o berdasarkan

data JCPDS. Hal ini menunjukkan persentase yang tinggi dari silika dalam bentuk amorf, tetapi beberapa dari bentuk yang lainnya adalah kristalin. Dimana energi amorf silika sangat identik sekali dengan energi kristalin silika. Zawrah et al juga mengatakan hal yang sama, bahwa nanopartikel silika yang dihasilkan berupa kristalin, namun yang paling dominan adalah dalam bentuk amorf.

Gambar XI. Spektra XRD dari partikel silika (Tabatabaei et al, 2004).

e. Pengaruh surfaktan

Gambar XII. Foto SEM dari nanopartikel yang dipersiapkan (a) tanpa surfaktan, (b) span 20, (c) span 40, dan (d) span 60 (Singh et al, 2011).

Dari foto SEM dapat diketahui bahwa dengan penambahan panjang rantai surfaktan akan menurunkan ukuran partikel. Ukuran partikel silika yang

dipersiapkan menggunakan span 20, span 40, dan span 60 berkisar antara 80-150 nm.

Gambar XIII. Beberapa surfaktan yang digunakan untuk sintesis nanopartikel silika.

Interaksi yang terjadi antara molekul surfaktan dengan prekursor silika tergantung dari nilai pH reaksi yang mempengaruhi morfologi permukaan dari silika. Pada kondisi netral ikatan hidrogen antara surfaktan non ionik dengan muatan prekursor silika mengalami durasi yang lama, sedangkan pada kondisi basa maka muatannya akan berlawanan, sehingga menghasilkan partikel silika yang seragam. Dari Tabel II diketahui bahwa nanopartikel silika yang dipersiapkan dengan menggunakan span 60 memiliki area permukaan yang tinggi (11.500 m2/kg) dengan ukuran partikel 80 nm.
Tabel II. Area permukaan spesifik dari nanopartikel silika yang disintesis menggunakan surfaktan yang berbeda dan variasi pH (Singh et al, 2011).

III. Pengaruh Ukuran SiO2 terhadap Sifat Nanopartikel Nanomaterial bisa berupa logam, polimer, keramik, dan komposit dengan ukuran 1-100 nm. Dalam skala nano, biasanya sifat material dipengaruhi oleh hukum dari fisik atom itu sendiri (dan tidak dipengaruhi oleh sifat molekul besar dari materialnya, bulk phase). Sehingga, secara kimia, fisika, sifat magnet, sifat elektronik, dan sifat optisnya akan berubah. Karena ukurannya yang sangat kecil dari nanomaterial ini, maka menghasilkan ukuran kritis terhadap fenomena fisika. Sifat-sifat yang berubah pada nanopartikel biasanya berkaitan dengan fenomena-fenomena berikut ini. Pertama adalah fenomena kuantum sebagai akibat keterbatasan ruang gerak elektron dan pembawa muatan lainnya dalam partikel. Fenomena ini berimbas pada beberapa sifat material seperti perubahan warna yang dipancarkan, transparasi, kekuatan mekanik, konduktifitas listrik, dan magnetisasi. Kedua adalah perubahan rasio jumlah atom yang menempati permukaan terhadap jumlah total atom. Fenomena ini berimbas pada perubahan titik didih, titik beku, dan reaktifitas kimia. Perubahan-perubahan tersebut diharapkan dapat menjadi keunggulan nanopartikel jika dibandingkan dengan partikel sejenis dalam keadaan bulk. Para peneliti percaya bahwa kita dapat mengontrol perubahan-perubahan tersebut kearah yang diinginkan (Rahma, Reza., 2008). Perubahan sifat yang disebabkan karena perbedaan ukuran telah dibahas, yang mengindikasikan bahwa ukuran nano dari partikel SiO2 mampu meningkatkan sensitifitas sistem saraf pusat terhadap aktifitas obat neuroprotektif (Yuan et al, 2010).

IV. Ketergantungan Ukuran Partikel SiO2 terhadap Aktifitas Sitotoksik didalam Sel Peokromositoma dan Sel Embrionik Ginjal Yuan et al melaporkan bahwa, ketika nanopartikel SiO2 dengan ukuran yang berbeda diaplikasikan terhadap sel peokromositoma dan sel embrionik ginjal, maka nilai konsentrasi penghambat (inhibitor concentration 50, IC50) meningkat seiring dengan pengurangan ukuran partikel SiO2 (Yuan et al, 2010). Nabeshi et al melaporkan dengan dilakukannya modifikasi terhadap silika menggunakan gugus amina dan karboksil, didapatkan perbedaan ukuran partikel

berbeda dengan ukuran berkisar antara 60-70 nm yang digunakan untuk melihat aktifitas sitotoksiknya pada aktifitas proliferasi sel. Dalam laporanya dijelaskan bahwa baik permukaan silika tanpa modifikasi maupun yang telah mengalami modifikasi, memiliki kemampuan untuk menghambat petumbuhan sel. Perbedaan gugus-gugus modifikator dan muatan akan mempengaruhi respon terhadap aktifitas sel.
Tabel III. Rata-rata ukuran partikel dan potensial Zeta dari silika tanpa modifikasi dengan silika yang telah dimodifikasi.

Gambar XIV. Pengaruh ukuran nanosilika tanpa modifikasi dan yang dimodifikasi terhadap proliferasi sel (Nabeshi et al, 2011).

Wang et al menggunakan nanopartikel silika dengan ukuran 20 dan 50 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan daya tahan sel embrionik ginjal akan menurun seiring dosis yang terus ditingkatkan. Baik nanopartikel silika dengan ukuran 20 dan 50 nm memiliki aktifitas sitotoksik yang signifikan pada dosis konsentrasi diatas 20 g/mL.

Gambar XV. Hubungan dosis dengan daya tahan sel embrionik ginjal berdasarkan perbedaan ukuran partikel silika (Wang et al, 2009).

Ukuran partikel dari silika sangat berpengaruh terhadap aktifitasnya, sebagaimana dilaporkan oleh Nabeshi et al. Yuan et al melaporkan bahwa, ketika ukuran nanopartikel silika yang digunakan adalah kecil, maka akan semakin banyak sel yang terfragmentasi. Jaringan antar sel semakin banyak dirusak ketika digunakan nanopartikel silika yang semakin kecil, dalam hal ini 20 nm. Hal ini disebabkan karena semakin besarnya area permukaan spesifik dari nanopartikel (ketika ukurannya menjadi sangat kecil) dan volume mikroporinya untuk berinteraksi, semakin mudah terjadinya penetrasi kedalam sel. Dapat disimpulkan bahwa, semakin kecil ukuran partikel, maka akan semakin besar aktifitas sitotoksiknya (Yuan et al, 2010; Wang et al, 2009).

A (Kontrol sel peoromositoma)

D (Kontrol sel embrionik ginjal)

B (25 g/mL; 50 nm SiO2)

E (100 g/mL; 50 nm SiO2)

C (25 g/mL; 20 nm SiO2)

E (100 g/mL; 20 nm SiO2)

Gambar XVI. Karakterisasi morfologi dan fragmentasi dari sel peokromositoma dan sel embrionik ginjal berdasarkan perbedaan ukuran partikel SiO2 (Yuan et al, 2010).

V. Kesimpulan Metoda sol-gel dapat digunakan untuk menghasilkan partikel silika dalam skala nanometer dengan memperhatikan parameter-parameter reaksi seperti: konsentrasi prekursor, konsentrasi katalis, jenis pelarut, lama pematangan dan surfaktan. Semakin besar konsentrasi prekursor dan konsentrasi katalis, maka akan menghasilkan ukuran partikel yang semakin besar, disebabkan semakin cepatnya reaksi hidrolisis dan kondensasi yang berlangsung. Semakin polar pelarut yang digunakan dan semakin lama proses pematangan/ ageing akan menghasilkan ukuran partikel yang semakin kecil. Selain itu, semakin panjang rantai surfaktan yang digunakan, akan menghasilkan ukuran partikel silika yang semakin kecil. Ukuran nanopartikel silika yang dihasilkan dilakukan analisa menggunakan FTIR,

SEM, TEM, XRD, dan 1H-NMR. Perbedaan ukuran dari nanopartikel yang dihasilkan akan mempengaruhi sifat dan aktifitasnya yang signifikan terhadap aktifitas sitotoksik sel peokromositoma dan jaringan embrionik ginjal. Semakin kecil ukuran partikel silika, maka akan semakin besar efek sitotoksiknya, yaitu kemampuan menghambat dan memecah pertumbuhan dan penggandaan sel. Hal ini disebabkan karena besarnya area permukaan spesifik dari nanopartikel silika serta mudah mengalami penetrasi kedalam sel.

DAFTAR PUSTAKA Beganskiene, A., Sirutkaitis, V., Kurtinaitiene, M., Juskenas, R., Kareiva, A., FT-IR, TEM and NMR Investigations of Strber Silica Nanoparticles, ISSN 1392-1320 Material Science (Medziagotyra), vol. 10, no. 4, 2004, pp.287-290 Chrusciel, J., Slusarski, L., Synthesis of Nanosilica by the Sol-Gel Method and Its Activity Toward Polymers, Material Science, vol. 21, No. 4, 2003 Guo, Zhen., Tan, Li., 2009, Fundamentals and Applications of Nanomaterials, Artech House, Boston London. Ibrahim, I. A. M., Zikry, A. A. F., Sharaf, M. A., Preparation of Sperical silica Nanoparticles: Strber Silica, Journal of American Science, vol.6, No.11, 2010, pp.985-989 Nabeshi, H., Yoshikawa, T., Arimori, A., Yoshida, T., Tochigi, S., Hirai, T., Akase, T., Nagano, K., Abe, Y., Kamada, H., Tsunoda, Shin-ichi., Itoh, N., Yoshioka, Y., Tsutsumi, Y., Effect of Surface Properties of Silica Nanoparticles on their Cytotoxicity and Cellular Distribution in Murine Macrophages, Nanoscale Research Letters, vol.6, No. 23, 2011 Singh, L. P., Agarwal, S. K., Bhattacharyya, S. K., Sharma, U., Ahalawat, S., Preparation of Silica Nanoparticles and Its Beneficial Role in Cementitious Materials, Nanomater Nanotechnol, vol.1, No.1, 2011, pp.44-51 Tabatabaei, S., Shukohfar, A., Aghababazadeh, R., Mirhabibi, A., Experimental Study of the Synthesis and Characterisation of Silica Nanoparticles via the Sol-Gel Method, Journal of Physics: Conference Series 26, 2006, pp.371-374 Venkatathri, N., Preparation of Silica Nanoparticle through Coating with Octadecyltrimethoxy silane, Indian Journal of Chemistry, vol.46A, 2007, pp.1955-1958 Wang, F., Gao, F., Lan, M., Yuan, H., Huang, Y., Liu, J., Oxidative Stress Contributes to Silica Nanoparticle-induced Cytotoxycity in Human Embryonic Kidney Cells, Toxicology in Vitro, vol. 23, 2009, pp.808-815 Yuan, H., Gao, F., Zhang, Z., Miao, L., Yu, R., Zhao, H., Lan, M., Study of Controllable Preparation of Silica Nanoparticles with Multi-sized anf Their Size-dependent Cytotoxicity in Pheochromocytoma Cells and Human Embryonic Kidney Cells, Journal of Health Science, vol. 56, No. 6, 2010, pp.632-640

Zawrah, M. F., El-Kheshen, A. A., Abd-El-All, H., Facile and Economic Synthesis of Silica Nanoparticles, Journal of Ovonic Reasearch, vol.5, No.5, 2009, pp.129-133

Anda mungkin juga menyukai