Anda di halaman 1dari 18

SINTESIS ZEOLIT : PENGARUH WAKTU KRISTALISASI, SUHU DAN

RASIO MOLar Si /AL PADA SIFAT PARTIKULAT KRISTAL ZEOLIT

(Tugas Sintesis dan Karakterisasi Material Anorganik)

Oleh
Rica Royjanah
1417011091

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Zeolit adalah suatu jenis mineral yang tersusun dari silika (SiO4) dan alumina
(AlO4) dengan rongga-rongga di dalamnya yang berisi ion-ion logam, biasanya
logam alkali dan alkali tanah, dan molekul air. Setiap jenis zeolit juga mempunyai
urutan selektifitas pertukaran ion yang berbeda. Beberapa karakteristik dan sifat
yang mempengaruhi selektifitas pertukaran ion pada zeolit yaitu struktur
terbentuknya zeolit yang berpengaruh pada besarnya rongga yang terbentuk serta
efek mengayak dari zeolit, mobilitas kation yang diperlukan, efek medan listrik
yang ditimbulkan kation serta difusi ion ke dalam larutan energi hidrasi.

Struktur zeolit sejauh ini diketahui bermacam-macam, tetapi secara garis besar
strukturnya terbentuk dari unit bangun primer, berupa tetrahedral yang kemudian
menjadi unit bangun sekunder polihedral dan akhirnya unit struktur zeolit
(Auerbach, s., dkk, 2003). Kebanyakan zeolit dibuat melalui sintesis
hydrothermal. Kondisi sintesis tergantung pada komposisi material yang
diinginkan, ukuran partikel, morfologi dan sebagainya. Proses sintesis sensitif
terhadap sejumlah variabel seperti impuritas (pengotor), waktu pencampuran dan
pencucian, temperatur, ph, sumber silika dan alumina, jenis kation alkali dan
waktu reaksi maupun surfaktan. Teknik lain yang mulai diperkenalkan adalah
penggunaan microwave. Meskipun belum sepenuhnya berhasil, teknik ini
memberikan prospek yang baik dalam perbaikan teknik sintesis zeolit dimana
dengan teknik ini zeolit dapat dibuat dalam waktu yang sangat singkat. Beberapa
peneliti melaporkan bahwa dengan teknik ini, zeolit dapat disintesis dalam waktu
20 menit, setelah proses pencampuran larutan. Namun teknik ini juga masih
dipertanyakan mengenai keamanan dan efek kesehatan bagi pengguna karena
tinnginya frekuansi yang digunakan oleh microwave . Prinsip dari aplikasi
microwave adalah memanfaatkan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi
300 mhz300 ghz untuk mencampur larutan aluminat dan silikat sampai terbentuk
campuran yang homogen. Sejauh ini, teknik ini reltif lebih baik jika dibandingkan
dengan teknik hydrothermal, karena lebih cepat dalam sintesis dan tidak banyak
bahan kimia yang terbuang (Corner, 2004)

Zeolit mempunyai kapasitas yang tinggi sebagai penyerap. Hal ini disebabkan
karena zeolit dapat memisahkan molekul-molekul berdasarkan ukuran dan
konfigurasi dari molekul. Mekanisme adsorpsi yang mungkin terjadi adalah
adsorpsi fisika (melibatkan gaya van der walls), adsorpsi kimia (melibatkan gaya
elektrostatik), ikatan hidrogen dan pembentukan kompleks koordinasi. Karena
sifat-sifat yang dimiliki oleh zeolit, maka mineral ini dapat dimanfaatkan dalam
berbagai bidang, seperti dalam bidang industri yaitu sebagai bahan yang dapat
digunakan untuk membantu pengolahan limbah pabrik.

Zeolit sintetis adalah suatu senyawa kimia yang mempunyai sifat _sik dan kimia
yang sama dengan zeolit alam. Zeolit ini dibuat dari bahan lain dengan proses
sintetis. Karena secara umum zeolit mampu menyerap, menukar ion dan menjadi
katalis, membuat zeolit sintetis ini dapat dikembangkan untuk keperluan alternatif
pengolah limbah.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui karakterisasi zeolit hasil sintesis.


2. Mengetahui pengaruh rasio Si/Al, waktu dan suhu hydrotermal pada
sintesis zeolit
II. PEMBAHASAN

Pada jurnal Synthesis of NaX zeolite: Inuence of crystallization time,


temperature and batchmolar ratio SiO2/Al2O3on the particulate properties of
zeolite crystals (jurnal 1), Synthesis of pure NaX and NaA zeolite from
bagasse y ash (jurnal 2), dan Synthesis of zeolite NaA from sugarcane bagasse
ash (jurnal 3) digunakan analisis Fourier Transform Infra Red Spectrometry
(FTIR) (Bomem-Michelson MB-100 dengan resolusi 4 cm-1 dengan
menggunakan metode KBr disc) untuk mengetahui gugus fungsi yang ada pada
zeolit. untuk mengetahui struktur kristal dari zeolit dilakukan analisis (XRD)
dengan menggunakan difraktometer Philips APD-3720 dengan radiasi Cu K,
dioperasikan pada 20 mA dan 40 kV, Pola difraksi dikumpulkan dalam kisaran 2
5-40 pada kecepatan pemindaian 0,05 2 / menit (jurnal 1), Analisis X-Ray
Diffraction (XRD) (Shimadzu, XRD-6000 X-ray yang dioperasikan pada 40 kV
dan 40 mA, dengan Cu K sebagai sumber radiasi, sudut difraksi - 2 - pada
kisaran 10o-60o) (jurnal 2 dan 3). Untuk mengetahui morfologi permukaan zeolit,
digunakan analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) (Shimadzu SSX-550
Superscan) (jurnal 2 dan 3). Sedanggan pada jurnal 1,Gambar mikroskop elektron
scanning (SEM) diambil pada mikroskop JEOL JSM-6700F yang dilengkapi
dengan senapan emisi dingin, beroperasi pada 2 kV dan 10 A.

2.1 Pengaruh Rasio Molar Si / Al

Mengatur rasio Si/Al dalam campuran reaksi sebelum melakukan kristalisasi


dengan perlakuan hidrotermal merupakan aspek yang paling penting dalam
menentukan struktur kristal zeolit. Karena supernatan memiliki kandungan
aluminium sangat rendah, larutan natrium aluminat ditambahkan untuk
meningkatkan konsentrasinya dalam campuran. Pada percobaan sebelumnya,
ditemukan bahwa rasio molar Si / Al 1,8 adalah rasio kritis untuk membuat zeolit
murni X (PDF 38-0237). Dengan menggunakan rasio yang lebih tinggi dari 1,8,
campuran zeolit Na-X dan Na-P1 (PDF 39-0219) terbentuk, sementara
menggunakan zeolit rasio rendah Na-A (PDF 73-2340) bersama dengan zeolit Na-
X dikristalkan.

Pada gambar 1 menunjukkan pola XRD zeolit yang disintesis pada suhu rendah
(90 C). Gambar tersebut menunjukkan bahwa zeolit NaX dan zeolit murni Na-A
dapat dibuat dengan kemurnian tinggi dari campuran reaksi dengan rasio Si / Al
yang tepat. Semua puncak yang muncul sesuai dengan pola zeolit Na-X untuk
sampel ZR1.8T90t48 dan pola zeolit Na-A untuk sampel ZR1T90t24. Kemurnian
juga diperkuat oleh gambar SEM dari dua jenis zeolit. Bentuk partikel oktahedral
tipikal zeolit faujasit (zeolit X) dan bentuk kubik zeolit A ditunjukkan dengan
jelas pada Gambar. 2b dan 2c.

Gambar 1. Pola xrd dari zeolit yang dihasilkan dengan perlakuan hidrotermal pada suhu 90 C.
Circle = na-a (pdf 73-2340); segitiga = na-x (pdf 38-0237).
Gambar 2. SEM sampel pada suhu hidrotermal 90 C : ZR1.8T90t48 (b) ZR1T90t24 (c).
(Purnomo, 2012)

2.2 Pengaruh Waktu Kristalisasi

Komposit sampel yang berasal dari 3.5 Na2O : Al2O3 : 2.9 SiO : 150 H2O
digunakan untuk mempelajari pengaruh waktu kristalisasi, semua sampel
dikristalisasi pada suhu 90 C.

Gambar 3. Pola difraksi sinar-X dari sampel diperoleh pada waktu sintesis yang berbeda. (A) 3
jam, (b) 7 jam, (c) 10 jam, (d) 15 jam, (e) 20 jam dan (f) 34 jam.
Gambar 3 menunjukkan pola XRD sampel yang dikristalisasi pada waktu 3-34
jam. Dapat dilihat bahwa XRD tidak mendeteksi adanya struktur kristal setelah
perlakuan hidrotermal 3 jam (Gambar 3a). Beberapa puncak yang lemah, sesuai
dengan struktur tipe FAU, dapat dibedakan setelah 7 jam (Gambar 3b),
menunjukkan sampel masih mengandung sejumlah besar bahan amorf. Tingkat
kristalisasi yang sangat cepat diamati antara perlakuan 7 jam dan 15 jam (Gambar
3b, c, d). Sampel FAU dapat diperoleh kristal yang baik setelah 15 jam (Gambar
3d). Namun, memperpanjang waktu kristalisasi sampai 20 jam dan 34 jam,
menyebabkan puncak XRD tidak diintensifkan lebih lanjut (Gambar 3e, f),
menunjukkan bahwa kristalisasi zeolit hampir selesai dalam 15 jam. Selain itu,
eksperimen analisis unsur menunjukkan rasio molar Si/Al dari kalsinasi sampel
selama 15 jam adalah 1,29, yang berada pada kisaran zeolit NaX. Hal ini
menunjukkan bahwa pembentukan struktur zeolit NaX memerlukan waktu
kristalisasi yang lebih lama karena unit silikat polimer dan Degradasi polimernya
yang lebih kompleks dan lebih besar. Dengan demikian, zeolit NaA adalah fase
kristal utama selama waktu kristalisasi yang lebih pendek. Dalam penelitian kami,
tidak ada puncak zeolit NaA yang terdeteksi dalam waktu reaksi pendek.

Spektrum FT-IR dari sampel yang diperoleh pada waktu reaksi yang berbeda
ditunjukkan pada Gambar berikut :

A
B
Gambar 4. A. Spektrum IR sampel yang diperoleh pada waktu sintesis yang berbeda. (a) 3 jam,
(b) 7 jam, (c) 10 jam, (d) 15 jam, (e) 20 jam dan (f) 34 jam.
B. Spektrum FTIR menunjukkan evolusi sintesis zeolit untuk periode yang berbeda
Waktu dalam proses hidrotermal.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, sampel setelah perlakuan hidrothermal selama


3 jam tidak terdapat karakteristik adsorpsi pita-pita FAU, natrium aluminosilikat
masih amorf (Gambar a). Spektrum IR dari sampel yang dikristalisasi pada suhu
90 C dari 7 jam sampai 34 jam dengan jelas menunjukkan karakteristik pita
FAU. Pita-pita pada 1200-450 cm-1 menunjukkan adanya Si-O-Al, Si-O-Si, Al-O
dan Si-O-Na (Gambar b, c, d , e, dan f). Pita-pita serapan pada daerah sekitar 1445
cm-1 dan 1365 cm-1 melemah seiring waktu, menunjukkan jumlah bahan amorf
dalam sampel menurun secara bertahap. Hal ini disebabkan oleh transformasi fasa
amorf yang progresif menjadi fase FAU kristalin. Pita untuk fase amorf benar-
benar hilang dan hanya pita serapan FAU murni yang diamati pada sampel
mengkristal 15 jam. Hasil FT-IR sesuai dengan hasil XRD (Zhang, 2013)
Gambar 4B menyajikan spektra FTIR zeolit sebagai fungsi waktu proses
hidrotermal. Keberadaan zeolit A ditunjukkan oleh puncak di daerah kisi 1200-
400 cm-1. Pita pada 870 cm-1 menunjukkan ikatan T-OH (T = Si atau Al),
ditemukan pada prekursor bahan amorf zeolit A. Pita lebar yang berpusat pada
1001 cm-1 menunjukkan getaran internal peregangan asimetris (Si, Al)-O
(tetrahedrally terkoordinasi). Pita ini sedikit bergeser dan menjadi lebih tajam
karena bahan amorf diubah menjadi zeolit kristal A. Sinyal pada 467 cm-1
menunjukkan getaran internal (Si, Al)-O bending. Pita OH, yang terkait dengan
getaran deformasi dari molekul air yang teradsorpsi di saluran zeolit juga terjadi
di ca. 1655 cm-1. Hasil ini menunjukkan bahwa FTIR cocok untuk memantau
kristalinitas zeolit A selama sintesis hidrotermal. Perubahan intensitas puncak dari
sinyal karakteristik yang sesuai dengan getaran double-four-ring (D4R) eksternal
untuk kerangka zeolit pada 557 cm-1 dapat digunakan untuk mempelajari
kemajuan kristalisasi zeolit Setelah 44 jam kedua sinyal naik dan kemudian tetap
konstan. Hasil ini sesuai dengan hasil XRD dan mikroskopi (Mois,2013).

Gambar 5. Gambar SEM dari sampel diperoleh pada waktu sintesis yang berbeda. (A) 3 jam, (b) 7
jam, (c) 10 jam, (d) 15 jam, (e) 20 jam dan (f) 34 jam.
Gambar 5 diatas menunjukkan gambar sampel yang diperoleh pada waktu reaksi
yang berbeda. Gambar SEM menunjukkan bahwa sampel dengan waktu
kristalisasi 3 jam terdiri dari kumpulan gel aluminosilikat amorf (Gambar a).
Setelah kristalisasi 7 jam dan 10 jam, beberapa di antaranya menunjukkan
morfologi oktahedral (Gambar b, c). Apabila waktu kristalisasi dilakukan lebih
lama sampai 15, 20 dan 34 jam, dapat diamati perkembangan produk dengan baik.
(Gambar d, e, f), yang sesuai dengan hasil XRD dan IR (Zhang, 2013).

2.3 Pengaruh Kondisi Hidrotermal

Dalam mempersiapkan zeolit Na-X pada suhu hidrotermal yang lebih rendah
memerlukan waktu sintesis yang lebih lama. Dengan perlakuan hidrothermal 24
jam pada suhu 90 C, aluminosilikat amorf dapat diamati pada sampel
ZR1.8T90t24 pada Gambar 2a menunjukkan partikel zeolit oktahedral NaX.
Meskipun pola XRD pada Gambar 1 dari sampel ini hanya menunjukkan puncak
fase amorf yang sangat rendah pada suhu 2 = 20-35o, namun intensitas puncak X
zeolit lebih rendah daripada sampel ZR1.8T90t48 yang dipersiapkan lebih lama
yang mengindikasikan pertumbuhan kristal yang tidak sempurna. Sementara pola
XRD dari waktu persiapan terpendek dari ZR1.8T90t18 menunjukkan puncak
amorf yang jelas luas dikombinasikan dengan beberapa puncak tajam sesuai
dengan pola difraksi zeolit X yang menunjukkan hanya beberapa partikel zeolit
yang sudah Nukleasi.

Gambar. 6 Pola XRD dari zeolit yang dihasilkan dengan perlakuan hidrotermal pada 120 C.
Circle = Na-A (PDF 73-2340); Segitiga = Na-X (PDF 38-0237); Kuadrat = Na-P1 (PDF 39-0219).
Efek waktu perlakuan panas menjadi lebih kuat pada suhu hidrotermal yang lebih
tinggi terutama untuk pembuatan zeolit Na-X murni. Seperti ditunjukkan oleh
pola difraksi pada Gambar 6 evolusi dari fase amorf menjadi zeolit terjadi dalam
waktu singkat. Zeolitisasi selama 5 jam pada 120 C dengan perbandingan Si/Al
1,8 menghasilkan fasa aluminosilikat sebagian besar amorf, namun hanya dengan
memperpanjang waktu perlakuan 2 jam, dihasilkan zeolit Na-X dengan pengotor
zeolit Na-A yang sangat rendah. Selanjutnya apabila watu perlakuan ditingkatkan,
konsentrasi zeolit Na-A semakin tinggi seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan
intensitas difraksi dan juga pola difraksi zeolit Na-P1 yang muncul setelah
perlakuan 24 jam. Zeolit P secara termodinamika lebih stabil daripada faujasit,
sehingga suhu pengeringan yang lebih tinggi atau waktu perlakuan yang lebih

Gambar 7. SEM dari sampel pada suhu hidrotermsl 120 oC : ZR1.8T120t7 (a), ZR1.8T120t24 (b),
ZR1T120t5 (c) dan ZR1T120t24 (d).

Gambar 7b menunjukkan beberapa partikel zeolit Na-P1 yang memiliki bentuk


bola dengan permukaan kasar. Bentuk partikel khas ini konsisten dengan laporan
sebelumnya yang menggunakan metode serupa.

Sementara itu, pembuatan zeolit murni Na-A jauh lebih mudah daripada zeolit
Na-X dengan menggunakan ekstrak silikat abu ampas tebu. Selama jumlah
alumina yang cukup telah ditambahkan untuk memberikan rasio Si/Al =< 1.
Zeolit murni Na-A dapat dibuat dalam waktu persiapan yang relatif singkat. Pada
suhu kristal 120 C, zeolit Na-A dapat dikristalkan sepenuhnya dalam 5 jam
dengan ukuran partikel yang kecil (<10 lm). Apabila pengkristalan diperpanjang
menjadi 24 jam, fase murni zeolit Na-A masih dipertahankan sehingga tidak
terjadi perubahan struktur kristal. Berdasarkan gambar SEM antara Gambar 7c
dan d dan pola difraksi pada Gambar 6, dapat dikatakan bahwa meningkatkan
waktu kristalisasi hanya akan menumbuhkan ukuran partikel tanpa perubahan
struktural yang signifikan. Menarik untuk dicatat bahwa suhu perawatan yang
lebih tinggi menciptakan pengaruh perubahan suhu pada ukuran partikel dapat
diamati pada mikrograf SEM dengan membandingkan Gambar 2b dan 7a
(Purnomo,2012)

2.4 Pengaruh Suhu Kristalisasi

Gambar 8 menunjukkan pola XRD dari sampel yang diperoleh pada suhu sintesis
yang berbeda dari 3.5Na2O: Al2O3: 2.9SiO2: 150H2O setelah kristalisasi 15 jam.

Gambar 8. Pola difraksi sinar-X (XRD) dari sampel yang diperoleh pada suhu sintesis yang
berbeda. (A) 70 C, (b) 80 C, (c) 90 C dan (d) 130 C.
Pola XRD dengan jelas menunjukkan bahwa kristalinitas sampel zeolit secara
bertahap meningkat, sementara suhu kristalisasi dinaikkan dari 70 C menjadi 90
C (Gambar 8a, b, c). Kim dan Ahn (1991) menunjukkan bahwa suhu reaksi
sangat mempengaruhi proses nukleasi dan proses pertumbuhan kristal. Semakin
tinggi suhu, semakin besar energi dan semakin pendek waktu kristalisasi. Pada
saat yang sama, suhu yang lebih tinggi dapat meningkatkan konsentrasi gugus
kimia dalam sol, dan juga bermanfaat bagi kristal. Namun, kristalisasi pada 130
C menghasilkan sampel hidroksilsodalit dengan fase murni (Gambar 8d).
Hidroksisodalit tampaknya terbentuk dengan konversi zeolit NaX metastabil
menjadi fase termodinamika zeolit yang lebih stabil.

Mikrograf SEM sampel ditunjukkan pada Gambar 9. Seperti yang terlihat,


sampel morfologi oktahedral diperoleh pada suhu berkisar antara 70 C sampai 90
C (Gambar 9a, b, c). Sementara itu, dapat diamati pula bahwa suhu sintesis yang
tinggi menyebabkan sampel dengan ukuran kristal rata-rata lebih besar dan
distribusi ukuran kristal yang lebih sempit. Dengan kenaikan suhu sampai 130 C,
morfologi kristal oktahedral menghilang dan hanya partikel lepispherical
hidroksilsodalit yang diperoleh (Gambar 9d).

Gambar 9. SEM dari sampel diperoleh pada suhu sintesis yang berbeda. (A) 70 C, (b) 80 C, (c)
90 C dan (d) 130 C. (Zhang, 2013)
2.5 Efek Penambahan Anion

Efek penambahan kation dan anion pada kristalisasi zeolit telah dipelajari
sebelumnya. Misalnya, denga meningkatkan konsentrasi Na+ dalam campuran
reaksi akan meningkatkan kinetik nukleasi zeolit dan pertumbuhan kristal.
Peningkatan konsentrasi natrium bisa dilakukan dengan penambahan garam atau
basa. Namun, peningkatan alkalinitas akan menghasilkan pengurangan hasil
produksi karena laju pembubaran zeolit lebih cepat dalam kondisi alkali yang
lebih tinggi. Oleh karena itu, lebih baik menambahkan natrium dalam bentuk
garam bukan hidroksida untuk hasil yang optimal.

Untuk beberapa alasan, seperti membatasi pelarutan senyawa yang tidak


diinginkan dan pertimbangan ekonomis, penggunaan sejumlah besar alkali untuk
melebarkan konten silika secara optimal selama proses fusi dan ekstraksi tidak
selalu berlaku. Mengurangi rasio alkali selama tahap ekstraksi akan menghasilkan
supernatan dengan konsentrasi silika yang tidak sedikit dan juga menurunkan
kadar ion natrium. Jika supernatan semacam ini secara langsung digunakan untuk
mensintesis zeolit dengan menggunakan suhu hidrothermal yang rendah,
diperlukan waktu kristalisasi yang cukup lama. Waktu sintesis Zeolit dapat
berjalan selama 2 hari atau. Waktu pemrosesan yang begitu lama dapat
dipersingkat dengan menambahkan sejumlah garam natrium yang tepat dalam
campuran reaksi sebelum memulai proses zeolitisasi.

Di sini digunakan tiga garam natrium untuk mempercepat zeolitisasi. Seperti


disebutkan sebelumnya, ion natrium dipertahankan dalam konsentrasi yang sama
untuk semua campuran reaksi untuk mencegah efek kation ini. Untuk
membedakan secara jelas efek garam individu pada kecepatan kristalisasi zeolit X,
supernatan dengan silikat rendah digunakan dalam penelitian ini. Dengan
menyesuaikan rasio Si/Al menjadi 1,8 tanpa penambahan garam, proses
kristalisasi akan memakan waktu 4 hari. Hal ini diharapkan dapat mengemukakan
efek umum penambahan anion pada zeolitisasi dengan menambahkan berbagai
garam dengan anion terkait yang berbeda. Hasil pola XRD sampel dari campuran
reaksi modifikasi garam setelah zeolitisasi pada 90 C untuk waktu tertentu
digambarkan pada Gambar 10. Dari pola XRD pada gambar 10, dapat diamati
bahwa penambahan garam natrium pada umumnya mempengaruhi laju zeolitisasi.
Bagaimanapun, penambahan natrium bromida pada campuran reaksi
menunjukkan tingkat kristalisasi tercepat yang ditunjukkan oleh puncak difraksi
zeolit X yang paling tinggi untuk kedua waktu pemrosesan yang diikuti oleh
campuran reaksi modifikasi NaNO3 dan kemudian NaCl.

Gambar 10. Pola XRD dari zeolit X yang dihasilkan (PDF 38-0237) dengan perlakuan hidrotermal
pada 90 C menggunakan supernatan silikat lebih rendah dengan penambahan garam natrium.

Di sisi lain, penelitian sebelumnya tentang sintesis zeolit A menyimpulkan bahwa


pengaruh anion yang berbeda pada tingkat nukleasi dapat dikaitkan dengan
kesalahan eksperimental, sehingga hanya ion natrium dan bukan anion yang
terkait yang dapat memegang kendali. Sementara itu, dalam penelitian ini
disimpulkan bahwa penambahan anion yang berbeda akan menginduksi laju
kristalisasi secara berbeda. Hasil yang bertentangan ini mungkin karena perbedaan
jenis zeolit yang disiapkan. Seperti yang disebutkan sebelumnya zeolit A lebih
stabil dan lebih cepat terbentuk daripada zeolit X. Dengan demikian, efek
keberadaan anion yang berbeda selama zeolitisasi yang cepat sulit untuk diperiksa
dan hampit tidak terlihat. Dalam penelitian ini dengan memilih zeolit X sebagai
struktur yang ditargetkan, pengaruh anion dapat dilihat dengan jelas dimana
tingkat efeknya mengikuti berat molekul garam tambahan.

Mikrograf SEM pada Gambar 11 memberikan bukti nyata dari tingkat kristalisasi
yang berbeda dengan modifikasi anion yang berbeda. Gambar 11 menunjukkan
partikel zeolit X yang dibuat dari campuran reaksi modifikasi NaNO3 yang masih
memiliki beberapa padatan amorf bahkan setelah perlakuan hidrotermal selama 22
jam. Sementara itu, pada perlakuan yang sama, zeolit kristal X dapat diproduksi
dengan campuran reaksi modifikasi NaBr seperti yang digambarkan pada Gambar
11b. Meskipun waktu hidrotermal dikurangi menjadi 20 jam, zeolit X masih dapat
dikristalisasi dengan menggunakan campuran yang sama (Gambar 11a).
Perbedaan antara dua kristal zeolit yang menggunakan waktu hidrotermal yang
berbeda hanyalah ukuran partikel yang semakin lama menyebabkan ukuran
partikel lebih besar. Sementara itu, pengaruh anion klorida pada kecepatan
zeolitisasi paling lemah di antara anion lainnya seperti yang ditunjukkan oleh
puncak amorf yang luas dengan intensitas pola zeolit X difraksi zeolit yang sangat
rendah dengan menggunakan campuran modifikasi NaCl bahkan setelah waktu
pengawetan selama 22 jam (Gambar 10).

Gambar 11. Hasil SEM sampel hidrotreated 90 C: ZXt20C (a) ZXt22C (b) ZXt22B (c).
III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Zeolit NaX dan zeolit murni Na-A dapat dibuat dengan kemurnian tinggi
dari campuran reaksi dengan rasio Si / Al yang tepat.
2. Zeolit FAU dapat disintesis dengan baik pada suhu 90oC dengan waktu 15
jam dan rasio Si/Al 1,9.
3. Kristalinitas sampel zeolit secara bertahap meningkat apabila suhu
kristalisasi dinaikkan dari 70 C menjadi 90 C.
4. Tingkat efek anion pada peningkatan laju zeolitisasi mengikuti kenaikan
berat molekul garam tambahan yaitu NaBr> NaNO3> NaCl.
DAFTAR PUSTAKA

Auerbach, S., Carrado, K., and Dutta, P., (2003), Hand book of zeolite science
and technology, Marcel Dekker,Inc., New York.

Conner, W., Tompsett, G. Lee, K. and Yngvesson. 2004. Microwave Synthesis of


Zeolites. Journal of physical chemistry B. 108:13913-13920.

Moises, M. P., C. T.P. da Silva, J. G. Meneguin, E. M. Girotto, and E.


Radovanovic. 2013. Synthesis of zeolite NaA from sugarcane bagasse ash.
Material Letter. 108:243-246.

Purnomo, C. W., C. Salim, and H. Hinode. 2012. Synthesis of pure NaX and
NaA zeolite from Bagasse Fly Ash. Microporous and Mesoporous Materials 162:
613.

Zhang, X., D. Tang, M. Zhang, and R.Yang. 2013. Synthesis of NaX zeolite:
Inuence of Crystallization Time, Temperature and Batch Molar Ratio
SiO2/Al2O3 on the Particulate Properties of Zeolite Crystals. Powder
Technology. 235:322328.

Anda mungkin juga menyukai