Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

MT2105 KIMIA MATERIAL PADATAN


MODUL 1
PEMBUATAN DAN PENENTUAN STRUKTUR KRISTAL ZIRKONIA
REAKSI DALAM LARUTAN DENGAN TEKNIK SOL GEL

Oleh:

Kelompok 06

Radithya Pramana Daniswara 13722021


Filza Wizard Rabbani Sutarto 13722033
Muhammad Hisyam Al-Aushaf 13722045

Tanggal Praktikum 13 November 2023

Tanggal Pengumpulan Laporan 23 November 2023

LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Zirkonia merupakan salah satu material keramik refraktori (bahan tahan panas) yang memiliki sifat
polimorf, kerapatan dan kekerasan yang tinggi, dan memiliki sifat konduktivitas panas yang rendah serta
memiliki sifat biokompatibel. Zirkonia memiliki tiga fasa polimorfi yaitu monoklinik (dibawah
11500C), tetragonal (11500C – 23700C), dan kubik (diatas 23700C) (Rauta et al., 2012). Pada keadaan
alotropi tekanan tinggi terbentuk fase orthorhombik. Fase ini merupakan fase metastabil pada tekanan
atmosfer dan akan kembali ke fase monoklinik (Behbahani et al., 2012). Fase tetragonal dan kubik pada
kristal murni sangat tidak stabil pada temperatur ruang. Kestabilan dari sisi struktur kedua fase tersebut
membuat fase ini sering digunakan dalam aplikasi teknologi berbasis zirkonia daripada fase monoklinik
(Xu et al., 2004). [1]
Kristal zirkonia yang tidak stabil menyebabkan jarang ditemukan senyawa tunggal ZrO2 di alam. Pada
umumnya zirkonia selalu bercampur dengan unsur-unsur kimia lainnya seperti silikon (Si) membentuk
zirkon (ZrSiO4). Akan tetapi kuatnya ikatan antara zirkonia dan silika menyebabkan kestabilan yang
cukup tinggi pada material tersebut sehingga proses dekomposisi zirkon sulit dicapai. Salah satu contoh
material dengan struktur yang berbeda tergantung perlakuan adalah material keramik zirkonia yang
memiliki fasa kristal monoklinik, tetragonal, dan kubik yang bisa dihasilkan melalui teknik sol gel.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Menyintesis zirconia dari precursor ZrCl4 dengan teknik sol gel.
2. Menentukan dan menggambarkan struktur kristal zirkonia hasil sintesis dari precursor ZrCl4 dengan
teknik sol gel.
3. Mengorelasikan struktur kristal zirkonia dengan sifat mekanik yang dihasilkan.
4. Mengorelasikan struktur kristal zirkonia dengan aplikasinya di dunia nyata.

1
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Alat dan Bahan


Alat dan bahan praktikum dapat dilihat pada Tabel 2.1:

Tabel 2.1 Alat dan Bahan Praktikum

Alat Bahan
Nama Jumlah Nama Jumlah
Gelas Kimia 500 mL 1 ZrCl4 4.66 g
Gelas Kimia 250 mL 1 CaCl2 0.11 g
Gelas Ukur 500 mL 1 Aqua DM 200 mL
Timbangan Analitik 1
Magnetic Bar 1
Magnetic Striter dan 1
Heating Plate
Combustion Boat 1
Oven 1
Tungku 1

2
2.2 Langkah Praktikum

2.2.1 Prosedur Percobaan 1

2.2.2 Prosedur Percobaan 2

3
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Hasil
3.1.1 Proses Sintesis Zirkonia dengan Teknik Sol Gel

Metode sol gel adalah salah satu metode sintesis nanopartikel yang menerapkan 2 tahapan fasa penting,
yaitu sol dan gel. Prinsip metoda sintesis dengan teknik sol gel ini adalah pembentukan senyawa awal
(prekursor) yang terdiri dari garam-garam organik atau senyawa metal organik, terjadinya polimerisasi
larutan, terbentuknya, dan membutuhkan proses pengeringan dan kalsinasi untuk menghilangkan senyawa
organik serta membentuk material anorganik berupa oksida. [2]

Metode sol-gel memiliki tingkat kemurnian yang tinggi, dan dapat digunakan pada temperatur yang rendah,
fase pemisahan yang cepat, kehomogenitasan yang baik, dan porositas yang dihasilkan lebih baik.
Kelebihan dari metode sol gel dapat dihasilkan material dengan kekuatan yang lebih tinggi daripada yang
lainnya. Secara umum, sintesis zirkonia dengan metode sol-gel terdiri dari beberapa tahap, yaitu hidrolisis,
kondensasi, gelasi, serta kalsinasi. Proses hidrolisis dan kondensasi terjadi ketika ZrCl4 dilarutkan ke Aqua
DM. Pada tahap tersebut, ZrO2 sudah mulai terbentuk. Lalu, proses gelasi terjadi kekita lartutan diaduk
didalam magnetic stirrer. Pada proses ini terjadi reaksi pembentukan jaringan gel yang lebih kaku, kuat,
dan menyusut di dalam larutan. Proses terakhir adalah penguapan pelarut (air) melalui proses kalsinasi
dengan oven. Pada proses ini akan didapatkan endapan krital zirkonia kering karena sudah terjadi
penguapan pelarut. Hasil dari keseluruhan proses diatas adalah serbuk dari zirkonia.

3.1.2 Reaksi-Reaksi Sintesis Zirkonia

Proses sintesis zirkonia diawali dengan pelarutan ZrCl4 dengan aqua DM sebanyak 200 mL. Dengan rekasi
yang terjadi sebagai berikut:

ZrCl4 (s) + H2O (l) → ZrOCl2 (aq) + 2HCl (aq)

Pelarutan tersebut menyebabkan ZrCl4 mengalami proses metathesis dan hidrolisis. Penambahan ion
hidroksida dari air menyebabkan terjadinya proses kondensasi (olasi) dan oksolasi. Setelah proses oksolasi
selesai, penambahan kembali ion hidroksida mengubah fasa larutan menjadi gel. Fasa gel dari campuran
dikeringkan dengan menguapkan pelarut yang ada dengan dipanaskan di dalam oven pada temperatur 150
°C hingga terbentuk presipitasi.

ZrOCl2(aq) + 2HCl(aq) + 8H2O (l) → ZrOCl2.8H2O (s) + 2HCl (g)

4
Presipitasi tersebut kemudian dipanaskan dalam tungku pada temperatur 900 °C atmosfer udara selama dua
jam untuk membentuk kristalin zirkonia (ZrO2) melalui proses kalsinasi. Gel yang terbentuk akan
dipanaskan lagi didalam tungku untuk membebaskan kristal air dari zirkonia dihidrat, sehingga kristal
zirkonia menjadi anhidrat.

ZrOCl2.8H2O(s) → ZrO2 (s) + 2HCl(g) + 7H2O (g)

Zirkonia memiliki struktur yang berbeda-beda saat berada di temperatur tertentu. Struktur 𝑍𝑟𝑂2 jika
dipanskan pada temperatur 400°𝐶 akan membentuk struktur 𝑍𝑟𝑂2 yang monoklinik dan jika dipanaskan
lagi pada temperatur 900°𝐶 akan membentuk strukur 𝑍𝑟𝑂2 yang monoklinik dan 𝑍𝑟𝑂2 yang tetragonal.
Secara rinci reaksi-reaksi yang terjadi lebih kompleks dan rumit. Reaksi tersebut juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain seperti pH dan temperatur.

3.1.3 Struktur Kristal Zirkonia yang Terbentuk

Zirkonia memungkinkan memiliki 3 jenis struktur kristal berdasarkan temperaturnya sesuai dengan studi
literatur.

1. Monoklinik

Monoklinik zirkonia merupakan struktur umum zirkonia pada temperatur ruang dan kubik
merupakan struktur zirkonia yang stabil pada temperatur tinggi sedangkan struktur tetragonal
merupakan struktur transisi dari struktur monoklinik ke struktur kubik. Untuk mencegah terjadinya
perubahan bentuk (transformasi), 𝑍𝑟𝑂2 membutuhkan dopan sehingga dapat stabil pada temperatur
ruang dengan struktur kubik. [4]
Dalam sistem monoklinik, kristal dideskripsikan oleh vektor dengan panjang tidak sama, seperti
dalam sistem ortorombik. Kristal monoklinik membentuk prisma persegi panjang dengan jajar
genjang sebagai dasarnya. Sistem kristal monoklin ini memiliki panjang rusuk yang berbeda-beda
(a ≠ b≠ c), serta sudut α = γ = 90° dan β ≠ 90°.
(a) (b)

5
Gambar 3.1.3.1 Struktur Monoklinik Sederhana (a) dan Berpusat Muka C (b)

2. Tetragonal

Zirkonia dalam bentuk tetragonal dan kubik memiliki densitas yang sangat tinggi dan temperatur
kristalisasi yang tinggi dibandingkan dengan struktur monoklinik sehingga struktur monoklinik
𝑍𝑟𝑂2 dihindari sistem kristalnya ketika digunakan dalam beberapa aplikasi material. Hal ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya ketidakstabilan struktur akibat adanya perubahan volume
yang terjadi melalui mekanisme transformasi fasa. [4]

Pada sistem kristal tetragonal, dua rusuknya yang memiliki panjang sama (a = b ≠ c) dan semua
sudut (α = β = γ) sebesar 90°. Pada sistem kristal tetragonal ini hanya memiliki dua bentuk yaitu
sederhana dan berpusat badan. Pada bentuk tetragonal sederhana, mirip dengan kubus sederhana,
dimana masing-masing terdapat satu atom pada semua sudut (pojok) tetragonalnya. Sedangkan
pada tetragonal berpusat badan, mirip pula dengan kubus berpusat badan, yaitu memiliki 1 atom
pada pusat tetragonal (ditunjukkan pada atom warna biru), dan atom lainnya berada pada pojok
(sudut) tetragonal tersebut.
(a) (b)

Gambar 3.1.3.2 Struktur Tetragonal Sederhana (a) dan Berpusat Badan (b)

3. Kubik

Sistem kristal kubus memiliki panjang rusuk yang sama ( a = b = c) serta memiliki sudut (α = β =
γ) sebesar 90°. Sistem kristal kubus ini dapat dibagi ke dalam 3 bentuk yaitu kubus sederhana
(Simple Cubic), kubus berpusat badan (Body Centered Cubic) dan kubus berpusat muka (Face-
centered Cubic). Pada bentuk kubus sederhana, masing-masing terdapat satu atom pada semua
sudut (pojok) kubus. Pada kubus BCC, masing-masing terdapat satu atom pada semua pojok kubus,
dan terdapat satu atom pada pusat kubus (yang ditunjukkan dengan atom warna biru). Pada kubus
FCC, selain terdapat masing-masing satu atom pada semua pojok kubus, juga terdapat atom pada
diagonal dari masing-masing sisi kubus (yang ditunjukkan dengan atom warna merah)

6
Gambar 3.1.3.3 Struktur Kubik [5]

3.1.4 Hasil Karakterisasi Struktur Kristal Zirkonia

Karakterisasi struktur kristal dilakukan dengan X-Ray Diffraction (XRD). Tetapi, pada praktikum ini,
praktikan tidak terlibat langsung saat melakukan XRD. Data hasil pengujian XRD terhadap sampel zirkonia
hasil sintesis diperoleh sebagai berikut:

1. Prosedur 1 (tanpa penambahan CaCl2 menghasilkan zirkonia kristalin dengan fasa monoklinik
(89.47%) Baddeleyite dan (10.53%) ZrO2 monoklinik.
2. Prosedur 2 menghasilkan zirkonia kristalin dengan fasa (68.78%) ZrO2 tetragonal dan (31.22%) ZrO2
kubik.

3.2 Pembahasan
3.2.1 Struktur Kristal Zirkonia dengan penambahan CaCl2 dan Tanpa CaCl2

Berdasarkan hasil karakterisasi struktur kristal zirkonia dengan menggunakan metode X-Ray Diffraction
(XRD), diperoleh struktur zirkonia kristalin dengan fasa monoklonik (89.47%) Baddeleyite dan (10.53%)
ZrO2 monoklinik dari percobaan pertama tanpa penambahan CaCl2. Sedangkan, pada percobaan kedua
dengan penambahn CaCl2 ke dalam larutan ZrCl4 didapatkan struktur zirkonia kristalin dengan fasa
(68.78%) ZrO2 tetragonal dan (31.22%) ZrO2 kubik. Hal ini disebabkan oleh dopan yang sering dipakai
pada ZrCl4 dengan muatan kation sebesar 2+ adalah CaCl2. Kation Ca2+ memiliki radius ion yang lebih
besar jika dibandingkan dengan radius ion Zr4+ (baik untuk bilangan koordinasi 6 maupun bilangan

7
koordinasi 8). Sehingga proses yang terjadi pada saat pemberian dopan kation Ca2+ yang diberikan disebut
sebagai substitusi dopan. Ketika kation Ca2+ ditambahkan pada ZrCl4 dapat menstabilkan fasa tetragonal
ke temperatur rendah (temperature ruang) melalui pembentukan larutan padat ZrCl4. [4]

Gambar 3 menunjukkan diagram transformasi fase pada zirkonia sebagai fungsi dari perubahan suhu yang
diberikan. Ketiga fase yang dimiliki zirkonia akan stabil pada rentang suhu yang berbeda. Pada suhu ruang
hingga suhu 1170°C zirkonia memiliki fase monoklinik. Kemudian berubah menjadi tetragonal pada saat
suhu mencapai 2370°C. Ketika diberikan suhu lebih tinggi, zirkonia dapat meleleh pada suhu lebih dari
2680°C dan memiliki fase nya menjadi kubik. [6]

Gambar 3.2.1 Struktur kristal pada zirkon (a) monoklinik, (b) tetragonal, dan (c) kubik [6]

3.2.2 Korelasi Struktur Kristal Zirkonia terhadap Sifat Mekanik Material

Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh bahwa struktur kristal Zirkonia yang dihasilkan pada prosedur 1
memiliki fasa monoklinik dengan (89.47%) Baddeleyite dan (10.53%) ZrO2 monoklinik. Fasa monoklinik
dihasilkan pada zirkonia karena fasa tetragonal dan fasa kubik tidak stabil pada suhu kamar. Sedangkan
pada prosedur 2, diperoleh bahwa sintesis zirkonia memiliki dua fasa, yakni fasa tetragonal dan fasa cubic
dengan rasio 7:3. Perbedaan fasa pada suatu material akan mengakibatkan perbedaan sifat suatu material
tersebut, yakni material Zirkonia. Zirkonia memiliki beberapa sifat fisis diantaranya kekuatan,
ketangguhan, dan kekerasan yang tinggi, koefisien gesekan yang rendah, bersifat non-magnetik, memiliki
konduktivitas termal yang rendah, memiliki daya tahan terhadap korosi, memiliki modulus elastisitas yang
sama dengan baja, dan memiliki koefisien ekspansi termal sama dengan besi

Zirkonia mempunyai tiga macam struktur kristal, yaitu monoklinik (Gambar 3.2.2 (a)), tetragonal
(Gambar 3.2.2 (b)), dan kubik (Gambar 3.2.2 (c)). Pada suhu ruang, zirkonia memiliki struktur kristal
monoklinik. Apabila mendapatkan perlakuan panas sampai suhu 1000-11700C maka struktur kristalnya
berubah menjadi tetragonal. Namun, bila didinginkan kembali ke suhu ruang, maka struktur kristalnya akan
kembali menjadi monoklinik. Transformasi kembali menjadi monoklinik ini berlangsung cepat dan disertai
dengan peningkatan volume sebesar 3 sampai 5 % yang menyebabkan retak pada struktur materialnya.

8
Fenomena ini menyebabkan penurunan sifat mekanis pada komponen zirkonia selama pendinginan,
sehingga dapat dikatakan pada suhu 1000-11700C zirkonia belum stabil. Struktur kubik zirkonia diperoleh
dengan pemanasan yang tinggi hingga suhu 23700C. Zirkonia dengan fase kubik memiliki daya hantar
listrik dan ionik yang lebih baik daripada struktur kristal zirkonia yang lain. Namun sifat mekanik seperti
kekerasan, ketangguhan, kekuatan tekan, atau patahan pada struktur kristal monoklinik dan tetragonal lebih
baik dibandingkan pada fase kubik (Chiang, 1997).

(a) (b) (c)

Gambar 3.2.2 Struktur kristal ZrO2 pada temperatur tertentu [7]

3.2.3 Korelasi Aplikasi Zirkonia Berdasarkan Struktur dan Sifat Kristal Zirkonia.

Zirkonia memiliki beberapa aplikasi dalam bidang industri dan bidang kesehatan. Beberapa aplikasi dalam
bidang industri antara lain zirkonia dapat digunakan sebagai material keramik, pelapisan komponen listrik
dan elektornika, serta sebagai komponen pada komponen pada oksigen sensor dan SOFC (Solid Oxide Fuel
Cells). Selain itu, dikarenakan zirkonia memiliki sifat biokompatibel, zirkonia dapat diaplikasikan dalam
bidang kesehatan, antara lain sebagai bahan implan tulang dan sebagai material gigi seperti pada rekayasa
gigi palsu. (Chevalier, 2006)

Pada umumnya aplikasi zirkonia berhubungan dengan kestabilan zirkonia. Salah satu aplikasi zirkonia yaitu
sebagai bahan baku dalam pembuatan keramik yang mempunyai ketahanan perubahan termal mendadak
(shock termal) dan sebagai bahan campuran untuk pembuatan keramik tahan benturan (Kwela, 2006).
Zirkonia sebagai keramik digunakan sebagai material refraktori karena mampu bertahan pada temperatur
tinggi tanpa mengalami melting ataupun terdekomposisi. Material keramik biasanya juga dimanfaatkan
untuk pelapis benda benda yang digunakan pada lingkungan korosif karena material keramik tahan terhadap
karat ataupun ketika kontak dengan bahan yang bersifat korosif. [8]

9
3.2.4 Analisis Praktikum

1. Jelaskan reaksi pembentukan Zirconia yang telah anda buat? Kaitkan dgn metode pembuatannya!
Kemudian, perkirakan struktur zirconia yang dapat terbentuk.

Reaksi pembentukan zirconia menggunakan metode sol gel yang dimana metode ini berguna untuk
pembentukan senyawa awal yang terdiri dari garam-garam organik atau senyawa metal organik, terjadinya
polimerisasi larutan, terbentuknya, dan membutuhkan proses pengeringan dan kalsinasi untuk
menghilangkan senyawa organik serta membentuk material anorganik berupa oksida. Untuk bagian reaksi
reaksi yang terjadi bisa dilihat pada subbab 3.1.2 Reaksi-Reaksi Sintesis Zirkonia. Sedangkan untuk
struktur Zirkonia yang dapat terbentuk antara lain monoklinik, tetragonal, dan kubik untuk lebih jelasnya
bisa dilihat pada subbab 3.1.1 Struktur Kristal Zirkonia yang Terbentuk.

2. Bagaimana bentuk dan penampilan Zirkonia yang anda buat? Apakah berwarna putih bersih atau ada
warna lain? Jika ada bernoda atau tidak putih mengapa?

Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, penampilan Zirkonia yang murni (tanpa dopingan CaCl2)
berwarna putih bersih, sedangkan Zirkonia yang diberi dopingan CaCl2 memiliki warna putih dengan noda
kekunigan. Noda tersebut merupakan hasil dari Zirkonia yang bereaksi dengan Ca2+ yang menyebabkan
naiknya konsentrasi vakansi oksigen dan menurunkan suhu transformasi [6]. Reaksi ini juga akan
mengubah struktur kristal yang memiliki pengaruh berbeda terhadap cahaya yang dipantulkan. Sehingga
terjadi perbedaan warna.

3. Jelaskan kenapa zirconia didoping? Tujuannya apa dan akan mempengaruhi apa!

Alasan mengapa zirconia diberi doping adalah agar dapat stabil setelah melewati tahap kalsinasi. Untuk
mendapatkan zirkonia yang stabil bisa juga dengan memberikan pemanasan sampai 23700C, reaksi tersebut
memerlukan pemanasan yang tinggi sampai titik lelehnya. Namun terdapat metode untuk mendapatkan
zirkonia yang stabil pada suhu yang rendah. Salah satu cara untuk menstabilkan zirkonia pada suhu rendah
yaitu dengan menambahkan doping. Bahan untuk menstabilkan itu dapat berupa oksida valensi dua atau
tiga seperti misalnya CaO, MgO, Y2O3, Ce2O3. Bahan aditif tersebut akan masuk ke dalam struktur kristal
zirkonia melalui proses solid solution dan akan menyebabkan zirkonia menjadi stabil.

Sebagai contoh muatan Ca2+ dari kalsium yang merupakan kation stabilizer berpengaruh terhadap vakansi
oksigen pada zirkonia. Proses stabilisasi disebabkan karena adanya defek dalam kisi suatu kristal karena

10
ion-ion doping memiliki valensi lebih rendah dibandingkan Zr4+. Setiap kation dopan Ca2+ memiliki satu
vakansi oksigen, maka vakansi oksigen tersebut dapat menurunkan suhu transformasi atau metastabil
sehingga dapat menstabilkan dan meningkatkan konsentrasi fase-fase tetragonal dan kubik di daerah sistem
biner Zr-ZrO2. Jumlah vakansi oksigen dalam kisi ZrO2 dapat mempengaruhi stabilitas pembentukan fase
tetragonal maupun monoklinik. Fase tetragonal dapat terbentuk karena adanya sejumlah vakansi oksigen
yang lebih rendah. (Garvie et al. 1984)

4. Jelaskan secara singkat kenapa XRD bisa membedakan antara Zirkonia yang tidak didoping dan yang
didoping!

Gambar 3.2.4.1 Pola difraksi sinar-X ZrCl4

Gambar 3.2.4.2 Pola difraksi sinar-X ZrCl4 + CaCl2

Difraksi sinar-X (XRD) merupakan salah satu metode karakterisasi material yang memanfaatkan sinar x
yang kemudian dilihat difraksi dari sinar tersebut. Pada praktikum yang dilakukan, ada dua sampel yang
digunakan. Zirkonia murni (tanpa doping CaCl2) dan Zirkonia dengan doping CaCl2. Difraksi dari sinar x
yang ditembakkan pada sampel dapat menentukan jarak antar atomnya. Zirkonia yang tidak didoping dan
yang didoping memiliki jarak antar atom yang berbeda. Zirkonia dengan doping lebih rapat daripada yang
tidak didoping, sehingga jarak antar atomnya semakin kecil. Hal inilah yang menyebabkan adanya
perbedaan pola difraksi yang dihasilkan. Inteferensi gelombang pada pola difraksi Zirkonia dengan doping

11
lebih konstruktif dibandingkan yang murni. Akibatnya intensitas yang terdeteksi lebih tinggi. Hal tersebut
juga yang menjadi pembeda antara Zirkonia murni dan yang didoping.

5. Jelaskan sifat mekanik unggulan yang dimanfaatkan pada Zirkonia! Sebutkan pula mekanisme penguatan
yang ada pada Zirkonia!

Zirkonia memiliki kekuatan yang tinggi sehingga memiliki ketahanan terhadap retakan pada berbagai jenis
pengujian. Zirkonia memiliki sifat mekanik unggulan seperti bend strength dan fracture toughness. Bend
strength adalah kemampuan material untuk menahan beban lentur sebelum patah. Fracture toughness
adalah kemampuan material untuk melawan patah atau retakan. Kedua sifat mekanik tersebut dapat
ditingkatkan dengan mekanisme penguatan pada Zirkonia. Mekanisme tersebut dapat berupa penambahan
dopan agar dapat menstabilkan struktur tetragonal pada Zirkonia. Penambahan dopan inilah yang mencegah
Zirkonia kembali ke struktur monoklinik pada suhu ruang. Sehingga sifat mekaniknya akan meningkat.

12
BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
1. Secara umum, sintesis zirkonia dengan metode sol-gel terdiri dari beberapa tahap, yaitu hidrolisis,
kondensasi, gelasi, serta kalsinasi. Proses hidrolisis dan kondensasi terjadi ketika ZrCl 4 dilarutkan
ke Aqua DM. Pada tahap tersebut, ZrO2 sudah mulai terbentuk. Lalu, proses gelasi terjadi ketika
larutan diaduk di dalam magnetic stirrer. Pada proses ini terjadi reaksi pembentukan jaringan gel
yang lebih kaku, kuat, dan menyusut di dalam larutan. Proses terakhir adalah penguapan pelarut (air)
melalui proses kalsinasi dengan oven. Pada proses ini akan didapatkan endapan krital zirkonia kering
karena sudah terjadi penguapan pelarut. Hasil dari keseluruhan proses ini adalah serbuk dari
zirkonia.
2. Struktur kristal yang didapat dari percobaan sintesis zirkonia tanpa penambahan CaCl2 adalah fasa
monoklinik dengan (89.47%) Baddeleyite dan (10.53%) ZrO2 monoklinik. Zirkonia membentuk
fasa monoklinik karena fasa tetragonal dan fasa kubik tidak stabil pada suhu kamar. Lalu terdapat
dua struktur kristal yang didapat dari sintesis zirkonia dengan penambahan CaCl 2 yaitu fasa
(68.78%) ZrO2 tetragonal dan (31.22%) ZrO2 kubik. Kedua struktur ini didapat karena dopan yang
sering dipakai pada ZrCl4 dengan muatan kation sebesar 2+ adalah CaCl2. Kation Ca2+ memiliki
radius ion yang lebih besar jika dibandingkan dengan radius ion Zr4+ (baik untuk bilangan koordinasi
6 maupun bilangan koordinasi 8), sehingga proses yang terjadi pada saat pemberian dopan kation
Ca2+ yang diberikan disebut sebagai substitusi dopan. Ketika kation Ca2+ ditambahkan pada ZrCl4
dapat menstabilkan fasa tetragonal ke temperatur rendah (temperature ruang) melalui pembentukan
larutan padat ZrCl. Gambar struktur zirkonia terdapat pada Gambar 3.2.1.
3. Korelasi struktur kristal zirkonia dengan sifat mekanik yang dihasilkan terdapat pada Subbab 3.2.2.
4. Korelasi struktur kristal zirkonia dengan aplikasinya di dunia nyata terdapat pada Subbab 3.2.3.

4.2 Saran

Persiapan alat dan bahan dapat lebih diperhatikan dan disiapkan lebih awal sehingga pada saat praktikum
berlangsung tidak ada yang kekurangan alat maupun bahan.

13
DAFTAR PUSTAKA

[1] H. Aldila, SINTESIS DAN KARAKTERISASI ZIRKONIA DARI PASIR, p. 14, 2015.

[2] S. M. Dr. Rahadian Zainul, "Teknologi Material Maju," p. 2, 2018.

[3] D. Setiawan. [Online]. Available: https://media.neliti.com/media/publications/61969-ID-sintesis-


dan-karakterisasi-zirkonium-dio.pdf.

[4] B. Budiana, "Kajian Perubahan Struktur Kristal dan Konduktivitas Listrik," p. 3, 2020.

[5] R. Rusli. [Online]. Available: https://rolanrusli.com/sistem-kristal-dan-kisi-


bravais/#:~:text=Sistem%20kristal%20monoklin,dan%20%CE%B2%20%E2%89%A0%2090%C2%B0..

[6] N. dkk, "Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel Zirkonia," p. 5, 2022.

[7] F. YOHANALA, "ANALISIS PEMBENTUKAN PARTIKEL MAKROPORI," 2015.

[8] P. Setyati, "SINTESIS DAN KARAKTERISASI ZIRKONIA (ZrO2)," 15-16.

[9] R. G. Budynas and J. K. Nisbett, Shigley's Mechanical Engineering Design, 10th ed., New York:
McGraw-Hill, 2015.

14
LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi Pelaksanaan Praktikum

15
16
17

Anda mungkin juga menyukai