Anda di halaman 1dari 8

KIMIA KERAMIK

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KERAMIK NON OKSIDA

OLEH:
Gusti Ayu Komang Tri Dharma Ulan Dewi (1813081007)
I Made Yoga Santika Putra (1813081017)
Luh Ayu Arma Nugraha Dewi (1813081020)

PRODI KIMIA JURUSAN KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2021
Sintesis dan Karakterisasi Kermaik Non Oksida

Keramik berasal dari bahasa Yunani "Ceramos", yang artinya suatu bentuk
dari tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran. Kamus dan ensiklopedi
tahun 1950-an mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan teknologi
untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti gerabah, genteng,
porselin, dan sebagainya. Pada mulanya keramik diproduksi dari mineral
lempung yang dikeringkan di bawah sinar matahari dan dikeraskan dengan
pembakaran pada temperatur tinggi. Tetapi saat ini tidak semua keramik berasal
dari tanah liat. Definisi pengertian keramik terbaru mencakup semua bahan bukan
logam dan anorganik yang berbentuk padat.

Keramik mempunyai sifat rapuh, tahan korosi, keras dan kaku. Sifat bahan
keramik ini bergantung pada ikatan kimianya. Ikatan kovalen member sifat dapat
mengarahkan kepada kualitas kristal dan strukturnya lebih rumit dari ikatan
logam atau ion, dimana struktur kristalnya digambarkan seperti bola yang
tersusun rapat, ikatan kovalennya sangat kuat sehingga kristalnya bersifat kuat
dan mempunyai titik leleh yang tinggi serta sifat isolator yang baik. Secara umum,
keramik mempunyai kualitas tekanan yang lebih baik dibandingkan kualitas
tariknya.

Umumnya senyawa keramik lebih stabil dalam lingkungan termal dan


kimia dibandingkan elemennya. Bahan baku keramik yang umum dipakai adalah
felspard, ball clay, kwarsa, kaolin, dan air. Sifat keramik sangat ditentukan oleh
struktur kristal, komposisi kimia dan mineral bawaannya. Oleh karena itu sifat
keramik juga tergantung pada lingkungan geologi dimana bahan diperoleh. Secara
umum strukturnya sangat rumit dengan sedikit elektron-elektron bebas.
Kurangnya elektron bebas pada keramik membuat sebagian besar bahan keramik
secara kelistrikan bukan merupakan konduktor atau penghantar panas yang baik.

Keramik dibedakan menjadi dua yaitu keramik oksida dan keramik non
oksida. Keramik oksida merupakan keramik modern. Fine ceramics (keramik
modern atau biasa disebut keramik teknik, advanced ceramic, engineering
ceramic, technical ceramic) adalah keramik yang dibuat dengan menggunakan
oksida-oksida logam atau logam, seperti: oksida logam (Al2O3, ZrO2, MgO,dll).
Sedangkan keramik non oksida merupakan keramik yang mengandung senyawa
yang bebas dari oksigen sebagai komponen utama. Dalam keramik non-oksida,
nitrogen atau karbon menggantikan tempat oksigen dalam kombinasi dengan
silikon atau boron. Zat-zat yang khusus adalah boron nitride(BN), boron karbida
(B4C), silikon boride (SiB4 dan SiB6), silicon nitrida (Si3N4), dan silikon karbida
(SiC). Dalam makalah ini akan lebih dijelaskan pada keramik non oksida
khususnya akan membahas sintesis dan karakterisasi silikon karbida (SiC).

A. Sintesis Silicon Karbida (SiC)

Silikon Karbida (SiC) merupakan material keramik non-oksida yang memiliki


sifat fisika dan kimia yang baik seperti, tingginya tingkat kekerasan, titik leleh,
temperatur dekomposisi, dan konduktivitas termal. Selain berperan sebagai
material keramik, SiC juga dapat berperan sebagai material semikonduktor dan
penguat komposit sehingga dapat diaplikasikan pada bidang optoelektronik,
abrasif, dan nuklir.

SiC dapat diperoleh dengan mudah, karena sebagian besar bahan baku yang
memiliki kandungan silikon (Si) dan karbon (C) dapat dijadikan sebagai prekursor
untuk sintesis SiC. Beberapa prekursor seperti, SiCl4, TEOS, CH3SiCl3, dan SiO2
dapat dijadikan sebagai sumber silikon, sedangkan karbon dapat diperoleh dari
gas CO2, CH4 dan serbuk grafit C.

Pada tahun 1891, SiC (α-SiC) pertama kali disintesis secara kormesil dengan
proses Ancheson. SiC pertama kali dibuat dengan memanaskan campuran clay
dan serbuk karbon pada suhu > 1600oC. Berapa bahan yang mulai dimanfaatkan
adalah sekam padi sebagai sumber silika. Adapun untuk sumber karbon dapat
digunakn gula (sukrosa), tempurung kelapa, pelepah kelapa, dan juga sekam padi.

Sekam padi menjadi bahan baku yang lebih banyak menarik perhatian dan
minat para peneliti dalam sintesis SiC dikarenakan memiliki kandungan 99% SiO2
dan 41.44% C. Sintesis SiC dapat dilakukan dengan memanfaatkan temperatur
tinggi di atas 1200°C pada furnace, microwave sintering furnace, plasma
sintering, dan hidrotermal untuk mendeformasi ikatan SiO2 dan C menjadi SiC.

Dikarenakan penggunaan temperatur tinggi dalam sintesis SiC membutuhkan


daya listrik yang besar dan biaya yg mahal, maka dari itu sintesis SiC dilakukan
menggunakan metode reduksi magnesiotermik untuk mengurangi kebutuhan
temperatur tinggi. Proses ini memerlukan penambahan magnesium (Mg) sebagai
reduktan untuk mengikat O2 dari SiO2 sehingga menghasilkan Si. Selanjutnya Si
dapat bereaksi dengan C untuk menghasilkan SiC.

Sintesis SiC dilakukan melalui beberapa tahapan di antaranya, tahap preparasi,


pengarangan, pengabuan, dan sintesis. Preparasi dilakukan dengan mencuci 120 g
sekam padi sebanyak 5 kali menggunakan air suling, selanjutnya sekam padi
dibilas menggunakan aquades untuk menghilangkan kotoran dan debu yang masih
melekat. Sekam padi dimasukkan ke dalam oven dengan temperatur 120°C
selama 2 jam untuk mengurangi kadar air pada sekam padi. Selanjutnya, pada
tahapan pengarangan dan pengabuan, 20 g sekam padi ditempatkan dalam cawan
porselen dan dipanaskan menggunakan furnace masing-masing pada temperatur
400°C selama 2 jam dan 1000°C selama 4 jam. Arang dan abu yang diperoleh
selanjutnya dicuci menggunakan 1 M HCl untuk membersihkan dari zat pengotor
yang tidak bereaksi. Kemudian arang dan abu dicampurkan dengan rasio
perbandingan 1:3 dan penambahan Mg dengan variasi penambahan 1,0 g, 1,5 g,
dan 2,0 g. Campuran serbuk digerus menggunakan mortar dan alu. Sampel
dipanaskan dalam furnace pada temperatur 600°C selama 3 jam. Serbuk yang
diperoleh selanjutnya dicuci menggunakan 1 HF 38-40% dan diaduk
menggunakan magnetic stirrer. Endapan disaring dan dikeringkan menggunakan
hotplate pada temperatur 180°C selama 1 jam sehingga diperoleh serbuk SiC.

B. Karakterisasi Silicon Karbida (SiC)

Karakterisasi silikon karbida (SiC) diantaranya yaitu karakterisasi XRD, XRF,


SEM, FTIR dan DTA.
1. XRD
Sinar-X digunakan untuk tujuan pemeriksaan yang tidak merusak pada
material maupun manusia. Disamping itu, sinar-X dapat juga digunakan untuk
menghasilkan pola difraksi tertentu yang dapat digunakan dalam analisis kualitatif
dan kuantitatif material.
Dasar dari prinsip pendifraksian sinar-X yaitu difraksi sinar-X terjadi pada
hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi periodik.
Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut memberikan interferensi
yang konstruktif. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi
kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg:
n.λ = 2.d.sin θ ; n = 1,2,...
2. XRF
Teknik fluoresensi sinar x (XRF) merupakan suatu teknik analisis yang dapat
menganalisa unsur-unsur yang membangun suatu material. Teknik ini juga dapat
digunakan untuk menentukan konsentrasi unsur berdasarkan pada panjang
gelombang dan jumlah sinar x yang dipancarkan kembali setelah suatu material
ditembaki sinar x berenergi tinggi.
Adapun prinsip kerja dari XRF yaitu menembakkan radiasi foton
elektromagnetik ke material yang diteliti. Kemudian radiasi elektromagnetik yang
dipancarkan akan berinteraksi dengan elektron yang berada di kulit K suatu unsur.
Elektron yang berada di kulit K akan memiliki energi kinetik yang cukup untuk
melepaskan diri dari ikatan inti, sehingga elektron itu akan terpental keluar.
Adapun kelebihan dari XRF yaitu, akurasi yang relative tinggi, dapat
menentukan unsur dalam material tanpa adanya standar (bandingkan dg. AAS),
dapat menentukan kandungan mineral dalam bahan biologis maupun dalam tubuh
secara langsung. Kelemahan dari XRF yaitu, tidak dapat mengetahui senyawa apa
yang dibentuk oleh unsur-unsur yang terkandung dalam material yang akan kita
teliti dan tidak dapat menentukan struktur dari atom yang membentuk material itu.
3. SEM
SEM digunakan untuk mengamati morfologi dari suatu bahan. Prinsipnya
adalah sifat gelombang dari elektron yakni difraksi pada sudut yang sangat kecil.
Elektron dapat dihamburkan oleh sampel yang bermuatan (karena sifat listriknya),
karena itu HA yang akan diuji pertama harus dilapisi (coating) dengan emas
karena HA tidak bersifat konduktif sehingga harus dilapisi dengan bahan
konduktor yang baik seperti emas. Gambar yang terbentuk menunjukkan struktur
dari sampel yang diuji.
Prinsip kerja SEM mirip dengan mikroskop optik, hanya saja berbeda dalam
perangkatnya. Pertama berkas elektron disejajarkan dan difokuskan oleh magnet
yang didesain khusus berfungsi sebagai lensa. Energi elektron biasanya 100 keV,
yang menghasilkan panjang gelombang kira-kira 0,04 nm. Spesimen sasaran
sangat tipis agar berkas yang dihantarkan tidak diperlambat atau dihamburkan
terlalu banyak. Bayangan akhir diproyeksikan ke dalam layar pendar atau film.
Berbagai distorsi yang terjadi akibat masalah pemfokusan dengan lensa magnetik
membatasi resolusi hingga sepersepuluh nanometer.
4. FTIR
Pada dasarnya Spektrofotometri FTIR adalah sama dengan Spektrofotometri
IR dispersi, yang membedakannya adalah pengembangan pada sistem optik
sebelum berkas sinar infra merah melewati sampel. Beberapa radiasi inframerah
diserap oleh sampel dan sebagian dilewatkan (ditransmisikan). Spektrum yang
dihasilkan merupakan penyerapan dan transmisi molekul, menciptakan bekas
molekul dari sampel. Seperti sidik jari tidak ada dua struktur molekul khas yang
menghasilkan spektrum inframerah sama (Thermo, 2001).
Salah satu hasil kemajuan instrumentasi IR adalah pemrosesan data seperti
Fourier Transform Infra Red (FTIR). Teknik ini memberikan informasi dalam hal
kimia, seperti struktur dan konformasional pada polimer dan polipaduan,
perubahan induksi tekanan dan reaksi kimia. Dalam teknik ini padatan diuji
dengan cara merefleksikan sinar infra merah yang melalui tempat kristal sehingga
terjadi kontak dengan permukaan cuplikan. Degradasi atau induksi oleh oksidasi,
panas, maupun cahaya, dapat diikuti dengan cepat melalui infra merah.
Sensitivitas FTIR adalah 80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi dispersi
standar karena resolusinya lebih tinggi.
Teknik pengoperasian FTIR berbeda dengan spektrofotometer infra merah.
Pada FTIR digunakan suatu interferometer Michelson sebagai pengganti
monokromator yang terletak di depan monokromator. Interferometer ini akan
memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul
yang berupa interferogram. Spektroskopi FTIR digunakan untuk mendeteksi
sinyal lemah menganalisis sampel dengan konsentrasi rendah analisis getaran.
5. DTA
Analisis termal digunakan untuk membangun sifat termodinamika yang
penting untuk memahami perilaku material di bawah pemanasan yang berbeda
dan tingkat pendinginan atau di bawah tekanan gas yang berbeda. Differential
Thermal Analysis (DTA) merupakan salah satu jenis metoda analisa termal
material yang berbasis pada pengukuran perbedaan suhu antara referensi dengan
sampel ketika suhu lingkungan berubah dengan kecepatan tertentu. Suatu teknik
di mana suhu dari suatu sampel dibandingkan dengan material inert. Suhu dari
sampel dan pembanding pada awalnya sama sampai ada kejadian yang
mengakibatkan perubahan suhu seperti pelelehan, penguraian, atau perubahan
struktur kristal sehingga suhu pada sampel berbeda dengan pembanding. Bila
suhu sampel lebih tinggi daripada suhu pembanding maka perubahan yang terjadi
adalah eksotermal, dan endotermal bila sebaliknya.
Dengan menganalisa data rekam perubahan tersebut, dapat diketahui suhu di
mana suatu struktur kristal atau ikatan kimia berubah, perhitungan kinetik energi,
enthalpi energi dll. DTA dapat digunakan untuk analisa struktur gelas, transisi
fasa polimorfik, penentuan diagram fasa, jalur dekomposisi, kinetika energi,
perhitungan entalpi dan kapasitas.

Simpulan
Silikon Karbida (SiC) merupakan material keramik non-oksida yang memiliki
sifat fisika dan kimia yang baik. SiC dapat diperoleh dengan mudah, karena
sebagian besar bahan baku yang memiliki kandungan silikon (Si) dan karbon (C)
dapat dijadikan sebagai prekursor untuk sintesis SiC. Sekam padi menjadi bahan
baku yang lebih banyak menarik perhatian dan minat para peneliti dalam sintesis
SiC dikarenakan memiliki kandungan 99% SiO2 dan 41.44% C. Dikarenakan
penggunaan temperatur tinggi dalam sintesis SiC membutuhkan daya listrik yang
besar dan biaya yg mahal, maka dari itu sintesis SiC dilakukan menggunakan
metode reduksi magnesiotermik untuk mengurangi kebutuhan temperatur tinggi.
Karakterisasi silikon karbida (SiC) diantaranya yaitu menggunakan XRD untuk
mengetahui derajat kristalinitas, jarak interplanar dan sudut difraksi 2θ, XRF
untuk menganalisa unsur-unsur yang membangun suatu material, SEM untuk
mengamati morfologi dari suatu bahan, FTIR untuk mengetahui gugus ikat
molekul, dan DTA untuk membangun sifat termodinamika yang penting untuk
memahami perilaku material di bawah pemanasan yang berbeda dan tingkat
pendinginan atau di bawah tekanan gas yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Adhima, E. I. (2020). Pengaruh Suhu Kalsinasi Hasil Sintesis Magnesiothermic


Reduction Dari Arang Sekam Padi Pada Kondisi Atmosfer Udara Dan
Argon. (Doctoral dissertation).
Henriono, H., & Zainuri, M. (2012). Karakterisasi Bentuk Partikel SiC yang
Dilapisi dengan MgAl2O4 Berdasarkan Variabel Konsentrasi Ion
Logam. Jurnal Sains dan Seni ITS, 1(1), B35-B40.
Kultsum, U. (2020). Sintesis dan karakterisasi nanopartikel.-SIC dan--SIC
berbasis bahan alam lokal menggunakan metode magnesioermal, sonokimia,
dan kombinasi sonokimia-magnesiotermal. SKRIPSI Mahasiswa UM.
Maharani, E. (2015). Sintesis dan Karakterisasi Keramik Nano (Mg-Al) Oksida
Transparan untuk Aplikasi Bracket Ortodonti. (Doctoral dissertation).
Melinia, L. A., Ramlan, R., & Tetuko, A. P. (2021). Pengaruh Persentase
Penambahan Sio2 Dan Variasi Suhu Sintering Terhadap Densitas, Porositas,
Hardness, Struktur Kristal Dan Morfologi Pada Keramik Sic. (Doctoral
dissertation, Sriwijaya University).
Sari, S. N. P., & Asmi, D. (2013). Fabrikasi dan Karakterisasi Keramik Kalsium
Silikat Menggunakan Bahan Komersial Kalsium Oksida dan Silika dengan
Reaksi Padatan pada Suhu 1000° C. Jurnal Teori dan Aplikasi Fisika, 1(1).
Sujatno, A., Salam, R., Bandriyana, B., & Dimyati, A. (2015). Studi scanning
electron microscopy (SEM) untuk karakterisasi proses oxidasi paduan
zirkonium. In urnal Forum Nuklir (JFN) (Vol. 9, No. 1, pp. 44-50).
Sulaeman, A. S., Arjo, S., & Maddu, A. (2019). Sintesis dan Karakterisasi Silicon
Carbide (SiC) dari Sekam Padi Menggunakan Metode Reduksi
Magnesiotermik. Jurnal Fisika Flux: Jurnal Ilmiah Fisika FMIPA
Universitas Lambung Mangkurat, 1(1), 47-53.

Anda mungkin juga menyukai