Desra Nursaputri, Rafidim Septian, Muhammad Niki Wijaya, Galuh Saputra, M. Fadhil
Hartansyah
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Lampung
Jalan Prof. Dr. Ir. Soemantri Brojonegoro, RW. No 1, Gedong Meneng, Kec Rajabasa,
Kota Bandar Lampung, Lampung 35141
Abstrak :
Abu ampas tebu mengandung kadar silika (SiO2) yang tinggi. Silika yang tinggi dapat
digunakan sebagai komponen utama sintesis zeolit selain alumina, salah satunya adalah zeolit
Y. Zeolit Y merupakan zeolit sintetik jenis faujasit yang kaya akan silika dengan rentang rasio
molar SiO2/Al2O3 1,5-3 dengan bentuk struktur SBU D6R. Fly ash merupakan limbah padat
industri yang dihasilkan dari pembakaran boiler berbahan baku batubara. Sintesis zeolit
mencakup proses pretreatment fly ash dan sintesis zeolit. Zeolit alam mempunyai ukuran pori
yang beragam antara 3 Å hingga 8 Å, sehingga tidak efektif untuk mengadsorpsi senyawa
yang berukuran besar. Zeolit sintetik (zeolit Y) dikembangkan untuk mengatasi kelemahan
dari zeolit alam. Zeolit Y dapat disintesis dengan Tetraethyl orthosilicate (TEOS) sebagai
sumber silika dan surfaktan sebagai pencetak pori. Surfaktan dapat mengarahkan struktur
zeolit menjadi pori yang lebih besar. Abu ampas tebu mengandung kadar silika (SiO 2) yang
tinggi. Silika yang tinggi dapat digunakan sebagai komponen utama sintesis zeolit selain
alumina, salah satunya adalah zeolit Y. Zeolit Y merupakan zeolit sintetik jenis faujasit yang
kaya akan silika dengan rentang rasio molar SiO2/Al2O3 1,5-3 dengan bentuk struktur SBU
D6R
Kata Kunci : Zeolit Y, Sintesis Zeolit Y, Ampas Tebu, Fly Ash Batubara, TEOS
SINTESIS DAN KARAKTERISASI ZEOLIT Y DARI ABU AMPAS TEBU DENGAN
VARIASI SUHU HIDROTERMAL MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL
3. Sintesis Zeolit Y
Spektroskopi inframerah atau fourier transform infrared (FTIR) adalah metode analisis yang
digunakan untuk identifikasi jenis senyawa dengan berdasarkan spektra absorbsi sinar
inframerahnya. Metode ini dapat menentukan komposisi gugus fungsi dari senyawa sehingga
dapat membantu memberikan informasi untuk penentuan struktur molekulnya. Sampel yang
digunakan dapat berupa padatan, cairan ataupun gas. Analisis dengan metode ini didasarkan
pada fakta bahwa molekul memiliki frekuensi spesifik yang dihubungkan dengan vibarsi
internal dari atom gugus fungsi.
Penentuan luas permukaan menggunakan metode methylene blue karena metode ini sederhana
dan relatif murah. Terdapat tiga tahap yang dilakukan pada metode ini yaitu, tahap penentuan
panjang gelombang maksimum dari methylene blue, tahap pembuatan kurva kalibrasi dan
tahap penentuan konsentrasi methylene blue yang terserap. Banyaknya molekul methylene
blue yang dapat diadsorpsi sebanding dengan luas permukaan biosorben (Riesthandie, 2010).
Menurut Husin, dkk. (2013) panjang gelombang maksimum methylene blue ialah 664 nm,
sedangkan menurut Setiawan (2006) panjang gelombang maksimum methylene blue ialah 665
nm dengan waktu kestabilan 60 menit.
3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat gelas, neraca analitik,
botol hidrotermal, pengaduk magnet, spatula, hot plate, oven, tanur, botol akuades, pH
universal, shaker, centrifuge, Fourier Transform Infra Red (FTIR), X-Ray Diffraction (XRD)
dan Spektrofotometri UV-Vis.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tebu sebagai sumber silika (SiO2),
akuades, natrium hidroksida (NaOH), aluminat (Al2O3), methylene blue dan kertas saring.
Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh suhu hidrotermal terhadap
sintesis zeolit dari abu ampas tebu yang menghasilkan zeolit Y.
Sintesis zeolit Y ini menggunakan metode dari Sang, dkk. (2005) yang menggunakan
komposisi molar 10 Na2O: 6,2 Al2O3: 15 SiO2: 300 H2O (hasil perhitungan rasio dapat dilihat
pada lampiran 2) dan dikristalisasi pada suhu 60, 80 dan 100 C selama 24.
Zeolit Y hasil sintesis akan dianalisa kristalinitasnya menggunakan XRD, kemudian dianalisa
gugus fungsinya menggunakan FTIR dan akan dilakukan analisa luas permukaannya
menggunakan adsorpsi methylene blue.
Tahapan Penelitian
1. Sintesis zeolit Y
2. Karakterisasi
a. XRD
b. FTIR
Prosedur Penelitian
Sintesis zeolit Y dilakukan sesuai dengan komposisi molar berikut: 10 Na2O: x Al2O3: 15
SiO2: 300 H2O. Prekursor awal dibuat dengan mencampur 2,53 gram Al2O3, 3,25 gram
NaOH, 8,08 gram abu ampas tebu dan 20,86 gram H2O dan diaduk selama 30 menit.
Kemudian dipindah ke dalam botol hidrotermal dan dieramkan selama 30 menit pada suhu
kamar. Kristalisasi dilakukan dengan metode hidrotermal pada variasi suhu 60, 80 dan 100 C
selama 24 jam. Kristal yang terbentuk dicuci dengan air suling sampai pH = 7 – 8, kemudian
dikeringkan pada suhu 100 C selama 12 jam. Produk hasil sintesis selanjutnya
dikarakterisasi.
Karakterisasi
Karakterisasi dengan XRD dilakukan pada abu ampas tebu dan zeolit Y hasil sintesis variasi
suhu hidrotermal 60, 80 dan 100 C. Mula-mula cuplikan dihaluskan hingga menjadi serbuk
yang halus, kemudian ditempatkan pada preparat dan dipress dengan alat pengepres.
Selanjutnya ditempatkan pada sampel holder dan disinari dengan sinar-X dengan radiasi Cu
Kα pada λ sebesar 1,541 Å, voltase 40 kV, arus 30 mA, sudut 2θ sebesar 5 – 50o dan
kecepatan scan 0,02o/detik.
Karakterisasi dengan FTIR dilakukan terhadap zeolit Y hasil sintesis variasi suhu hidrotermal
60, 80 dan 100 C. Mula-mula cuplikan dihaluskan hingga menjadi serbuk yang halus
menggunakan mortal batu agate dengan dicampurkan padatan KBr, kemudian ditempatkan
pada preparat dan dipress.
Metode adsorpsi methylene blue digunakan untuk penentuan luas permukaan spesifik.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
a. Penentuan panjang gelombang maksimum methylene blue (MB)
Larutan methylene blue 5 ppm diukur pada panjang gelombang 600-800 nm dengan interval
panjang gelombang 10 nm. Panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum
merupakan panjang gelombang maksimum.
b. Penentuan waktu kestabilan methylene blue
Larutan methylene blue 5 ppm sebanyak 20 mL dishaker dengan variasi waktu 10, 20, 30, 40,
50, 60, 70, 80 dan 90 menit. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang
maksimum untuk setiap waktu tersebut dengan spektroskopi UV-Vis. Ditentukan waktu
kestabilan methylene blue yaitu waktu penyerapan methylene blue cenderung stabil.
c. Pembuatan kurva baku
Dibuat seri larutan baku methylene blue dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8 ppm,
kemudian dibuat kurva hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi.
d. Penentuan luas permukaan
Sampel zeolit Y sesuai variasi suhu hidrotermal (60, 80 dan 100 C) ditimbang 0,05 gram,
ditambahkan 20 mL larutan methylene blue 16 ppm, selanjutnya di kocok dengan shaker
selama waktu stabil pada 150 rpm.
6. Hasil dan Pembahasan
Karakterisasi
XRD digunakan untuk menentukan tingkat kristalinitas dan kemurnian zeoilt hasil sintesis.
Analisis ini dilakukan pada sudut 2θ = 5 – 50o berdasarkan pada difraktogram Treacy dan
Higgins (2001) yang menunjukkn bahwa pada daerah tersebut puncak-puncak khas dari
zeolit Y terbentuk. Hasil XRD dari sintesis zeolit Y dengan rasio Si/Al 2,43 dan variasi
suhu hidrotermal ditunjukkan pada Gambar 4.4 yang menyatakan bahwa zeolit Y sintesis
memiliki perbedaan kemurnian diantara tiga variasi suhu hidrotermal.
Sintesis pada suhu hidrotermal 80 oC menunjukkan hasil terbaik diantara ketiga variasi suhu
hidrotermal, karena munculnya puncak zeolit P hanya terjadi pada 2θ = 35,5643o dengan
intensitas yang rendah (lampiran 5). Sedangkan sisanya merupakan puncak-puncak yang
identik dengan puncak dari zeolit Y, dimana puncak-puncak tersebut ialah pada 2θ = 21,8833;
26,0152; 27,4812; 30,2901 dan 42,9089o. Adapun pada suhu hidrotermal 100 oC zeolit Y yang
terbentuk masih tercampur zeolit P. Pada suhu 100 oC puncak-puncak zeolit P muncul pada
daerah 2θ = 28,1533; 35,7639 dan 49,6053o, akan tetapi puncak- puncak zeolit Y masih
mendominasi dengan 4 puncak yang mewakilinya yaitu pada daerah 2θ = 22,0150; 23,7149;
26,5729 dan 27,8135o. Secara keseluruhan zeolit Y hasil sintesis tiga variasi suhu hidrotermal
kristalinitasnya masih rendah karena intensitas puncak-puncak pada difraktogram masih kecil
(lampiran 5). Secara umum sintesis zeolit Y dari bahan alam cenderung menghasilkan
campuran antara zeolit Y dan zeolit P yang disebabkan pengaruh logam-logam pengotor yang
terdapat pada sumber silikanya. Berdasarkan penelitian Kondru, dkk. (2011), zeolit Y
disintesis dari abu terbang dan penelitian Khabuanchalad, dkk. (2008), zeolit Y disintesis dari
abu sekam padi sama-sama menghasilkan campuran zeolit Y dan zeolit P. Sedangkan jika
sumber silika dari bahan kimia murni seperti penelitiannya Kiti (2012), dengan dengan
sumber dasar dari bahan kimia murni didapatkan zeolit Y murni.
b. Variabel bebas
Waktu aging = 2; 3; 4 jam
c) Metode Hidrotermal dilakukan dengan kondisi operasi:
(%) (%)
C 68,70 C 68,70
O 13,48 MgO 0,89
Mullite
Hematit
e
Quartz
Gambar 4.3 Hasil Analisis SEM Fly Ash Batubara dengan Perbesaran 3.000x
SINTESIS DAN KARAKTERISASI ZEOLIT Y DARI ABU
AMPAS TEBU VARIASI RASIO MOLAR SiO2/Al2O3 DENGAN
METODE SOL GEL HIDROTERMAL
3. Analisis yang dilakukan adalah :
a) Analisis Kristalinitas dan Kemurnian Zeolit Y menggunakan X-Ray
Diffraction (XRD)
b) Analisis Gugus Fungsi Zeolit Y menggunakan FTIR
c) Analisis Luas Permukaan Zeolit Y dengan Metode Methylen blue dan diuji
menggunakan Spektrofotometri UV-Vis
2..Sintesis Zeolit Y
a. sintesis zeolit Y dari kaolin dengan operasi:
c. Variabel tetap
Temperatur kristalisasi = 110 oC
d. Variabel bebas
Temperatur aging = 50 oC
Waktu aging =24 jam
Puncak SiO2 pada Gambar 4.1 ditemukan pada 2θ = 27,90º (d = 3,19Ǻ) dan 28,36º (d =
3,14Ǻ) dengan intensitas relatif berturut-turut : 75,34 % ; 100 % merupakan jenis SiO2
kuarsa, sedangkan 2θ = 40,56º (d = 2,22 Ǻ) dan 40,68º (d = 2,22 Ǻ) dengan intensitas relatif
berturut-turut : 55,59 % ; 51,08 % merupakan jenis SiO2 kristobalit. Jenis SiO2 kuarsa dan
kristobalit merupakan jenis SiO2 kristalin. Pada Gambar 4.1 SiO2 kristalin sangat sedikit,
sehingga SiO2 abu ampas tebu sebagian besar memiliki fasa amorf.
Sintesis zeolit Y dengan metode sol gel terdapat dua tahapan utama yaitu hidrolisis dan
polikondensasi (Widodo, 2010). Pada tahap hidrolisis terjadi pada saat awal pencampuran
komponen zeolit dengan distirrer selama 30 menit. Komponen zeolit diantaranya SiO2 dari
abu ampas tebu, Al2O3, NaOH dan H2O. Pada tahap ini, SiO2 dari abu ampas tebu dan
Al2O3 sebagai prekursor,terhidrolisis dengan penambahan air pada kondisi basa (dengan
penambahan NaOH) menghasilkan sol (koloid yang mempunyai padatan tersuspensi dalam
larutannya).
Fungsi NaOH dalam sintesis zeolit sebagai aktivator selama peleburan untuk membentuk
garam silikat dan aluminat yang larut dalam air, yang selanjutnya berperan dalam
pembentukan zeolit selama proses hidrotermal. Selain itu juga, fungsi NaOH untuk
membentuk larutan dalam suasana basa karena pada pH basa (pH = 12) di dalam larutan akan
terjadi polimerisasi ion-ion pembentuk zeolit. Menurut Warsito, dkk (2008) pada pH basa
terbentuk anion Al(OH)4- atau AlO2 sumber alumina dan terbentuk ion Si(OH)4- yang
merupakan anion pembentuk zeolit yang berasal dari- dari silika yang merupakan ion utama
dalam pembentukan kerangka zeolit.
Tahap selanjutnya dari metode sol gel adalah polikondensasi, pada tahapan ini terjadi proses
transisi sol menjadi gel. Untuk menghasilkan gel yang maksimal, diperlukan tahap
pemeraman/pematangan gel yang dilakukan selama 30 menit. Berdasarkan hasil penelitian
Widiawati (2005) menyebutkan bahwa pada tahap pemeraman (ageing) terjadi reaksi
pembentukan jaringan gel yang kaku, kuat dan menyusut dalam larutan. Tahapan ini
merupakan tahapan yang berperan penting dalam sintesis zeolit karena meliputi proses
pembentukan gel yang merupakan awal dari pembentukan inti dan pertumbuhan kristal.
Setelah terbentuk gel kemudian dilanjutkan dengan hidrotermal pada suhu 100 ºC selama 24
jam. Tujuannya untuk meningkatkan kistalinitas dan membentuk keseragaman susunan
kristal pada zeolit. Menurut Warsito dkk (2008) pembentukan kristal zeolit terjadi pada
proses hidrotermal. Pada tahap pembentukan kristal, gel amorf akan mengalami penataan
ulang pada strukturnya yang terurai membentuk susunan yang lebih teratur dengan adanya
pemanasan, sehingga dapat terbentuk embrio inti kristal. Pada keadaan ini terjadi
kesetimbangan antara embrio inti kristal, gel amorf sisa, dan larutan lewat jenuh pada
keadaan metastabil. Jika gel amorf sisa larut kembali, maka akan terjadi pertumbuhan kristal
dari embrio inti tersebut sampai gel amorf sisa habis dan terbentuk kristal dalam keadaan
stabil. Tahap terakhir metode sol gel hidrotemal adalah drying (pengeringan) untuk
menghilangkan air dan cairan yang tidak diinginkan dalam zeolit Y, sehingga dapat
memperluas permukaan zeolit.
Pengaruh Penambahan Surfaktan pada Sintesis Zeolit Y Menggunakan Tetraethyl
Orthosilicate (TEOS) sebagai Sumber Silika
Pendahuluan
Zeolit alam mempunyai ukuran pori yang beragam antara 3 Å hingga 8 Å, sehingga tidak
efektif untuk mengadsorpsi senyawa yang berukuran besar. Zeolit sintetik dikembangkan
untuk mengatasi kelemahan dari zeolit alam. Zeolit Y dapat disintesis dengan Tetraethyl
orthosilicate sebagai sumber silika dan surfaktan sebagai pencetak pori. Surfaktan dapat
mengarahkan struktur zeolit menjadi pori yang lebih besar. Penelitian ini bertujuan
memperoleh zeolit Y sintetik dan mengkaji pengaruh surfaktan Cetyltrimethylammonium
Bromide dan Trimethylammonium Chloride terhadap kristanilitas dan ukuran pori zeolit
Y. Sintesis zeolit Y dilakukan dengan mencampurkan natrium aluminat, surfaktan dan
TEOS. Perbandingan mol natrium aluminat:TEOS adalah 1:1 sedangkan konsentrasi
surfaktan 1 M. Struktur dan kristalinitas zeolit Y dianalisis menggunakan FTIR dan
XRD . Sedangkan morfologi pori zeolit Y dianalisis menggunakan adsorpsi gas N2 dengan
persamaan BET. Hasil karakterisasi XRD dan FTIR menunjukkan sampel MC merupakan
zeolit Y, sedangkan sampel MA dan MB merupakan campuran zeolit HS dan NAS. Sampel
MC memiliki kristalinitas tertinggi sedangkan sampel MB paling rendah.Sehingga
disimpulkan bawah penambahan surfaktan tidak berpengaruh signifikan terhadap ukuran
pori.Zeolit merupakan material alumino silikat berpori yang mempunyai struktur tiga
dimensi.
600 tipe zeolit sintetik. Zeolit alam memiliki beberapa keterbatasan antara lain komposisi
mineral penyusun, ukuran kristal dan ukuran pori-pori yang bervariasi.Umumnya zeolit alam
seperti modernite, memiliki poripori 3-8 Å. Di pihak lain, zeolit sintetik dikembangkan untuk
mengatasi kelemahan dari zeolit alam.Zeolit yang disintesis dalam penelitian ini adalah zeolit
tipe Y, yaitu zeolit yang memiliki rasio Si/Al = 1-3. Zeolit Y mempunyai stabilitas dan
selektivitas adsorpsi yang tinggi terhadap air dan molekul-molekul polar. Sintesis zeolit Y
yang telah dilakukan adalah sintesis dan karakterisasi zeolit Y dengan surfaktan non ionik
menghasilkan zeolit Y dengan luas permukaan yang tinggi yaitu 646,85 m2 /g . Faghihian
dan Godazandeha berhasil menghasilkan zeolit Y berbahan dasar bentonite dengan luas
permukaan 486,1 m2 /g. Modifikasi ukuran pori yang lebih besar telah berhasil dilakukan
oleh Chen dkk. yaitu sintesis material mesopori kristalin sebagai katalis cracking
1,3,5-triisopropilbenzen dengan menggunakan CTAB sebagai pencetak pori menghasilkan
material dengan diameter pori 16-30 Å dan Wang dkk.
Hal ini akan membentuk kerangka kristal yang lemah dan dapat memperendah
kristalinitas. Anion yang terbentuk sedikit ditunjukkan pada hasil serapan lemah gugus Si-O
atau Al-O pada gambar 1. Kerangka kristal yang lemah ini juga membuat tidak sempurnanya
pembentukkan pori yang besar. Kerangka kristal yang lemah membuat pori-pori kristal
menyusut saat molekul surfaktan terdekomposisi pada proses kalsinasi.
Proses kristalisasi terjadi pada proses hidrotermal selama 96 jam dengan suhu 100 °C. Proses
kristalisasi terjadi secara kontinyu diawali dengan reaksi kondensasi dan diikuti oleh
polimerisasi, secara spontan gabungan pencetak pori dengan molekul anorganik akan
membentuk suatu struktur yang kemudian dilanjutkan dengan pemadatan struktur dengan
perlakuan pemanasan . Tahap selanjutnya setelah proses hidrotermal adalah
kalsinasi. Kalsinasi bertujuan untuk mendekomposisi surfaktan yang tertinggal pada pori.
Analisis BET
Nilai radius pori rata-rata pada semua sampel pada tabel III.2 menunjukkan perbedaan yang
tidak signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Wang dkk.
pemanfaatan surfaktan kationik dalam sintesis material kristalin menghasilkan diameter pori
35,24 Å, sehingga penambahan surfaktan dalam sintesis zeolit Y ini belum memberikan
peran dalam pembentukan pori yang lebih besar pada zeolit Y sintetik. Sampel zeolit dengan
penambahan surfaktan belum terbentuk pori yang lebih besar disebabkan belum terbentuknya
zeolit Y melainkan campuran zeolit HS dan NAS yang mempunyai jalinan bangun unit
sekunder yang beragam.
MA menunjukkan penurunan yang besar sampai 84 %terhadap sampel MB dan 67 %
terhadap sampel MC. Sampel MA mengalami penurunan volume total pori yang signifikan
sejalan dengan penurunan luas permukaan. Hal ini disebabkan oleh lemahnya kerangka zeolit
yang terbentuk, sehinga terjadi penyusutan poripori kristal setelah proses
kalsinasi. Penyusutan poripori kristal ini menyebabkan kecilnya volume pori yang terbentuk
sehingga zat yang teradsorpsi pada permukaan semakin kecil. Sintesis zeolit dari TEOS tanpa
surfaktan menghasilkan zeolit Y, sedangkan dengan penambahan surfaktan CTAB dan
TMACl menghasilkan zeolit campuran antara zeolit HS dan NAS. Sampel tanpa surfaktan
menghasilkan kristalinitas paling baik dan kristalinitas paling rendah dihasilkan pada sampel
dengan penambahan surfaktan TMACl.
KESIMPULAN
Sintesis zeolit Na-Y dari limbah fly ash batubara dapat dilakukan tanpa penambahan
agen organik spesifik dengan menggunakan metode tiga tahap yaitu, alkali fusi, bantuan
ultrasonik dan hidrotermal. Karakterisasi zeolit Y hasil sintesis dibandingkan dengan data
JCPDS (Joint Committee Powder Diffraction Standarts) menghasilkan campuran zeolit Y dan
P. Sintesis zeolit dari TEOS tanpa surfaktan menghasilkan zeolit Y, sedangkan dengan
penambahan surfaktan CTAB dan TMACl menghasilkan zeolit campuran antara zeolit HS
dan NAS.
Sintesis zeolit Y variasi suhu hidrotermal menggunakan metode sol-gel menunjukkan bahwa
suhu terbaik untuk sintesis ialah pada suhu 80 oC. Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa
pada suhu 80 oC terbentuk zeolit Y dengan campuran zeolit P paling kecil dibandingkan
pada suhu 60 dan 100 oC. Hasil analisis FTIR menunjukkan bahwa semua zeolit memiliki
gugus O-T-O dan cincin ganda. Luas permukaan zeolit Y hasil sintesis pada suhu 60 oC =
22,5522 m2/g, suhu 80 oC = 23,0603 m2/g dan suhu 100 oC = 22,9898 m2/g.