Anda di halaman 1dari 21

Makalah Tentang Sintesis Zeolit Y

Desra Nursaputri, Rafidim Septian, Muhammad Niki Wijaya, Galuh Saputra, M. Fadhil
Hartansyah
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Lampung
Jalan Prof. Dr. Ir. Soemantri Brojonegoro, RW. No 1, Gedong Meneng, Kec Rajabasa,
Kota Bandar Lampung, Lampung 35141
Abstrak :
Abu ampas tebu mengandung kadar silika (SiO2) yang tinggi. Silika yang tinggi dapat
digunakan sebagai komponen utama sintesis zeolit selain alumina, salah satunya adalah zeolit
Y. Zeolit Y merupakan zeolit sintetik jenis faujasit yang kaya akan silika dengan rentang rasio
molar SiO2/Al2O3 1,5-3 dengan bentuk struktur SBU D6R. Fly ash merupakan limbah padat
industri yang dihasilkan dari pembakaran boiler berbahan baku batubara. Sintesis zeolit
mencakup proses pretreatment fly ash dan sintesis zeolit. Zeolit alam mempunyai ukuran pori
yang beragam antara 3 Å hingga 8 Å, sehingga tidak efektif untuk mengadsorpsi senyawa
yang berukuran besar. Zeolit sintetik (zeolit Y) dikembangkan untuk mengatasi kelemahan
dari zeolit alam. Zeolit Y dapat disintesis dengan Tetraethyl orthosilicate (TEOS) sebagai
sumber silika dan surfaktan sebagai pencetak pori. Surfaktan dapat mengarahkan struktur
zeolit menjadi pori yang lebih besar. Abu ampas tebu mengandung kadar silika (SiO 2) yang
tinggi. Silika yang tinggi dapat digunakan sebagai komponen utama sintesis zeolit selain
alumina, salah satunya adalah zeolit Y. Zeolit Y merupakan zeolit sintetik jenis faujasit yang
kaya akan silika dengan rentang rasio molar SiO2/Al2O3 1,5-3 dengan bentuk struktur SBU
D6R
Kata Kunci : Zeolit Y, Sintesis Zeolit Y, Ampas Tebu, Fly Ash Batubara, TEOS
SINTESIS DAN KARAKTERISASI ZEOLIT Y DARI ABU AMPAS TEBU DENGAN
VARIASI SUHU HIDROTERMAL MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL

1. Sumber silika dan alumina


Abu ampas tebu (bagasse ash of sugar cane) adalah hasil perubahan secara kimiawi dari
pembakaran ampas tebu, terdiri atas garam-garam anorganik (Wibowo, 2006). Komponen
anorganik dari ampas tebu merupakan mineral berupa ion logam yang dibutuhkan tanaman
untuk pertumbuhannya. Hasil analisis XRF terhadap abu ampas tebu diketahui bahwa dalam
abu ampas tebu mengandung SiO2 sebesar 73,5 %, Al2O3 7,6 %, Fe2O3 2,7 %, CaO 3,0 %,
MgO 2,6 %, K2O 7,1 %, dan P2O3 1,7 %. Demikian juga sebaliknya deraja kekristalan bentuk
SiO2 pada suhu pengabuan 700 dan 800 oC adalah tinggi dibandingkan dengan kekristalan
pada suhu pengabuan 500 dan 600 oC, artinya pada daerah ini fasa SiO2-kritalin
mendominasi bentuk kristal yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian Rahmawati (2012),
ampas tebu dapat digunakan sebagai sumber silika pada sintesis zeolit, dimana zeolit yang
disintesis berupa zeolit A. Oleh sebab itu, ampas tebu bisa digunakan sebagai sumber silika
pada berbagai pembuatan zeolit sintetik yang lain, salah satunya ialah sintesis zeolit Y.
2. Zeolit Y
Zeolit Y biasanya berbentuk Na-zeolit dengan rumus kimia Na56(AlO2)56(SiO2)136.25H2O,
mempunyai simetri kubik dengan panjang sisi unit sel sebesar 24.345 Å. Sel satuan adalah
sel terkecil yang masih menunjukkan sistem kristalnya. Struktur zeolit Y terdiri dari muatan
negatif, kerangka tiga dimensi tetrahedral SiO4 dan AlO4 yang bergabung membentuk
oktahedral terpancung (sodalite), seperti pada Gambar 2.4. Jika 6 buah sodalite terhubungkan
oleh prisma hexagonal akan membentuk tumpukan tetrahedral. Jenis tumpukan ini
membentuk lubang besar (supercages) dan berdiameter 13Å. Lubang-lubang (supercages)
dapat terbentuk dari 4 kristal tetrahedral yang tersebar, yang masing-masing mempunyai 12
cincin oksigen dan berdiameter 7,4 Å. Lubang- lubang tersebut bila saling bersambung (12)
maka akan membentuk sistem pori- pori yang besar dari zeolit. Setiap atom aluminium di
koordinat tetrahedral dalam kerangka membawa muatan negatif. Muatan negatif dalam
kerangka ini digantikan oleh kation yang berada diposisi kerangka non spesifik.

3. Sintesis Zeolit Y

Penelitian-penelitian sebelumnya tentang zeolit Y mengindikasikan bahwa proses sintesis dari


bahan alami secara kuantitatif masih belum banyak. Usaha- usaha sebelumnya untuk
mensintesis zeolit Y hanya menghasilkan produk reaksi dengan kandungan zeolit Y lebih
rendah dari 50 % (Yoshida dan Inoue, 1986). Namun demikian, zeolit Y mudah disintesis dari
SiO2-Al2O3 gel yang dibuat dari reagen kimia murni, dengan atau tanpa penambahan benih
(Barrer, 1982).
Penelitian Vaughan, dkk. (1979) mengungkapkan berbagai metode untuk mensintesis jenis
zeolit Y dimana sumber silika, alumina, natrium hidroksida dan air dicampur lalu dibagi pusat
nukleasi alumino-silikat. Dalam mensintesis zeolit yang khas sebelum mencampur semua
bahan adalah direaksikan pada suhu sekitar 100 oC, untuk mendapatkan jenis zeolit Y dalam
hasil yang sesuai dengan reaktan alumina. Namun, sampai saat ini, metode penemuan
sebelumnya paling praktis untuk mensintesis jenis zeolit Y hanya memerlukan natrium
hidroksida dan silikat, terutama di mana jumlah komersial dari jenis zeolit Y yang memiliki
kemurnian tinggi diperoleh dari zeolit yang memiliki silika relatif tinggi untuk rasio alumina,
yaitu SiO2/Al2O3 lebih dari sekitar 4,5. Metode yang sering digunakan dalam sintesis zeolit Y
ialah mencampurkan semua bahan sehingga membentuk gel yang disebut dengan sol gel.
Proses sol gel dapat didefinisikan sebagai proses pembentukan senyawa anorganik melalui
reaksi kimia dalam larutan pada suhu rendah, dimana dalamproses tersebut terjadi perubahan
fasa dari sol. Gel yang terbentuk ini kemudian dipanaskan dengan menggunakan metode
hidrotermal.
Pemanasan dengan menggunakan hidrotermal melibatkan air dan panas, dimana larutan
prekursor dipanaskan pada temperatur relatif tinggi (± 100 °C) dalam wadah tertutup.
Keadaan tersebut dimaksudkan agar terjadi kesetimbangan antara uap air dan larutan. Wadah
yang tertutup menjadikan uap air tidak akan keluar, sehingga tidak ada bagian dari larutan
yang hilang dan komposisi larutan prekursor tetap terjaga. Hidrotermal merupakan proses
kristalisasi dalam sintesis zeolit Y, proses ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor (Szostak,
1989), yaitu:
1. Komposisi larutan, yang terdiri dari SiO2/Al2O3, [OH-], kation anorganik dan organik, anion
(selain [OH-]), [H2O].
2. Waktu kristalisasi.
3. Suhu kristalisasi.
4. Beberapa faktor pengadukan, misalnya senyawa tambahan, jenis pengaduk, tipe arah
pengaduk.
Sintesis zeolit Y dilakukan dengan rasio molar SiO2/Al2O3 2,43 dalam kondisi hidrotermal
pada tekanan atmosfer (Fathizadeh dan Ordou, 2011). Hasilnya menunjukkan bahwa zeolit Y
dapat dibuat dengan komposisi molar 10 Na2O: x Al2O3: 15 SiO2: 300 H2O dengan suhu
hidrotermal antara 60 – 100 °C selama 24 jam.
4. Karakteristik Sintesis Zeolit Y
X-Ray Diffraction (XRD)
Difraksi sinar-X merupakan suatu metode analisis yang didasarkan pada interaksi antara
materi dengan radiasi elektromagnetik sinar-X yaitu pengukuran radiasi sinar-X yang
terdifraksi oleh bidang kristal. Penghamburan sinar-X oleh unit-unit pada kristal, akan
menghasilkan pola difraksi yang digunakan untuk menentukan susunan partikel pada pola
padatan (Goldberg, dkk., 2004). Difraksi sinar-X digunakan untuk mengidentifikasi fasa
produk dan menghitung tingkat kristalinitas berdasarkan intensitas tertinggi. Fasa padatan
sintesis diidentifikasi dengan membandingkan langsung dengan referensi yang diambil dari
collection of simulatet XRD powder patterns for zeolites.
Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Spektroskopi inframerah atau fourier transform infrared (FTIR) adalah metode analisis yang
digunakan untuk identifikasi jenis senyawa dengan berdasarkan spektra absorbsi sinar
inframerahnya. Metode ini dapat menentukan komposisi gugus fungsi dari senyawa sehingga
dapat membantu memberikan informasi untuk penentuan struktur molekulnya. Sampel yang
digunakan dapat berupa padatan, cairan ataupun gas. Analisis dengan metode ini didasarkan
pada fakta bahwa molekul memiliki frekuensi spesifik yang dihubungkan dengan vibarsi
internal dari atom gugus fungsi.

Luas Permukaan dengan Methylene Blue

Penentuan luas permukaan menggunakan metode methylene blue karena metode ini sederhana
dan relatif murah. Terdapat tiga tahap yang dilakukan pada metode ini yaitu, tahap penentuan
panjang gelombang maksimum dari methylene blue, tahap pembuatan kurva kalibrasi dan
tahap penentuan konsentrasi methylene blue yang terserap. Banyaknya molekul methylene
blue yang dapat diadsorpsi sebanding dengan luas permukaan biosorben (Riesthandie, 2010).
Menurut Husin, dkk. (2013) panjang gelombang maksimum methylene blue ialah 664 nm,
sedangkan menurut Setiawan (2006) panjang gelombang maksimum methylene blue ialah 665
nm dengan waktu kestabilan 60 menit.

5. Metodelogy Sintesis Zeolit Y dari Ampas Tebu

Alat dan Bahan

3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat gelas, neraca analitik,
botol hidrotermal, pengaduk magnet, spatula, hot plate, oven, tanur, botol akuades, pH
universal, shaker, centrifuge, Fourier Transform Infra Red (FTIR), X-Ray Diffraction (XRD)
dan Spektrofotometri UV-Vis.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tebu sebagai sumber silika (SiO2),
akuades, natrium hidroksida (NaOH), aluminat (Al2O3), methylene blue dan kertas saring.

Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh suhu hidrotermal terhadap
sintesis zeolit dari abu ampas tebu yang menghasilkan zeolit Y.

Sintesis zeolit Y ini menggunakan metode dari Sang, dkk. (2005) yang menggunakan
komposisi molar 10 Na2O: 6,2 Al2O3: 15 SiO2: 300 H2O (hasil perhitungan rasio dapat dilihat
pada lampiran 2) dan dikristalisasi pada suhu 60, 80 dan 100 C selama 24.

Zeolit Y hasil sintesis akan dianalisa kristalinitasnya menggunakan XRD, kemudian dianalisa
gugus fungsinya menggunakan FTIR dan akan dilakukan analisa luas permukaannya
menggunakan adsorpsi methylene blue.

Tahapan Penelitian

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Sintesis zeolit Y

2. Karakterisasi

a. XRD

b. FTIR

c. Analisa luas permukaan dengan methylene blue

Prosedur Penelitian

Sintesis zeolit Y dilakukan sesuai dengan komposisi molar berikut: 10 Na2O: x Al2O3: 15
SiO2: 300 H2O. Prekursor awal dibuat dengan mencampur 2,53 gram Al2O3, 3,25 gram
NaOH, 8,08 gram abu ampas tebu dan 20,86 gram H2O dan diaduk selama 30 menit.
Kemudian dipindah ke dalam botol hidrotermal dan dieramkan selama 30 menit pada suhu
kamar. Kristalisasi dilakukan dengan metode hidrotermal pada variasi suhu 60, 80 dan 100 C
selama 24 jam. Kristal yang terbentuk dicuci dengan air suling sampai pH = 7 – 8, kemudian
dikeringkan pada suhu 100 C selama 12 jam. Produk hasil sintesis selanjutnya
dikarakterisasi.
Karakterisasi

Analisa Kristalinitas dengan Difraksi Sinar-X (XRD)

Karakterisasi dengan XRD dilakukan pada abu ampas tebu dan zeolit Y hasil sintesis variasi
suhu hidrotermal 60, 80 dan 100 C. Mula-mula cuplikan dihaluskan hingga menjadi serbuk
yang halus, kemudian ditempatkan pada preparat dan dipress dengan alat pengepres.
Selanjutnya ditempatkan pada sampel holder dan disinari dengan sinar-X dengan radiasi Cu
Kα pada λ sebesar 1,541 Å, voltase 40 kV, arus 30 mA, sudut 2θ sebesar 5 – 50o dan
kecepatan scan 0,02o/detik.

Analisa Gugus Fungsi dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Karakterisasi dengan FTIR dilakukan terhadap zeolit Y hasil sintesis variasi suhu hidrotermal
60, 80 dan 100 C. Mula-mula cuplikan dihaluskan hingga menjadi serbuk yang halus
menggunakan mortal batu agate dengan dicampurkan padatan KBr, kemudian ditempatkan
pada preparat dan dipress.

Analisa Luas Permukaan dengan Methylene Blue

Metode adsorpsi methylene blue digunakan untuk penentuan luas permukaan spesifik.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
a. Penentuan panjang gelombang maksimum methylene blue (MB)

Larutan methylene blue 5 ppm diukur pada panjang gelombang 600-800 nm dengan interval
panjang gelombang 10 nm. Panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum
merupakan panjang gelombang maksimum.
b. Penentuan waktu kestabilan methylene blue

Larutan methylene blue 5 ppm sebanyak 20 mL dishaker dengan variasi waktu 10, 20, 30, 40,
50, 60, 70, 80 dan 90 menit. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang
maksimum untuk setiap waktu tersebut dengan spektroskopi UV-Vis. Ditentukan waktu
kestabilan methylene blue yaitu waktu penyerapan methylene blue cenderung stabil.
c. Pembuatan kurva baku

Dibuat seri larutan baku methylene blue dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8 ppm,
kemudian dibuat kurva hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi.
d. Penentuan luas permukaan

Sampel zeolit Y sesuai variasi suhu hidrotermal (60, 80 dan 100 C) ditimbang 0,05 gram,
ditambahkan 20 mL larutan methylene blue 16 ppm, selanjutnya di kocok dengan shaker
selama waktu stabil pada 150 rpm.
6. Hasil dan Pembahasan

Karakterisasi

X-Ray Diffraction (XRD)

XRD digunakan untuk menentukan tingkat kristalinitas dan kemurnian zeoilt hasil sintesis.
Analisis ini dilakukan pada sudut 2θ = 5 – 50o berdasarkan pada difraktogram Treacy dan
Higgins (2001) yang menunjukkn bahwa pada daerah tersebut puncak-puncak khas dari
zeolit Y terbentuk. Hasil XRD dari sintesis zeolit Y dengan rasio Si/Al 2,43 dan variasi
suhu hidrotermal ditunjukkan pada Gambar 4.4 yang menyatakan bahwa zeolit Y sintesis
memiliki perbedaan kemurnian diantara tiga variasi suhu hidrotermal.

Sintesis pada suhu hidrotermal 80 oC menunjukkan hasil terbaik diantara ketiga variasi suhu
hidrotermal, karena munculnya puncak zeolit P hanya terjadi pada 2θ = 35,5643o dengan
intensitas yang rendah (lampiran 5). Sedangkan sisanya merupakan puncak-puncak yang
identik dengan puncak dari zeolit Y, dimana puncak-puncak tersebut ialah pada 2θ = 21,8833;
26,0152; 27,4812; 30,2901 dan 42,9089o. Adapun pada suhu hidrotermal 100 oC zeolit Y yang
terbentuk masih tercampur zeolit P. Pada suhu 100 oC puncak-puncak zeolit P muncul pada
daerah 2θ = 28,1533; 35,7639 dan 49,6053o, akan tetapi puncak- puncak zeolit Y masih
mendominasi dengan 4 puncak yang mewakilinya yaitu pada daerah 2θ = 22,0150; 23,7149;
26,5729 dan 27,8135o. Secara keseluruhan zeolit Y hasil sintesis tiga variasi suhu hidrotermal
kristalinitasnya masih rendah karena intensitas puncak-puncak pada difraktogram masih kecil
(lampiran 5). Secara umum sintesis zeolit Y dari bahan alam cenderung menghasilkan
campuran antara zeolit Y dan zeolit P yang disebabkan pengaruh logam-logam pengotor yang
terdapat pada sumber silikanya. Berdasarkan penelitian Kondru, dkk. (2011), zeolit Y
disintesis dari abu terbang dan penelitian Khabuanchalad, dkk. (2008), zeolit Y disintesis dari
abu sekam padi sama-sama menghasilkan campuran zeolit Y dan zeolit P. Sedangkan jika
sumber silika dari bahan kimia murni seperti penelitiannya Kiti (2012), dengan dengan
sumber dasar dari bahan kimia murni didapatkan zeolit Y murni.

Penentuan Luas Permukaan dengan Adsorpsi Methylene Blue


Analisis luas permukaan menggunakan metode adsorpsi methylene blue. Methylene blue
mudah diadsorpsi oleh bahan pengadsorp seperti zeolit serta harganya relatif murah.
Perlakuan yang pertama kali dilakukan pada analisis ini ialah menentukan panjang
gelombang dari methylene blue. Hasil analisis spektroskopi UV-Vis pada penentuan
panjang gelombang maksimum ditunjukkan pada Gambar 4.6 yang menyatakan bahwa
panjang gelombang optimum dari methylene blue ialah 664 nm. Hasil ini sesuai dengan
penelitian Husin, dkk.
SINTESIS ZEOLIT Na-Y DARI LIMBAH FLY ASH BATUBARA DENGAN
METODE FUSI ALKALI DAN HIDROTERMAL YANG DIBANTU METODE
ULTRASOUND

1. Analisis yang dilakukan adalah :


a) Analisis komposisi kimia dan pola zeolit yang terbentuk dengan XRD (X- ray
Diffractometer).
b) Analisis morfologi dan komposisi kandungan zeolit yang terbentuk dengan
SEM-EDX (Scanning Electron Microscopy).
c) Analisis luas permukaan zeolit yang terbentuk dengan BET (Brunaeur Emmet
Teller).
2. Sintesis Zeolit Na-Y
a) Metode Fusi Alkali dilakukan dengan kondisi operasi:
a. Variabel tetap
 Waktu fusi = 2 jam [9, 51]
 Temperatur fusi = 550 oC [9, 51]
b. Variabel bebas
 Rasio massa fly ash: NaOH = 1:0,8; 1:1,2; 1:1,6; 1:2,0
b) Proses Aging dengan bantuan metode Ultrasonik dilakukan dengan kondisi
operasi:
a. Variabel tetap
 Menggunakan Ultrasonic Bath = Elmasonic-15 H
 Rasio massa padatan: distilled water = 1:5 [9]
 Temperatur aging = 25 oC [51]

b. Variabel bebas
 Waktu aging = 2; 3; 4 jam
c) Metode Hidrotermal dilakukan dengan kondisi operasi:

 Temperatur kristalisasi = 110 oC [35]

 Waktu kristalisasi = 8 jam [9]


ZEOLIT Y
Zeolit Y sintetis mendapat perhatian khusus karena kegunaannya sebagai katalis pada
pengolahan petroleum, menurunkan pembentukan coke, meningkatkan yield dari minyak
diesel, dan memperbaiki kualitas gasoline. Zeolit Y merupakan sintetis analog dari mineral
faujasit dengan bentuk kristal kubus yang simetris. Zeolit Y memiliki ukuran kristal berkisar
0,2 – 0,5 µm dengan diameter pori sebesar 7,4 Å, dan terdekomposisi pada temperatur 793
o
C. Beberapa kelebihan dari zeolit Y adalah memiliki konsentrasi yang tinggi pada sisi aktif
asam, ketahanan temperatur yang tinggi, dan selektivitas ukuran yang tinggi [10]
SINTESIS ZEOLIT DARI FLY ASH BATUBARA
Fly ash telah berhasil digunakan sebagai bahan baku dalam sintesis zeolit, karena kandungan
silikon dan aluminiumnya yang tinggi. Sintesis zeolit dari fly ash dapat dicapai dalam tiga
tahap sekuensial yaitu:
1. Pemutusan Al2O3 dan SiO2 dari fly ash menggunakan zat mineralisasi. Zat
mineralisasi adalah zat yang dapat meningkatkan kelarutan silikon dan
aluminium dari fly ash. Zat mineralisasi dapat mempengaruhi pembentukan gel
silikat dan aluminat. Zat mineralisasi yang paling sering digunakan adalah anion
hidroksil (OH-), [35].
2. Pemisahan gel aluminosilikat dari fly ash yang tidak bereaksi, tergantung pada
jenis zeolit yang diinginkan.
3. Sintesis hidrotermal, yang dapat didefinisikan sebagai tahap pertumbuhan kristal
zeolit [24, 36].
Berbagai jenis zeolit dapat disintesis dengan memvariasikan parameter sintesis fisik, seperti
tekanan, suhu dan waktu aktivasi, serta komposisi kimia gel hidrotermal [37].
PROSEDUR PENELITIAN
Pretreatment Coal Fly ash
1. Coal fly ash diayak dengan ayakan 140/200 mesh. Coal fly ash yang digunakan
adalah coal fly ash yang lolos dari ayakan 140 mesh dan tertahan di ayakan 200
mesh.
2. Coal fly ash dipanaskan pada suhu tinggi sebesar 800 oC selama 2 jam.
3. Coal fly ash hasil dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dicampurkan dengan
HCl 10 % pada perbandingan CFA : HCl sebesar 1 gr : 25 ml.
4. Selama 2 jam campuran dipanaskan pada suhu 110 oC.
5. Campuran difiltrasi dan dicuci dengan distilled water sampai pH netral.
6. Campuran dikeringkan menggunakan oven pada suhu 120 oC selama 12 jam.
Sintesis Zeolit
1. Coal fly ash dan NaOH dengan perbandingan berat yang merujuk pada Tabel
3.1 dimasukkan ke dalam cawan keramik dan dihaluskan menggunakan mortar.
2. Campuran dimasukkan ke dalam furnace selama 2 jam pada temperatur 550
o
C.
3. Campuran didinginkan dan dihaluskan dengan mortar.
4. Campuran coal fly ash dan NaOH dicampurkan dengan distilled water
dengan perbandingan berat 1:5 dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
5. Campuran dimasukkan ke dalam ultrasonic bath dengan kondisi yang merujuk
pada Tabel 3.1 pada temperatur ruangan.
6. Campuran dimasukkan ke dalam teflon autoclave hydrothermal reactor
selama 8 jam pada temperatur 110 oC.
7. Campuran disaring dan dikeringkan dengan oven selama 12 jam pada
temperatur 120 oC. Campuran yang dikeringkan merupakan zeolit sintesis.

Hasil Analisis Komposisi Kimia Fly Ash menggunakan EDX

Unsur Kandungan Oksida Kandungan

(%) (%)
C 68,70 C 68,70
O 13,48 MgO 0,89

Mg 0,54 Al2O3 5,83

Al 3,09 SiO2 14,08

Si 6,58 SO3 0,82

S 0,33 K2O 0,11

K 0,09 CaO 4,12

Ca 2,95 FeO 4,60


Hasil EDX pada Tabel 4.1 juga menunjukkan bahwa sampel fly ash mengandung B3 Cu
sebesar 0,67% atau 6700 ppm. Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Nomor: KEP-03/BAPEDAL/09/1995
tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun menyebutkan
bahwa kadar maksimum Cu adalah sebesar 10 ppm. Dengan demikian, kandungan Cu pada
fly ash telah melewati baku mutu.
Sampel fly ash yang digunakan selain memiliki kandungan C yang tinggi juga mengandung
FeO, CaO dan MgO yang tinggi yang ditunjukkan pada Tabel 4.1. Oksida tersebut termasuk
kepada komponen pengotor. Proses pretreatment dibutuhkan untuk mengurangi jumlah
pengotor yang terkandung pada fly ash agar menghasilkan zeolit sintetis yang murni.
Beberapa rangkaian pretreatment dilakukan yaitu pengayakan, pemanasan, dan pencucian
dengan HCl. Pengayakan dengan ayakan berukuran 200 mesh bertujuan untuk penyeragaman
ukuran sampel. Selanjutnya, dilakukan pemanasan pada suhu tinggi 800 oC selama 2 jam
dengan tujuan menghilangkan kandungan karbon yang belum terbakar sempurna dan
senyawa volatil pada sampel. Langkah terakhir berupa pencucian dengan menggunakan HCl
10% bertujuan untuk menghilangkan kandungan oksida logam dan oksida nonlogam. HCl
mampu mengikat oksida logam dan oksida nonlogam kecuali silika, sehingga HCl baik untuk
menghilangkan pengotor logam pada fly ash [9].
Pola difraksi sinar-X (XRD) bahan baku fly ash dan fly ash hasil pretreatment ditunjukkan
pada Gambar 4.2. Fly ash terdiri dari fasa kristal quartz (SiO2) yang tinggi, mullite
(Al6Si2O13), dan hematite (Fe2O3). Dari gambar tersebut dapat dilihat adanya perubahan pola
XRD yang signifikan antara sebelum dan sesudah dilakukan pretreatment. Bahan baku fly
ash memiliki puncak difraksi yang lebih banyak pada sumbu 2θ yaitu pada 20,58 o, 26,38o,
29,38o, 30,82o, 32,76o, 35,36o, dan 35,76o. Setelah dilakukan pretreatment, pola XRD hanya
memiliki dua puncak tertinggi pada sumbu 2θ yaitu pada 20,88 o dan 26,72o. Intensitas pada
fly ash hasil pretreatment mengalami kenaikan yang signifikan dari 728 hingga 4302. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ozdemir et al. (2017) yang menyatakan bahwa
proses pretreatment akan meningkatkan persentasi SiO2 dan Al2O3 yang akan berpengaruh
terhadap proses pembuatan zeolit dari fly ash [51].
Pola Difraksi Sinar-X Bahan Baku Fly Ash dan Fly Ash Hasil Pretreatment
Luas permukaan fly ash batubara yang dihasilkan sebesar 220,153 m2/g yang diperoleh
berdasarkan hasil analisis BET. Struktur morfologi fly ash pada umumnya berbentuk
spherical untuk quartz, sperodial untuk hematite dan kepulan potongan untuk mullite dengan
fasa amorf [30]. Struktur morfologi fly ash ditunjukkan pada Gambar 4.3.

Mullite
Hematit
e

Quartz

Gambar 4.3 Hasil Analisis SEM Fly Ash Batubara dengan Perbesaran 3.000x
SINTESIS DAN KARAKTERISASI ZEOLIT Y DARI ABU
AMPAS TEBU VARIASI RASIO MOLAR SiO2/Al2O3 DENGAN
METODE SOL GEL HIDROTERMAL
3. Analisis yang dilakukan adalah :
a) Analisis Kristalinitas dan Kemurnian Zeolit Y menggunakan X-Ray
Diffraction (XRD)
b) Analisis Gugus Fungsi Zeolit Y menggunakan FTIR
c) Analisis Luas Permukaan Zeolit Y dengan Metode Methylen blue dan diuji
menggunakan Spektrofotometri UV-Vis
2..Sintesis Zeolit Y
a. sintesis zeolit Y dari kaolin dengan operasi:
c. Variabel tetap
 Temperatur kristalisasi = 110 oC

 Waktu kristalisasi = 48 jam

d. Variabel bebas
 Temperatur aging = 50 oC
 Waktu aging =24 jam

b. sintesis zeolit Y dari abu sekam padi


a. Variabel tetap
 Temperatur kristalisasi = 100 oC

 Waktu kristalisasi = 48 jam

c. Metode Hidrotermal dilakukan dengan kondisi operasi:

 Temperatur kristalisasi = 200 oC

 Waktu kontak = 24 jam


ZEOLIT Y
Faujasit (FAU) zeolit Y, pameran struktur FAU (faujasit). Zeolit Y mempunyai struktur pori
3-dimensi dengan pori yang tegak lurus satu dengan lainnya pada bidang x, y, dan z bentuk
kerangkanya hampir sama seperti jenis Linde Type A (LTA). Zeolit Y dibuat Secondary
Building Units (SBU) yaitu unit 4,6 dan 6-6. SBU zeolit Y berdasarkan Tabel 2.4 adalah
D6R. Pembentukan SBU zeolit Y (Gambar 2.2). Diameter porinya 7,4Å sejak ditemukannya
12 anggota cincin oksigen dan diameter yang paling besar adalah 12Å. Lubang diameter
tersebut dilingkupi oleh 10 sangkar sodalit yang dihubungkan dengan bagian muka sisi
heksagonalnya. Setiap unit sel pada struktur zeolit Y berbentuk kubik (a = 24,7Å) dengan
bentuk simetri Fd-3m. Zeolit Y memiliki pecahan kosong volume 0,48 dengan rasio Si/Al
2,43. Jika suhu mencapai 793 °C, maka dapat menyebabkan struktur zeolit Y rusak (Rahman
dkk, 2009).
SINTESIS ZEOLIT DARI AMPAS TEBU
Hasil pengabuan abu ampas tebu ini untuk menghasilkan ampas tebu yang amorf maka
ampas tebu dikalsinasi pada suhu 300 °C selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 600 °C
selama 60 menit. Paya dkk (2000) pengabuan ampas tebu untuk menghasilkan silika amorfs
maka ampas tebu dikalsinasi pada suhu 600 °C. Pada penelitian ini silika abu ampas tebu
yang diharapkan adalah fasa amorf. Suhu pembakaran 600 °C menurut beberapa penelitian
yang telah disebutkan dapat menghasilkan fasa silika amorf dengan kandungan silika tinggi
dari abu ampas tebu.
Penelitian sebelumnya tentang pemanfaatan abu ampas tebu sebagai bahan dasar untuk
mensintesis silika aerogel. Kandungan silika ± 51 % dimana silika ini memiliki fasa amorf.
Silika amorf dalam abu ampas tebu dapat diambil dengan ekstraksi basa membentuk larutan
sodium silikat. Silika gel murni dapat diperoleh dengan merubah silika dalam larutan sodium
silikat dengan penambahan asam.
PROSEDUR PENELITIAN

8. mencampur bahan-bahan yang dibutuhkan diantaranya alumina (Al2O3),


NaOH, silika dari abu ampas tebu, dan aquades (pH=7) dimasukkan ke dalam
botol hidrotermal tipe Teflon.
9. Distirrer sampai homogen selama 30 menit dan dilakukan pemeraman selama
30 menit
10. Dikristalisasi dengan metode hidrotermal 100 °C selama 24 jam
11. Hasil padatan yang diperoleh dicuci beberapa kali dengan aquades sampai
mencapai pH=7-8
12. Dikeringkan pada suhu 100 °C selama 12 jam

Hasil Analisis Kristalisasi dan Kemurnian Zeolit Y Menggunakan XRD


Karakterisasi dengan XRD dilakukan terhadap abu ampas tebu dan zeolite Y hasil sintesis
variasi rasio molar SiO2/Al2O3 2, 2,5 dan 3. Mula-mula cuplikan dihaluskan hingga menjadi
serbuk yang halus, kemudian ditempatkan pada preparat dan dipress dengan alat pengepres.
Selanjutnya, ditempatkan pada sampel holder dan disinari dengan sinar-X pada sudut 2θ
sebesar 10-50ºC.
Karakterisasi padatan sampel dengan difraksi sinar-X (XDR JEOL JDX-3530 X-ray
Diffractometer) menggunakan radiasi Cu-Kα pada panjang gelombang λ = 1,541 Å, voltase
40 kV, dan arus 30 mA dengan rentang sudut 2θ = 5– 50º.
Analisis Gugus Fungsi Zeolit Y Menggunakan FTIR
Karakterisasi dengan FTIR dilakukan terhadap zeolit Y hasil sintesis variasi rasio molar
SiO2/Al2O3 (2 : 2,5 : 3). Mula-mula cuplikan dihaluskan hingga menjadi serbuk yang halus
menggunakan mortal batu agate dengan dicampurkan padatan KBr, kemudian ditempatkan
pada preparat dan dipress dengan alat pengepres untuk membentuk pellet. Selanjutnya
ditempatkan pada sampel holder dan dianalisa menggunakan FTIR.
Analisis Luas Permukaan Zeolit Y dengan Metode Methylen Blue dan Diuji
Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis
Metode adsorpsi methylene blue digunakan untuk penentuan luas permukaan spesifik.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Methylene blue (MB)
Larutan methylene blue 5 ppm diukur pada panjang gelombang 600-680 nm dengan interval
panjang gelombang 10 nm. Panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum
merupakan panjang gelombang maksimum.
b. Penentuan Waktu Kestabilan Larutan Methylene blue
Larutan methylene blue 5 ppm sebanyak 20 mL dishaker dengan variasi waktu 10, 20, 30, 40,
50, 60, 70, 80, dan 90 menit, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang
maksimum untuk setiap waktu tersebut dengan spektrofotometer UV-Vis, kemudian
ditentukan waktu kestabilan larutan methylene blue yaitu waktu penyerapan methylene blue
cenderung stabil.
c. Pembuatan Kurva Baku
Dibuat seri larutan baku methylene blue dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8 ppm,
kemudian dibuat kurva hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi.
d. Penentuan Luas Permukaan
Sampel zeolit Y sesuai variasi rasio molar (2, 2,5 dan 3) ditimbang 0,05
gram, ditambahkan 20 mL larutan methylene blue 16 ppm, selanjutnya dikocok dengan
shaker selama waktu kestabilan pada 150 rpm. Campuran disaring dan filtrat diukur
absorbansinya dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang maksimum,
kemudian dihitung luas permukaan masing-masing sampel zeolit Y dengan variasi rasio
molar (2 : 2,5 : 3).
HASIL DAN PEMBAHASAN SINTESIS ZEOLIT Y
Pada penelitian ini sumber silika yang digunakan diperoleh dari abu ampas tebu hasil
penelitian Amalia (2014). Abu ampas tebu yang telah dikarakterisasi menggunakan XRF
diketahui kandungan silikanya sebesar 44,6 %, hasil XRF abu ampas tebu dapat diamati pada
Tabel 4.1.
Struktur dan fase yang terkandung dalam sampel ditentukan dengan teknik difraksi sinar-X
(XRD) pada sudut 2θ = 5-50º. Gambar 4.1 adalah difraktogram abu ampas tebu hasil
penelitian Amalia (2014). Pola difraktogram XRD abu ampas tebu dievaluasi dengan
membandingkan nilai d (intensitas) dari puncak-puncak SiO2 pada sampel dengan puncak-
puncak SiO2 dari JCPDS (Joint Committee on Power Diffraction Standar) dimana puncak
SiO2 ditemukan pada daerah 2θ = 20°-27° (Hanafi dan Nandang, 2010).

Puncak SiO2 pada Gambar 4.1 ditemukan pada 2θ = 27,90º (d = 3,19Ǻ) dan 28,36º (d =
3,14Ǻ) dengan intensitas relatif berturut-turut : 75,34 % ; 100 % merupakan jenis SiO2
kuarsa, sedangkan 2θ = 40,56º (d = 2,22 Ǻ) dan 40,68º (d = 2,22 Ǻ) dengan intensitas relatif
berturut-turut : 55,59 % ; 51,08 % merupakan jenis SiO2 kristobalit. Jenis SiO2 kuarsa dan
kristobalit merupakan jenis SiO2 kristalin. Pada Gambar 4.1 SiO2 kristalin sangat sedikit,
sehingga SiO2 abu ampas tebu sebagian besar memiliki fasa amorf.

Sintesis zeolit Y dengan metode sol gel terdapat dua tahapan utama yaitu hidrolisis dan
polikondensasi (Widodo, 2010). Pada tahap hidrolisis terjadi pada saat awal pencampuran
komponen zeolit dengan distirrer selama 30 menit. Komponen zeolit diantaranya SiO2 dari
abu ampas tebu, Al2O3, NaOH dan H2O. Pada tahap ini, SiO2 dari abu ampas tebu dan
Al2O3 sebagai prekursor,terhidrolisis dengan penambahan air pada kondisi basa (dengan
penambahan NaOH) menghasilkan sol (koloid yang mempunyai padatan tersuspensi dalam
larutannya).
Fungsi NaOH dalam sintesis zeolit sebagai aktivator selama peleburan untuk membentuk
garam silikat dan aluminat yang larut dalam air, yang selanjutnya berperan dalam
pembentukan zeolit selama proses hidrotermal. Selain itu juga, fungsi NaOH untuk
membentuk larutan dalam suasana basa karena pada pH basa (pH = 12) di dalam larutan akan
terjadi polimerisasi ion-ion pembentuk zeolit. Menurut Warsito, dkk (2008) pada pH basa
terbentuk anion Al(OH)4- atau AlO2 sumber alumina dan terbentuk ion Si(OH)4- yang
merupakan anion pembentuk zeolit yang berasal dari- dari silika yang merupakan ion utama
dalam pembentukan kerangka zeolit.
Tahap selanjutnya dari metode sol gel adalah polikondensasi, pada tahapan ini terjadi proses
transisi sol menjadi gel. Untuk menghasilkan gel yang maksimal, diperlukan tahap
pemeraman/pematangan gel yang dilakukan selama 30 menit. Berdasarkan hasil penelitian
Widiawati (2005) menyebutkan bahwa pada tahap pemeraman (ageing) terjadi reaksi
pembentukan jaringan gel yang kaku, kuat dan menyusut dalam larutan. Tahapan ini
merupakan tahapan yang berperan penting dalam sintesis zeolit karena meliputi proses
pembentukan gel yang merupakan awal dari pembentukan inti dan pertumbuhan kristal.
Setelah terbentuk gel kemudian dilanjutkan dengan hidrotermal pada suhu 100 ºC selama 24
jam. Tujuannya untuk meningkatkan kistalinitas dan membentuk keseragaman susunan
kristal pada zeolit. Menurut Warsito dkk (2008) pembentukan kristal zeolit terjadi pada
proses hidrotermal. Pada tahap pembentukan kristal, gel amorf akan mengalami penataan
ulang pada strukturnya yang terurai membentuk susunan yang lebih teratur dengan adanya
pemanasan, sehingga dapat terbentuk embrio inti kristal. Pada keadaan ini terjadi
kesetimbangan antara embrio inti kristal, gel amorf sisa, dan larutan lewat jenuh pada
keadaan metastabil. Jika gel amorf sisa larut kembali, maka akan terjadi pertumbuhan kristal
dari embrio inti tersebut sampai gel amorf sisa habis dan terbentuk kristal dalam keadaan
stabil. Tahap terakhir metode sol gel hidrotemal adalah drying (pengeringan) untuk
menghilangkan air dan cairan yang tidak diinginkan dalam zeolit Y, sehingga dapat
memperluas permukaan zeolit.
Pengaruh Penambahan Surfaktan pada Sintesis Zeolit Y Menggunakan Tetraethyl
Orthosilicate (TEOS) sebagai Sumber Silika
Pendahuluan

Zeolit alam mempunyai ukuran pori yang beragam antara 3 Å hingga 8 Å, sehingga tidak
efektif untuk mengadsorpsi senyawa yang berukuran besar. Zeolit sintetik dikembangkan
untuk mengatasi kelemahan dari zeolit alam. Zeolit Y dapat disintesis dengan Tetraethyl
orthosilicate sebagai sumber silika dan surfaktan sebagai pencetak pori. Surfaktan dapat
mengarahkan struktur zeolit menjadi pori yang lebih besar. Penelitian ini bertujuan
memperoleh zeolit Y sintetik dan mengkaji pengaruh surfaktan Cetyltrimethylammonium
Bromide dan Trimethylammonium Chloride terhadap kristanilitas dan ukuran pori zeolit
Y. Sintesis zeolit Y dilakukan dengan mencampurkan natrium aluminat, surfaktan dan
TEOS. Perbandingan mol natrium aluminat:TEOS adalah 1:1 sedangkan konsentrasi
surfaktan 1 M. Struktur dan kristalinitas zeolit Y dianalisis menggunakan FTIR dan
XRD . Sedangkan morfologi pori zeolit Y dianalisis menggunakan adsorpsi gas N2 dengan
persamaan BET. Hasil karakterisasi XRD dan FTIR menunjukkan sampel MC merupakan
zeolit Y, sedangkan sampel MA dan MB merupakan campuran zeolit HS dan NAS. Sampel
MC memiliki kristalinitas tertinggi sedangkan sampel MB paling rendah.Sehingga
disimpulkan bawah penambahan surfaktan tidak berpengaruh signifikan terhadap ukuran
pori.Zeolit merupakan material alumino silikat berpori yang mempunyai struktur tiga
dimensi.

600 tipe zeolit sintetik. Zeolit alam memiliki beberapa keterbatasan antara lain komposisi
mineral penyusun, ukuran kristal dan ukuran pori-pori yang bervariasi.Umumnya zeolit alam
seperti modernite, memiliki poripori 3-8 Å. Di pihak lain, zeolit sintetik dikembangkan untuk
mengatasi kelemahan dari zeolit alam.Zeolit yang disintesis dalam penelitian ini adalah zeolit
tipe Y, yaitu zeolit yang memiliki rasio Si/Al = 1-3. Zeolit Y mempunyai stabilitas dan
selektivitas adsorpsi yang tinggi terhadap air dan molekul-molekul polar. Sintesis zeolit Y
yang telah dilakukan adalah sintesis dan karakterisasi zeolit Y dengan surfaktan non ionik
menghasilkan zeolit Y dengan luas permukaan yang tinggi yaitu 646,85 m2 /g . Faghihian
dan Godazandeha berhasil menghasilkan zeolit Y berbahan dasar bentonite dengan luas
permukaan 486,1 m2 /g. Modifikasi ukuran pori yang lebih besar telah berhasil dilakukan
oleh Chen dkk. yaitu sintesis material mesopori kristalin sebagai katalis cracking
1,3,5-triisopropilbenzen dengan menggunakan CTAB sebagai pencetak pori menghasilkan
material dengan diameter pori 16-30 Å dan Wang dkk.

Cetyltrimethylammonium Chloride menghasilkan material mesopori kristalin dengan


diameter pori 35,24 Å.Tetraethyl Orthosilicate dapat dijadikan sebagai sumber silika
pembentuk zeolit Y. Orthosilicate mudah terhidrolisis menjadi SiO2 dan etanol. Tetraethyl
Orthosilicate memiliki tingkat kemurnian yang tinggi sehingga sesuai untuk bahan sintesis
zeolit. Faktor yang mempengaruhi sintesis zeolit antara lain: jenis material bahan dasar, jenis
reaktan, volume reaktan, waktu penyimpanan, temperatur reaksi, surfaktan dan pelarut
organik yang digunakan . Surfaktan digunakan sebagai pencetak pori yang dapat membentuk
radius pori yang lebih besar. Surfaktan yang dapat digunakan adalah
Cetyltrimethylammonium Bromide dan Trimethylammonium Chloride . Surfaktan CTAB
dan TMACl termasuk surfaktan kationik, interaksi surfaktan kationik dengan silikat dan
aluminat yang bermuatan negatif menyebabkan terjadinya pembentukan pori yang lebih besar
pada zeolit.
Sintesis Zeolit Y
Sintesis zeolit Y dngan pencampuran surfaktan, natrium aluminat dan TEOS sampai
homogen. Larutan campuran tersebut dikondisikan sampai pH 12 dengan menggunakan asam
asetat encer dan diaduk dengan pengaduk magnet selama 24 jam pada suhu kamar.
Selanjutnya ditempatkan dalam wadah teflon tertutup dan dimasukkan ke dalam oven dengan
suhu 100 OC selama 96 jam. 1M. Bromide berkode sampel MA, Trimethylammonium
Chloride berkode sampel MB dan tanpa surfaktan berkode sampel MC. Endapan yang
terbentuk didiamkan sampai dingin. selanjutnya endapan disaring dan dicuci dengan akuades
dan dikeringkan. Endapan tersebut dikalsinasi pada suhu550°C selama 5,5 jam.Analisis
struktur dan kristalinitas zeolit Y sintetik dilakukan dengan metode analisis XRD, untuk
mengetahui gugus fungsi dilakukan metode analisis
FTIR dan ukuran pori hasil dapat diketahui menggunakan metode adsorpsi gas N2.
Hasil Pembahasan
Tahap pertama sintesis zeolit Y yaitu pencampuran natrium aluminat, surfaktan 1M dan
TEOS dengan pengadukan dan pH 12. Larutan campuran ini membentuk gel yang
selanjutnya ditempatkan pada teflon untuk proses hidrotermal dengan suhu 100 oC selama 96
Jam. Fase gel tersebut merupakan awal dari pembentukan inti kristal yang merupakan hal
penting dalam proses sintesis zeolit Y. Gel ini memperlihatkan adanya interaksi antara silikat
dan aluminat yaitu terjadi reaksi polimerisasi kondensasi. Monomermonomer dari silikat dan
aluminat bereaksi secara kondensasi membentuk rantai polimer T-O-T dengan melepaskan
molekul H2O. Polimer tersebut kemudian berinteraksi dengan misel-misel surfaktan untuk
membentuk inti Kristal .
Sintesis pada penelitian ini dilakukan pada pH basa dengan pH 12.yang merupakan ion
utama pembentuk kerangka zeolit Y.Surfaktan CTAB dan TMACl merupakan surfaktan
kationik yang dapat bereaksi dengan anion kerangka zeolit. Interaksi ionik tersebut yang
menghasilkan embrio kristal dari zeolit. Penggunaan surfaktan kationik pada konsentrasi
tinggi dapat memperbesar pori dan luas permukaan zeolit yang dihasilkan .
Semakin tinggi konsentrasi surfaktan , maka semakin banyak misel-misel yang terbentuk.
Misel dengan jumlah banyak akan membentuk kerangka kristal yang lebih kuat karena lebih
banyak unit bangunan primer yang berinteraksi dengan misel surfaktan. Kerangka kristal
yang kuat membuat pori-pori kristal tidak menyusut saat molekul surfaktan terdekomposisi
pada proses kalsinasi. Namun pada penelitian ini, kemungkinan anion dari
yang terbentuk sedikit, sehingga tidak dapat mengimbangi banyaknya surfaktan yang
ditambahkan.

Hal ini akan membentuk kerangka kristal yang lemah dan dapat memperendah
kristalinitas. Anion yang terbentuk sedikit ditunjukkan pada hasil serapan lemah gugus Si-O
atau Al-O pada gambar 1. Kerangka kristal yang lemah ini juga membuat tidak sempurnanya
pembentukkan pori yang besar. Kerangka kristal yang lemah membuat pori-pori kristal
menyusut saat molekul surfaktan terdekomposisi pada proses kalsinasi.
Proses kristalisasi terjadi pada proses hidrotermal selama 96 jam dengan suhu 100 °C. Proses
kristalisasi terjadi secara kontinyu diawali dengan reaksi kondensasi dan diikuti oleh
polimerisasi, secara spontan gabungan pencetak pori dengan molekul anorganik akan
membentuk suatu struktur yang kemudian dilanjutkan dengan pemadatan struktur dengan
perlakuan pemanasan . Tahap selanjutnya setelah proses hidrotermal adalah
kalsinasi. Kalsinasi bertujuan untuk mendekomposisi surfaktan yang tertinggal pada pori.
Analisis BET
Nilai radius pori rata-rata pada semua sampel pada tabel III.2 menunjukkan perbedaan yang
tidak signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Wang dkk.
pemanfaatan surfaktan kationik dalam sintesis material kristalin menghasilkan diameter pori
35,24 Å, sehingga penambahan surfaktan dalam sintesis zeolit Y ini belum memberikan
peran dalam pembentukan pori yang lebih besar pada zeolit Y sintetik. Sampel zeolit dengan
penambahan surfaktan belum terbentuk pori yang lebih besar disebabkan belum terbentuknya
zeolit Y melainkan campuran zeolit HS dan NAS yang mempunyai jalinan bangun unit
sekunder yang beragam.
MA menunjukkan penurunan yang besar sampai 84 %terhadap sampel MB dan 67 %
terhadap sampel MC. Sampel MA mengalami penurunan volume total pori yang signifikan
sejalan dengan penurunan luas permukaan. Hal ini disebabkan oleh lemahnya kerangka zeolit
yang terbentuk, sehinga terjadi penyusutan poripori kristal setelah proses
kalsinasi. Penyusutan poripori kristal ini menyebabkan kecilnya volume pori yang terbentuk
sehingga zat yang teradsorpsi pada permukaan semakin kecil. Sintesis zeolit dari TEOS tanpa
surfaktan menghasilkan zeolit Y, sedangkan dengan penambahan surfaktan CTAB dan
TMACl menghasilkan zeolit campuran antara zeolit HS dan NAS. Sampel tanpa surfaktan
menghasilkan kristalinitas paling baik dan kristalinitas paling rendah dihasilkan pada sampel
dengan penambahan surfaktan TMACl. 

KESIMPULAN
Sintesis zeolit Na-Y dari limbah fly ash batubara dapat dilakukan tanpa penambahan
agen organik spesifik dengan menggunakan metode tiga tahap yaitu, alkali fusi, bantuan
ultrasonik dan hidrotermal. Karakterisasi zeolit Y hasil sintesis dibandingkan dengan data
JCPDS (Joint Committee Powder Diffraction Standarts) menghasilkan campuran zeolit Y dan
P. Sintesis zeolit dari TEOS tanpa surfaktan menghasilkan zeolit Y, sedangkan dengan
penambahan surfaktan CTAB dan TMACl menghasilkan zeolit campuran antara zeolit HS
dan NAS.
Sintesis zeolit Y variasi suhu hidrotermal menggunakan metode sol-gel menunjukkan bahwa
suhu terbaik untuk sintesis ialah pada suhu 80 oC. Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa
pada suhu 80 oC terbentuk zeolit Y dengan campuran zeolit P paling kecil dibandingkan
pada suhu 60 dan 100 oC. Hasil analisis FTIR menunjukkan bahwa semua zeolit memiliki
gugus O-T-O dan cincin ganda. Luas permukaan zeolit Y hasil sintesis pada suhu 60 oC =
22,5522 m2/g, suhu 80 oC = 23,0603 m2/g dan suhu 100 oC = 22,9898 m2/g.

Anda mungkin juga menyukai