1. Miftahussyahro 15030234004
2. Qurrotul A’yun 15030234023
3. Salma Nabilah 15030234040
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Nanopartikel
Nanopartikel didefinisikan sebagai partikulat yang terdispersi atau partikel-partikel
padatan dengan ukuran partikel berkisar 10 – 100 nm (Abdullah dkk., 2008). Material
nanopartikel telah banyak menarik peneliti karena material nanopartikel menunjukkan sifat
fisika dan kimia yang sangat berbeda dari bulk materialnya, seperti kekuatan mekanik,
elektronik, magnetik, kestabilan termal, katalitik dan optik. Ada dua hal utama yang
membuat nanopartikel berbeda dengan material sejenis dalam ukuran besar (bulk) yaitu :
(a) karena ukurannya yang kecil, nanopartikel memiliki nilai perbandingan antara luas
permukaan dan volume yang lebih besar jika dibandingkan dengan partikel sejenis dalam
ukuran besar. Ini membuat nanopartikel bersifat lebih reaktif. Reaktivitas material
ditentukan oleh atom-atom di permukaan, karena hanya atom-atom tersebut yang
bersentuhan langsung dengan material lain; (b) ketika ukuran partikel menuju orde
nanometer, hukum fisika yang berlaku lebih didominasi oleh hukum-hukum fisika kuantum
(Abdullah dkk., 2008).
Banyak metode yang telah dikembangkan untuk preparasi material nanopartikel, seperti
metode pemanasan sederhana dalam larutan polimer. Secara sederhana prinsip kerja dari
metode ini adalah mencampurkan logam nitrat dalam air dengan larutan polimer dengan
berat molekul tinggi yang disertai dengan pemanasan (Abdullah dkk., 2008). Metode
kopresipitasi, prinsip kerja dari metode ini adalah dengan mengubah suatu garam logam
menjadi endapan dengan menggunakan pengendap basa hidroksida atau karbonat, yang
kemudian diubah ke bentuk oksidanya dengan cara pemanasan (Pinna, 1998). Metode Sol-
Gel, prinsip kerja dari metode ini adalah hidrolisis garam logam menjadi sol, yang
kemudian sol ini mengalami kondensasi membentuk gel (Ismunandar, 2006).
B. Metode Sol Gel
Metode sol-gel merupakan salah satu metode yang paling sukses dalam mempreparasi
material oksida logam berukuran nano. Sol adalah suspensi koloid yang fasa terdispersinya
berbentuk padat dan fasa pendispersinya berbentuk cairan. Suspensi dari partikel padat atau
molekul-molekul koloid dalam larutan, dibuat dengan metal alkoksi dan dihidrolisis
dengan air, menghasilkan partikel padatan metal hidroksida dalam larutan, dan reaksinya
adalah reaksi hidrolisis. Gel (gelation) adalah jaringan partikel atau molekul, baik padatan
dan cairan, dimana polimer yang terjadi di dalam larutan digunakan sebagai tempat
pertumbuhan zat anorganik. Pertumbuhan anorganik terjadi di gel point, dimana energi ikat
lebih rendah. Reaksinya adalah reaksi kondensasi, baik alkohol atau air, yang menghasilkan
oxygen bridge (jembatan oksigen) untuk mendapatkan metal oksida (Paveena et al., 2010).
Metode sol-gel dikenal sebagai salah satu metode sintesis nanopartikel yang cukup
sederhana dan mudah. Metode ini merupakan salah satu “wet method” atau metode basah
karena pada prosesnya melibatkan larutan sebagai medianya. Pada metode sol-gel, sesuai
dengan namanya larutan mengalami perubahan fase menjadi sol (koloid yang mempunyai
padatan tersuspensi dalam larutannya) dan kemudian menjadi gel (koloid tetapi mempunyai
fraksi solid yang lebih besar daripada sol (Phumying et al., 2010).
Prekursor atau bahan awal dalam pembuatannya adalah alkoksida logam dan klorida
logam, yang kemudian mengalami reaksi hidrolisis dan reaksi polikondensasi untuk
membentuk koloid, yaitu suatu sistem yang terdiri dari partikel-partikel padat (ukuran
partikel antara 1 nm sampai 1 μm) yang terdispersi dalam suatu pelarut. Bahan awal atau
prekursor juga dapat disimpan pada suatu substrat untuk membentuk film (seperti melalui
dip-coating atau spin-coating), yang kemudian dimasukkan ke dalam suatu container yang
sesuai dengan bentuk yang diinginkan contohnya untuk menghasilkan suatu keramik
monolitik, gelas, fiber atau serat, membrane, aerogel, atau juga untuk mensitesis bubuk
baik butiran mikro maupun nano (Paveena et al., 2010).
C. Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM)
Gambar 1 menunjukkan morfologi serbuk TiO2 partikel nano yang dianalisa
menggunakan SEM. Pada Gambar terlihat bahwa partikel TiO2 tersebar dalam bentuk
spherical dengan ukuran kurang dari (<) 100 nm dan cenderung teraglomerasi. Secara
umum, proses pembentukan partikel nano terjadi melalui beberapa tahapan mekanisme.
Proses sintesis partikel monodispersi terbagi menjadi dua tahap utama yaitu tahap nukleasi
(pengintian) dan tahap pertumbuhan. Pada tahap pengintian terjadi pembentukan inti
partikel yang kemudian menjadi tempat bergabungnya partikel-partikel lainnya dalam inti
tersebut. Tahapan ini akan bergantung pada sistem reaksi dan parameter-parameter yang
mengontrol reaksi tersebut. Dengan banyaknya inti TiO2 yang terbentuk, maka laju
tumbukan (collision) dan penyatuan (coalescene) akan meningkat. Penyatuan (coalescene)
merupakan reaksi penggabungan antar partikel, sampai terbentuk partikel yang berbentuk
bulat (spherical.) Adanya aglomerasi dan coalescene juga diakibatkan adanya pegaruh
interaksi antar partikel-partikel yang terbentuk. Pada Gambar 1, morfologi pada
konsentrasi TiO2 0,3M, terlihat bahwa distribusi partikel lebih seragam untuk diberikan
templat kemudian dilihat morfologi dari partikelnya. Gambar 2 menunjukkan hasil
karakterisasi menggunakan SEM untuk 0,3 M TiO2 yang telah diberi penambahan templat
kanji 1 %. Pemberian templat dimaksudkan agar cetakan pada temperatur yang tinggi akan
lepas dan memberikan bentuk sesuai dengan morfologinya. Kanji (starch) disintesis dari
tepung singkong pada suhu 100oC, 120oC dan 140oC. Pada sintesis dengan suhu 120 oC,
diperoleh kanji berbentuk sperical, hal ini terjadi pada material semikonduktor ZnO
adanya starch sebagai templat yang dilakukan pada temperatur kalsinasi 500oC selama 2
jam menunjukkan bentuk yang spherical dan seragam. Proses sintesis yang dilakukan
dengan menggunakan prekursor TiCl4, yang dilarutkan dengan air dan digabungkan
dengan kanji sebagai templat, dengan adanya proses kalsinasi pada suhu tinggi 500oC,
kanji sebagai templat akan lepas, sehingga morfologi dari kanji akan ditempati oleh TiO2
sehingga memberikan morfologi yang berbentuk spherical yang ditujukkan pada Gambar
2(b).
(a) (b)
Gambar 2. Morfologi TiO2 Nanopartikel konsentrasi 0,3M dengan penambahan
templat kanji (a) tanpa penambahan templat, dan (b) dengan templat
kanji.
D. Karakterisasi Menggunakan XRD
Analisa XRD dilakukan pada konsentrasi 0,3 M tanpa pemberian templat kanji dan dengan
templat kanji, dengan hasil disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Ukuran kristal pada tiga puncak utama dan Fasa Kristal pada konsentrasi
TiO2 0,3 M
Orientasi Ukuran Kristal
(100) 19 nm 11 nm
(101) 15 nm 13 nm
(102) 18 nm 7 nm
Dengan bantuan analisis Xpowder, melalui Gambar 3 dapat diketahui bahwa telah terbentuk
TiO2 dengan struktur polikristalin, yang ditunjukkan dengan adanya puncak-puncak TiO2 pada
orientasi dibidang (100), (101) dan (102). Untuk Fasa kristal, pada sampel yang diberi templat
sampel A2 cenderung terbentuk fasa rutile, sedangkan pada sampel A1 yang tidak diberi
perlakuan templat, fasa kristal yang terbentuk adalah Anatase 100 %. Hal ini kemungkinan
karena kanji sebagai polimer alam memiliki kandungan amilose antara 72% dan 82%
sedangkan amilopektin berkisar antara 18% dan 28%. Polimer amilose memiliki struktur
molekul yang planar sedangkan amilopektin mempunyai struktur rantai yang bercabang.
Dengan digunakannya kanji sebagai templat yang pada temperatur kalsinasi yang tinggi
templat akan lepas sehingga tempat/cetakannya tersebut digunakan oleh partikel untuk tumbuh.
Dengan adanya templat, maka partikel nano akan terbentuk sesuai dengan ukurannya, dengan
distribusi ukuran yang terkontrol pada produk akhir. Pada umumnya, templat akan
mengintroduksi semikonduktor kedalam pori dari material mesopori yang mampu
menghasilkan nanopartikel yang lebih seragam dengan kontrol ukuran dan distribusi yang
bagus.Fasa kristal rutile yang terbentuk sangat baik digunakan untuk UV blocking, untuk fasa
kristal anatase umumnya digunakan untuk proses fotokatalisis.
BAB III
KESIMPULAN
Metode sol-gel dikenal sebagai salah satu metode sintesis nanopartikel yang cukup
sederhana dan mudah. Metode ini merupakan salah satu “wet method” atau metode basah
karena pada prosesnya melibatkan larutan sebagai medianya. Pada metode sol-gel, sesuai
dengan namanya larutan mengalami perubahan fase menjadi sol (koloid yang mempunyai
padatan tersuspensi dalam larutannya) dan kemudian menjadi gel (koloid tetapi mempunyai
fraksi solid yang lebih besar daripada sol. Partikel TiO2 telah berhasil disintesa dengan metoda
sol-gel berbasis air dengan ukuran kurang dari 100 nm. Penambahan amoniak dan pH basa
pada saat sintesis dapat mempercepat terjadinya pengendapan, menghasilkan ukuran partikel
yang kecil dan cenderung beraglomerasi. Penambahan kanji sebagai templat pada saat sintesis
akan membentuk partikel lebih seragam dan spherical dengan ukuran partikel 170 – 200 nm
dengan fasa kristal yang terbentuk yaitu rutile. Partikel TiO2 fasa rutile dapat dijadikan sebagai
bahan kimiauntuk aplikasi Anti UV pada bahan tekstil.
DAFTAR PUSTAKA
Komalasari, M., Sunendar, B., Tinggi, S., Tekstil, T., Processing, A. M., & Tio, P. (2013).
PENGGUNAAN TiO 2 PARTIKELNANOHASIL SINTESIS BERBASIS AIR
MENGGUNAKAN METODA SOL-GEL PADA BAHAN KAPAS SEBAGAI APLIKASI
UNTUK TEKSTIL ANTI UV THE UTILIZATION OF TiO 2 NANOPARTICLES YIELD
FROM WATER BASE SYNTHESIS USING SOL-GEL METHOD ONTO COTTON
FABRIC AS AN APPLICATION FOR ANTI UV TEXTILE, 16–21.
Paveena, L., A. Vittaya, S. Supapan and M. Santi. 2010. Characterization and Magnetic Propertis
of Nanocrystalline CuFe2O4, NiFe2O4, ZnFe2O4 Powders Prepared by Aloe Vera Extract
Solution, Current Applied Physics, 11, 101-108.
Phumying. S. 2010. Nanocrystalline spinel ferrite (MFe2O4, M = Ni, Co, Mn, Mg, Zn) powders
prepared by a simple aloe vera plant-extracted solution hydrothermal route. Department of
Physics, Faculty of Science, Khon Kaen University, Khon Kaen 40002, Thailand. Materials
Research Bulletin, 48, 2060–2065.