Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KOLOID

PEMBUATAN PARTIKEL NANO TiO2 MENGGUNAKAN METODA SOL-GEL


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kima Permukaan

Disusun oleh kelompok 5 :

1. Miftahussyahro 15030234004
2. Qurrotul A’yun 15030234023
3. Salma Nabilah 15030234040

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


`Sinar matahari mengeluarkan 3 jenis sinar UV yaitu UV-A, UV-B dan UV-C, dengan
spektrum panjang gelombang nya dari 400 -700 nm, dengan panjang gelombang spesifik untuk
sinar UV A 320–400 nm, UV B 280–320 nm dan UV C 100-290 nm. Sinar UV dapat
menyebabkan sel-sel kulit manusia melepaskan pigmennya sehingga menyebabkan kerusakan
kulit. Aktual kerusakan kulit pada manusia dari radiasi sinar UV umumnya terjadi akibat
paparan sinar UV pada panjang gelombang 305–310 nm. Oleh karena itu, upaya perlindungan
kulit dari radiasi sinar UV merupakan hal yang penting. Diantara teknologi yang telah
dikembangkan yaitu UV blocking dengan memanfaatkan teknologi nano (Komalasari et al.,
2013).
Teknologi nano mampu menciptakan penghematan seperti bahan baku, biaya produksi,
energi, serta ruang. Secara garis besar, pembentukan partikel nano dapat dilakukan dengan
metoda top down (fisika) dan bottom up (kimia). Dengan metoda fisika, partikel nano terbentuk
dengan cara memecah padatan logam atau material lain yang berukuran besar menjadi partikel-
partikel kecil berukuran nano, sedangkan metode kimia dilakukan dengan cara menumbuhkan
partikel-partikel nano dari atom yang didapat dari prekursor molekuler atau ionik, diantaranya
dengan metode sol-gel. Pada metode sol-gel terjadi proses pembentukan senyawa anorganik
melalui reaksi kimia dalam larutan pada suhu rendah, dimana dalam proses tersebut terjadi
perubahan fasa dari suspensi koloid (sol) membentuk fasa cair kontinyu (gel). Diantara zat
kimia nano yang banyak menarik perhatian adalah penggunaan material semikonduktor seperti
ZnO, TiO2, CdS, dan Fe2O3. TiO2 banyak dikenal sebagai fotokatalis karena kemampuannya
mengabsorpsi sinar UV (Komalasari et al., 2013).
TiO2 nano mempunyai kapasitas penyerapan daerah UV pada 280-400 nm, hal ini
dikarenakan TiO2 nano mempunyai band gap energy yang tidak terlalu lebar yaitu 3,2 – 3,7
eV. Energi celah (band-gap energy) semikonduktor yang tidak terlalu besar ini akan
memungkinkan beberapa elektron untuk naik (melompat) melalui celah antara pita valensi
yang terisi ke pita konduksi yang kosong. Elektron dari pita valensi titanium dioksida
tereksitasi ketika disinari oleh cahaya. Energi yang dihasilkan dari elektron yang tereksitasi ini
menyebabkan elektron berada pada pita konduksi TiO2 dan menghasilkan pasangan elektron
bermuatan negatif (e-) dan hole positif (h+) dan disebut sebagai semiconductor photo-
excitation state3. Hal ini menjelaskan bagaimana TiO2 dapat berfungsi sebagai Anti UV.
Density struktur kristal TiO2 4,25 g/cm3 lebih tinggi jika dibandingkan dengan struktur kristal
anatase 3,89 g/cm3, yang menerangkan bahwa pada density struktur kristal rutile lebih tinggi
jika dibandingkan dengan anatase artinya banyaknya electron yang tereksitasi sehingga
memungkinkan bahwa struktur rutile dapat digunakan sebagai UV blocking. Pada penelitian
ini dilakukan sintesis material semikonduktor TiO2 berukuran nano yang dapat digunakan
sebagai UV-blocking (Komalasari et al., 2013).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana nano partikel itu?
1.2.2 Bagaimana metoda sol-gel itu?
1.2.3 Bagaimana pembuatan nano partikel TiO2 menggunakan metode sol-gel itu?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui tentang nano partikel
1.3.2 Mengetahui metoda sol-gel
1.3.3 Mengetahui pembuatan nano partikel TiO2 menggunakan metode sol-gel
BAB II
PEMBAHASAN

A. Nanopartikel
Nanopartikel didefinisikan sebagai partikulat yang terdispersi atau partikel-partikel
padatan dengan ukuran partikel berkisar 10 – 100 nm (Abdullah dkk., 2008). Material
nanopartikel telah banyak menarik peneliti karena material nanopartikel menunjukkan sifat
fisika dan kimia yang sangat berbeda dari bulk materialnya, seperti kekuatan mekanik,
elektronik, magnetik, kestabilan termal, katalitik dan optik. Ada dua hal utama yang
membuat nanopartikel berbeda dengan material sejenis dalam ukuran besar (bulk) yaitu :
(a) karena ukurannya yang kecil, nanopartikel memiliki nilai perbandingan antara luas
permukaan dan volume yang lebih besar jika dibandingkan dengan partikel sejenis dalam
ukuran besar. Ini membuat nanopartikel bersifat lebih reaktif. Reaktivitas material
ditentukan oleh atom-atom di permukaan, karena hanya atom-atom tersebut yang
bersentuhan langsung dengan material lain; (b) ketika ukuran partikel menuju orde
nanometer, hukum fisika yang berlaku lebih didominasi oleh hukum-hukum fisika kuantum
(Abdullah dkk., 2008).
Banyak metode yang telah dikembangkan untuk preparasi material nanopartikel, seperti
metode pemanasan sederhana dalam larutan polimer. Secara sederhana prinsip kerja dari
metode ini adalah mencampurkan logam nitrat dalam air dengan larutan polimer dengan
berat molekul tinggi yang disertai dengan pemanasan (Abdullah dkk., 2008). Metode
kopresipitasi, prinsip kerja dari metode ini adalah dengan mengubah suatu garam logam
menjadi endapan dengan menggunakan pengendap basa hidroksida atau karbonat, yang
kemudian diubah ke bentuk oksidanya dengan cara pemanasan (Pinna, 1998). Metode Sol-
Gel, prinsip kerja dari metode ini adalah hidrolisis garam logam menjadi sol, yang
kemudian sol ini mengalami kondensasi membentuk gel (Ismunandar, 2006).
B. Metode Sol Gel
Metode sol-gel merupakan salah satu metode yang paling sukses dalam mempreparasi
material oksida logam berukuran nano. Sol adalah suspensi koloid yang fasa terdispersinya
berbentuk padat dan fasa pendispersinya berbentuk cairan. Suspensi dari partikel padat atau
molekul-molekul koloid dalam larutan, dibuat dengan metal alkoksi dan dihidrolisis
dengan air, menghasilkan partikel padatan metal hidroksida dalam larutan, dan reaksinya
adalah reaksi hidrolisis. Gel (gelation) adalah jaringan partikel atau molekul, baik padatan
dan cairan, dimana polimer yang terjadi di dalam larutan digunakan sebagai tempat
pertumbuhan zat anorganik. Pertumbuhan anorganik terjadi di gel point, dimana energi ikat
lebih rendah. Reaksinya adalah reaksi kondensasi, baik alkohol atau air, yang menghasilkan
oxygen bridge (jembatan oksigen) untuk mendapatkan metal oksida (Paveena et al., 2010).
Metode sol-gel dikenal sebagai salah satu metode sintesis nanopartikel yang cukup
sederhana dan mudah. Metode ini merupakan salah satu “wet method” atau metode basah
karena pada prosesnya melibatkan larutan sebagai medianya. Pada metode sol-gel, sesuai
dengan namanya larutan mengalami perubahan fase menjadi sol (koloid yang mempunyai
padatan tersuspensi dalam larutannya) dan kemudian menjadi gel (koloid tetapi mempunyai
fraksi solid yang lebih besar daripada sol (Phumying et al., 2010).
Prekursor atau bahan awal dalam pembuatannya adalah alkoksida logam dan klorida
logam, yang kemudian mengalami reaksi hidrolisis dan reaksi polikondensasi untuk
membentuk koloid, yaitu suatu sistem yang terdiri dari partikel-partikel padat (ukuran
partikel antara 1 nm sampai 1 μm) yang terdispersi dalam suatu pelarut. Bahan awal atau
prekursor juga dapat disimpan pada suatu substrat untuk membentuk film (seperti melalui
dip-coating atau spin-coating), yang kemudian dimasukkan ke dalam suatu container yang
sesuai dengan bentuk yang diinginkan contohnya untuk menghasilkan suatu keramik
monolitik, gelas, fiber atau serat, membrane, aerogel, atau juga untuk mensitesis bubuk
baik butiran mikro maupun nano (Paveena et al., 2010).
C. Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM)
Gambar 1 menunjukkan morfologi serbuk TiO2 partikel nano yang dianalisa
menggunakan SEM. Pada Gambar terlihat bahwa partikel TiO2 tersebar dalam bentuk
spherical dengan ukuran kurang dari (<) 100 nm dan cenderung teraglomerasi. Secara
umum, proses pembentukan partikel nano terjadi melalui beberapa tahapan mekanisme.
Proses sintesis partikel monodispersi terbagi menjadi dua tahap utama yaitu tahap nukleasi
(pengintian) dan tahap pertumbuhan. Pada tahap pengintian terjadi pembentukan inti
partikel yang kemudian menjadi tempat bergabungnya partikel-partikel lainnya dalam inti
tersebut. Tahapan ini akan bergantung pada sistem reaksi dan parameter-parameter yang
mengontrol reaksi tersebut. Dengan banyaknya inti TiO2 yang terbentuk, maka laju
tumbukan (collision) dan penyatuan (coalescene) akan meningkat. Penyatuan (coalescene)
merupakan reaksi penggabungan antar partikel, sampai terbentuk partikel yang berbentuk
bulat (spherical.) Adanya aglomerasi dan coalescene juga diakibatkan adanya pegaruh
interaksi antar partikel-partikel yang terbentuk. Pada Gambar 1, morfologi pada
konsentrasi TiO2 0,3M, terlihat bahwa distribusi partikel lebih seragam untuk diberikan
templat kemudian dilihat morfologi dari partikelnya. Gambar 2 menunjukkan hasil
karakterisasi menggunakan SEM untuk 0,3 M TiO2 yang telah diberi penambahan templat
kanji 1 %. Pemberian templat dimaksudkan agar cetakan pada temperatur yang tinggi akan
lepas dan memberikan bentuk sesuai dengan morfologinya. Kanji (starch) disintesis dari
tepung singkong pada suhu 100oC, 120oC dan 140oC. Pada sintesis dengan suhu 120 oC,
diperoleh kanji berbentuk sperical, hal ini terjadi pada material semikonduktor ZnO
adanya starch sebagai templat yang dilakukan pada temperatur kalsinasi 500oC selama 2
jam menunjukkan bentuk yang spherical dan seragam. Proses sintesis yang dilakukan
dengan menggunakan prekursor TiCl4, yang dilarutkan dengan air dan digabungkan
dengan kanji sebagai templat, dengan adanya proses kalsinasi pada suhu tinggi 500oC,
kanji sebagai templat akan lepas, sehingga morfologi dari kanji akan ditempati oleh TiO2
sehingga memberikan morfologi yang berbentuk spherical yang ditujukkan pada Gambar
2(b).

(a) (b) (c)


Gambar 1. Morfologi TiO2 nanopartikel tanpa penambahan templat kanji
konsentrasi (a) 0,3 M , (b) 0,5M dan (c) 1,0 M pada temperatur 500oC

(a) (b)
Gambar 2. Morfologi TiO2 Nanopartikel konsentrasi 0,3M dengan penambahan
templat kanji (a) tanpa penambahan templat, dan (b) dengan templat
kanji.
D. Karakterisasi Menggunakan XRD

Analisa XRD dilakukan pada konsentrasi 0,3 M tanpa pemberian templat kanji dan dengan
templat kanji, dengan hasil disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Ukuran kristal pada tiga puncak utama dan Fasa Kristal pada konsentrasi
TiO2 0,3 M
Orientasi Ukuran Kristal

Tanpa template Dengan template


kanji kanji

(100) 19 nm 11 nm

(101) 15 nm 13 nm

(102) 18 nm 7 nm

Fasa kristal Anatase 100 % Rutile 100 %

TiO2 Anatase TiO2 Rutile

Gambar 3. Hasil XRD


tanpa templat kanji
dengan templat kanji

Dengan bantuan analisis Xpowder, melalui Gambar 3 dapat diketahui bahwa telah terbentuk
TiO2 dengan struktur polikristalin, yang ditunjukkan dengan adanya puncak-puncak TiO2 pada
orientasi dibidang (100), (101) dan (102). Untuk Fasa kristal, pada sampel yang diberi templat
sampel A2 cenderung terbentuk fasa rutile, sedangkan pada sampel A1 yang tidak diberi
perlakuan templat, fasa kristal yang terbentuk adalah Anatase 100 %. Hal ini kemungkinan
karena kanji sebagai polimer alam memiliki kandungan amilose antara 72% dan 82%
sedangkan amilopektin berkisar antara 18% dan 28%. Polimer amilose memiliki struktur
molekul yang planar sedangkan amilopektin mempunyai struktur rantai yang bercabang.
Dengan digunakannya kanji sebagai templat yang pada temperatur kalsinasi yang tinggi
templat akan lepas sehingga tempat/cetakannya tersebut digunakan oleh partikel untuk tumbuh.
Dengan adanya templat, maka partikel nano akan terbentuk sesuai dengan ukurannya, dengan
distribusi ukuran yang terkontrol pada produk akhir. Pada umumnya, templat akan
mengintroduksi semikonduktor kedalam pori dari material mesopori yang mampu
menghasilkan nanopartikel yang lebih seragam dengan kontrol ukuran dan distribusi yang
bagus.Fasa kristal rutile yang terbentuk sangat baik digunakan untuk UV blocking, untuk fasa
kristal anatase umumnya digunakan untuk proses fotokatalisis.
BAB III
KESIMPULAN
Metode sol-gel dikenal sebagai salah satu metode sintesis nanopartikel yang cukup
sederhana dan mudah. Metode ini merupakan salah satu “wet method” atau metode basah
karena pada prosesnya melibatkan larutan sebagai medianya. Pada metode sol-gel, sesuai
dengan namanya larutan mengalami perubahan fase menjadi sol (koloid yang mempunyai
padatan tersuspensi dalam larutannya) dan kemudian menjadi gel (koloid tetapi mempunyai
fraksi solid yang lebih besar daripada sol. Partikel TiO2 telah berhasil disintesa dengan metoda
sol-gel berbasis air dengan ukuran kurang dari 100 nm. Penambahan amoniak dan pH basa
pada saat sintesis dapat mempercepat terjadinya pengendapan, menghasilkan ukuran partikel
yang kecil dan cenderung beraglomerasi. Penambahan kanji sebagai templat pada saat sintesis
akan membentuk partikel lebih seragam dan spherical dengan ukuran partikel 170 – 200 nm
dengan fasa kristal yang terbentuk yaitu rutile. Partikel TiO2 fasa rutile dapat dijadikan sebagai
bahan kimiauntuk aplikasi Anti UV pada bahan tekstil.
DAFTAR PUSTAKA
Komalasari, M., Sunendar, B., Tinggi, S., Tekstil, T., Processing, A. M., & Tio, P. (2013).
PENGGUNAAN TiO 2 PARTIKELNANOHASIL SINTESIS BERBASIS AIR
MENGGUNAKAN METODA SOL-GEL PADA BAHAN KAPAS SEBAGAI APLIKASI
UNTUK TEKSTIL ANTI UV THE UTILIZATION OF TiO 2 NANOPARTICLES YIELD
FROM WATER BASE SYNTHESIS USING SOL-GEL METHOD ONTO COTTON
FABRIC AS AN APPLICATION FOR ANTI UV TEXTILE, 16–21.
Paveena, L., A. Vittaya, S. Supapan and M. Santi. 2010. Characterization and Magnetic Propertis
of Nanocrystalline CuFe2O4, NiFe2O4, ZnFe2O4 Powders Prepared by Aloe Vera Extract
Solution, Current Applied Physics, 11, 101-108.
Phumying. S. 2010. Nanocrystalline spinel ferrite (MFe2O4, M = Ni, Co, Mn, Mg, Zn) powders
prepared by a simple aloe vera plant-extracted solution hydrothermal route. Department of
Physics, Faculty of Science, Khon Kaen University, Khon Kaen 40002, Thailand. Materials
Research Bulletin, 48, 2060–2065.

Anda mungkin juga menyukai