NPM : A1F015013
NANOPARTIKEL
Definisi nanopartikel
Nanopartikel saat ini menjadi perhatian para peneliti untuk pengembangan dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi. Bahan material dalam skala nano yang dapat meningkatkan sifat
fisik, mekanik dan kimia suatu material tanpa harus merusak struktur atomnya. Dalam
penelitian Willem dan Wildenberg (2005) mengatakan karakteristik spesifik dari nanopartikel
bergantung pada ukuran, distribusi, morfologi, dan fasanya. Nanopartikel adalah koloid padat
yang memiliki ukuran dengan kisaran 1-100 nm (Hosokawa et al., 2007). Nanopartikel terdiri
dari makro molekul material yang sudah direduksi ukuran secara top-down (pembuatan
struktur yang kecil dari material yang berukuran besar) secara bottom-up (penggabungan
atom-atom atau molekul-molekul menjadi partikel yang berukuran lebih besar (Alleman,
1993).
Nanotube / Fullerenes
Fullerenes adalah kelas alotrop karbon yang secara konseptual adalah lembar grafena
(graphene) yang digulung ke dalam tabung atau bola. Termasuk didalamnya karbon nanotube
yang digunakan baik karena kekuatan mekanisnya maupun faktor elektrisnya.
Sifat dari nanotube telah menyebabkan peneliti dan perusahaan untuk
mempertimbangkan menggunakan mereka dalam beberapa bidang. Sebagai contoh, karena
karbon nanotube memiliki kekuatan tertinggi untuk rasio berat dari setiap bahan diketahui, para
peneliti di NASA menggabungkan nanotube karbon dengan bahan lain ke dalam komposit
seperti yang terlihat pada foto di bawah ini yang dapat digunakan untuk membangun pesawat
ruang angkasa ringan.
Properti lain dari nanotube adalah bahwa mereka dapat dengan mudah menembus
membrances seperti dinding sel. Bahkan, nanotube lama, bentuk sempit membuat mereka
terlihat seperti jarum miniatur, sehingga masuk akal bahwa mereka dapat berfungsi seperti
jarum pada tingkat sel. Peneliti medis menggunakan properti ini dengan melampirkan molekul
yang tertarik pada sel-sel kanker untuk nanotube untuk memberikan obat langsung ke sel yang
sakit.
Properti lain yang menarik dari nanotube karbon adalah bahwa perubahan resistensi
listrik mereka secara signifikan ketika molekul lain menempel pada atom karbon. Perusahaan
menggunakan properti ini untuk mengembangkan sensor yang dapat mendeteksi uap kimia
seperti karbon monoksida atau molekul biologis.
Karakterisasi
Pengamatan pertama dan pengukuran ukuran nano-partikel dibuat selama dekade
pertama abad ke-20. Mereka sebagian besar terkait dengan nama Zsigmondy yang membuat
studi terperinci dari sols emas dan Nanomaterials lain dengan ukuran ke 10 nm dan lebih
sedikit. Ia menerbitkan sebuah buku pada tahun 1914. Dia menggunakan ultramicroscope yang
menggunakan metode lapangan gelap untuk melihat partikel dengan ukuran jauh lebih sedikit
dari cahaya panjang gelombang .
Ada beberapa teknik tradisional yang dikembangkan selama abad ke-20 di Antarmuka
dan Ilmu Koloid untuk karakterisasi Nanomaterials. Ini banyak digunakan untuk
Nanomaterials generasi pertama pasif ditentukan dalam bagian berikutnya. Metode ini
mencakup beberapa teknik yang berbeda untuk karakteristik distribusi ukuran partikel .
Karakterisasi ini sangat penting karena banyak bahan yang diharapkan akan menjadi berukuran
nano sebenarnya dikumpulkan dalam solusi. Beberapa metode didasarkan pada hamburan
cahaya . Lain menerapkan USG , seperti spektroskopi USG atenuasi untuk pengujian
terkonsentrasi nano dispersi dan mikroemulsi.
Ada juga sekelompok teknik tradisional untuk karakteristik muatan permukaan atau
potensi zeta nano-partikel dalam solusi. Informasi ini diperlukan untuk stabilzation sistem yang
tepat, mencegah agregasi atau flokulasi . Metode-metode termasuk microelectrophoresis ,
hamburan cahaya elektroforesis dan Elektroakustik . Yang terakhir, misalnya koloid getaran
saat ini metode ini cocok untuk karakteristik sistem terkonsentrasi.
Pembuatan nanopartikel
Pembuatan nanomaterial dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu
pendekatan top-down dan bottom-up.
1) Top down
Dalam pendekatan top-down, pertama bulk material dihancurkan dan dihaluskan
sedemikian rupa sampai berukuran nano meter. Pendekatan top-down dapat dilakukan dengan
teknik MA-PM (mechanical alloying-powder metallurgy) dan atau MM-PM (mechanical
milling-powder metallurgy), Dalam mekanisme mechanical alloying, material dihancurkan
hingga menjadi bubuk dan dilanjutkan dengan penghalusan butiran partikelnya sampai
berukuran puluhan nanometer. Kemudian, bubuk yang telah halus disinter hingga didapatkan
material final. Contohnya nano baja diperoleh dari penghalusan bubuk besi dan karbon hingga
berukuran 30 nm, dan disinter pada suhu 723C pada tekanan 41 Mpa dalam suasana gas
nitrogen.
Teknik MM-PM (mechanical alloying-powder metallurgy) ini dapat dilakukan dengan :
a) Ball milling
Teknologi ball milling yaitu menggunakan energi tumbukan antara bola-bola
penghancur dann dinding wadahnya. Untuk mendapatkan partikel nano dalam jumlah banyak
dan dalam waktu relatif pendek, dilakukan inovasi pada mesin ball mill, dengan merubah
putaran mill menjadi berlintasan planet (planetary) di dalam wadahnya yang memiliki tuas
pada kedua sisi, untuk mengatur sudut putaran yang optimal. Dan distabilisasi dengan meng-
gunakan larutan kimia seperti polyvinyl alcohol (PVA) atau polyethilene glycol (PEG)
sehingga membentuk nanokoloid yang stabil (Fahlefi, 2010)
b) Ultrasonic milling atau sonikasi
Prosesnya dengan cara menggunakan gelombang ultrasonik dengan rentang frekuensi
20 kHz 10 MHz. Gelombang ultrasonik ditembakkan ke dalam mediium cair untuk
menghasilkan kavitasi bubble yang dapat membuat partikel memiliki diameter dalam skala
nano. Gelombang ultrasonik bila berada di dalam medium cair akan dapat menimbulkan
acoustic cavitation. Selama proses cavitation akan terjadi bubble collapse (ketidakstabilan
gelembung), yaitu pecahnya gelombang akibat suara. Akibatnya akan terjadi peristiwa hotspot
yang melibatkan energi yang sangat tinggi. Dimana hotspot adalah pemanasan lokal yang
sangatintens sekitar 5000 K pada tekanan sekitar 1000 atm, laju pemanasan dan
pendinginannya sekitar 1010 K/s
2) Bottom up
Dalam pendekatan bottom-up, material dibuat dengan menyusun dan mengontrol atom
demi atom atau molekul demi molekul sehingga menjadi suatu bahan yang memenuhi suatu
fungsi tertentu yang diinginkan. Sintesa nanomaterial dilaku-kan dengan mereaksikan berbagai
larutan kimia dengan langkah-langkah tertentu yang spesifik sehingga terjadi suatu proses
nukleasi yang meng-hasilkan nukleus-nukleus sebagai kandidat nanpar-tikel setelah melalui
proses pertumbuhan. Laju pertumbuhan nukleus dikendalikan sehingga menghasilkan
nanopartikel dengan distribusi uku-ran yang relatif homogen (Gambar 1).
Pembentukan nanomaterial logam koloid secara bottom up (Kumar, 2005)
Paduan logam organik didekomposisi (di-reduksi) secara terkontrol sehingga ikatan logam dan
ligannya terpisah. Ion-ion logam hasil posisi bernukleasi membentuk nukleus-nukleus yang
stabil, yang dibangkitkan baik dengan meng-gunakan katalis maupun melalui proses
tumbukan. Selanjutnya nukleus-nukleus stabil tersebut ber-tumbuh membentuk nanopartikel.
Untuk menghindari proses aglomerasi antara nanopartikel-nanopartikel yang ada, lang-kah
stabilisasi dilakukan dengan menggunakan larutan separator.
Pendekatan bottom up ini dapat dilakukan dengan:
a) Dekomposisi termal
1. Evaporasi
Dekomposisi lapisan tipis dengan cara penguapan dan pengembunan yang dilakukan di ruang
vakum.
2. Sputtering
Proses sputering adalah proses dengan cara penembakan bahan pelapis atau target dengan ion-
ion berenergi tinggi sehingga terjadi pertukaran momentum. Proses sputtering mulai terjadi
ketika dihasilkan lucutan listrik dan gas sputer secara listrik menjadi konduktif karena
mengalami ionisasi.
3. CVD (Chemical Vapour Deposition)
Merupakan proses yang didasarkan pada hidrolisis dan polikondensasi dari prekusor yang
dibentuk melalui metode dip coating atau spin coating.
4. MOCVD
Merupakan teknik deposisi uap kimia dengan metode pertumbuhan epitaksi pada material.
Misalnya material semikonduktor yang berasal dari material metalorganik dan hidrida logam.
Pembagian nano
a. Nol dimensi : Nanopartikel (oksida logam, semikonduktor, fullerenes)
b. Satu dimensi : Nanotubes, nanorods, nanowires
c. Dua dimensi : Thin films (multilayer, monolayer, self-assembled, mesoporous)
d. Tiga dimensi : Nanokomposit, nanograined, mikroporous, mesoporous, interkalasi,
organik dan anorganik hybrids.
Kelebihan nanopartikel
Dengan ukuran partikel yang sangat kecil namun efisiensi yang jauh lebih tinggi dibanding
pada saat partikel berukuran normal.
Fenomena unik sifat-sifat mekanik, fisika, kimia, biologi, listrik, termal dan elektrik pada
skala nano membuka peluang aplikasi bahan dan teknologi nano diberbagai bidang.
Dengan adanya fenomena unik diatas maka banyak inovasi baru misalnya : mengubah polusi
panas menjadi energi listrik, mobil berbahan baku nanas.
Penerapan material nano bukan hanya pada bidang teknik, melainkan juga pada produk
makanan, obat-obatan, dan kosmetik.
Produk yang dihasilkan jauh lebih berkualitas, yaitu tidak mudah aus, hemat enrgi karena
tahan panas, dan tidak memerlukan pendinginan, dengan demikian , akan menghemat biaya
oprasional dan pemeliharaan serta ramah lingkungan.
Kekurangan nanopartikel
Nanopartikel berbahaya bagi kesehatan karena Nanopartikel dapat mengganggu jalannya
transportasi substansi vital masuk dan keluar sel, sehingga mengakibatkan kerusakan fisiologis
sel dan mengganggu fungsi sel normal.
Toxic Potential, efek dari toksisitas nanomaterial dimungkinkan melalui berbagai sebab yaitu
kemampuan oksidasi, inflamasi dari iritasi fisis, pelepasan dari radikal yang terkandung dan
dari pengotor (impurities) dari pembuatan nanomaterial misalkan sisa katalis, pengotor bahan
baku yang kurang murni.