Anda di halaman 1dari 13

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Seng Oksida (ZnO)


Seng oksida (ZnO) merupakan salah satu bahan semikonduktor oksida II
VI yang paling menarik, karena jangkauan luas resistivitas (10−4 –10-12 Ω.Cm),
dengan energi band gap 3,37 eV , energi ikatan eksitasi sekitar 60 meV (Siregar
dkk., 2015) dan nilai konduktivitas film tipis ZnO tanpa doping yaitu sekitar 6,24
x 10−7(Ω𝑚)−1 (Suprayogi, 2014). Zinc Oxide (ZnO) merupakan zat padat berupa
serbuk heksago /amorf yang putih jika dingin, kuning jika panas,dan tak berbau.
ZnO merupakan material semikonduktor tipe-n yang mempunyai struktur kristal
wurtzite (Gambar 2.1.).
Secara umum ZnO dapat dibuat dengan mereaksikan logam Zn dan oksigen pada
suhu tinggi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
2Zn + O2 2ZnO ................................................................................. (2.1)
Gambar 2.1 berikut menunjukkan struktur kristal pada ZnO.

Gambar 2. 1 Struktur kristal ZnO: (a) rocksalt, (b) zinc blend, (c) wurtzite.
Bulatan abu-abu dan hitam berturut-turut merupakan atom Zn
dan O (Fan, 2011)

Struktur kristal terdapat pada hampir semua logam dan mineral. Suatu struktur
kristal dibangun oleh sel unit, sekumpulan atom yang tersusun secara khusus,
yang secara periodik berulang dalam tiga dimensi dalam suatu kisi. Spasi antar sel
unit dalam segala arah disebut parameter kisi. Struktur dan simetri suatu zat padat
2

mempunyai peran penting dalam menentukan sifat-sifatnya, seperti struktur pita


energi dan sifat optiknya.
Lapisan tipis ZnO telah banyak diaplikasikan dalam pembuatan berbagai
peralatan di antaranya sebagai Transparan Conducting Oxide (TCO), Transduser
Surface Acoustic Wave (SAW), pandu gelombang optik, Light Emitting Diodes
(LED) dan yang paling baru ZnO diaplikasikan sebagai sel surya.

2.2 Logam Magnesium


Magnesium adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
simbol Mg dan nomor atom 12 serta berat atom 24,31. Magnesium adalah elemen
terbanyak kedelapan yang membentuk 2% berat kulit bumi, serta merupakan
unsur terlarut ketiga terbanyak pada air laut. Magnesium merupakan salah satu
jenis logam ringan dengan karakteritik sama dengan aluminium tetapi magnesium
memiliki titik cair yang lebih rendah dari pada aluminium. Seperti pada
aluminium, magnesium juga sangat mudah bersenyawa dengan udara (Oksigen).
Adapun sifat Fisik dari Magnesium ini dapat dilihat pada tabel 2.1. dibawah ini
Tabel 2.1 Sifat Fisik Magnesium
Sifat Fisik Magnesium Paduan
Titik Cair, K 922 K
Titik Didih, K 1380 K
Energi Ionisasi 738 kJ/mol
Kerapatan Massa (ρ) 1,74 gr/cm3
Jari-Jari Atom 1,60 A
Kapasitas Panas 1,02 J/gK
Potensial Ionisasi 7,646 Volt
Konduktivitas Kalor 156 W/mK
Entalpi Penguapan 127,6 kJ/mol
Entalpi Pembentukan 8,95 kJ/mol

Logam Magnesium klorida (MgCl3) merupakan salah satu senyawa yang


banyak digunakan sebagai doping ZnO dalam film tipis dibanding Boron (B),
3

Galium (Ga), Indium (In). hal ini karena kandungan logam Magnesium yang
terdapat didalamnya. Logam Aluminium merupakan unsur yang paling baik
digunakan sebagai doping dibanding Boron (B), Galium (Ga), Indium (In). hal ini
dikarenankan konduktivitas dan transparansinya yang lebih tinggi dari logam
yang lain.

2.3 Material ZnO : Mg


Meski ZnO merupakan material yang baik ZnO juga memiliki kelemahan
pada sifat listrik, sifat optik serta struktur unit yang kurang bagus sehingga
diperbaiki dengan cara diberi doping. Untuk meningkatkan kemampuan
fotokatalis pada material ZnO perlu merubah sifat fisik dengan memberi doping
logam, non-logam atau logam mulia. Unsur golongan II A khususnya Magnesium
(Mg) banyak digunakan sebagai dopan dan dapat menaikkan konduktivitas listrik
film tipis ZnO hingga berorde 105 Ω.cm (Amara, 2014). Selain itu menurut Wang
(2014) logam magnesium juga dapat menurunkan resistivitas film ZnO hingga
periode 10-4 Ωcm. Menurut hasil penelitian Sinaga (2009) menyatakan ZnO yang
di doping dengan logam Mg memiliki transmisi cahaya yang tinggi yaitu antara
70%-90%. Menurut Shahid (2015) penambahan doping Mg (1%) pada ZnO dapat
menurunkan restivitas listrik dan konsentrasi pembawa muatan lebih tinggi di
banding dengan ZnO murni dan ZnO:Mg(2%). Menurut Iwanto (2016)
ZnO:Mg(2%) memiliki puncak absorpsi yang lebih tinggi di banding dengan ZnO
murni. Aluminium berkontribusi terhadap lebar band gap ZnO dikarenakan
bertambahnya konsentrasi pembawa muatan yang dikenal sebagai efek Burstein-
Moss. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Girri (2016) celah pita ZnO
meningkat seiring meningkatnya konsentrasi doping Mg dari 0%, 2% dan 4%
dengan nilai Eg 3.102, 3.115 eV dan 3.118 eV dan menurun pada konsentrasi 6%,
8%, 10%. Menurut Purwaningsih (2015) Indeks bias lapisan tipis ZnO:Mg
meningkat terhadap konsentrasi doping dan mengalami penurunan pada
konsentrasi doping 3%. Menurut Sugianto (2016) nilai konduktivitas ZnO:Mg
optimum ( 3,40.10-3 / Ω.cm) pada temperature anealing 300˚C.
4

2.4 Spin Coating


Spin coating adalah cara yang mudah dan efektif dalam pembentukan
lapisan film tipis (Thin Film) di atas substrat datar. Spin coating merupakan teknik
pelapisan bahan dengan cara menyebarkan larutan ke atas substrat kemudian
diputar dengan kecepatan konstan untuk memperoleh lapisan baru yang homogen.
Spin coating melibatkan akselerasi dari genangan cairan diatas substrat yang
berputar. Material pelapis dideposisi di tengah substrat. Pada saat sampel berputar
terdapat adanya gaya sentrifugal dan pengaruh viskositas cairan yang membuat
cairan tidak lepas dari chuck spin coater.

2.5 Metode Sol-gel


Metode sol-gel dikenal sebagai salah satu metode sintesis nanopartikel
yang cukup sederhana dan mudah serta tidak memerlukan biaya tinggi, sehingga
banyak digunakan beberapa tahun belakangan ini, seperti membuat keramik,
material gelas. Metode sol-gel merupakan metode dengan menggunakan proses
kimia dimulai dari bentuk ion yang lebih besar (bulk) ditambah pereaksi kimia
sehingga ion yang dihasilkan berukuran nanopartikel, dan mengalami perubahan
fase yaitu dari fase solid yang berupa serbuk akan berubah menjadi fase sol lalu
berubah menjadi gel. Material yang biasanya digunakan dalam proses sol-gel
adalah garam logam inorganik (inorganik metal salt) atau campuran logam
organik (metal organik compound) (Siregar, 2015).
Pada proses sol-gel, prekursor molekular diubah menjadi partikel berukuran
nano untuk membentuk suspensi koloid atau sol. Nanopartikel koloid ini
kemudian berikatan satu dengan yang lain melalui proses polimerisasi untuk
membentuk gel. Polimerisasi membuat proses difusi kimia terus meningkat
kemudian gel tersebut dikeringkan dan dikalsinasi untuk menghasilkan bubuk.
Kalsinasi dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat menghasilkan
suhu yang seragam bagi bahan sehingga proses pencampuran bahan
memungkinkan untuk pembentukan produk yang lebih seragam. Pada suatu
sintesa untuk menghilangkan atau mengurangi kadar air dalam air dan pengotor
5

perlu dilakukan proses yang disebut kalsinasi. Pemanasan atau kalsinasi akan
terbentuk agregat partikel dimana penggerusan dari agregat yang besar tersebut
diperoleh serbuk yang baik. Selain itu, kalsinasi juga memiliki fungsi untuk
menghilangkan senyawa prekursor yang tidak bisa hilang pada suhu rendah.
Metode sintesis menggunakan sol-gel untuk menghasilkan powder, film, aerogel,
atau serat, struktur dan sifat fisik gel sangat bergantung pada beberapa hal,
diantaranya:
1. Pemilihan bahan baku material
2. Laju hidrolisis dan kondensasi
3. Modifikasi kimiawi dari sistem sol-gel
Metode sol-gel tepat untuk preparasi thin film dan material berbentuk
bubuk. Tujuan preparasi ini agar suatu material keramik dapat memiliki
fungsional khusus (elektrik, optik, magnetik, dan lain-lainnya). Pembuatan lapisan
tipis dengan metode sol-gel memiliki beberapa keuntungan, antara lain biayanya
murah, tidak menggunakan ruang dengan kevakuman tinggi, komposisinya
homogen, ketebalan lapisan bisa dikontrol dan struktur mikronya cukup baik,
sehingga metode ini dapat digunakan sebagai alternative lain dalam pembuatan
lapisan tipis yang murah dan dilakukan pada kondisi tekanan atmosfer (Ceng
dkk., 2004).

2.6 Larutan Ekstraksi Kulit Manggis (Dye)


Garcinia mangostana Linn merupakan nama latin yang diberikan untuk
tanaman manggis . Manggis (Garcinia mangostana. L) merupakan salah satu buah
yang mengandung antosianin paling banyak pada bagian kulitnya, sehingga bisa
dimanfaatkan sebagai zat warna pada sel surya jenis DSSC (Maulina dkk, 2014).
kandungan dalam manggis per 100 gramnya adalah sebagai berikut

Tabel 2.1 Komposisi Nutrisi per 100 gram Buah Manggis


6

Adapun dari buah manggis tersebut, peneliti hendak melakukan pengujian


dengan menggunakan kulit buah manggis. Secara umum, kandungan kimia yang
terdapat dalam kulit manggis adalah Xanthone, Mangostin, Garsinon, Flavonoid,
dan Tanin. Menurut supiyanti dkk dari hasil penelitian yang telah dilakukannya
dalam 100 gr kulit buah manggis mengandung 59,3 mg antosianin (Bashir dkk.
2016).
2.7 Katalis Counter Electrode Karbon
Katalis yang baik sebagai counter electrode adalah karbon karena
memiliki luas permukaan yang tinggi, sehingga keativannya dalam reduksi
triiodida dapat menyerupai platina dan karbon. Untuk mendapatkan coating
karbon yang lebih tahan lama dapat dihasilkan dengan melakukan anneal karbon
counter electrode pada suhu 450˚C untuk beberapa menit (Gratzel, 2013).
Menurut Septina (2007), katalis dibutuhkan untuk mempercepat kinetika reaksi
proses reduksi triiodide pada TCO. Umumnya digunakan platina sebagai katalis
dalam berbagai aplikasi dikarenakan efisiensi katalitiknya yang tinggi. Komposisi
platina pada Transparent Conductive Oxide dapat dilakukan dengan berbagai
metode antara lain elektrokimia, sputtering, spin coating, atau pyrolysis. Namun,
platina (Pt) merupakan material yang mahal. Sebagai alternatif Kay & Gratzel
(1996), mengembangkan Dye Sensitized Solar Cell menggunakan counter-
electroda.
7

2.8 Elektrolit Dye Sensitized Solar Cell (DSSC)


Pemilihan pasangan redoks I3-/I- bukan tanpa alasan. Laju rekombinasi
elektron dan lubang setelah terjadinya pemisahan muatan harus ditekan, dapat
terjadi pada pasangan redoks tersebut. Elektrolit pada DSSC berfungsi sebagai
penghasil reaksi redoks dalam sistem photoelectrochemical. elektrolit I- dan I-3
memiliki sifat yang stabil dan mempunyai reversibilitas yang baik.
Elektrolit yang digunakan terdiri dari pasangan iodine (I-) dan triiodide (I3-)
sebagai redoks dalam pelarut. Menurut Septina (2007), adapun beberapa
karakterisasi elektrolit yang ideal digunakan Dye Sensitized Solar Cell adalah :
1. Pelarut mempunyai koefisien difusi yang tinggi untuk transportasi massa
yang efisien.
2. Tidak adanya karakteristik spektral pada daerah cahaya tampak untuk
menghindari absorbsi cahaya datang pada elektrolit.
3. Kestabilan yang tinggi baik dalam bentuk tereduksi maupun teroksidasi.
4. Potensial redoksnya secara termodinamika berlangsung sesuai dengan
potensial redoks dari dye untuk tegangan sel yang maksimal.
5. Tingginya kelarutan terhadap pelarut untuk mendukung konsentrasi yang
tinggi dari muatan pada elektrolit.
6. Mempunyai reversibilitas tinggi.
7. Inert terhadap komponen lain pada Dye Sensitized Solar Cell.

2.9 Sel Surya


Sel surya (solar cell) merupakan perangkat yang dapat mengonversi energi
matahari menjadi energi listrik secara langung. Arus yang dapat dikonversi pada
sel surya bergantung pada intensitas foton yang menyinari perangkat tersebut.
Efek ini sering disebut sebagi efek fotovoltaik. Becquerel adalah orang yang
pertama kali menemukan efek fotovoltaik ini, yaitu pada tahun 1839 dengan
mendeteksi adanya tegangan foton ketika sinar matahari mengenai elektroda pada
larutan elektrolit. Kemudian pada tahun 1954 peneliti di Bell Telephone pertama
kali menemukan sel surya silicon berbasis p-n junction dengan efesiensi 6%.
8

Sampai sekarang, sel surya silicon mendominasi pasar sel surya dengan pangsa
pasar sekitar 82% dengan efesiensi 24,7% (Septina dkk., 2007).
Bahan dasar Sel surya ialah material yang dapat menangkap energi
matahari, dan energi tersebut digunakan untuk memberikan energi ke elektron
agar dapat berpindah melewati band gap-nya ke pita konduksi, dan kemudian
dapat berpindah ke jangkauan luar. Melalui proses tersebutlah arus listrik dapat
mengalir dari sel surya. Umunya perangkat sel surya ini menggunakan prinsip p-n
junction. Kebanyakan sel surya dipasaran adalah jenis sel surya konvensional
yang terbuat dari bahan silicon murni. Efisiensi sel surya komersial saat ini
mencapai 15%, sedangkan efisiensi lab sudah mencapai 24,7%, sel surya
konvensional masih mendominasi hingga 86% per sel surya diseluruh dunia.
Silicon memiliki berbagai kelemahan terutama pada suplay bahan baku yang
terbatas. Selain dari itu, silokon merupakan bahan yang mendominasi pembuatan
sel surya, hal ini menjadikan bahan tersebut lebih mahal harganya dari energi dari
fosil. Seiring meningkatnya permintaan industri semikonduktor, para peneliti
mencoba menemukan alternatif baru yang lebih murah dengan suplay bahan baku
yang melimpah dan dengan kinerja sel yang tinggi dan sel surya organic menjadi
salah satu solusinya.

2.9.1 Klasifikasi Sel Surya


Handini (2008), mengklasifikasikan sel surya secara sederhana dan terus
dikembangkan, diilustrasikan pada Gambar 2.2 berikut ini :

Gambar 2. 1 Skema Klasifikasi Sel Surya


Sel surya konvensional, merupakan sel surya yang bahan bakunya
didominasi oleh silicon. Sel surya jenis ini telah berhasil dikembangkan hingga
9

mencapai efesiensi 24,7%, dan mendominasi pasaran hingga 86% pasar sel surya
seluruh dunia. Bahan baku sel surya ini terbatas hal ini mengakibatkan biaya
produksinya menjadi mahal.
Advanced solar cell, yaitu sel surya non-silikon yang sampai saat ini
berhasil dikembangkan antara lain sel surya berbasis lapisan tipis atau thin film
solar cell, sel surya organik dan polimer, serta dye sensitized solar cell. Advanced
solar cell merupakan pengembangan sel surya dengan konsep baru yang berbeda
dari sel surya konvensional.

2.9.2 Dye Sensitized Solar Cell (DSSC)


Pada tahun 1991 Michael Gratzel dan Brian O’Regan berhasil menemukan
Dye Sensitized Solar Cell (DSSC). Pada umumnya DSSC berbeda dengan sel
surya konvension. DSSC menggunakan larutan elektrolit sebagai medium
transpor muatan.
DSSC terdiri dari photoelectrode, elektrolit, dan elektroda lawan (Gratzel,
2013). Bahan DSSC yang banyak dikembangkan saat ini adalah dye. Dye
digunakan sebagai bahan fotoelektrokimia yang terabsorp pada permukaan
elektroda kerja. Sel surya ini memiliki dua komponen elektroda, yaitu elektroda
kerja dan elektroda lawan (pembanding). Elektroda kerja dibuat dari kaca ITO
yang dideposisikan pasta yang tersentisitasi zat warna (dye) yang berfungsi
sebagai transpor pembawa muatan dan zat warna sebagai penyerap cahaya.
Sedangkan elektroda lawan dibuat dari kaca ITO yang dilapisi karbon. Kedua
elektrode tersebut dirangkai mengapit larutan elektrolit (Gratzel,2013).
Pada DSSC tegangan yang dihasilkan oleh sel surya nano kristal
tersensitisasi dye bergantung pada perbedaan tingkat energi konduksi elektroda
semikonduktor dengan potensial elektrokimia pasangan elektrolit redoks (I-/I3-).
Sedangkan arus yang dihasilkan dari sel surya ini bergantung besar intensitas
foton yang dapat dikonversi oleh bahan semikonduktor dan daya serap dye yang
digunakan. absorpsi cahaya dilakukan oleh molekul dye dan separasi muatan
dilakukan oleh inorganik semikonduktor nanokristal yang mempunyai band gap
lebar, sehingga untuk memaksimalkan jumlah arus yang dihasilkan maka band
10

gap nano partikel yang digunakan haruslah lebar dan daya absorsi Dye yang
tinggi. Ban gap lebar pada semikonduktor akan memperbanyak electron yang
mengalir dari pita konduksi menuju pita valensi, sehingga reaksi fotokatalis dan
absorpsi oleh dye akan menjadi lebih banyak, dan spektrumnya menjadi lebih
lebar (Nafi dan Susanti, 2013). Adapun susunan komponen DSSC seperti pada
Gambar 2.3. berikut.

Gambar 2.2 Skema DSSC dengan modifikasi Gambar (G.P. Smestad,


and M. Gr¨atzel, J.Chem. Educ., 75, 752-756 (1998))
Pada komponen DSSC, plat kaca berfungsi sebagai badan sel surya, yaitu
tempat melekatnya lapisan semikonduktor dan lapisan dye. Lapisan
semikonduktor berfungsi sebagai tempat mengalilnya muatan. Pada plat kaca,
unsur karbon didalamnya memiliki kereaktifan yang menyerupai elektroda platina
dan luas permukaannya tinggi ( Kumara dan Prajitno, 2012). Dye yang digunakan
berfungsi untuk melakukan penyerapan terhadap foton dari cahaya matahari.

2.9.3 Struktur Dye Sensitized Solar Cell (DSSC)


Dye Sensitized Solar Cell tersusun atas beberapa bagian mulai dari
nanopori (ZnO:Al), molekul dye yang teradsorbsi di permukaan ZnO, dan katalis
yang dideposisi diantara dua kaca konduktif, sepasang elektroda dan counter
electrode. Elektroda terbuat dari substrat kaca konduktif, yang telah dilapisi
Transparent Conductive Oxide (TCO), yang terdiri dari dua jenis yaitu Indium Tin
Oxide (ITO) dan Flourine Tin Oxide (FTO). Dye Sensitized Solar Cell adalah sel
surya elektrokimia sehingga menggunakan elektrolit sebagai medium transport
muatan. Selain elektrolit. Gambar 2.4 manunjukkan struktur dari Dye Sensitized
Solar Cell (DSSC)
11

Gambar 2.3 Struktur Dye Sensitized Solar Cell


(Sumber: Prasatya dan Susanti, 2013)

Kaca (substrat) terletak di bagian atas dan alas sel surya yang sudah dilapisi
oleh TCO (Transparent Conducting Oxide) dan ZnO:Al. Fungsi kaca tersebut
adalah sebagai elektroda dan counter-electrode. Pada TCO counter-electrode
dilapisi katalis, yang fungsinya untuk mempercepat reaksi redoks yang dipakai
yaitu I-/I3 (iodide/triiodide). Pada permukaan elektrode dilapisi oleh lapisan film
tipis yang mana dye terabsorbsi di pori bahan elektroda. Pada elektrode dilapisi
oleh layer oksida nanopartikel yang dilapisi oleh molekul dye (zat pewarna)
sensitisasi. Molekul dye berfungsi sebagai penangkap foton cahaya, sedangkan
nanopartikel film tipis menyerap dan meneruskan foton menjadi elektron. Pada
counter electrode diberi katalis, umumnya karbon atau platina, yang digunakan
untuk mempercepat kinetik reaksi proses reduksi triiodide pada TCO. Selain itu
Dye Sensitized Solar Cell juga menggunakan media elektrolit sebagai medium
transport muatan. Elektrolit yang umumnya digunakan pada DSSC terdiri dari
iodine (I-) dan triiodide (I3-) sebagai pasangan redoks dalam pelarut.

2.9.4 Cara Kerja Dye Seisitized Solar Cell (DSSC)


Dye Sensitized Solar Cell merupakan alat yang dapat mengonversi energy
matahari menjadi energy listrik secara langsung. Berikut akan diterangkan cara
kerja DSSC secara umum. Cara kerja Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) ini adalah
apabila sel terkena sinar matahari, elektron-elektron dye dari level HOMO (Hight
Occupied Molecular Orbital) tereksitasi ke tingkat energi LUMO (Lowest
Unoccupied Molecular Orbital) dengan adanya foton yang berenergi sesuai.
Prinsip kerja Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) ini mirip dengan fungsi klorofil
12

proses fotosintesis tumbuhan. Lapisan elektroda kerja bertindak sebagai akseptor


atau kolektor elektron yang ditransfer dari dye teroksidasi. Elektrolit redoks, yang
terdiri dari pasangan iodida (I-/I-3) bertindak sebagai mediator redoks sehingga
dapat menghasilkan proses siklus di dalam sel (Smestad dan Gratzel, 1998).
Prinsip kerja DSSC dapat dijelaskan secara singkat dengan menggunakan Gambar
2.5 berikut.

Gambar 2. 4 Perinsip Kerja DSSC


(Sumber : Setiawan dkk, 2015)

Gambar 2.5 menunjukkan skema kerja dari DSSC, pada dasarnya


merupakan reaksi dari transfer elektron meliputi :
1. Proses pertama dimulai dengan terjadinya eksitasi electron pada molekul
dye akibat absorbs foton. Electron tereksitasi dari ground state (D˚) ke
excited state (D*).
D 0  e   D * ………………………….(2.1)

2. Elektron kemudian langsung terinjeksi menuju conduction band ZnO


sehingga molekul dye teroksidasi (D+).
D*  D   e  …………………………..(2.2)

3. Elektron yang telah di alirkan melalui rangkaian eksternal, kembali menuju


FTO yang terlapisi counter electrode. Counter electrode mempercepat
reaksi redoks yan terjadi pada larutan elektrolit. Reaksi yang terjadi yaitu :

2D   3I   I 3  2D 0 ………………..(2.3)

Reaksi reduksi membuat larutan dye yang telah digunakan kembali pada
ground state, sehingga molekul dye dapat digunakan kembali. Sedangkan,
13

reaksi oksidasi membuat ion I- menjadi I3-. Pada larutan elektrolit, terjadi
juga reaksi reduksi yang lain, dimana ion I3- akan kembali menjadi I-,
sehingga dapat mendonor elektron agar bias kembali tereksitasi, sehingga
terjadi siklus transport elektron. Reaksi reduksi triodida yang dimaksud
yaitu :

I 3  2e   3I  …………………………(2.4)

Akibat adanya siklus transport elektron, maka terjadilah proses konversi


energi dari sinar matahari menjadi energi listrik (Prasatya, 2013).

Anda mungkin juga menyukai