Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Perkembangan teknologi saat ini tidak terlepas dari perkembangan
teknologi film tipis. Lapisan tipis adalah suatu lapisan yang sangat tipis dari
bahan organik, anorganik, metal, maupun campuran metal-organik yang dapat
memiliki sifat-sifat konduktor, semikonduktor, superkonduktor, maupun isolator.
Lapisan tipis ini diperkenalkan oleh Groove pada tahun 1852 (Changzheng,
2009) dan teknologi ini sudah banyak mengalami perkembangan, baik dari segi
cara pembuatan, bahan yang digunakan, dan aplikasinya dalam kehidupan
masyarakat. Dalam teknik material khususnya lapisan tipis, bahan yang biasa
digunakan adalah In2O3, WO3, SnO2, TiO2, ZnO, ITO dan masih banyak lagi
bahan lainnya. Lapisan tipis termasuk dalam bahan nanoteknologi yang akhirakhir ini menjadi pusat utama yang harus dikembangkan oleh negara-negara
maju.
Nanoteknologi merupakan prioritas utama dalam bidang sains dan
teknologi. Nanoteknologi tersebut salah satunya diwujudkan dalam bentuk
lapisan tipis (thin film). Lapisan tipis adalah lapisan dari bahan organik,
anorganik, metal, maupun campuran metal-organik yang sangat tipis (skala
nanometer sampai milimeter) dan dapat memiliki sifat-sifat konduktor,
semikonduktor, superkonduktor, maupun isolator. Teknologi lapisan tipis ini
sudah banyak mengalami perkembangan, baik dari segi cara pembuatan, bahan
yang

digunakan, dan

aplikasinya

dalam kehidupan masyarakat sejak

diperkenalkan oleh Groove pada tahun 1852 (Changzheng, 2009). Dalam teknik
material, telah ada beberapa bahan logam oksida yang sering digunakan pada

teknologi lapisan tipis ini, baik yang murni maupun yang telah didoping dengan
bahan lain.
Studi tentang sintesis dan karakterisasi lapisan tipis (thin film) sangat
menarik perhatian para peneliti karena penerapannya yang sangat luas. Lapisan
tipis ini banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bidang
dekorasi, bidang konstruksi, maupun bidang elektronika. Pada bidang
elektronika, lapisan tipis digunakan untuk membuat semikonduktor. Penerapan
lapisan tipis untuk semikonduktor dikembangkan dalam bentuk oksida konduktif
transparan atau transparent conductive oxide (TCO), kapasitor, dioda, transistor
dan sensor. Aplikasi TCO berkembang secara cepat dan telah diaplikasikan pada
piranti elektronik seperti TV LCD, TV Plasma, organic electroluminescence
(EL) misalnya touch screen monitor pada authomatic tellermachine (ATM),
ticket vending machines yang dipasang di stasiun kereta api, sistem navigasi
mobil, handheld game consoles, mobile phones, dan elektroda pada solar sel
(Sinaga, 2009). Material lapisan tipis yang sering digunakan adalah In2O3, WO3,
TiO2, ZnO, dan SnO2. Bila ditinjau dari kelimpahan unsurnya, TiO 2 dan ZnO
paling banyak tersedia di alam, yaitu sekitar 0.66% dan 0.0078%. Akan tetapi,
dibanding tungsten dan indium, timah lebih banyak tersedia di alam. Sebagai
material dasar lapisan tipis, timah memiliki sifat-sifat yang lebih unggul
dibanding logam lain.
Material oksida yang sering digunakan dalam pembuatan lapisan tipis dari
bahan timah adalah Tin Oxide (SnO2). Hal tersebut berhubungan dengan
keunggulannya dalam sifat transparansi terhadap cahaya (dengan energy gap
3.6 eV) (Carvalho et al, 2012), hambatan listriknya yang rendah,
serta memiliki stabilitas kimia yang tinggi. Dengan keunggulan tersebut, lapisan
tipis SnO2 banyak diterapkan pada industri manufaktur elektroda konduktif
transparan (TCO), solar cell, peralatan listrik optik dan sensor gas. SnO2 menarik

untuk dikembangkan karena harganya yang murah dibanding semikonduktor


lain, sifat responsif terhadap sejumlah gas, memiliki usia pakai yang lama, dan
hanya membutuhkan piranti elektronik yang sederhana dalam implementasi
penginderaannya. Untuk meningkatkan performa material lapisan tipis SnO2,
penelitian terus dilakukan untuk mendapatkan karakteristik material yang
diharapkan. SnO2 sering diproduksi dalam bentuk murni atau didoping dengan
material lain. Berdasarkan penelitian yang telah banyak dilakukan, SnO 2
biasanya didoping dengan indium atau yang disebut dengan ITO (Indium Tin
Oxide) (Gurakar et al, 2013), ATO (Antimony Tin Oxide) (Hammad et al, 2011),
FTO (Fluorine Tin Oxide) (Gurakar et al, 2013), dan AFTO (Antimony and
Fluorine doped Tin Oxide) (Battal et al, 2014). Dari beberapa penelitian yang
telah disebutkan, material ITO adalah yang paling banyak digunakan dalam
penerapannya sebagai material optoelekronik dan telah diproduksi massal.
Seiring dengan perkembangan teknologi sel surya, monitor layar sentuh, atau TV
flat panel display, kebutuhan material ITO meningkat drastis, padahal unsur
indium merupakan unsur tanah yang kelimpahannya sangat sedikit di alam.
Ketersediaan material indium tersebut tidak sebanding dengan kebutuhan pasar
sehingga menyebabkan material ITO menjadi mahal.
Lapisan tipis SnO2 murni atau yang diberi doping telah dihasilkan melalui
beragam teknik yang berbeda, seperti teknik chemical vapor deposition, aerosol
pyrolysis, sputtering, physical vapor deposition, laser abration, dip coating dan
sol-gel spin coating. Semua teknik tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing, akan tetapi teknik sol-gel spin coating memiliki
lebih banyak kelebihan dibanding dengan teknik lain yang sudah ada. Teknik solgel spin coating ini menggabungkan teknik fisika dan kimia, sangat mudah dan
efektif dengan hanya mengatur parameter waktu, kecepatan putar serta viskositas
larutan melalui pengukuran temperatur pemanasan. Lapisan tipis yang dihasilkan

juga bersifat homogen karena larutan yang diteteskan di atas substrat diputar
dengan kecepatan tertentu dan adanya pengaruh gaya sentrifugal yang arahnya
menjauhi pusat putaran. Biasanya teknik ini digunakan untuk membuat lapisan
tipis yang dideposisikan pada permukaan material yang berbentuk datar. Namun
demikian, teknik ini tidak dapat diterapkan untuk membuat lapisan metal yang
bahan dasarnya sulit dibuat dalam fase cair.
Parameter yang terlibat dalam pembuatan lapisan tipis dengan teknik solgel spin coating antara lain konsentrasi sol/konsentrasi doping, perlakuan panas,
kecepatan putar, waktu putar, dan aging. Menurut beberapa penelitian
sebelumnya, beberapa parameter tersebut terbukti berpengaruh pada sifat fisis,
listrik dan optik lapisan SnO2. Selain itu, material dan orientasi material substrat
memiliki sebuah pengaruh karakteristik pada pengintian dan pertumbuhan yang
mendominasi sifat-sifat mikrostruktural serta fisis lapisan tipis (Mousa et al,
2015).
Dari uraian di atas, maka penulis akan mensintesis lapisan tipis SnO2
murni dan membandingkannya dengan SnO2 yang didoping Flourine (F)
menggunakan teknik sol-gel spin coating yang diaplikasikan pada substrat kaca
dan quartz kemudian mengidentifikasi sifat optis dan strukturnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemahaman kajian di atas, maka rumusan masalah yang diajukan
dalam penelitian ini adalah :
1.2.1

Bagaimanakah perbandingan kualitas lapisan tipis (thin film) SnO2 murni


dan SnO2 yang di doping Flourine (SnO2:F) menggunakan substrat kaca
dan quartz dengan teknik sol-gel spin coating?

1.2.2

Bagaimana karakteristik lapisan tipis (thin film) SnO2 murni dan SnO2
yang di doping Flourine (SnO2:F) ditinjau dari struktur kristal lapisan,
struktur morfologi permukaan zat padat, serta karakteristik optisnya?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1.3.1 Untuk membandingkan kualitas lapisan tipis (thin film) SnO2 murni dan
(SnO2:F) menggunakan substrat kaca dan quartz dengan teknik sol-gel
spin coating.
1.3.2 Untuk mengetahui karakteristik lapisan tipis (thin film) SnO2 murni dan
(SnO2:F) ditinjau dari struktur kristal lapisan, struktur morfologi
permukaan zat padat, serta karakteristik optis.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.4.1

Dapat menambah khasanah pengembangan ilmu pengetahuan khususnya

1.4.2

dalam bidang fisika.


Keberhasilan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar

1.4.3

pengembangan untuk penelitian lebih lanjut


Untuk menghasilkan produk suplemen bahan ajar materi optika fisis
dan fisika atom di SMA kelas XII.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian


Kajian bidang keilmuan fisika material sangatlah luas, terutama pada bahasan

lapisan tipis (thin film). Untuk itu, penulis lebih memfokuskan ruang lingkup
penelitian dengan batasan sebagai berikut :
1.5.1

Lapisan Tipis SnO2 murni dan SnO2 yang didoping material F dengan
konsentrasi sol dan konsentrasi dopant tetap.

1.5.2

Pendeposisian sol di atas substrat kaca dan quartz dengan teknik spin
coating, kecepatan putaran 2000 rpm dan diberi waktu aging 24 jam.

1.5.3

Masing-masing lapisan akan diberi perlakuan panas pada suhu berturutturut 150C, 300C (pre-heating) dan 500C (post-heating).

1.6 Definisi Istilah dan Definisi Operasional


Untuk memperjelas istilah dalam penelitian yang dilaksanakan, berikut istilahistilah yang digunakan dalam penelitian :
1.6.1

Sintesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam suatu


bentuk yang menyeluruh untuk menjadi bahan yang baru.

1.6.2

Karakterisasi adalah suatu proses yang dilakukan terhadap suatu objek


untuk mengetahui parameter-parameter dasar objek tersebut beserta
kelebihan dan kelemahannya.

1.6.3

Lapisan tipis (thin film) adalah suatu lapisan yang sangat tipis dari bahan
organik, anorganik, metal, maupun campuran metal-organik yang dapat
memiliki sifat-sifat konduktor, semikonduktor, superkonduktor, maupun
isolator.

1.6.4

Substrat adalah material tempat tumbuh sampel yang diaplikasikan pada


teknologi lapisan tipis.

1.6.5

Sol-gel adalah proses basah yang umumnya melibatkan transisi sistem dari
cair sol menjadi padatan gel.

1.6.6

Spin coating adalah proses pelapisan dengan menggunakan putaran untuk


mendapatkan lapisan tipis padat dan homogen pada substrat yang datar.

1.6.7

Dopant adalah material/elemen aditif yang dimasukkan ke suatu zat


tertentu dengan konsentrasi yang sangat rendah untuk mengubah
karakteristik zat.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Teori semikonduktor
Dalam fisika atom, ada beberapa model untuk menggambarkan
struktur fisik sebuah atom. Beberapa ahli yang telah mengajukan model
atom diantaranya adalah : Rutherford, Thompson, Bohr dan De Broglie.
Bohr mengajukan model dimana atom diasumsikan sebagai sebuah inti
yang dikelilingi oleh elektron-elektron bermuatan negatif (e-) yang
mengitarinya. Inti atom terdiri dari neutron dan proton (e +) bermuatan
positif yang menarik elektron-elektron agar tetap pada orbit yang stabil.
Setiap elektron beredar di dalam suatu lintasan dengan radius
tertentu. Lintasan dengan radius tertentu tersebut memiliki ikatan energi
tertentu, dimana elektron tidak dapat berada di antara lintasan-lintasan
tersebut. Lintasan yang paling jauh dari inti atom disebut dengan lintasan
valensi. Sehingga, elektron yang terletak di lintasan terluar disebut dengan
elektron valensi. Tipe atom berdasar pada jumlah elektron valensi ini.
Ilustrasi sistem level energi ini digambarkan pada Gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1. Level energi


Pada kondisi sebenarnya, atom-atom dalam jumlah yang banyak
tersebut akan saling mengikat, sehingga level energi setiap atom akan
saling berdekatan. Level-level energi yang saling berdekatan ini akan
membentuk suatu pita, dikenal dengan pita energi (Energy Band)
(Adriansyah, 2012).
Secara umum, pita energi ini akan terbagi menjadi 2 (dua) daerah
besar, yaitu daerah pita valensi (Valence Band) dan daerah pita konduksi
(Conduction Band). Atom-atom pada daerah pita valensi terikat sangat erat
dengan inti atom, sedangkan atom-atom pada deerah pita konduksi mudah
sekali terlepas dari inti atom. Antara pita valensi dan pita konduksi
memiliki jarak tertentu untuk setiap material yang dikenal dengan istilah
Energy Gap. Berdasarkan Energy Gap inilah, sifat-sifat material dapat
dibedakan.
Material logam memiliki Energy Gap yang saling tumpang tindih
(overlap), sehingga atom-atom dapat dengan sangat mudah bergerak ke

daerah pita konduksi. Dengan demikian, material ini memiliki sifat yang
sangat konduktif dan dikenal sebagai bahan konduktor. Gambar 2.2 di
bawah ini mengilustrasikan pita energi dan Energy Gap pada material
konduktor.

Gambar 2.2. Pita energi dan Energy Gap pada Material Logam
Sementara itu, material non-logam memiliki Energy Gap yang
lebar, sehingga atom-atom sulit untuk bergerak ke daerah pita konduksi.
Material ini memiliki sifat yang sulit mengalami konduksi dan biasanya
dikenal dengan istilah isolator. Ilustrasi pita energi dan Energy Gap pada
material isolator ditampilkan pada Gambar 2.3 di bawah ini.

10

Gambar 2.3. Pita energi dan Energy Gap pada Material Non logam

Selain material yang telah diuraikan sebelumnya, terdapat material


yang memiliki Energy Gap yang berdekatan. Oleh karenanya, saat kondisi
normal atom-atom sulit bergerak ke daerah pita konduksi dan bersifat
isolator. Namun, jika ada sedikit tambahan energi, atom-atom tersebut
dapat bergerak ke daerah pita konduksi sehingga menjadi bersifat
konduktor. Karena sifatnya yang demikian, material ini dikenal dengan
nama bahan semikonduktor. Ilustrasi pita energi dan Energy Gap pada
material semikonduktor ditampilkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Pita energi dan Energy Gap pada Material


Semikonduktor

11

Pengukuran absorbsi cahaya merupakan salah satu teknik terpenting


dalam mengetahui karakteristik optis suatu material padat. Dalam
pengukuran absorbsi, hal yang perlu diperhatikan adalah intensitas cahaya
I(z) yang tegak lurus ketebalan material z yang dibandingkan dengan
intensitas tak langsung yang mendefinisikan koefisien absorbsi abs() :

I(z) = I0

||()z
e

(2.1)

dan intensitas I(z) tergantung pada kuadrat variabel medan, sehingga


mengikuti persamaan :
~
k ()
abs() = 2
c

(2.2)

dimana faktor 2 dihasilkan dari definisi abs() dalam konteks intensitas


cahaya yang sebanding dengan kuadrat medan. Persamaan di atas memberi
pengertian bahwa koefisien absorbsi sebanding dengan

imajiner dari persamaan kompleks indeks bias, sehingga

~
k ( ) , bagian

~
k

biasanya

dikaitkan dengan kehilangan daya. Frekuensi tergantung pada koefisien


absorbsi yang cukup berbeda untuk proses fisik yang berbeda untuk
karakteristik optis zat padat (Dresselhaus, 2001). Untuk transisi langsung
pita-pita dalam semikonduktor, bentuk persamaan dari koefisien absorbsi
adalah :
1

abs()

12

( E g ) 2

(2.3)

Hubungan antara energi foton tak langsung (h) dan koefisien absorbsi ()
diberikan dengan persamaan berikut :
1

( h ) n = A(E - Eg)

(2.4)

dimana A adalah konstanta yang hampir bebas dari komposisi


semikonduktor, E = h adalah energi foton dan Eg adalah band gap optis.
Eksponen n tergantung pada jenis transisi optis. Besaran N untuk transisi
optis langsung sama dengan 1/2, untuk transisi optis tak langsung sebesar 2
dan transisi optis langsung terlarang adalah 3/2 (Pankove, 1971).

2.1.2 Karakteristik Bahan SnO2


Lapisan tipis SnO2 merupakan jenis semikonduktor tipe-n, memiliki
stabilitas kimia yang tinggi dan memiliki sifat transparansi yang baik
terhadap cahaya (dengan energy gap

3.6 eV) (Carvalho et al,

2012). Dan lebih transparan pada daerah spektrum tampak yang disebabkan
oleh lebar pita yang lebar serta memiliki konduktivitas listrik yang tinggi.
Hal ini yang disebabkan karena adanya elektron-elektron bebas pada
oxygen vacancy holes. SnO2 memiliki struktur tetragonal dengan tipe
kristal rutile dengan parameter sel satuan a = b = 4.737 dan c = 3.186
(Sumanta dan Bhabani, 2013).

13

Gambar 2.5 Model sel satuan dari kristal rutile SnO2 (Chen et al, 2012)
Pada gambar 2.5, masing-masing atom Sn terikat pada 6 atom O yang
saling berdekatan, dan masing-masing atom O dikelilingi 3 atom Sn. Untuk
mendapatkan sensor gas dengan lapisan tipis SnO2 dengan karakter yang
diinginkan, terdapat beberapa parameter yang harus diatur. Parameter
tersebut antara lain ukuran partikel, koneksi antar partikel, serta
karakteristik komposisi. Untuk ukuran partikel, semakin kecil partikel
maka performa dari sensor SnO2 akan lebih baik. Selain dari ukuran
partikel, koneksi antar partikel juga mempengaruhi karakteristik dari sensor
SnO2. Sifat dari koneksi antar partikel didefinisikan dengan perbandingan
antara lebar koneksi antar partikel dengan panjang Debye. Panjang Debye
adalah skala dimana terjadi peredaman medan listrik oleh material
pembawa muatan. Untuk detail dari hubungan antara koneksi antar partikel
dengan karakteristik sensor SnO2 dijelaskan pada gambar 2.2 berikut.

14

Gambar 2.6. Detail dari hubungan antara koneksi antar partikel


dengan karakteristik sensor SnO2
Parameter terakhir yang berpengaruh besar pada karakteristik sensor
SnO2 adalah karakteristik komposisi yang dapat ditandai dengan adanya
material aditif (dopant) tertentu atau tidak. Adanya dopant berpengaruh
terhadap

beberapa

aspek

dari

karakteristik

sensor

SnO2

seperti

menghambat pertumbuhan grain pada SnO2, mengubah Debye length dari


elektron, dan mengubah interaksi antara gas dengan permukaan. Proses
pemanasan seringkali terjadi pada fabrikasi sensor, dan menjadi bagian
penting dari proses. Proses pemanasan ini berakibat pada perubahan
struktur dari grain SnO2. Dopant dapat ditambahkan untuk menghambat
pertumbuhan grain akibat pemanasan. Perubahan Debye length menjadi
lebih besar dan lebih pendek dapat meningkatkan sensitivitas sensor.
Sementara itu interaksi antara gas dan permukaan sensor untuk SnO 2 yang
telah diberikan dopant dapat dibagi menjadi dua mekanisme yaitu
mekanisme elektronik, di mana gas pereduksi bereaksi dengan permukaan
sensor dan melepas elektron yang dipindahkan ke SnO2 sehingga kerapatan

15

elektron berubah sehingga resistansi berkurang, dan mekanisme katalis, di


mana dopant berperan sebagai katalis untuk memindahkan gas pereduksi
ke permukaan SnO2 sehingga gas perduksi bereaksi dengan oksigen dan
melepaskan elektron ke permukaan sensor. Maka dapat disimpulkan
mekanisme elektrik memindahkan elektron sedangkan mekanisme katalis
memindahkan atom. Untuk penghambat pertumbuhan grain dapat
digunakan dopant Pd, Pt, Os, dan Ni.
Tabel 2.1. Rangkuman karakteristik fisik beberapa jenis lapisan tipis
Property

In2O3

ZnO

SnO2

Zincite

Cassiterite

0.1

132

40

Cubic,
bixbyite

Hexagonal,
wurtzite

Tetragonal,
rutile

1213

P63mc

P42mnm

a = 1.012

a = 0.325

a = 0.474

b = 0.5207

b = 0.319

5.67

6.99

6.5

c : 2.92

c : 3.7

Mineral name
Abundance of the metal
in the earths crust (ppm)
Crystal structure
Space group
Lattice constants (nm)
Density (gr cm-3)
Mohs hardness
Thermal expansion coefficient
(300 K)
[10-6 K-1

7.12

Melting point [C]


Melting point of metal [C]
Vapor pressure of metal at
500C [Torr]
Heat of formation [eV]
Band gap [eV]
Static dielectric constant r
Effective electron mass of
conduction electrons m*/m
(experimental)
Effective electron mass of
conduction electrons m*/m
(computational)
Common extrinsic n-type
dopants

5
6.7

2190

2240
420

>1900

10

232

157

10

5 x 10-9

-6

9.7
3.75

3.6
3.4

6.0

c : 8.75

3.6

c: 7.8

c : 9.6

c: 13.5
c : 0.23

0.3

c : 0.58,
0.59

c: 0.3
c : 0.20

c : 0.6, 0.59
0.34

16

Ba, Al, Ga, In,


Si, Ge, Sn, Y,
Sc, Ti, Zr, Hf,
F, Cl

c: 0.26
Sb, F, Cl

Sn, Ti, Zr,


F, Cl, Sb,
Ge, Zn, Pb,
Si

Decomposition into SnO and O2 at 1500C


Sumber : Batzill dan Diebold (2005: 52)

2.1.3 Karakteristik Flourine (F)


Flourine ditemukan dalam oleh Schwandhard pada tahun 1670 dan
baru pada tahun 1886 Maisson berhasil mengisolasinya. Merupakan unsur
paling elektronegatif dan paling reaktif. Dalam bentuk gas merupakan
molekul diatom (F2), berbau pedas, berwarna kuning mudan dan bersifat
sangat korosif. Serbuk logam, glass, keramik, bahkan air terbakar dalam
fluorin dengan nyala terang.
Fluor adalah suatu elemen alami yang dapat ditemukan pada air
minum dan di dalam tanah pada berbagai konsentrasi. Fluorida merupakan
mineral yang sangat bermanfaat dan dapat di temui pada tubuh manusia.
Dalam tubuh manusia, fluorida dapat ditemukan pada struktur yang
terkalsifikasi seperti di tulang dan gigi. Konten fluorida pada tubuh
tergantung oleh asupan makanan dan air yang dikonsumsi (Palmer 2007,
158).
Fluor merupakan unsur yang menunjukkan semua bentuk elemen
( ionized, ionizable, atau nonionizable ) yang artinya adalah suatu unsur
kimia yang sangat elektronegatif dibandingkan unsur kimia yang lain.
Dengan unsur yang kecil, afinitas elektron yang tinggi dan ikatan dengan
unsur lainnya yang lemah menyebabkan fluor mempunyai reaktifitas yang
kuat dengan elemen jenis lain. (Wei, 1988; Fejerskov dkk, 1996). Beberapa
ion fluor larut dalam air, akan tetapi fluor yang berikatan dengan lithium,

17

alumunium, stronikum, barium, magnesium, kalsium, dan manganese


hanya sedikit yang larut. Campuran kovalen biasanya ditemukan dalam
bentuk non-metal, seperti silicone tetra fluoride dan sulfur heksa fluoride
(Fejerskov dkk, 1996).
2.1.4 Karakteristik Substrat
Substrat memiliki peran yang sangat penting dalam pertumbuhan
lapisan tipis. Struktur kristal tunggal dan polikristalin pada lapisan tipis
tergantung pada kondisi pertumbuhan dan substrat. Saat mendeposisi lapisan
tipis, ketidaksesuaian antar kisi-kisi substrat dan material yang dideposisikan
memiliki peran utama dalam menentukan karakteristik lapisan tipis, terutama
pada bidang kontaknya (Mousa et al, 2015). Kaca dan quartz memiliki rumus
molekul yang sama yaitu SiO2 , tetapi kandungannya berbeda. Untuk kaca,
mengandung silika sekitar 80%, sementara quartz dapat mencapai lebih dari
90%. Kaca merupakan material amorf yang memiliki struktur molekular
acak, sedangkan quartz merupakan kristal yang memiliki struktur molekular
teratur/simetris. Kaca memiliki indeks bias 1.5 sedangkan quartz memiiki
indeks bias 1.46. Penggunaan kaca dan quartz begitu luas pada piranti
elektronik, dimana kaca bersifat isolator, sementara quartz merupakan sebuah
konduktor. Menurut Tripathy dan Bhabani (2013), sensitivitas lapisan tipis
terhadap gas dipengaruhi tingkat kekasaran/struktur morfologi permukaan
lapisan tipis. Berikut ini adalah karakteristik kaca dan quartz
Tabel 2.2 Karakteristik Kaca
Glass Properties
Characteristics
Density (at 18C)
Hardness

Symb
ol

Numerical Value & Unit

2500 kg/m3
6 unit (Mohs scale)

18

Glass Properties
Characteristics

Symb
ol

Numerical Value & Unit


575 Knoop (kg/sq.mm)

Youngs modulus of
elasticity

70 GPa

0.2

0.85 x 103 J (kg.K)

9 x 104 /C

Thermal conductivity

1 W/mC

Refractive index

1.5

Poisson ratio
Specific heat capacity
Coefficient of linear
expansion (20 300C)

7.4 (1000 cycles/s)

Dielectric constant (6mm


at 21C)

Approximately 730C

Softening point

523C

Strain point

480-560C

Annealing range

Approximately 55C
differential

Thermal indurance

248 MPa

Compressive strength (25


mm cube)

19.3 to 28.4 MPa

Tensile strength-annealed

175 MPa

Tensile strengthtoughened

2.5 at 21C

Specific gravity

0.2

VLT

Specific heat (0-100C)

VLR

Visible light transmission


Visible light reflectance

88% (6mm door float)


8% at normal incident

U
R

U value-6mm

5.82 W/m2C
0.17m2C

R value-6mm

Sumber : Catalogue & Reference Guide | 6th Edition. Metro Performance


Glass

Tabel 2.3 Karakteristik Quartz

19

Features of Quartz
Test Item
Density
Hardness, Mohs Scale, Points
Compressive Strength, psi
Flexural Strength, psi (MPa)

Indicator
2.2 0.05g/cm3
6
800 - 1000
60 -70

Youngs Modulus, ksi (MPa)

20C, 72.5 - 77.8 Gpa


50C, 76.0 - 82.0 Gpa
900C, 78.3 - 85.0 Gpa

Rigidity Modulus, ksi (MPa)

20C, 31.0 - 34.1 Gpa


500C, 34.3 - 35.8 Gpa
900C, 35.3 - 36.9 Gpa

Coefficient of Thermal Expansion, K (F)

5.4 x 107/K

Thermal Conductivity

1.4 w/m.K

Test Item
Temperature Limits, C (F)

For short periods

Indicator
1100C-1200C
can work under 1200C
continuously
1300C

Chemical:
Purity

SiO2
99.9%

Volume Resistivity @ 800C (1472F),


Ohm-cm

20C, 11019 - 11015


500C, 3108 - 1107
1000C, 1106 - 3104

Under continuous operation

Dielectric Constant
Dielectric Strength, kV/mm
Optical:
Optical Transmission (>80%)
wavelength, nm
Refractive Index
Sumber : supplier quartz (alibaba.com)

= 3.7
500C, 11
200-3600 nm > 90%
NB (nanobeam) = 1.45845

2.1.5 Proses Sol-Gel


Proses sol-gel umumnya merupakan proses kimia basah yang
melibatkan transisi sistem dari cair sol menjadi padatan gel. Pembuatan
sol-gel ini biasanya digunakan sebagai bahan pelapis untuk pembuatan bahan
sensor dalam bentuk lapisan tipis (Dressler, 2010). Sol tersusun dari partikelpartikel yang berdiameter beberapa ratus nanometer dan tersuspensi dalam

20

fase cair. Fase sol ini akan mengalami kondensasi menjadi fase baru yaitu
gel. Gel tersusun dari padatan makromolekul yang masih terlarut dalam fase
cair (pelarut).
Umumnya, teknik sol gel terdiri dari reaksi hidrolisis dan reaksi
kondensasi. Hidrolisis merupakan reaksi kimia antara prekursor dengan
air yang membentuk senyawa lain, sedangkan reaksi kondensasi adalah
reaksi kimia yang molekul-molekulnya bergabung membentuk molekul
yang lebih besar dengan melepaskan molekul kecil (misalnya H2O).
Menurut Edgar (2006) secara sistematis reaksi sol-gel dapat
dituliskan sebagai berikut :

M (OR ) 4 xH2O M (OH ) 4 x OH x xROH

(hidrolisis)

(2.5)

M (OH )4 x OH x M (OR )4 (OR )4 x MOx M (OR ) 4 x xROH


(kondensasi)

(2.6)

Ditinjau dari segi struktur, metal oksida terdiri dari sambungan MO-R, dimana M adalah metal, O adalah oksigen dan R adalah kelompok
alkali. Muatan yang berlawanan dari M dan O akan mendorong
terbentuknya polarisasi dalam ikatan M-O yang akan membuat alkoxide
menerima bahan reaksi seperti air. Dengan adanya air, alkoxide
mengalami reaksi penambahan-subtitusi, dimana kelompok alkoxide (OR)
terlepas dari kelompok hydroxyl (OH) yang dihasilkan oleh air. Proses ini
dikenal dengan hidrolisis. Setelah proses hidrolisis, kelompok metal
bersambung dengan mekanisme yang berbeda, membangkitkan jaringan

21

metal oksida hydrate yang secepatnya akan membentuk inti kecil


(beberapa nanometer). Proses ini dikenal dengan pengintian (Edgar,
2006).
Dalam penerapannya, partikel ini dapat dibuat dalam bentuk
serbuk, pelet atau lapisan tipis. Proses sol-gel dapat dikendalikan, baik
dalam

hal pembuatan larutan kimia, teknik stabilisasi dan waktu

penahanan untuk menghasilkan morfologi partikel yang diharapkan.


Berkaitan dengan hal tersebut, metal oksida banyak digunakan sebagai
bahan prekursor untuk sintesis lapisan tipis. Partikel metal oksida
berukuran di bawah 100 nm dan dapat dibuat melalui hidrolisis pada suhu
ruang.

Gambar 2.7 Skema sintesis sol-gel (Rath, 2005)


Proses penyusunan lapisan oksida tunggal dari bahan sol-gel dapat
dilakukan di atas substrat baik berupa kaca, kaca-keramik atau kristal
keramik tergantung pada prosesnya. Keuntungan pembuatan lapisan sol-

22

gel adalah komposisinya yang homogen, ketebalan lapisan mudah


dikontrol dan mikro strukturnya yang baik. Selain itu, menurut Suwonbon
(2008) ada beberapa keuntungan lain dari lapisan sol-gel yaitu : (1) semua
bahan dapat dicampur mulai pada tingkat molekular dalam larutan
sehingga kehomogenan tingkat tinggi lapisan dapat diharapkan, (2) sisa
elemen dalam bentuk senyawa organometallic atau garam organik atau
anorganik terlarut dapat ditambahkan untuk mengatur struktur-mikro atau
untuk memperbaiki sifat struktur, optik dan listrik dari lapisan oksida, (3)
viskositas, tegangan permukaan dan konsentrasi larutan dapat disesuaikan
dengan mudah, (4) area lapisan yang luas dari komposisi dan ketebalan
yang diinginkan dapat terbentuk dengan mudah pada substrat yang
memiliki geometri kompleks, (5) mudah untuk membentuk lapisan dari
oksida kompleks dan mengontrol komposisi serta struktur mikro film
terdeposisi.
2.1.6 Teknik Spin Coating
Teknik spin coating adalah proses yang secara luas digunakan
untuk mendapatkan lapisan tipis padat dan homogen pada substrat yang
datar (Lawrence, 1991). Atau juga, metode spin coating dapat diartikan
sebagai sebuah metode pembentukan lapisan tipis melalui proses
pemutaran atau spin. Umumnya bahan yang digunakan untuk membuat
lapisan adalah gel yang terbuat dari material polimer atau photoresist.
Proses spin coating dibagi menjadi empat yaitu tahap deposisi, spin-up,
spin-off, dan evaporasi. Menurut Hak-Jun Kim (2002), proses pembuatan
lapisan dengan spin coating cukup sederhana, yaitu diawali dengan
meneteskan bahan pelapis pada substrat, kemudian tingkat lapisan
dikontrol oleh gaya sentrifugal yang diperoleh dari rotasi yang tegak lurus

23

terhadap substrat. Percepatan sentrifugal menyebabkan larutan menyebar,


dan akhirnya berhenti sehingga diperoleh lapisan tipis yang tertinggal di
permukaan substratnya. Sketsa putaran dan metode spin coating dapat
dilihat pada gambar 2.9.

Gambar 2.8 Skema tahapan spin coating

2.1.7

Prinsip kerja XRD (X-Ray Diffraction)


Sebuah kristal terdiri dari deretan atom yang posisinya sangat
teratur, dimana masing-masing atom dapat menghamburkan gelombang
elektromagnetik yang datang padanya. Sebuah atom dalam medan listrik
tetap mengalami polarisasi karena elektron-elektron yang bermuatan
negatif dan intinya yang bermuatan positif, mengalami gaya dengan arah
yang berlawanan. Gaya ini relatif kecil dibanding dengan gaya yang
mengikat atom, sehingga yang terlihat ialah distribusi muatan yang
terdistorsi setara dengan dipol listrik. Saat sinar-X monokhromatik jatuh
pada sebuah kristal, maka akan dihamburkan ke segala arah. Tetapi karena
keteraturan letak atom-atomnya, maka pada arah tertentu gelombang
hambur itu akan berinterferensi konstruktif, sedangkan yang lain

24

berinterferensi destruktif. Atom-atom dalam kristal dapat dipandang


sebagai unsur yang membentuk keluarga bidang datar (Beiser, 1981).

Gambar 2.9 Skema difraksi sinar-X


Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi kristal
berdasarkan persamaan Bragg adalah sebagai berikut :
n = 2.d.sin dimana n = 1,2,3,4,.

(2.7)

Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X dijatuhkan


pada sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang
memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal
tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian
diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang
kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang
dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu
bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi.
Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian
dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis
material. Standar ini disebut JCPDS.
Prinsip kerja XRD secara umum adalah sebagai berikut : XRD
terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung sinar-X, tempat objek yang
diteliti, dan detektor sinar-X. Sinar-X dihasilkan dalam tabung sinar-X
yang berisi katoda untuk memanaskan filamen, sehingga menghasilkan
elektron. Perbedaan tegangan menyebabkan adanya percepatan elektron

25

yang akan menembaki objek. Ketika elektron berenergi tinggi menabrak


elektron objek, maka dihasilkan pancaran sinar-X. Objek dan detektor
berputar untuk menangkap dan merekam intensitas sinar-X. Detektor
merekam dan memproses sinyal sinar-X dan mengolahnya dalam bentuk
grafik. Berikut adalah skema alat XRD.

Gam
bar 2.10. X-Ray Diffraction (XRD) (Troitzsch, 2007)
2.1.8

Prinsip kerja SEM (Scanning Electron Microscope)


SEM merupakan salah satu jenis mikroskop elektron yang
menggunakan berkas elektron untuk menggambar profil permukaan
material. Prinsip kerja SEM adalah sebagai berikut : berkas elektron
berenergi tinggi yang dihasilkan oleh electron gun akan ditembakkan pada
permukaan material/sampel. Kemudian permukaan material/sampel yang
dikenai berkas elektron akan memantulkan kembali berkas tersebut atau
menghasilkan elektron sekunder/secondary electron (SE) ke segala arah.
Tetapi ada satu arah dimana berkas akan dipantulkan dengan intensitas
paling tinggi, elektron ini masuk ke dalam detektor dan diubah menjadi
sinyal listrik yang akan menghasilkan gambar pada layar monitor. Sinyal

26

keluaran dari detektor ini berpengaruh terhadap intensitas cahaya di dalam


tabung monitor, karena jumlah cahaya yang dipancarkan oleh monitor
sebanding dengan jumlah elektron yang berinteraksi dengan sampel. Hasil
yang ditampilkan dengan secondary electron ini adalah topografi
permukaan sampel. Sedangkan untuk mengamati fasa-fasa, dilakukan
dengan backscattered electron (BE). BE memberikan perbedaan kehitaman
gambar berdasarkan nomor atom (Z) dari unsur-unsur fasa yang ada pada
sampel. Bahan dengan nomor atom yang besar, akan tampak lebih terang
dibanding dengan bahan dengan nomor atom yang lebih kecil. Berikut
adalah skema Scanning Electron Microscope (SEM).

Gambar 2.11. Skema alat Scanning Electron Microscope (SEM)


(Troitzsch, 2007)

2.1.9

Prinsip kerja EDX (Energy Dispersive X-ray Spectroscopy)


Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (EDS atau EDX atau EDAX)
adalah salah satu teknik analisis untuk menganalisis unsur atau karakteristik

27

kimia dari sampel . Karakterisasi ini bergantung pada interaksi beberapa


eksitasi sinar-X dengan sampel. Kemampuan untuk mengkarakterisasi
sejalan dengan sebagian besar prinsip dasar yang menyatakan bahwa setiap
elemen memiliki struktur atom yang unik, dan merupakan ciri khas dari
struktur atom suatu unsur, sehingga memungkinkan sinar-X untuk
mengidentifikasinya. Untuk merangsang emisi karakteristik sinar-X dari
sebuah sampel, sinar berenergi tinggi yang bermuatan partikel seperti
elektron atau proton atau berkas sinar-X, difokuskan ke sampel yang akan
diteliti. Selanjutnya sebuah atom dalam sampel mengandung elektron di
masing-masing tingkat energi atau kulit elektron yang terikat pada inti. Sinar
yang dihasilkan dapat mengeksitasi elektron di kulit dalam dan
mengeluarkannya dari kulit, sehingga terdapat lubang elektron di tempat
elektron itu berada sebelumnya. Sebuah elektron dari luar kulit yang
berenergi lebih tinggi kemudian mengisi lubang, dan perbedaan energi antara
kulit yang berenergi lebih tinggi dengan kulit yang berenergi lebih rendah
dapat dirilis dalam bentuk sinar-X. Jumlah dan energi dari sinar-X yang
dipancarkan dari sampel dapat diukur oleh spektrometer energi dispersif.
Energi dari sinar-X yang dihasilkan merupakan karakteristik dari perbedaan
energi antara dua kulit, dan juga karakterisrtik struktur atom dari unsur yang
terpancar, sehingga komposisi unsur dari sampel

memungkinkan untuk

dapat diukur. Pengujian EDX ini dilakukan untuk mengetahui komposisi


yang terkandung pada permukaan lapisan tipis. Berikut adalah mekanisme
Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (EDX).

28

Gambar 2.12. Mekanisme Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (EDX)


2.1.10 Prinsip kerja UV-Vis Spectrophotometer
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan
pada

pengukuran

serapan

sinar

monokromatis

oleh

suatu

lajur

larutan/padatan berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan


menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor
fototube. Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitansi
dan/atau absorbsi suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang.
Sedangkan metoda yang sering digunakan pada spektrofotometer ini disebut
dengan

spektrofotometri.

Spektrofotometri

dapat

dianggap

sebagai

perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari
absorbsi energi.
Absorbsi terjadi karena adanya senyawa yang mengalami transisi
elektronik saat terkena sinar dari sumber. Sumber radiasi ultraviolet yang
kebanyakan digunakan adalah lampu hidrogen dan lampu deuterium.
Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang
gelombang dan dialirkan oleh suatu perekam untuk menghasilkan spektrum
tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda. Teknik spektroskopi pada
daerah ultraviolet dan sinar tampak disebut spektroskopi UV-Vis.

29

Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan


Visible.
Spektrofotometer

UV-Vis

merupakan

alat

dengan

teknik

spektrofotometer pada daerah ultraviolet dan sinar tampak. Alat ini


digunakan guna mengukur serapan sinar ultraviolet atau sinar tampak oleh
suatu materi dalam bentuk larutan/padatan. Konsentrasi larutan/padatan
yang dianalisis sebanding dengan jumlah sinar yang diserap oleh sampel
tersebut.
Metoda penyelidikan dengan bantuan spektrofotometer disebut
spektrofotometri. Dalam spektrofotometer modern, sinar yang datang pada
sampel diubah panjang gelombangnya secara kontinyu. Hasil percobaan
diungkapkan dalam spektrum dengan absisnya menyatakan panjang
gelombang (atau bilangan gelombang atau frekuensi) sinar datang dan
ordinatnya menyatakan energi yang diserap sampel. Berikut adalah skema
alat spektrofotometer UV-Vis.

Gambar 2.13. Skema alat UV-Vis

30

2.1.11 Penelitian Yang Mendukung


Penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian yang relevan terkait
lapisan tipis SnO2 yang disajikan dalam bentuk tabel.
Berikut adalah tabel penelitian lapisan tipis (thin film) SnO2 yang
relevan dengan penelitian ini :

Tabel 2.4. Daftar penelitian yang relevan


NO.

NAMA PENGARANG,

ALAT & HASIL PENELITIAN

TAHUN, & JUDUL

1.

Peneliti : S. Kar, S.
Kundoo

Alat: XRD, Spektroskopi FTIR, spektroskopi UV-VIS -NIR


Hasil :

Tahun 2013
Judul :
Synthesis and
Characterization
of
Pure and Fluorine
Doped
Tin-Oxide
Nano-Particles by SolGel Methods

Grafik untuk menentukan regangan dan ukuran partikel SnO2


film tipis pada substrat kaca. Data yang diperoleh dari pola
XRD.

Spektra FTIR dari SnO2: F Film di Si substrat menunjukkan


Sn-O obligasi yang berbeda

31

Transmisi optik film FTO diendapkan pada substrat kaca.

Grafik pita gap

karakteristik film FTO pada temperatur yang berbeda.


Deskripsi :
film tipis timah oksida (SnO2) dan didoping Flour oksida
timah (SnO2: F) (FTO) disusun oleh sol-gel dip-coating
(SGDC rute) metode dengan menggunakan bahan-bahan
murah dengan mudah tersedia seperti yang kita gunakan
SnCl2, 2H2O dan HF. difraksi sinar-X (XRD) spektrum
menunjukkan semua puncak dari SnO2 kristal. Jumlah strain
diperoleh 1,2 x 10-2 dan ukuran partikel sebagai ~ 28 nm,
menunjukkan sifat nanostructural film. Spektroskopi FTIR
menunjukkan Sn-O yang kuat dan ikatan Sn-O-Sn.

32

Pengukuran spektrofotometri UV-Visible menunjukkan


transparansi tinggi film di daerah tampak dan band gap
langsung dihitung menjadi 3,35 eV. Currentvoltage (I-V)
karakteristik film yang non-linear di alam, yang dapat
dijelaskan oleh model Poole-Frenkel emisi termionik.
2.

Peneliti :
Mario Alberto
Snchez-Garca,
Arturo Maldonado,
Luis Castaeda, Rutilo
Silva-Gonzlez, Mara
de la Luz Olvera.

Alat: XRD, SEM, dan EDS,


Hasil :

Tahun 2012
Characteristics of
SnO2:F Thin Films
Deposited by
Ultrasonic Spray
Pyrolysis: Effect of
Water Content in
Solution and Substrate
Temperature

Difraksi spektrum SnO2 kimia disemprot: film tipis F


disimpan di 450C, dari mulai solusi dengan kadar air yang
berbeda

33

Deskripsi :
Fluor doped tin oxide, SnO2: F, film tipis diendapkan oleh
semprotan kimia ultrasonik mulai dari timah klorida dan asam
fluorida. Karakteristik fisik dari film sebagai fungsi dari kedua
kadar air dalam memulai solusi dan substrat suhu dipelajari.
Struktur Film itu polikristalin dalam semua kasus,
menunjukkan bahwa intensitas (200) puncak meningkat
dengan kadar air dalam larutan awal. Resistivitas listrik
menurun dengan kadar air, mencapai nilai minimum, di urutan

34

Peneliti : Salam
Amir Yousif, Jenan
Mohamed Abass

8 10-4 cm, untuk film disimpan di 450C dari solusi


dimulai dengan kadar air 10 ml per 100 ml larutan;
peningkatan lebih lanjut dalam kandungan air meningkatkan
sistivity ulang sesuai. transmitans optik dari SnO2: film F
yang tinggi, di urutan 75%, dan band nilai gap terombangambing sekitar 3,9 eV. analisis SEM menunjukkan morfologi
permukaan yang seragam dengan geometri yang berbeda
tergantung pada kondisi tion endapan. Analisis komposisi
menunjukkan senyawa stoikiometrik dengan [Sn / O] rasio
sekitar 1: 2 pada semua sampel. Kehadiran F ke dalam kisi
SnO2 terdeteksi, dalam waktu 2 di% terhadap Sn.
Alat : XRD, AFM,

Hasil :
Tahun 2013

Judul :

Structural,
Morphological and
Optical
Characterization of
SnO2:F thin films
prepared by
Chemical spray
Pyrolysis

Hasil gambar dengan konsentrasi F yang berbeda.


(a) F = 0, (b) F = 0,05, (c) F = 0,1 dan (d) F = 0,15

35

Gambar nilai Transmitansi spektrum film tipis sebagai fungsi


dari panjang gelombang untuk fluor doping yang
berbeda

Gambar nilai band gap untuk F yang berbeda


Deskripsi :
Fluor doped tin oxide (FTO) film berhasil disusun pada kaca
dan substrat kuarsa pada suhu substrat sama dengan 450 untuk
berbagai fluor doping (0, 0,05, 0,1, 0,15) dengan teknik
pirolisis semprot buatan sendiri. Solusi semprot dibuat dari
timah tetraklorida SnCl Pentahydrate 0,1 M dilarutkan dalam
air suling pada konsentrasi dan amonium fluorida NH4F
(SnO2: 5H2O) ditambahkan ke dalam larutan untuk fluor
doping. X-ray pola difraksi semprotan-diendapkan (SnO2: F)
film untuk berbagai fluor doping menunjukkan bahwa semua
Difraktogram berisi orientasi SnO2 karakteristik. Pencocokan
dari d-nilai yang diamati dan standar mengkonfirmasi bahwa
film disimpan adalah timah oksida dengan struktur tetragonal
dan film yang polikristalin dengan (110) sebagai orientasi
pertumbuhan yang lebih disukai. Morfologi permukaan SnO2
film tipis telah diperiksa oleh mikroskop kekuatan atom
(AFM). Rata-rata transmisi di daerah tampak (pada 550 nm)
telah ditemukan (40%, 47%, 52%, 59%, 61%) untuk doping
fluor (0, 0,05, 0,1, 0,15, 0,2) masing-masing.
4

Peneliti : Sutichai
Chaisitsak

Alat : XRD, FTIR, AMF, dan Sensor Gas

36

Tahun 2011

Hasil

Judul
Nanocrystalline
SnO2:F Thin Films for
Liquid Petroleum Gas
Sensors

Gambar pola XRD film SnO2 doping Fluorine dengan


konsentrasi NH4F berbeda.

Gambar AFM tiga dimensi film SnO2 doping F konsentrasi


NH4F berbeda.

Nilai Transmitansi spektrum film SnO2 doping F dengan


konsentrasi NH4F berbeda

37

Gambar hasil FTIR SnO2 murni dan yang di doping F


Deskripsi :
Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik dip coating lebih
unggul teknik konvensional untuk kedua meningkatkan
keseragaman ketebalan film dan film transparansi. Pengaruh
konsentrasi F pada struktur. Atomic Force Microscopy (AFM)
dan X-ray pengukuran pola difraksi menunjukkan bahwa film
tipis yang diperoleh adalah nanokristalin SnO2 dengan
permukaan nano-bertekstur. karakteristik penginderaan gas
(respon sensor dan respon / waktu pemulihan) dari SnO2
yang: sensor F didasarkan pada struktur interdigital planar
diselidiki pada suhu operasi yang berbeda dan pada
konsentrasi LPG yang berbeda. Penambahan fluor untuk SnO2
ditemukan menguntungkan untuk deteksi efisien gas LPG,
misalnya, sensor F-doped lebih stabil pada suhu operasi yang
rendah (300 C) dengan respon sensor yang lebih tinggi dan
waktu respon / pemulihan lebih cepat, dibandingkan dengan
un-doped bahan sensor. Sensor berdasarkan SnO2: film F bisa
mendeteksi LPG bahkan pada tingkat yang rendah dari 25%
LEL, menunjukkan kemungkinan menggunakan bahan
transparan ini untuk deteksi kebocoran LPG.

Beberapa penelitian tersebut mendasari penelitian yang hendak penulis


lakukan karena memiliki ruang lingkup dan sasaran yang hampir sama, baik dalam
hal material lapisan tipisnya, metode/teknik sintesisnya maupun karakterisasi
lapisan tipis SnO2. Sehingga pada penelitian ini akan dianalisis SnO 2 murni dan
SnO2 dengan dopant aluminium pada dua substrat yang berbeda yaitu substrat kaca
dan quartz.

38

2.2. Kerangka Berpikir


Lapisan tipis telah banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari,
baik di dalam bidang konstruksi, bidang dekorasi, maupun bidang elektronika.
Pada bidang elektronika, lapisan tipis digunakan untuk membuat kapasitor,
semikonduktor dan sensor. Studi yang menjelaskan tentang sintesis dan
karakterisasi SnO2 sangat menarik perhatian para peneliti karena penerapannya
yang sangat luas. Hal tersebut berkaitan dengan keunggulannya dalam sifat
reflektivitas dan transparansinya, hambatan listriknya yang rendah, dan lain
sebagainya. Lapisan tipis dapat dibuat dengan berbagai macam teknik, seperti
molecular beam epitaxy, RF magnetron sputtering, pulsed laser deposition, spray
pyrolysis, chemical vapor deposition, physical vapor deposition, dan sol-gel spincoating. Teknik sol-gel spin coating memiliki beberapa keuntungan, antara lain
biayanya murah, komposisinya yang homogen, tidak menggunakan ruang dengan
tingkat kevakuman yang tinggi, ketebalan lapisan bisa dikontrol dan
mikrostrukturnya yang baik sehingga sesuai untuk diterapkan dalam penelitian
ini.
Dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan lapisan tipis SnO2 murni
dan SnO2 yang didoping dengan logam F, kemudian dideposisikan pada substrat
kaca dan substrat quartz dengan teknik sol-gel spin coating pada konsentrasi sol
0.1 mol/L dengan kadar doping F sebesar 25% serta diberi perlakuan aging
selama 24 jam. Karakterisasi hasil lapisan yang diharapkan akan meliputi
identifikasi fase yang terbentuk menggunakan X-Ray Difractometer (XRD),
selanjutnya akan dilakukan karakterisasi mikrostuktur lapisan dan komposisi
unsur diamati dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) yang dikopel dengan
EDX (Energy Dispersive X-ray spectroscopy). Untuk absorbsi, transmitansi, dan
penentuan energi band gap lapisan SnO2, diuji dengan spektrofotometer UV-Vis.

39

Kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan seperti berikut :

Perkembangan n

Pemanfaatan lapisan tipis (thin film) S

Penggunaan teknik sol gel spin coa

SnO2 dan F:SnO2 dideposisikan pada substrat kaca dan quartz dengan konsentrasi sol 0.1 mol/L, kadar F 25%

Penentuan kualitas melalui kar

40

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia FKIP Universitas
Mataram, Laboratorium Kimia Analitik MIPA Universitas Mataram dan
Laboratorium MIPA Fisika Institut Teknik Surabaya (ITS).
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan bulan Nopember 2016.
3.1.3 Metode Penelitian
Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini, maka
dipilih jenis metode penelitian eksperimen murni.

3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah lapisan tipis jenis SnO2 murni dan SnO2
dengan dopant logam F yang melalui proses sintesis pada
substrat kaca dan quartz.

3.3 Instrumen Penelitian


3.3.1 Bahan Penelitian
Bahan dasar yang digunakan sebagai pelapis dalam penelitian ini adalah
0.45 gram Tin (II) chloride dihydrate (SnCl2.2H2O dengan massa molar

41

225.63 gram/mol, kemurnian 99,9%, Merck). Pelarutnya menggunakan 20


ml ethanol ((C2H5OH) dengan massa molar 46.07gram/mol, kemurnian
98%, Merck) pada temperatur ruang. Bahan untuk doping adalah HF
kemurnian 48%, dan isopropil alkohol (99,8%). Substrat yang digunakan
berupa kaca dan quartz dengan ukuran 10 mm x 10 mm x 3 mm. Bahan
pendukung lainnya adalah air aquades, sabun detergen dan HCl yang
digunakan untuk membersihkan substrat.
3.3.2 Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
3.3.2.1 Alat sintesis sol-gel SnO2
Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan sintesis sol-gel SnO 2
adalah sebagai berikut :
1. Gelas beaker 50 ml
2. Termometer air raksa
3. Tabung reaksi
4. Gelas ukur 50 ml
5. Pinset
6. Pipet tetes
7. Shaker merk GERHARDT
8. Timbangan digital HR-200
9. Magnetic stirrer
3.3.2.2 Alat deposisi lapisan tipis
Alat yang diperlukan untuk deposisi lapisan tipis SnO 2 pada
substrat kaca dan quartz adalah spin coater, cawan keramik, dan
furnace. Spin coater ini terdiri dari beberapa komponen utama,
yakni :

42

1. Vakum kompresor yang berfungsi untuk memvakumkan ruang


tabung dengan tekanan sampai 0,086 Mpa dan menahan substrat
kaca dan quartz agar tidak jatuh saat proses pemutaran
berlangsung.
2. Dudukan sampel (specimen holder) sebagai tempat substrat.
3. Motor sebagai pemutar.
4. Pengatur kecepatan putar dalam rpm (rotation per minute), dan
timer.
5. Alat ukur tekanan.
3.3.2.3 Alat karakterisasi lapisan tipis
Struktur kristal lapisan tipis SnO2 dapat diketahui dengan
menggunakan analisis data difraksi sinar-X (XRD) Shimadzu
(XRD-6000). Untuk spesifikasi mesin X-Ray Diffraction (XRD)
Rigaku Corporation adalah sebagai berikut :
Model

: Multiflex 2kw

Power

: 200VAC 1 30A 50 Hz

Tmax

: 1500C

Made in

: Japan

Morfologi permukaan sampel dan komposisi unsur diamati dengan


menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy) merk JOEL
tipe JSM-6701F terintegritas dengan EDX (Energy Dispersive Xray Spectroscopy). Transmitansi dan absorbsi dari sampel diukur
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis Hitachi U2800.

3.4 Prosedur Pelaksanaan Penelitian


3.4.1 Sintesis Lapisan Tipis SnO2

43

3.4.1.1 Preparasi substrat


1. Bahan substrat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
kaca dan quartz yang dipotong dengan ukuran 10 mm x 10 mm
x 3 mm.
2. Bersihkan substat dengan HCl encer (1-5)% dan bilas dengan
air.
3. Gosok substrat dengan kuas dan deterjen ringan.
4. Cuci di ganda suling de-terionisasi air beberapa kali.
5. Tempatkan dalam pembersih ultrasonik dengan slide kaca
direndam dalam air.
6. Rebus dalam pemanas listrik.
7. Degrease di uap dari Isopropyl alkohol dalam ruang degreasing
dipasang ke sistem kondensor.
8. Substrat kaca dan quartz yang sudah bersih, selanjutnya
disimpan dalam plastik klip.
3.4.1.2 Pembuatan sol-gel
Proses pembuatan sol-gel
1.

dalam

penelitian

ini

akan

menggunakan bahan dasar Tin (II) chloride dihydrate


(SnCl2.2H2O dengan massa molar 225.63 gram/mol, kemurnian
99,9%) sebanyak 0.45 gram, dan melarutkannya dalam 20 ml
Isopropil Alkohol (C3H7OH) untuk memperoleh konsentrasi
molar sol 0.1 mol/L atau 0.1 M . Konsentrasi sol diperoleh
melalui persamaan berikut :
Konsentrasi Molar =

mol zat terlarut


liter larutan

(3.1)

0.45 (gram)
( 225.63(gram/mol
))
0.02 L

Konsentrasi Molar 0.1 mol/L = 0.1 M


2. Hasil larutan di-stirrer dengan menggunakan stirring magnetic
pada suhu 40C selama 10 menit, atau sampai larutan terlihat
bercampur secara homogen.

44

Selanjutnya pada larutan tersebut ditambahkan 0.067 gram HF


untuk mendapatkan 25% dopant Flour. Kadar persentase
dopant F diperoleh melalui persamaan berikut :
1
( HF ) x
( gram )
F
133.34
=
H
1
( Sn F 2 .2 H 2 O ) x 225.63 ( gram )

( )

(3.2)
1
( gram )
F
133.34
=
H
1
( 0.45 gram ) x
( gram )
225.63

( )

( 0. 067 gram ) x

( HF ) =0.25=25
3. Langkah berikutnya adalah membagi larutan sol menjadi
empat bagian dan diberi label A, B, C dan D yaitu SnO 2 murni
dan SnO2:F pada substrat kaca (A dan B), dan SnO2 murni dan
SnO2:F pada substrat quartz (C dan D),
4. Kemudian masing-masing sampel didiamkan (di-aging) selama
24 jam. Masing-masing larutan yang diberi label A, B, C, dan
D akan digunakan sebagai bahan coating pada substrat kaca
dan quartz.
5. Sebelum melakukan proses coating, secara keseluruhan
substrat kaca dan quartz harus dikondisikan bersih terlebih
dahulu dengan alkohol untuk menghilangkan partikel organik
pada permukaannya.
3.4.1.3 Pembuatan lapisan tipis
Proses pembuatan lapisan tipis dengan alat spin coating dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:

45

1. Pompa vakum dihidupkan dengan tekanan diatur sampai 0,086


Mpa, kemudian substrat kaca dan quartz diletakkan pada
dudukan substrat.
2. Substrat ditetesi dengan larutan untuk lapisan pertama sebanyak
4 sampai 6 tetes.
3. Kemudian alat spinner dihidupkan.
4. Pembuatan lapisan dilakukan selama 3 menit dengan kecepatan
putaran 2000 rpm.
5. Setelah permukaan substrat terlapisi secara merata, selanjutnya
substrat dikeringkan dalam furnace pada suhu 100C selama 5
menit.
3.4.1.4 Proses Pemanasan
1. Proses pemanasan dilakukan dengan menggunakan furnace.
2. Pemanasan pertama dilakukan selama 1 jam pada suhu 750C,
bertujuan untuk menghilangkan kandungan air serta sisa pelarut
dalam lapisan secara bertahap.
3. Pemanasan kedua dilakukan pada suhu 300C selama 15 menit.
Tahap ini dikatakan sebagai tahap pre-heating yang berfungsi
untuk menghilangkan pelarut ethanol, air, dan pengotor lain.
4. Tahap selanjutnya adalah post-heating atau pemanasan akhir
pada suhu 500C selama 1 jam. Post-heating ini berfungsi
untuk membentuk partikel SnO2 dengan orientasi kristal yang
seragam, dan menghilangkan pori-pori.
3.4.2 Karakterisasi Lapisan SnO2
3.4.2.1 X-Ray Diffractometer (XRD)
Difraksi sinar-X (XRD) adalah teknik analisis dan penentuan
kuantitatif berbagai

bentuk struktur kristal dalam bahan.

46

Identifikasi diperoleh dengan membandingkan difraktogram dari


sampel yang tidak diketahui dengan data standar yang berisi pola
acuan. Hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1. persiapan sampel
2. Sampel diletakkan pada sample holder.
3. Setelah itu sampel dan detektor diputar, dan intensitas sinar-X
pantul direkam.
4. Jika geometri dari peristiwa sinar-X tersebut memenuhi
persamaan Bragg, interferensi konstruktif terjadi dan suatu
puncak di dalam intensitas terjadi.
5. Detektor akan merekam dan memproses isyarat penyinaran ini
dan mengkonversi isyarat itu menjadi suatu arus yang akan
dikeluarkan pada layar komputer atau printer.
6. Analisis data XRD dilakukan dengan bantuan program search
match dan refinement menggunakan software Rietica dengan
data pembanding adalah data standar SnO2.
3.4.2.2 Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Energy Dispersive Xray Spectroscopy (EDX)
SEM adalah alat yang digunakan untuk mengetahui morfologi
atau struktur mikro permukaan dari zat padat, dan EDX
digunakan untuk mengetahui komposisi yang terkandung pada
permukaan lapisan tipis (thin film) SnO2.
Langkah-langkah pengujian SEM dan EDX dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Sampel uji yang akan dilakukan pemotretan harus bersih, kering, rata, tidak
berminyak, tidak mengkilap sehingga dapat menghasilkan hasil pemotretan
yang baik.

47

2. Menempatkan sampel uji pada specimen holder dengan menggunakan double


sticky tip untuk mendapatkan posisi spesimen yang rigid.
3. Sampel uji dimasukkan ke dalam specimen chamber untuk melakukan
observasi awal sebelum pemotretan.
4. Pemotretan dilakukan dengan perbesaran yang diinginkan untuk mengetahui
struktur permukaan lapisan tipis SnO2.
5. Dengan hasil pemotretan gambar SEM, selanjutnya dapat ditentukan titik
tembak EDX. Hasil dari EDX yaitu tampilan grafik persentase unsur yang
terkandung di dalam bahan.
3.4.2.3 Spektrofotometer Ultraviolet-Visible (UV-Vis)
Spektrofotometer UV-Vis adalah teknik analisis pengukuran
absopsi cahaya UV dalam rentang panjang gelombang ultraviolet
(sekitar 200 nm) hingga mencakup semua panjang gelombang
cahaya tampak (sekitar 700 nm). Absorbsi terjadi karena adanya
senyawa yang mengalami transisi elektronik saat terkena sinar dari
sumber.
Langkah kerja pengoperasian spektrofotometer UV-Vis adalah
sebagai berikut :
1. Mengubungkan spektrofotometer, komputer, dan printer ke
sumber arus.
2. Menyalakan komputer dan printer terlebih dahulu, setelah itu
menyalakan spektrofotometer dengan menekan tombol ONOFF pada main spektrofotometer.
3. Menekan tombol start, pilih program Hitachi Application UV
SOLUTION 2.1.

48

4. Tampilan program akan muncul dan memberitahukan bahwa


proses INISIALISASI sedang berlangsung, tunggu hingga
proses selesai ditandai dengan munculnya warna hijau dan
tertulis status ready.
5. Membiarkan selama 15 menit untuk pemanasan
6. Mengatur panjang gelombang dan spektrofotometer siap
digunakan untuk pengukuran serapan sampel pada panjang
gelombang tertentu.
7. Memasukkan 2 cuvette yang berisi air aquades untuk proses
kalibrasi kemudian tekan ikon A-Z pada layar monitor
8. Mengoperasikan menu scanning wavelength untuk mengetahui
serapan cahaya dari sampel uji
9. Grafik hubungan panjang gelombang () dan
absorbsi/transmitansi diperoleh dan dapat dibaca di layar
monitor
10. Membuka tutup spectrophotometer UV-Vis untuk
mengeluarkan cuvette dan sampel uji
11. Mengulangi langkah di atas untuk beberapa variasi sampel uji
12. Setelah selesai bekerja, cuvette dikeluarkan dan dibersihkan.
13. Spektrofotometer dimatikan dengan mengklik tanda silang
pada bagian kanan atas kemudian komputer diposisikan shut
down
14. Langkah terakhir adalah menekan tombol ON-OFF pada main
unit spektrofotometer.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, material uji lapisan tipis (thin film) SnO2 murni dan SnO2:F
pada substrat kaca dan quartz akan diberi perlakuan aging dalam waktu 24 jam.
Setelah 4 jenis sampel siap, kemudian dikarakterisasi melalui XRD (X Ray
Diffraction), SEM (Scanning Electron Microscopy), EDX (Energy Dispersive Xray Spectroscopy) dan UV-Vis (Ultraviolet-Visible Spectrophotometer) untuk
mendapatkan informasi tentang karakteristik struktur kristal lapisan, struktur

49

mikro/morfologi permukaan zat padat, serta karakteristik optis meliputi


transmitansi dan absorbsi yang digunakan untuk mengukur besarnya energi band
gap lapisan tipis.
3.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif.
Hasil analisis data disajikan dalam bentuk gambar, tabel dan grafik untuk melihat
kualitas dan karakteristik sampel uji. Untuk masing-masing sampel, dilakukan
uji karakterisasi XRD, SEM, EDX dan UV-Vis. Pada uji karakterisasi XRD,
material lapisan tipis (thin film) SnO2 yang dilapiskan pada substrat kaca dan
quartz dapat diketahui pola difraksinya. Pada grafik akan terlihat puncak- puncak
tertinggi pada pola difraksi lapisan tipis (thin film) yang mengindikasikan
partikel-partikel kecil SnO2 berukuran nano. Ukuran partikel dihitung dari hasil
XRD menggunakan persamaan Scherrer berikut :
D=

k
cos

(3.3)

Setelah itu, struktur morfologi dari sampel material komposit tersebut


dapat diketahui dengan menggunakan uji karakterisasi SEM. Dari hasil SEM,
akan didapatkan gambar grain lapisan tipis (thin film) dengan resolusi yang
sangat tinggi dari permukaan sampel SnO2. Pengujian EDX juga dilakukan untuk
mengetahui komposisi yang terkandung pada permukaan lapisan tipis (thin film)
SnO2.
Teknik analisis pengukuran absopsi cahaya UV dalam rentang panjang
gelombang ultraviolet (sekitar 200 nm) hingga mencakup semua panjang
gelombang cahaya tampak (sekitar 700 nm) menggunakan spektrofotometer UVVis. Dari karakterisasi tersebut, akan diperoleh perbandingan kualitas lapisan

50

tipis SnO2 murni dan SnO2:F pada dua substrat yang berbeda yaitu kaca dan
quartz.

51

DAFTAR PUSTAKA

Adriansyah, A. 2012. Dasar Elektronika, Teori Semikonduktor, Modul 2. Jakarta :


Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana.
Battal, et al. 2014. Comparison Effect of Spin Speeds and Substrate Laters on
Properties of Doubly Doped Tin Oxide Thin Films Prepared by Sol-Gel Spin
Coating Method, Journal of Ovonic Research, 10 (2) :. 23 34.
Batzill, M. and Diebold, U. 2005. The surface and materials science of tin oxide,
Programess in Surface Science Elsevier, 79 : 4715.
Beiser, A. 1981. Konsep Fisika Modern, jilid 3. Terjemahan The Houw Liong, Ph.D.
Jakarta : Erlangga.
Carvalho et al. 2012. Synthesis and characterization of SnO2 thin films prepared by
dip-coating method, 15th Brazilian Workshop on Semiconductor Physics.
Elsevier P hysics Procedia, 28 : 22-27.
Changzheng, W. 2009. Effect of the Oxygen Pressure on The Microstructure and
Optical Properties Of ZnO Films Prepared by Laser Molecular Beam Epitaxy,
Elsevier Physica B, 404 : 40754082.
Chen, W et al. 2012. Gas Sensing Properties and Mechanism of Nano-SnO 2-Based
Sensor for Hydrogen and Carbon Monoxide, Journal of Nanomaterials
Vol. 2012. Chongqing : Chongqing University.
Choudhary, M et al. 2012. Preparation of Nanosized Tin Oxide Powder by Sol-Gel
Method, IEEE, 978 : 1-5.
Cobden, R et al. 1994. Aluminium : Physical Properties, Characteristics and Alloys,
Basic Level, TALAT Lecture 1501. EAA - European Aluminium Association :
Training in Aluminium Aplication Technologies(TALAT).
Dresselhaus, M.S. 2001. Solid State of Physics Part II, Optical Properties of Solids.
Massachusetts : MIT.
Dressler. M. 2010. Difference Between Films and Monoliths of Sol-gel Derived
Aluminas, Elsevier Thin Solid Films, 519 : 42-51.
Edgar, A. 2006. Defelopment Of A Tick Lapisan Gas Sensor For Oxigen Detection At
Trace Level, Thesis. Virgilli : Universitas Rovira I.
Gurakar, et al. 2014. Electrical and microstructural properties of (Cu, Al, In)-doped
SnO2 films deposited by spray pyrolysis, ADVANCED MATERIALS Letters,
5(6) : 309-314
Hak-Ju Kim. 2002. Preparation of tungsten metal lapisan by spin coating method,
Korea-Australia Rheologi Journal, 14 (2) : 71-76.

52

Hammad, T.M and Hejazy, N.K. 2011. Structural, Electrical and Optical Properties
of ATO Thin Films Fabricated by Dip Coating Method, Int. Nano Lett., 1(2) :
123 128.
Ji, et al. 2006. Transparent p-type Conducting Indium doped SnO2 Thin Films
Deposited by Spray Pyrolysis.Material Letters, 60(11) : 1387 1389.
Lawrence, C.J. 1991. Spincoating of Non-Newtonian Fluids, Elsevier Journal of
Non-Newtonian Fluid Mechanics, 39 : 137-187.
Mousa, et al. 2015. Substrate effects on Structural and Optical Properties of ZnO
Thin Films Deposited by Chemical Spray Pyrolysis, International Letters of
Chemistry, Physics and Astronomy, SciPress Ltd., Switzerland, 51 : 69-77.
NN. 2016. Skema Spectrophotometer UV-Vis. Diunduh dari https://en.wikipedia.org.
Tanggal 8 Januari 2016.
Nuruddin, A and Abelson, J.R. 2001. Improved Transparent Conductive Oxide/p+/i
Junction in Amorphous Silicon Solar Cells by Hydrogen Flux During
Gramowth. Thin Solid Fims, 394 : 49-63.
Pankove. 1971. Optical Properties in Semiconductors. New York : Dove Publication
Inc.
Prasada, T. 2010. Physical Properties of ZnO Thin Films Deposited at Various
Substrate Temperatures Using Spray Pyrolysis, Elsevier Physica B, 405 :
22262231.
Rath, K. 2005. Novel Materials from Sol Gel Chemistry. California : Lawrence
Livermore National Laboratory.
Razeghizadeh, A.R, et. al. 2015. Gramowth and Optical Properties Investigation of
UN-Doped and Al-doped SnO2 Nanostructures by Sol-Gel Method.
Department of Physics, Faculty of science Payamenoor University, IRAN.
Sinaga, P. 2009. Pengaruh Temperatur Annealing terhadap Struktur Mikro, Sifat
Listrik dan Sifat Optik dari Film Tipis Oksida Konduktif Transparan ZnO:Al
yang Dibuat dengan Teknik Screen Printing, Jurnal Pengajaran MIPA,
14(2):51 59.
Sriram, S and Thayumanavan, A.2013. Effect od Al Concentration on the Optical and
Electrical Properties of SnO2 Thin Films Prepared by Low Cost Spray
Pyrolysis Technique. International Journal of ChemTech Research, 5(5) :
2204 2209.
Suharni dan Sayono. 2009. Pengaruh Doping Indium Terhadap Sensitivitas Sensor
Gas Dari Lapisan Tipis SnO2, Buku I Prosiding PPI PDIPTN. Yogyakarta :
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan BATAN.

53

Suwonbon, S. 2008. The Properties Of Nanostuctured Zno Thin Films via Sol-Gel
Coating. Songklanakarin J. Sci. Technol, 30 : 65-69.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2, hal 354-355. Bandung : ITB.
Taylor. 1961. X-ray Metallography, pp 678-686. New York : John Wiley.
Thiel,.B and Helbig, R.1976. Growth of SnO2 Single Crystals by a Vapour Phase
Reaction Method, Journal Crystal Growth, 32 : 259.
Tripathy, S.K. and Hota, B.P. 2013. Influence of the Substrates Nature on Optical and
Structural Characteristics of SnO2 Thin Film Prepared by Sol-Gel Technique,
JOURNAL OF NANO AND ELECTRONIC PHYSICS, 5 (3) : 1 - 5. India :
Sumy State University.
Troitzsch, U. 2007. X-Ray Diffraction (XRD). Australia: Department of Earth and
Marine Sciences Australian National University.
Widodo, S. 2010. Teknologi Sol Gel Pada Pembuatan Nano Kristalin Metal Oksida
Untuk Aplikasi Sensor Gas. SEMINAR REKAYASA KIMIA DAN PROSES.
Bandung : PPET-LIPI.

54

LAMPIRAN 1
ALAT DAN BAHAN

Gelas beaker, labu


Erlenmeyer, corong,
gelas ukur, cawan
keramik

Termometer, pipet
tetes, pinset

Furnace

Timbangan digital merk


HR-200

Shaker merk

Spin Coater

UV Vis
Spectrophotomete
r

Tissue, alkohol
70%, detergent,
air aquades

55

Substrat
Kaca/Quartz

SnCl2.2H2O

C2H5OH

AlCl3

(Tin (II) chloride


dihydrate)

(Ethanol)

(Aluminium
chloride)

56

Dispin dengan
kecepatan putar 2000
rpm kemudian
dimasukkan furnace
dengan suhu T =

Letakkan ke dalam wadah


busa

Dikarakterisasi
transmitansi dan
absorbsinya
terhadap cahaya
dengan UV-Vis
spectrophotometer

57

Dukungan sarana dan prasarana penelitian

SEM (Scanning Electron Microscopy) merk JOEL tipe JSM-6701F


terintegritas dengan EDX (Energy Dispersive X-ray Spectroscopy)

Spin Coater

Mesin X-Ray Diffraction (XRD)


Rigaku Corporation (XRD-6000)

Spektrofotometer UV-Vis Hitachi U280

58

Anda mungkin juga menyukai