LANDASAN TEORI
2.1 Nanofiber
Teknologi membran merupakan salah satu teknologi pengolahan air yang
paling efektif karena menghasilkan produk dengan kualitas tinggi. Membran
yang digunakan dalam pengolahan air pada umumnya berbasis polimer.
Membran berperan sebagai unit filtrasi untuk memisahkan material
berdasarkan ukuran dan bentuk. Membran berstruktur nano khususnya
nanofiber, saat ini menjadi perhatian karena menjawab kebutuhan teknologi
filtrasi yang efektif dan hemat biaya. Nanofiber memiliki keunggulan berupa
permeabilitas tinggi, resistansi yang rendah terhadap perpindahan massa, dan
luas permukaan yang besar. Diameter nanofiber umumnya kurang dari 100
nanometer. Modulus elastisitas dari polimer nanofiber kurang dari 350 nm
yaitu 1.0 ± 0.2 GPa. Produksi nanofiber dilakukan dengan metode
electrospinning (Krisnandika, 2017).
Nanofiber komposit merupakan pengembangan dari studi nanofiber,
yang mana nanofiber dimodifikasi dengan cara menggabungkan unsur logam
dengan polimer membentuk nanokomposit. Beberapa logam seperti titanium,
perak, nikel Songping yang digunakan dalam struktur nanokomposit. Logam
transisi lebih diminati karena elektron tidak berpasangan pada kulit terluar
mereka, yang memasok mereka dengan interaksi yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan ion logam lainnya (Herdiawan, dkk., 2013).
Nanofiber berpotensi untuk digunakan sebagai media filtrasi, serat
optik, sistem penghantaran obat (drug delivery) dalam bidang farmasi, tissue
scaffolds dalam bidang medis, dan pakaian pelindung (protective clothing).
Beberapa metode telah dikembangkan untuk fabrikasi nanofiber, seperti
template, self-assembly, pemisahan fase, dan electrospinning. Diantara
metode-metode tersebut, Electrospinning merupakan metode yang relatif
cepat, sederhana dan efektif untuk fabrikasi nanofiber. Electrospinning dapat
menghasilkan nanofiber yang kontinyu pada skala besar dengan cara
6
mendorong larutan polimer yang diberi tegangan listrik tinggi dan diameter
fibernya dapat disesuaikan dari nanometer sampai mikrometer (Waluyo &
Sabarman, 2019).
7
kopolimer PVDF dengan Hexa Fluoro Propylene (HEP), dan Chloro Tri
Fluoro Ethylene (CTFE). Dari polimer piezoelektrik ini, PVDF memiliki
piezoelektrik terbesar dan karenanya akan menghasilkan output tegangan yang
lebih besar untuk input regangan yang diberikan. Juga, perpanjangan pada nilai
putus untuk nanofiber PVDF dapat setinggi 1732% dibandingkan dengan 2,8%
perpanjangan saat istirahat dalam kasus Lead Zirconate Titanate (PZT) (Singh,
dkk., 2020).
8
pembawa muatan foto (cahaya) daripada TiO2 (Sabzehmeidani, dkk., 2019).
Baru-baru ini, CeO2 telah banyak digunakan dalam sensor kelembaban tipe
resistensi. Karena jari-jari ionik ion Ce4+ yang kecil, medan listrik yang kuat
yang diinduksi di sekitar permukaan CeO2 menambah ionisasi molekul air
yang meningkatkan konduktivitas bahan nano CeO2 pada RH tinggi (Liu, dkk.,
2016).
Ceria (CeO2), sebagai salah satu oksida logam tanah jarang yang paling
berguna, memiliki kapasitas penyimpanan oksigen yang tinggi, sifat redoks,
dan interaksi dukungan logam. Sifat-sifat unik ini menjadikan CeO2 kandidat
yang menjanjikan untuk digunakan sebagai adsorben, katalis, pendaran cahaya,
sel bahan bakar, bahan pemblokiran UV dan pelindung, bubuk pemoles dll.
Berbagai struktur nano dari CeO2 dan komposit berbasisnya seperti
nanopartikel, mikrosfer, nanofibers, nanosheets, nanotube, film tipis telah
dibuat dan dilakukan penelitian juga. Di antara struktur nano ini, CeO2 dan
nanofiber kompositnya telah banyak diperhatikan karena kelebihannya yang
unik dan luar biasa, seperti rasio permukaan ke volume yang tinggi dan ukuran
kecil. Metode untuk pembuatan CeO2 dan serat kompositnya terutama meliputi
metode templat, teknik sol-gel, metode hidrotermal dan electrospinning.
Nanofiber CeO2 dapat diperoleh dengan metode hidrotermal dan
Electrospinning (Zhang, dkk., 2016).
Karena sifat redoksnya dan ketersediaan cangkangnya 4f, CeO2 adalah
oksida dengan aplikasi potensial sebagai katalis dalam perangkat elektrokimia.
Dengan demikian, ceria digunakan dalam berbagai aplikasi katalitik mulai dari
konversi energi, proses reformasi, fotokatalisis, reaksi pergeseran air-gas,
pemisahan air termokimia, dan reaksi organik (Sacara, dkk., 2017). CeO2 yang
dikompositkan dengan Cu2O juga digunakan untuk fotokatalis dan aplikasi
superkapasitor. Komposit CeO2-Cu2O memiliki aktivitas fotokatalitik dan
kapasitansi elektrokimia yang lebih tinggi daripada sampel murni sebagai
bahan elektroda superkapasitor dengan besar hampir dua kali lipat dari sampel
murni (Chae, dkk., 2017).
9
2.4 Carbon Black (CB)
Carbon black merupakan sebuah serbuk yang sangat halus memiliki luas
permukaan sangat besar dan hanya terdiri dari atom carbon. Dalam
pengembangan industri kimia, carbon black telah menjadi salah-satu produk
unggulan. Sebagian besar carbon black telah dimanfaatkan sebagai bahan baku
atau pembantu untuk pembuatan ban, karet, cat dan briket yang diperlukan
masyarakat banyak (Ramayana, dkk., 2017).
Sebagai penambah partikel nano, karbon hitam telah banyak digunakan
untuk meningkatkan kekuatan dan ketangguhan nanokomposit polimer. Efek
penguatan terutama tergantung pada ukuran, bentuk, dan derajat dispersi
partikel dalam matriks, serta adhesi antarmuka antara partikel dan matriks
(Huang, dkk., 2018).
2.5 Electrospinning
Electrospinning adalah teknik pemintalan yang menggunakan gaya
elektrostatik untuk membuat serat ultrafine. Telah diakui sebagai salah satu
nanoteknologi yang paling menjanjikan karena serat electrospun menunjukkan
sifat-sifat yang unggul, seperti diameter kecil (dalam mikro atau bahkan
nanometer), panjang serat, luas permukaan yang besar, dan kadang-kadang
struktur serat yang kompleks. Selain itu, penjepit listrik telah diakui sebagai
teknik sederhana, di mana pengaturan tipikalnya terdiri dari tiga komponen
utama termasuk unit pengumpanan (misalnya, pompa jarum suntik dengan
jarum suntik), pasokan tegangan tinggi (0-30 kV), dan tempat pengumpulan
yang diisi ulang (misalnya, drum yang berputar atau pelat logam) (Kurečič &
Sfiligoj Smole, 2013).
Untuk menghasilkan nanofiber yang seragam dengan reproduktifitas
tinggi, maka stabilitas cone jet yang berhubungan dengan stabilitas arus tetap
dalam proses electrospinning perlu dijaga. Fiber yang diperoleh dari hasil
electrospinning diharapkan tidak terdapat beads (Waluyo & Sabarman, 2019).
Studi tentang parameter operasional electrospinning sangat signifikan karena
memperkuat fleksibilitas teknik dalam merancang serat dengan morfologi,
10
struktur, dan fungsi yang berbeda untuk berbagai aplikasi. Pada dasarnya,
parameter operasional electrospinning dapat dikategorikan ke dalam tiga
kelompok berbeda yaitu parameter solusi (bahan, pelarut, dan solusi),
parameter pemrosesan (laju umpan, suplai tegangan, dan jarak antara unit
pengisian dan tempat pengumpulan yang bermuatan balik) dan parameter
ambient (suhu dan kelembaban). Di antara parameter solusi, konsentrasi dan
konduktivitas larutan polimer memegang posisi yang penting.
11
menambahkan garam, larutan polimer akan memiliki muatan gratis yang cukup
untuk membentuk kerucut Taylor dan proses peletakan listrik dimulai. Selain
itu, peningkatan konduktivitas larutan akan meningkatkan peregangan dan
pencambukan jet bermuatan yang menghasilkan pembentukan serat yang lebih
kecil. Mirip dengan konsentrasi, tidak dianjurkan untuk meningkatkan
konduktivitas larutan di luar nilai kritis karena akan menghambat pembentukan
Taylor cone (Chee, dkk., 2019).
2.6 Tensile
Pengujian tarik merupakan salah-satu pengujian material yang paling
banyak dilakukan di dunia industri. Karena pengujian ini terbilang yang paling
mudah dan banyak data yang bisa diambil dari pengujian ini. Diantaranya
yang bisa didapat dari pengujian tarik ini adalah kekuatan tarik (Ultimate
Tensile Strenght), kekuatan mulur (Yield Strenght or Yield Point), elongasi
(Elongation), elastisitas (Elasticity) dan pengurangan luas penampang
(Reduction of Area). Seiring dengan berkembangnya teknologi, maka pada
saat ini mesin uji tarik dilengkapi dengan perangkat-perangkat elektronik untuk
memudahkan dalam menganalisa data yang diperoleh. Load Cell merupakan
salah-satu perangkat elektronik yang digunakan sebagai perangkat tambahan
pada mesin uji tarik. Load Cell menggunakan sistem perangkat pengolahan
data. Karena bagaimanapun juga faktor manusia sangat dominan untuk
memeroleh hasil dari pengujian ini (Budiman, 2016).
Sifat-sifat mekanik polimer merupakan aspek yang sangat mendasar.
Meskipun sifat-sifat lainnya seperti ketahanan nyala, stabilitas termal dan
ketahanan kimia mempunyai kaitan dalam aplikasi yang tepat untuk kombinasi
suatu bahan polimer . Sifat-sifat polimer yang harus diperhatikan untuk suatu
produk diantaranya kekuatan tarikan (modulus elastis), kompresif, flekstur,
tahan benturan. Sifat-sifat terkait mencakup kekerasan, ketahanan abrasi dan
ketahanan sobek. Kekuatan tarik sering dijadikan sebagai suatu sistem yang
menunjukan kualitas suatu bahan polimer, walaupun hasilnya tidak
menggambarkan keadaan susunan molekulnya. Jika suatu bahan polimer
12
mengalami pertambahan tegangan (stress), maka terdapat juga perubahan
regangan (strain).
13
kemiringan kurva adalah nol (d𝜎/d𝜀 = 0). Setelah melewati titik yield,
tegangan (stress) berlanjut pada deformasi plastis bertambah terus hingga
mencapai titik maksimum dan kemudian regangan (strain) menurun dan
akhirnya putus.
Tensile pada saat putus atau disebut juga Strength at break adalah
tegangan pada saat sampel uji putus. Artinya nilai yang diperoleh dari
pembagian antara gaya pada saat putus dengan luas penampang beda
minimum yang tegak lurus terhadap gaya tersebut untuk bahan-bahan yang
rapuh tensile at break dan tensile strength mempunyai nilai yang sama.
Tensile yield strength, tensile strength, tensile breaking dihitung dengan
menggunakan persamaan dibawah ini:
𝐹 2. 1
𝜎=
𝐴
Yield Strain yaitu titik awal mulai terjadi regangan pada kurva stress-
strain dimana terjadi penambahan regangan tanpa ada pertambahan
tegangan. Break Elongation adalah terjadinya penambahan panjang dari
panjang awal sampai pada titik putus ketika sampel di uji tarik. Break Strain
merupakan persentase dari nilai yang diperoleh pada pembagian antara
terjadinya penambahan panjang sampai sampai titik putus (break
elongation) dengan panjang awal sampel (initial gauge length).
∆𝑙 2. 2
𝜀= 𝑥100%
𝑙0
14
Dengan ε merupakan Break Strain, Yield Strain (%), ∆𝑙 adalah
panjang pada saat maksimum (mm) dan 𝑙0 adalah panjang mula-mula (mm).
3) Modulus Young
𝜎2 − 𝜎1 ∆𝜎 2. 3
𝑌= =
𝜀2 − 𝜀1 ∆𝜀
15
terus berlanjut menjadi alat yang sangat penting untuk penelitian ilmiah.
Karena penemuan bahwa elektron dapat dibelokkan oleh medan magnet dalam
berbagai percobaan pada tahun 1890-an, mikroskop elektron telah
dikembangkan dengan mengganti sumber cahaya dengan energi tinggi berkas
elektron (Zhou, dkk., 2007).
16
Puncak-puncak difraksi yang dihasilkan dengan menggunakan alat pencacah
umumnya menggunakan pencacah Geiger dan sintilasi. Alat monitor dapat
diputar mengelilingi sampel dan diatur pada sudut 2 θ terhadap alur datang.
Alat monitor dijajarkan supaya sumbunya senantiasa melalui dan bersudut
tepat dengan sumbu putaran sampel. Intensitas sinar-X pada difraksi sebagai
fungsi sudut 2 θ
Gambar 2.2 Difraksi Sinar X pada bidang atom (Munasir, dkk., 2012).
17
dalam sampel dengan demikian hukum Bragg dapat dipenuhi. Metode lebih
cepat dan lebih sederhana dibandingkan dengan metode kristal tunggal.
Metode serbuk ini dapat digunakan untuk menganalisa bahan apa yang
terkandung di dalam suatu sampel juga dapat ditentukan secara kuantitatif.
Pada penelitian ini dipergunakan metode serbuk. Informasi yang dapat
diperoleh dari data difraksi sinar X ini yaitu: (1) Posisi puncak difraksi
memberikan gambaran tentang parameter kisi (a), jarak antar bidang (dhkl),
struktur kristal dan orientasi dari sel satuan; (2) intensitas relatif puncak
difraksi memberikan gambaran tentang posisi atom dalam sel satuan; (3)
bentuk puncak difraksi memberikan gambaran tentang ukuran kristalit dan
ketidaksempurnaan kisi (Munasir, dkk., 2012).
18
2. DSC merupakan pengukuran perubahan dari perbedaan laju aliran panas
ke bahan (sampel) dan bahan referensi yang mengalami pengendalian
suhu. Perubahan-perubahan terjadi adanya pelepasan panas (eksotermal)
dan penyerapan panas (endotermal). Seperti halnya DTA, analisis termal
DSC juga merupakan teknik alternatif untuk menentukan suhu transisi fasa
berupa titik leleh, rekristalisasi dan suhu penguapan.
3. TGA merupakan pengukuran perubahan berat suatu bahan sebagai fungsi
waktu. Hasil analisis berupa rekaman diagram yang kontinu dimana reaksi
dekomposisi. Berat suatu bahan yang dibutuhkan saat dianalisis beberapa
miligram, yang dipanaskan pada laju konstan.
Analisis termal dilakukan untuk mempelajari perubahan sifat-sifat fisik
materi terhadap kontrol temperatur terprogram. Terdapat beberapa teknik
analisis termal yang biasa dilakukan untuk karakterisasi dalam sintesis keramik
BST seperti Differential Thermal analysis (DTA), Differential Scanning
Calorimetry (DSC) dan Thermal Gravimetric Analysis (TGA). DTA
merupakan suatu teknik pengukuran perbedaan temperatur antara sampel
dengan reference (material yang bersifat inert secara thermal) sebagai fungsi
waktu atau temperatur. Data yang dihasilkan berupa kurva temperatur sampel
terhadap waktu atau temperatur dan kurva temperatur reference terhadap waktu
atau temperatur. Sedangkan DSC merupakan suatu teknik yang digunakan
untuk menentukan temperatur dari transformasi material dengan
mengkuantisasi panasnya. Data yang dihasilkan berupa kurva aliran panas ke
sampel minus aliran panas ke reference terhadap waktu atau temperatur. TGA
merupakan teknik pengukuran menggunakan variasi berat sebagai fungsi
temperatur pemanasan. Karakterisasi ini digunakan untuk mengetahui berapa
hilangnya berat (emisi uap) ataupun bertambahnya berat sampel materi (fiksasi
gas). Teknik ini biasa digunakan untuk mengetahui kemurnian sampel, perilaku
dekomposisi, degradasi thermal, reaksi kimia yang melibatkan perubahan berat
materi akibat adsorpsi, desorpsi dan kinetika kimia. Data yang dihasilkan
berupa kurva berat terhadap waktu maupun temperatur. Analisis termal sering
19
digunakan untuk mengetahui pengaruh analisis temperatur terhadap sampel
(Sajidah, 2017).
Analisis termogravimetri (TGA) telah digunakan secara luas sebagai
metode untuk menginvestigasi proses dekomposisi termal dan stabilitas termal
berbagai material. Lebih jauh lagi, data yang dihasilkan oleh TGA dapat diolah
untuk menentukan pola dan parameter kinetika dekomposisi termal.
Termogravimetri (TGA) memberikan metode yang sederhana untuk
menentukan profil dekomposisi termal dan kinetika dekomposisi suatu
material. Pada TGA, hanya sejumlah kecil material (beberapa mg) yang
digunakan sehingga batasan antara proses termal dan proses difusi dapat
diabaikan (Dewi, 2017). DTA dan TGA merupakan teknik analisa termal, yaitu
analisa yang berkaitan dengan panas. Setiap perubahan akan melibatkan panas
atau energi sehingga perubahan panas atau energi dapat dijadikan dasar untuk
analisa kualitatif maupun kuantitatif khususnya dalam bidang kimia.
Kelompok teknik analisa ini menggunakan temperatur atau perubahan
temperatur yang dimanipulasi untuk menghasilkan parameter yang dapat
diukur (Purnawan, dkk, 2008).
Analisis thermal digunakan untuk menentukan beberapa sifat penting
dari kaca diantaranya untuk menentukan indikator stabilitas terhadap
kristalisasi, menentukan kecenderungan pembentukan kaca (glass-forming
tendency) dan energi aktivasi dalam proses kristalisasi pada kaca. Analisis
thermal dapat dilakukan dengan menggunakan alat uji DSC/DTA. Prinsip
kerjanya adalah mendeteksi perubahan panas yang meningkat selama
transformasi eksotermik dan penyerapan panas selama transformasi
endotermik (Cahyana, dkk., 2014).
20
beberapa saat setelah diteteskan cairan akan dalam keadaan setimbang. Pada
keadaan tersebut akan terbentuk sebuah sudut θ yang disebut sebagai sudut
kontak. Sudut kontak berkaitan dengan tegangan permukaan dari gas, cairan,
dan padatan, sehingga hubungan antara ketiganya diperlihatkan melalui
persamaan Young:
𝛾LV cos 𝜃 = 𝛾SV − 𝛾SL (2. 4)
21
Sebuah permukaan mungkin juga secara kimiawi heterogen. Dengan
asumsi, untuk memudahkan, permukaan dibagi menjadi dua bagian f1 dan f2,
kita dapat menulis persamaan,
𝛾LV cos 𝜃 = 𝑓1 (𝛾S1V − 𝛾S1L ) + 𝑓2 (𝛾S2V − 𝛾S2L ) (2. 6)
dengan
𝑓1 + 𝑓2 = 1. (2.7)
22
Berikut adalah rangkaian pengujian sudut kontak :
23