Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Aplikasi Material Oksida Sebagai Sensor Gas


Senyawa oksida logam dapat diaplikasikan sebagai sensor gas. Material

oksida merupakan senyawa oksida-logam dengan karakter strukturnya berikatan


ionik. Banyak ragam dari material oksida logam seperti Fe2O3, TiO2, ZrO2, ZnO,
SnO2, dan lain-lain. Oksida logam yang bersifat semikonduktor sering digunakan
sebagai bahan untuk mendeteksi berbagai gas yang seperti CO, C2O , H2, alkohol,
H2O, NH3, O2, NOx . Banyak penelitian yang dikembangkan untuk mengubah
bahan dasar semikonduktor oksida sehingga memiliki sensitivitas yang tinggi.
Penelitian tersebut di antaranya :

a. Sri Julia, 2005

Bahan dasar yang digunakan untuk film tipis adalah ZnO, dari
hasil penelitiannya, film tipis berbasisi ZnO memiliki kemampuan
tinggi dalam mobilitas konduksi electron, Stabil terhadap
perlakuan kimia dan perlakuan panas, Resistivity semikonduktor
dan tidak mengandung racun dan dan film tipis berbasisi ZnO
tersebut dapat dipalikasikan untuk sensor gas ethanol.

b. Nur Asiah Jamil, 2008

Bahan yang digunakan adalah ZnFe2O dengan penambahan CuO.


Dibuat dalam bentuk film tebal. Hasil penelitiannya adalah dengan
penambahan CuO tidak merubah struktur kristal. Dari sifat
listriknya, resistivitas listrik sampel di media gas lebih kecil dari
pada resistivitas listriknya di udara. Hal ini menunjukkan bahwa
keramik yang dibuat sensitif terhadap gas etanol dan berpotensi
dijadikan sensor gas.

c. Abhijith. 2006, Reungchaiwat. 2005, Reichel. 2005

Bahan yang digunakannya adalah ZnO. Hasil dari penelitiannya


adalah Film tipis yang dibuat dengan bahan ZnO dapat dijadikan
sensor gas etanol, dengan suhu kerja yang tinggi yaitu 4000C.

d. Kotsikau D, Ivanovskaya M, Orlik D, Falasconi M.2004

Bahan yang digunakannya adalah pencampuran Fe2O3 dan SnO2.


Film tipis dibuat dengan metode sol-gel tersebut setelah di
treatment dalam suasana gas, menghasilkan sensitivitas dalam
suasana gas C2H5OH.

2.1.1

Sensor Gas
Dalam dunia teknologi, sensor yang dapat mendeteksi bau atau aroma

tertentu termasuk teknologi yang masih baru. Ditemukannya sensor pendeteksi


gas tertentu sangat membantu dalam dunia industry dan rumah tangga. Misalnya

dapat mengetahui kadar polusi udara di daerah tertentu, kualitas makanan,


kebocoran gas, kandungan gas alkohol dari mulut seseorang dan lain-lain.
Sensor adalah peralatan yang digunakan untuk merubah suatu besaran
fisik menjadi besaran listrik sehingga dapat dianalisis dengan rangkaian listrik
tertentu. Material oksida merupakan senyawa oksida-logam dengan karakter
strukturnya berikatan ionik. Kemampuan material oksida sebagai sensor gas,
memerlukan perhatian khusus pada karakteristik struktur yang dapat dianalisa
melalui SEM (Scanning Electron Microscope). Dan struktur material oksida yang
dibutuhkan ialah yang kristalin. Kristalin dalam hal ini sama artinya dengan
kristalin sebagaimana pada logam. Strukturnya berulang dalam periode tertentu
dan dalam tiga dimensi. Untuk mengetahui kualitas kristal material, dapat
digunakan X-Ray Diffractometer (XRD).

Gambar 2.1
Alat untuk mengukur sensitivitas Sensor Gas

Ada berbagai macam sensor gas yang dibuat dari film tipis dan banyak
dimanfaatkan dalam dunia industi. Atau lebih dikenal dengan nama TGS ( Thin
Gas Sensor ).

Dalam lingkungan yang memiliki kadar gas tertentu, gas di lingkungan


berdifusi ke material oksida. Kemudian gas terdifusi ke permukaan batas butir,
sehingga

semakin banyak batas butirnya, maka semakin besar peluang gas

terdifusi dan terikat di dalam material oksida. Artinya, di dalam sensor gas,
membutuhkan butiran-butiran kristal yang kecil.
Hubungan antara hambatan sensor dengan gas yang terdeteksi oleh sensor
dapat dituliskan dalam persamaan berikut.
R= A

.. (1)

Dengan R adalah hambatan dari Sensor C adalah konsentrasi gas yang


terdeteksi , A adalah koefisien untuk gas-gas tertentu dan

adalah sensitivitas.

Setiap sensor memiliki respon tegangan yang berbeda-beda. Dalam


mendeteksi suatu jenis gas. Seperti sensor gas TGS 2610 yang mampu mendeteksi
gas isobutana, metana, ethanol, hidrogen menghasilkan respon sensor yang
berbeda-beda. Sedangkan sensor gas TGS 2600 mempunyai sensitivitas yang
tinggi pada gas udara yang tercemar seperti CO.

Gambar 2.2 Sensitivitas untuk bermacam-macam gas yang dideteksi oleh sensor gas TGS
2610

10

Masing-masing sensor gas didesain khusus untuk sensitif terhadap gas


tertentu. Sensitivitas ini bergantung pada formulasi dari material sensor yang
digunakan. Tipe-tipe sensor yang dibuat dengan menggunakan film tipis, setiap
tipe mempunyai model karakteristik sensitivitas yang berbeda.

Gambar 2.3 Hubungan sensitivitas SnO2 terhadap suhu untuk beberapa gas. Puncak

dari titik hitam menunjukan suhu kerja 4500C (Reichel. 2005)

Gambar 2.4 Hubungan sensitivitas bahan (ZnO) terhadap suhu untuk gas aceton 200 ppm.
(Abhijith. 2006)

11

Gambar 2.3 dan 2.4 menunjukan hubungan sensitivitas bahan dengan


suhu. Dari Gambar 2.3 dapat dilihat SnO2 sensitif terhadap gas Co dan etanol
dengan suhu kerja yan berbeda. Sedangkan untuk gas Hexane dan aseton kedua
gas ini dapat dideteksi pada suhu yang sama (4500C). Hal ini menunjukan bahwa
SnO2 dapat dijadikan sensor gas Co dan etanol dengan mengatur suhu kerjanya,
tetapi tidak bisa digunakan untuk sensor gas Hexane dan aseton karena kedua gas
ini didetekasi pada suhu kerja yang sama. Gambar 2.4 menunjukan sensitivitas
ZnO pada gas aseton dengan tegangan yang berbeda. Dari Gambar itu diketahui
suhu kerja ZnO sebagai sensor gas eseton untuk beberapa bias.

2.1.2 Material Semikonduktor


Minat Ilmuwan untuk mempelajari sifat semikonduktor meningkat
dengan pesat sejak Bardeen Dkk menemukan piranti transistor yang terbuat
dari bahan semikonduktor. Yang sebelumnya piranti transistor terbuat dari
tabung hampa.
Dilihat dari sifat listriknya bahan material dapat dikelompokan
menjadi isolator, semikonduktor dan superkonduktor. Salah satu sifat fisis
yang sering dipakai untuk mengelompokan jenis bahan adalah nilai energi
gapp yang dimiliki bahan tersebut.

12

Tabel 2.1 Nilai celah energi bahan

Selain bahan semikonduktor komersial yang ditunjukkan di atas,


bahan semikonduktor lain yang mmasih dalam taraf penelitian dan
pengembangan, bahan tersebut belum digunakan secara luas. Bahan-bahan
yang bersangkutan adalah bahan semikonduktor oksida dan bahan polimer.
Contoh bahan oksida antara lain : CuO, ZnO, Ag2O, PbO, Fe2O3, SnO dll,
sedangkan contoh bahan polimer misalnya : poliasetilen, polipirol, politiofen,
polianilin dan polimer konduktif sejenisnya
Bahan semikonduktor adalah bahan yang mempunyai tingkatan
konduktivitas (kemampuan menghantarkan arus listrik) diantara bahan
konduktor dan isolator. Kebalikan dari konduktivitas adalah resistansi , yaitu
kemampuan menahan arus listrik. Semakin tinggi tingkat konduktivitas maka
semakin rendah tingkat resistansi.
Istilah

resistivity

(rho,

yunani)

biasanya

digunakan

untuk

membandingkan tingkat resistansi material. Resistivitas suatu material diukur


dalam satuan -m atau -cm.

13

..(2)

Berikut tabel yang menunjukkan beberapa nilai resistivitas bahanbahan konduktor, semikonduktor dan isolator.
Tabel 2.2 Nilai resistivitas jenis bahan
Jenis

Bahan

Resistivitas

Konduktor

Tembaga

10-6 - cm

Silikon

50 X 10-3 - cm

Germanium

50 - cm

Mika

1012 - cm

Semikonduktor

Isolator

Dilihat dari perbandingan resistivitas, Bahan semikonduktor


mampu menghantarkan listrik lebih baik daripada isolator, tapi lebih rendah
dibandingkan konduktor. Divais teknologi saat ini yang sering digunakan
adalah bahan semikonduktor karena memiliki karakteristik listrik yang sesuai
dengan kebutuhan teknologi.
Ditinjau dari jenis pembawa muatan yang menghantarkan listrik di
dalamnya,

bahan

semikonduktor

dapat

dibedakan

menjadi

bahan

semikonduktor intrinsik dan ekstrinsik. Bahan semikonduktor intrinsik adalah


semikonduktor yang telah dimurnikan

untuk mengurangi

impuritas

(pengotoran oleh atom lain). Sehingga hantaran listrik yang terjadi pada
bahan tersebut adalah elektron dan lubang (hole). Sedangkan bahan
semikonduktor ekstrinsik adalah bahan semikonduktor yang telah dikenakan

14

dooping, karena mengandung atom-atom pengotor, pembawa muatan


didominasi oleh elektron saja atau lubang saja.[ http ://students.itb.ac.id]

2.1.3 Teknologi Film Tipis


Divais semikonduktor dalam bentuk film disajikan dalam dua jenis
yaitu film tipis dan film tebal. Syarat untuk penumbuhan film tipis adalah
ketidaksesuaian film dengan kisi kecil, sehingga tidak terjadi cacat kristal.
Apabila lapisan tipis yang ditumbuhkan memiliki kesamaan dalam sifat-sifat
kimia, parameter kisi dan struktur Kristal dengan substrat, maka proses
penumbuhannya disebut Homoepiktasi. Contohnya : Si diatas Si, GaAs diatas
GaAs. Sehingga, tidak memilki ketidaksesuaian kisi dan tidak mengalami
regangan Kisi. Sedangkan, Apabila lapisan tipis yang ditumbuhkan tidak
memilki kesamaan dalam sifat-sifat kimia, parameter kisi dan struktur Kristal
dengan substrat, maka proses penumbuhannya disebut Heteroepiktasi.
Contohnya, Si diatas Al2O3, GaN diatas Si. Sehingga, memiliki kesesuaian
kisi, mengalami regangan kisi dan akan muncul cacat Kristal [Pembuatan
Film Tipis, Diktat Kuliah Pemrosesan Bahan Semikonduktor]
Untuk menumbuhkan lapisan tipis, ada beberapa teknik yang dapat
digunakan, yaitu :
1. Metoda Physical Vapor deposition (PVD)
Merupakan deposisi uap dengan reaksi fisika
Contoh :
- Sputtering (DC atau RF)

15

- Pulsed Laser Deposition (PLD)


2. Deposition Metoda Chemical Vapor Deposition (CVD)
Merupakan deposisi uap dengan reaksi kimia
Contoh :
- Metal Organic Chemical Vapor Deposition (MOCVD)
- Plasma Enhanced Chemical Vapor Deposition (PECVD)
- Low pressure Chemical Vapor (LPCVD)
Film tipis pada suatu bahan pada umumnya mempunyai ketebalan
yang bervariasi. Secara umum ketebalan lapisan tipis ini berkisar antara orde 10-6
meter sampai dengan orde 10-9 meter. Sehingga ketebalan lapisan ini tidak dapat
dilihat dengan mata biasa, namun diperlukan alat ukur ketebalan seperti SEM
(scanning electron microskopik). SEM adalah instrumen yang sangat handal untuk
melakukan observasi dan karakterisasi material organik dan anorganik yang
heterogen pada permukaan bahan pada skala mikrometer atau bahkan submikrometer [Sartono. A. Arif, Tugas Akhir Mata kuliahProyek Laboratorium DR
Kebamoto, Scanning Electron Microscopy (SEM ) ]
Teknologi film tipis dilakukan dengan metode sol-gel yang dibuat
dengan teknik spincoating. Film tipis mentah kemudian di sinter dengan suhu
yang berbeda. Proses ini termasuk proses standar dalam pembuatan sebuah divais
semikonduktor.
Bahan film tipis terdiri dari:

Senyawa semikonduktor oksida

16

Senyawa organik atau Organic Vihencle (OV) yaitu senyawa yang


memberikan sifat fluida pada partikel-partikel semikonduktor agar dapat
dicetak pada substrat. Bahan yang digunakan biasanya berupa
CH3COOH, HCl dan PEG

Substrat berupa Kaca / Glass


Konduktor, sebagai jalur penghubung untuk rangkaian listrik. Bisa
terbuat dari perak, campuran logam palladium dan perak, palladium dan
emas, platina dan emas, serta campuran lainnya.

2.2

Struktur Kristal

Kristal adalah zat padat yang susunan atom-atomnya atau


molekulnya teratur. Partikel kristal tersusun secara berulang dan teratur serta
perulangan mempunyai rentang yang panjang. Struktur kristal terdapat pada
hampir semua logam dan mineral. Contohnya garam dapur, gula, besi, dan
belerang. Suatu struktur kristal dibangun oleh sel unit, sekumpulan atom yang
tersusun secara khusus, yang secara periodik berulang dalam tiga dimensi dalam
suatu kisi. Spasi antar sel unit dalam segala arah disebut parameter kisi. Sifat
simetri kristalnya terwadahi dalam gugus spasinya. Struktur dan simetri suatu
mempunyai peran penting dalam menentukan sifat-sifatnya, seperti sifat
pembelahan, struktur pita energi, dan optiknya.

17

2.3

Struktur Mikro

Struktur mikro merupakan struktur yang terdiri dari butir dan fasa
tertentu. Mikrostruktur adalah penataan geometri dari butir-butir dan fasa-fasa
dalam suatu material. Variabel-variabel dari fitur-fitur struktur ini mencakup
jumlah, ukuran, bentuk dan distribusi. Dimensi mikrostruktur cukup kecil
sehingga diperlukan mikroskop optik ( pembesaran hingga 2000 x ) bahkan
mikroskop elektron ( pembesaran hingga 50.000 X ) untuk mengamatinya. Dapat
memperkirakan jumlah setiap fasa dengan bantuan diagram fasa. Ukuran
ditentukan oleh waktu, suhu dan pertimbangan pertimbangan kinetik yang lain.
Bentuk dan distribusi lebih rumit lagi, tetapi dioptimalkan melalui perlakuan
panas yang tepat. Berbagai jenis material memiliki fasa tunggal dan sebagian fasa
tunggal adalah polikristalin dan memiliki mikrostruktur ( Van Vlack, 2001 ).

2.4

Butir, Batas butir dan pertumbuhan Butir

Butir merupakan kristal-kristal dengan orientasi yang berbeda. Bentuk


butir dalam bahan padat biasanya diatur oleh adanya butir-butir lain disekitarnya.
Dalam setiap butir semua sel satuan teratur dan terarah dalam satu arah dan satu
pola tertentu. Pada batas butir antar dua butir yang berdekatan terdapat daerah
transisi yang tidak searah dengan pola dalam butiran. Meskipun ukuran biasanya
disebutkan sebagai diameter dari butir tersebut, sesungguhnya hanya sedikit butir
dari logam-logam fasa tunggal yang berbentuk bulat. Butir harus mengisi seluruh
ruang dan juga meminimalkan daerah batas butir total (Van Vlack, 2001 ).

18

Mikrostruktur dari material-material berfasa tunggal dapat diubah


dengan mengatur ukuran, bentuk dan orientasi dari butir-butirnya. Aspek ini tidak
seluruhnya independen, karena bentuk dan ukuran butir merupakan hasil dari
pertumbuhan butir. Demikian pula, bentuk butir yang bergantung pada orientasi
kristalin dari butir ketika pertumbuhan (Van Vlack, 2001 ).

Untuk menemukan lokasi batas butir dalam material, dapat digunakan


mikroskop. Dengan sebelumnya, material di etsa. Pertama-tama permukaan
dipoles perlahan-lahan untuk mendapatkan permukaan datar mirip cermin dan
kemudian diserang dengan material kimia dalam waktu yang singkat. Atom-atom
disepanjang daerah ketidakcocokan antara satu butir dan butir di dekatnya akan
lebih mudah larut daripada atom-atom lainnnya. Dan atom-atom tersebut akan
meninggalkan jejak garis yang dapat dilihat dengan mikroskop. Batas butir yang
di etsa tidak berfungsi sebagai cermin yang halus, seperti halnya butir yang tersisa
(Van Vlack, 2001 ).

Batas butir dapat dianggap berdimensi dua dengan bentuk


melengkung dan memiliki ketebalan tertentu yaitu 2 sampai 3 jarak atom. Ketidak
seragaman orientasi antara butiran yang berdekatan menghasilkan tumpukkan
atom yang kurang efisien sepanjang batas. Oleh karena itu atom sepanjang batas
butir memiliki energi yang lebih tinggi dibandingkan yang terdapat dalam butir.
Hal inilah yang menyebabkan daerah perbatasan lebih mudah terkikis. Energi
atom batas butir yang lebih tinggi sangat penting bagi proses nukleasi selama
perubahan fasa polimorfi. Polimorfi adalah dua atau lebih ragam kristal dengan

19

komposisi yang sama.contohnya ialah polimorfi karbon berupa bentuk ganda


grafit dan intan. Tumpukan atom yang lebih sedikit pada batas butir
memperlancar difusi atom dan ketidak seragaman orientasi pada butir yang
berdekatan mempengaruhi kecepatan gerak dislokasi. Jadi batas butir merubah
regangan plastis dalam bahan.

Besar butir rata-rata dari material fasa tunggal bertambah besar


dengan bertambahnya waktu apabila suhu menimbulkan pergerakan atom yang
cukup signifikan. Gaya penggerak untuk pertumbuhan butir adalah energi yang
dilepaskan ketika atom bergerak melintasi batas dari butir dengan permukaan
cembung sampai ke butir dengan permukaan cekung, disitu atom rata-rata
berkoordinasi dengan sejumlah besar atom tetangga pada jarak interatomik
kesetimbangan. Akibatnya batas bergerak mendekati pusat kelengkungan. Karena
butir-butir kecil cenderung memiliki permukaan dengan kecembungan yang lebih
tajam dibandingkan butir-butir besar, butir-butir kecil menghilang terkikis oleh
butir yang lebih besar (Van Vlack, 2001 ).

2.5

Substrat Kaca
Substrat yang digunakan untuk pembuatan film tipis Fe2O3 adalah

kaca. Fungsi Substrat dalam rangkaian film tipis yaitu :

1. Sebagai penunjang interkoneksi dan perakitan divais.

2. Sebagai isolator dan tempat pelapisan serta pembentukan pola jalur


konduktor dan komponen pasif.

20

3. Media penyalur panas dari rangkaian.


4. Sebagai lapisan dielektrik untuk rangkaian-rangkaian frekuensi tinggi.
[Harper, 1994: 8.2]

Secara umum substrat harus mempunyai sifat [Situs Web Kimia


Indonesia _ Artikel - Beberapa fakta seputar kaca.]:

1. Kestabilan dimensi (tidak mudah berubah)


2. Tahan terhadap gesekan
3. Konstanta dielektrik yang rendah
4. Permukaan rata dan halus
5. Stabilitas kimia yang baik dan kecocokan dengan pasta
6. Daya serapnya rendah
7. Jenis isolator yang baik

Kaca/glass digunakan sebagai substrat Film tipis Fe2O3 karena


memiliki kemampuan tidak bereaksi dengan bahan kimia, tidak aktif secara
biologi, bisa dibentuk dengan permukaan yang sangat halus dan kedap air. Oleh
karena sifatnya yang sangat ideal kaca banyak digunakan di banyak bidang
kehidupan. Selain itu, kaca merupakan salah satu produk industri kimia yang
paling akrab dengan kehidupan sehari-hari. Secara empiris, kaca adalah material
non-organik hasil dari proses pendingan tanpa melalui proses kristalisasi. Secara
struktur, kaca merupakan benda padat yang tidak mempunyai struktur seperti
halnya keramik atau logam. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ada

21

beberapa

metode

yang

dapat

dilakukan

untuk

membuat

kaca

[http://en.wikipedia.org/wiki/Glass], yaitu:

1. Proses pendinginan dengan cepat


2. Proses polimerisasi

Dipandang dari segi fisika kaca merupakan zat cair yang sangat
dingin. karena struktur partikel-partikel penyusunnya yang saling berjauhan
seperti dalam zat cair. namun berwujud padat. Ini terjadi akibat proses
pendinginan (cooling) yang sangat cepat. Dari segi kimia, kaca adalah gabungan
dari berbagai oksida anorganik yang tidak mudah menguap, yang dihasilkan dari
dekomposisi dan peleburan senyawa alkali dan alkali tanah, pasir serta berbagai
penyusun lainnya. Kaca memiliki sifat-sifat yang khas dibanding dengan
golongan keramik lainnya. Kekhasan sifat-sifat kaca ini terutama dipengaruhi oleh
keunikan silika(SiO2).
Beberapa sifat-sifat kaca secara umum adalah:

Padatan amorf

Berwujud padat tapi susunan atom-atomnya seperti pada zat cair.

Tidak memiliki titik lebur yang pasti

Mempunyai viskositas cukup tinggi (lebih besar dari 1012 Pa.s)

Transparan, tahan terhadap serangan kimia, kecuali hidrogen fluorida.


Karena itulah kaca banyak dipakai untuk peralatan laboratorium.

Efektif sebagai isolator.

Mampu menahan vakum tetapi rapuh terhadap benturan.

22

2.6

Fe2O3 (Besi oksida/ Ferric oksida/Hematit)


Fe2O3 merupakan salah satu mineral oksida yang melimpah

ketersediaannya.

Dan

pemanfaatan

yang

terus

dikembangkan

untuk

mengahasilkan teknologi di berbagai bidang. Besi adalah logam yang berasal dari
bijih besi (tambang). Besi merupakan logam yang melimpah nomor dua (2)
setelah logam aluminium. Dengan penambahan oksigen pada besi, sehingga
terbentuk senyawa oksida dengan rumus kimia Fe2O3 (Besi oksida ). Fe2O3
merupakan senyawa anorganik yang berbentuk oksida yang dapat diaplikasikan
sebagai divais semikonduktor. Adapun sifat-sifat logam besi adalah

[Unsur-

Unsur Transisi Periode Pertama, Diktat Kuliah Kimia Dasar]:

Merupakan logam berwarna putih mengkilap.

Tidak terlalu keras dan agak reaktif, mudah teroksidasi.

Mudah bereaksi dengan unsur-unsur non logam seperti : halogen,


sulfur, pospor, boron, karbon dan silikon.

Kelarutan : larut dalam asam-asam mineral encer.

Gambar 2.5 Serbuk Fe2O3[http://en.wikipedia.org/wiki]

23

Gambar 2.6 Struktur Atom Fe2O3[http://en.wikipedia.org/wiki]

Fe2O3 memiliki sistem struktur Kristal heksagonal dengan parameter


kisi a=5.0345 A ,dan c = 13.749A ). Karakteristik fisis lainnya hematit memiliki
massa jenis 5.255 gram /cm3, tingkat kekerasan ( hardness ) berkisar antara 5-6,
berat molekul 159.69 gram/mol, dan terdekomposisi menjadi Fe3O4 dan oksigen
pada temperatur 1735 K ( Deer et al,1962 :21; Barsoum, 1997; Taufiq;2004 : 16 ).
Berdasarkan sifat listriknya, merupakan semikonduktor tipe-n dengan band gap
sebesar 3.1 eV.
Komposisi Hematit menurut teori adalah murni Fe2O3, akan tetapi
sedikitnya seluruh spesimen di dalamnya telah diteliti. Berdasarkan beberapa
penelitian tentang hematit, diketahui sejumlah kecil MnO dan FeO yang mungkin
ditemukan dalam hematite sedangkan SiO2 dan Al2O3 yang mungkin ada dapat
dinilai sebagai pengotor ( Deer et al 1962 : 22 ). Menurut Muan dan Gee, terdapat
sekitar 10% Al2O3 di dalam hematit untuk sistem Fe2O3- Al2O3 ( Deer et al 1962 :
22; Gustaman_a , 2004 ).

24

2.7

Sintering

Pensinteran adalah proses pengikatan partikel-partikel oleh panas.


Selain pengikatan partikel-partikel serbuk, pensinteran juga menghilangkan
porositas awal sehingga dihasilkan produk yang lebih padat. Prinsip yang terlibat
dalam pensinteran partikel-partikel padat tanpa adanya cairan sama dengan prinsip
pada pertumbuhan butir, yaitu pengurangan energi permukaan dan energi batas,
sehingga akan meminimalkan daerah-daerah batas ( Van Vlack, 2001 ).

2.7.1 Tahapan yang terjadi pada saat sintering

a.

Tahapan awal

Selama proses sintering, partikel-partikel mengalami posisinya kembali.


Sehingga jarak bidang kontak antar partikel menjadi lebih baik. Pada tahap
ini, cairan mulai terbentuk dan membasahi partikel-partikel sehingga akan
mempermudah

terjadinya

gerakan-gerakan

partikel

tersebut

untuk

membentuk kondisi yang lebih padat. Proses densifikasi berjalan sangat cepat
sehingga densitas bahan mencapai 60 %.

b.

Tahapan Medium

Partikel-partikel kecil akan larut dalam cairan dan mengendap kembali pada
partikel-partikel lebih besar. Sehingga tercipta perbedaan ukuran partikel
yang semakin besar yang kemudian menyebabkan terjadinya potensial kimia

25

partikel besar dan kecil. Perbedaan potensial kimia inilah yang menjadi
penggerak.

Dengan fasa cair, proses difusi berjalan sangat cepat dan memungkinkan
tumbuhnya butiran-butiran baru. Celah-celah pori yang kontinyu akan
terhambat oleh butiran-butiran tersebut. Dan terbentuklah pori-pori yang
berbentuk diskrit. Pada proses ini densitasnya mencapai 92%-95%.

c.

Tahapan Akhir

Pada tahapan akhir, proses densifikasi telah berakhir. Proses yang terjadi
hanyalah perpaduan antara partikel-partikel yang tumbuh selama sintering
untuk membentuk partikel-partikel yang lebih besar. Dalam proses ini pula,
pori-pori sudah tertutup.

2.7.2

a.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sintering

Bahan Aditif

Pada saat sintering, bahan aditif ini akan membentuk cairan. Sehingga akan
meningkatkan

kekuatan mekanik dan mengurangi porositas serta

menghambat pertumbuhan kristal yang lebih besar. Contohnya bahanbahannya adalak oksida-oksida Mg, Ca, Ti, Ni

b. Ukuran Butir

26

semakin kecil ukuran butir akan menghasilkan densifikasi semakin baik.


Bentuk dan ukuran butir yang seragam akan memberikan densitas yang
rendah.

c. Suhu dan Waktu Pembakaran

Tingkat densifikasi optimal akan tercapai bila kecepatan pembakarannya


konstan hingga mencapai temperatur maksimal pembakaran. Kemudian
ditahan dengan suhu tersebut dalam waktu tertentu.

d.

Tekanan

Metode penekanan yang efektif adalah dengan hot pressing. Sehingga dapat
menghasilkan kepadatan produk yang tinggi.

e.

Atmosfir

Atmosfir pada tungku mempengaruhi proses densifikasi dan pembentukan


struktur mikro suatu produk. Apabila terdapat gas yang tidak mudah terserap
dan larut, maka gas tersebut akan terperangkap dan mempengaruhi proses
densifikasi. Sehingga menyebabkan ketidaksempurnaan struktur mikro bahan
tersebut.

27

Anda mungkin juga menyukai