Anda di halaman 1dari 19

TUGAS PAPER MATA KULIAH PENGECORAN DAN METALURGI

SERBUK
METODE PEMBUATAN NANOMATERIAL (ASSEMBLY OF NANO PARTICLES)

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Pengecoran dan Metalurgi Serbuk

Disusun Oleh :

Qodirun Salam Musaffa


Gilang Firmansyah
Atmazeal Achmad Firdaus
Ramanda Hifani

: 141910101022
: 141910101047
: 141910101023
: 141910101044

KELAS B

UNIVERSITAS JEMBER
2015
Abstrak
Pada paper ini akan direview beberapa metode sintesis material nanostruktur yang meliputi
nanopartikel, nanotube, dan komposit nanopartikel
Kata Kunci: nanopartikel, carbon nanotube, komposit nanopartikel, sintesis.
1. Pendahuluan
Pada saat ini, pengembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia
akademik maupun dari dunia industri. Semua peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya
baru dalam dunia nanoteknologi. Salah satu bidang yang menarik minat banyak peneliti adalah
pengembangan metode sintesis nanopartikel. Nanopartikel dapat terjadi secara alamiah ataupun
melalui proses sintesis oleh manusia. Sintesis nanopartikel bermakna pembuatan partikel dengan
ukuran yang kurang dari 100 nm dan sekaligus mengubah sifat atau fungsinya.
Orang umumnya ingin memahami lebih mendalam mengapa nanopartikel dapat memiliki
sifat atau fungsi yang berbeda dari material sejenis dalam ukuran besar (bulk). Dua hal utama
yang membuat nanopartikel berbeda dengan material sejenis dalam ukuran besar yaitu: (a)
karena ukurannya yang kecil, nanopartikel memiliki nilai perbandingan antara luas permukaan
dan volume yang lebih besar jika dibandingkan dengan partikel sejenis dalam ukuran besar. Ini
membuat nanopartikel bersifat lebih reaktif. Reaktivitas material ditentukan oleh atom-atom di
permukaan, karena hanya atom-atom tersebut yang bersentuhan langsung dengan material lain;
(b) ketika ukuran partikel menuju orde nanometer, maka hukum fisika yang berlaku lebih
didominasi oleh hukum-hukum fisika kuantum.
Sifat-sifat yang berubah pada nanopartikel biasanya berkaitan dengan fenomena-fenomena
berikut ini. Pertama adalah fenomena kuntum sebagai akibat keterbatasan ruang gerak elektron
dan pembawa muatan lainnya dalam partikel. Fenomena ini berimbas pada beberapa sifat
material seperti perubahan warna yang dipancarkan, transparansi, kekuatan mekanik,
konduktivitas listrik, dan magnetisasi. Kedua adalah perubahan rasio jumlah atom yang
menempati permukaan terhadap jumlah total atom. Fenomena ini berimbas pada perubahan titik
didih, titik beku, dan reaktivitas kimia. Perubahan-perubahan tersebut diharapkan dapat menjadi
keunggulan nanopartikel dibandingkan dengan partikel sejenis dalam keadaan bulk. Para peneliti
juga percaya bahwa kita dapat mengontrol perubahan-perubahan tersebut ke arah yang
diinginkan.
Contoh sederhana bagaimana sifat partikel berubah jika ukurannya direduksi ke skala
nanometer dijumpai pada titanium dioxide atau titania (TiO 2). Dibandingkan dengan titania

ukuran bulk, titania ukuran nano tidak hanya transparant, tetapi juga sangat efektif untuk
menghalangi radiasi ultraviolet. Karena itu nanopartikel titania banyak digunakan sebagai tabir
surya (sunscreen). Titania bukan skala nano, walaupun juga menyerap ultraviolet, namun tidak
transparan. Titania berukuran besar berwarna putih susu dan banyak digunakan sebagai bahan
pemutih pada kosmetik.
Sintesis nanopartikel dapat dilakukan dalam fasa padat, cair, maupun gas. Proses sintesis
pun dapat berlangsung secara fisika atau kimia. Proses sintesis secara fisika tidak melibatkan
reaksi kimia. Yang terjadi hanya pemecahan material besar menjadi material berukuran
nanometer, atau pengabungan material berukuran sangat kecil, seperti kluster, menjadi partikel
berukuran nanometer tanpa mengubah sifat bahan. Proses sintesis secara kimia melibatkan reaksi
kimia dari sejumlah material awal (precursor) sehingga dihasilkan material lain yang berukuran
nanometer. Contohnya adalah pembentukan nanopartikel garam dengan mereaksikan asam dan
basa yang bersesuaian.
Secara umum, sintesis nanopartikel akan masuk dalam dua kelompok besar. Gambar 1
menjelaskan dua pendekatan besar dalam mensintesis nanopartikel. Cara pertama adalah
memecah partikel berukuran besar menjadi partikel berukuran nanometer. Pendekatan ini kadang
disebut pendekatan top-down. Pendekatan kedua adalah memulai dari atom-atom atau molekulmolekul atau kluster-kluster yang diassembli membentuk partikel berkuran nanometer yang
dikehendaki. Pendekatan ini disebut bottom-up.

bulk

Top-down: dipecah

nanopartikel

Bottom-up: digabung, assembli

atom/kluster

Gambar 1 Dua pendekatan utama sintesis nanopartikel: top-down dan bottom-up


2. Metode Sintesis Nanomaterial
Banyak metode sintesis nanopartikel yang dibahas para peneliti seluruh dunia, mulai dari
yang sangat sederhana sampai yang sangat rumit. Dalam review kali ini kita akan membahas
beberapa metode sederhana sintesis nanopartikel.
2.1 Pemanasan Sederhana dalam Larutan Polimer
Metode ini termasuk metode yang sangat sederhana dalam membuat partikel berukuran
beberapa puluh nanometer hingga beberapa ratus nanometer. Umumnya, sintesis nanopartikel
membutuhkan waktu yang sangat lama, beberapa jam hingga puluhan jam. Metode pemanasan
dalam larutan polimer hanya berlangsung beberapa puluh menit dan tidak diperlukan peralatan
yang terlalu mahal. Merode ini juga dengan mudah dapat discale up untuk membuat partikel
dalam jumlah besar bagi kebutuhan industri. Kita telah menggunakan metode ini untuk membuat
sejumlah partikel oksida seperti yttria yang didop dengan europium (material pemancar cahaya
merah untuk kebutuhan display), yttrium-gadolonium aluminium garnet yang didop cerium
(pemancar cahaya biru-kuning), galium nitrida (pemancar cahaya biru), yttria yang didop
gadolonium (pemancar ultraviolet), seng oksida (pemancar cahaya hijau-kuning), oksida sengtembaga-aluminium sebagai katalis pengubah metanol dan air menjadi hidrogen, dan ceria yang
didop neodimium yang berpotensi bagi pengembang sel bahan bakar. Metode ini hanya
membutuhkan sebuah oven yang dapat beroperasi pada suhu pemanasan di atas suhu
dekomposisi polimer. Suhu operasi di atas 500 oC sudah cukup untuk mendekomposisi sejumlah
polimer.
Secara sederhana, prinsip kerja metode ini adalah mencampurkan larutan logam nitrat di
dalam air dengan larutan polimer dengan berat molekul tinggi (high molecular weight polymer,
HMWP). Kedua larutan dicampur dan diaduk secara merata disertai pemanasan sehingga
kandungan air hampir habis dan diperoleh larutan kental polimer. Di dalam larutan tersebut
diperkirakan ion-ion logam menempel secara merata pada rantai polimer. Larutan polimer

kemudian ditempatkan dalam krusibel alumina dan dipanaskan pada suhu di atas suhu
dekomposisi polimer. Suhu pemanasan dinaikkan secara perlahan-lahan. Keberadaan polimer
menghindari pertemuan antar partikel yang terbentuk melalui proses nukleasi sehingga tidak
terjadi agglomerasi. Ketika polimer telah terdekomposisi kita dapatkan partikel-partikel yang
hampir terpisah satu dengan lainnya. Secara sederhana diagram alir pembuatan partikel dengan
metode tersebut tampak pada Gbr. 2
Logam
nitrat

PEG

Air

Campur
o

T 100 C

Pemanasan
o

T > 600 C

Nanopartikel
oksida

Gambar 2 Diagram alir pembuatan nanopartikel dengan metode pemanasan dalam larutan
polimer.

Contoh aplikasi metode ini adalah pada pembuatan partikel cerium dioksida (ceria) yang
didop dengan neodimium (CeO2:Nd). Material ini merupakan elektrolit padat yang sangat
potensial untuk aplikasi sel bahan bakar (fuel cell). Cerium nitrat hexahydrate, Ce(NO 3)36H2O,
dan neodymium nitrate hexahydrate, Nd(NO3)36H2O, dengan perbandingan molaritas yang
sesuai dilarutkan dalam de-ionized water. Polyethylene glycol, H(OCH2-CH2)nH dan disingkat
PEG, dalam jumlah yang cukup ditambahkan ke dalam larutan disertai pengadukan hingga
diperoleh larutan jernih. Larutan kemudian dipanaskan pada suhu di atas 100 oC hingga menjadi
kental yang kemudian dilanjutkan dengan pemanasan di atas suhu dekomposisi PEG beberapa
puluh menit di dalam oven sehingga dihasilkan partikel dengan ukuran beberapa puluh
nanometer hingga ratusan nanometer. Ukuran partikel dikontrol dengan mengatur konsentrasi
PEG, mengatur suhu pemanasan, dan mengatur lama waktu pemanasan dalam oven.
Gambar 3(a) adalah contoh foto SEM partikel CeO2:Nd yang dihasilkan dengan
pemanaskan pada suhu 800 oC. Ukuran grain yang diperoleh adalah puluhan nanometer hingga
submikron. Dengan menggunakan metode Scherrer didapat ukuran kristallin sekitar 54 nm.
Nanopartikel lain yang telah dibuat dengan metode tersebut oleh penulis meliputi Y2O3:Eu,

Y2O3:Gd, (Gd,Y)2Al5O12:Ce, Cu/ZnO/Al2O3, dan Ga2O 3. Foto SEM sebagian partikel tersebut
tampak pada Gbr 3.3(a) (d). Pada prinsipnya hampir semua oksida logam dengan ukuran di
bawah mikrometer dapat dibuat dengan metode pemanasan sederhana dalam larutan polimer
dengan menggunakan prekursor nitrat dari logam yang bersangkutan.
a

1 m

600 nm
m

Gambar 3 Foto SEM sejumlah nanopartikel yang dibuat dengan metode pemanasan sederhana
dalam larutan polimer: (a) CeO2:Nd, (b) Y2O3:Eu, (c) ZnO, dan (d) (Gd,Y) 2Al5O 12:Ce.
2.2 Kolloid
Nanopartikel semikonduktor dapat dipersiapkan dengan cara sintesis kimiawi dalam
larutan homogen. Sintesis material dalam bentuk kolloid sebenarnya sudah lama dilakukan
orang, jauh sebelum konsep nanoteknologi dikenal orang. Sejumlah kolloid dari nanopartikel
dengan ukuran diameter antara 3 50 nm telah berhasil dibuat. Jenis koloid tersebut mencakup
material logam mulia (Au, Ag, Pt, Pd, dan Cu), semikonduktor (Si, Ge, III-V, II-VI, dan oksida
logam), isolator (mika, SiO2, sejumlah keramik, polimer), dan material magnetik (Fe2O3, Ni, Co,
Fe, FePt).
Namun, ketertarikan pada nanoteknologi memaksa peneliti untuk memiliki kemampuan
mengontrol ukuran partikel koloid yang dihasilkan. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya sifat
material yang bergantung pada ukuran. Usaha ke arah ini ditempuh dengan melakukan deaktivasi
permukaan partikel koloid yang telah dibuat begitu ukuran sudah mencapai nilai yang dinginkan.

Jika tidak dideaktivasi maka ukuran partikel koloid biasanya akan terus bertambah selama masih
ada sisa atom-atom prekursor di dalam larutan tersebut. Salah satu cara deaktivasi yang banyak
dilakukan adalah menggunakan surfactant. Molekul surfaktan akan menempel pada permukan
koloid yang dibuat dan melindungi permukaan tersebut dari pertambahan atom precursor lebih
lanjut meskipun di dalam koloid masih ada atom-atom precursor yang belum bereaksi. Gambar 4
adalah ilustrasi bagaimana membuat koloid dengan ukuran partikel tertentu menggunakan

surfaktan.
Gambar 4 Contoh membuat nanopartikel koloid dengan menggunakan surfaktan.
Untuk koloid emas, surfaktan yang biasa digunakan adalah alkanthiol, yaitu alkena dengan gugus
fungsional thiol (-SH). Rumus umum alkantiol adalah CnH2n+1-SH. Atom sulfida pada alkantiol
suka menempel pada permukaan emas sehingga teradsorpsi dipermukaan emas membentuk
lapisan tipis tidak aktif, seperti diilustrasikan pada Gbr 5. Kehadiran lapisan tersebut disamping
menghentikan pertumbuhan ukuran partikel lebih lanjut, juga menghindari penggumapan partikel
membentuk aglomerasi yang lebih besar sehingga koloid emas tetap stabil dalam jangka waktu
yang lama.

Gambar 5 Alkanthiol teradsorpsi di permukaan partikel emas karena atom sulfida suka pada
atom emas.
2.3 Metode Polyol
Proses polyol adalah cara lain menghasilkan partikel logam seperti Cu, Ni, dan Co dalam
ukuran nanometer dalam medium bukan air. Dalam metode ini precursor seperti logam oksida,
logam nitrat, dan logam asestat dilarutkan atau dicampur secara homogen dengan ethylene glycol
atau diethylene glycol kemudian direflux pada suhu antara 180 - 194 oC. Selama reaksi tersebut,
precursor direduksi membentuk partikel logam yang kemudian mengendap di dalam larutan.
Partikel CoxCu100-x (4 x 49 at%) dapat disintesis dengan mereaksi cobalt acetate tetrahydrate
dan copper acetate hydrate di dalam ethylene glycol. Campuran kemudian direflux pada suhu
180190 oC selama 2 jam. Partikel yang dihasilkan mengendap di dalam larutan yang kemudian
dikumpulkan dan dikeringkan. Bubuk nanocrystalline Ni25Cu75 dapat dibuat dengan mereduksi
nikel dan tembaga asetat di dalam ethylene glycol.
Berikut ini adalah contoh sintesis nanopartiel FePt dengan metode polyol. Material yang
digunakan adaalah ethylene glycol, ferric acetyl acetonate atau Fe(acac) 3, bis-acetyl acetonate
platinum atau Pt(acac)2, N,N-dimetyl aminoethoxy ethanol atau (CH 3)2N(CH2CH2O)3H dan
sodium hydroxyde atau NaOH. Sintesis diawali dengan membuat prekursor Fe dengan cara
melarutkan 369 mg Fe(acac)3, 33 ml sodium hydroxide 0,5 N, dan 1,0 g
dimethylaminoethyleneoxide di dalam 200 mL ethylene glycol. Larutan tersebut dipanaskan
pada suhu 160 oC dalam lingkungan argon tekanan atmosfer. Larutan lain berupa prekursor
platina dibuat dengan melarutkan 238 mg Pt(acac) 2, 17 mL NaOH, dan 0,5 g amine di dalam 100
mL ethylene glycol dan dipanaskan pada suhu 120 oC juga di dalam lingkunan argon tekanan
atmosfer. Kedua larutan kemudian dicampur disertai dengan pengadukan yang cepat sehingga
tercampur secara merata. Warna tampak berubah dari abu -abu menjadi hitam ketika suhu
dinaikkan hingga 180 oC. Campuran dipertahankan dalam kondisi pengadukan pada suhu 198 oC

selama sekitar 2 jam. Untuk menghindari penggumpalan partikel FePt, sedikit NaOH apat
ditambahkan sebagai stabilisator. NaOH akan mereduksi logam acetylacetonate sehingga
ketersediatan prekursor Fe dan Pt dalam campuran berkurang. Lebih lanjut, permukaan
nanopartikel dapat dideaktivasi dengan mengadsaorpsi material pelindung sehingga membentuk
lapisan tipis. Untuk maksud ini material yang dapat digunakan aadalah N,N-dimethyl
aminoethoxy ethanol.
Gambar 6 adalah skema pembuatan nanopartikel FePt dengan metode polyol. Gambar 7
adalah contoh foto TEM partikel yang dibuat. Ukuran partikel yang dibuat sekitar 2 3 nm dan
hampir seragaam (monodisperse).

Gambar 6 Skema pembuatan nanopartikel FePt dengan metode polyol.

Gambar 7 Foto TEM partikel FePt yang dibuat.

FePt memiliki potensi besar pada pengembangan madia penyimpanan data berkapasitas
ultra. Untuk merealisasikan media penyimpanan data dengan kapasitas yang lebih tinggi dari
yang ada sekarang, ukuran kristallin material magnetik yang digunakan harus direduksi ke orde
nanometer. Namun, partikel magnetik dengan ukuran yang sangat kecil tersebut sangat mudah
menghasilkan fluktuasi termal pada momen magnetik di permukaannya. Karena stabilitas termal
adalah parameter yang sangat penting, partikel magnetik yang memiliki isotropi magnetik yang
besar seperti Co, FePt, CoPt, dan ferrite-Ba merupakan contoh yang terbaik untuk tujuan
tersebut.
Dalam pembuatan media perekam data, sejumlah partikel digabung membentuk satu grup
yang berfungsi sebagai penyimpan satu bit data. Kualitas perekaman data yang bermutu dapat
dicapai jika interarksi aantar grup dapat direduksi. Film tipis magnetik yang mengandung grup
partikel yang berukuran sangat kecil, koesivitas tinggi, magnetisasi rendah, dan kopling magnetic
exchange yang kecil antar gorup terdekat sangat diperlukan bagi pengembangan media perekam
magnetik dengan kerapatan ultra. Diprediksi bahwa dengan mengunakan nanopartikel magnetik
yang berukuran sekitar 3 nm (yang hanya mengandung ratusan atom) maka dapat dibuat media
perekam dengan kerapatan 1 Tb/in2, dengan menyusun partikel-partikel tersebut secara teratur.
Nanopartikel FePt merupakan kandidat yang baik bagi pengembangan media perekanan
dengan kerapatan ultra. Secara kimiawi material ini sangat stabil dan memiliki anisotropi
magnetokristallin yang tinggi (~ 6.6 J/cm3) yang memungkinkan tercapainya stabilitas termal
hingga ukuran partikel sekecil 3 nm. Telah dilaporkan bahwa koersivitas pada suhu kamar dapat
mencapai 9 kOe dan menjadi dua kali lebih besar pada suhu yang sangat rendah. Koersivitas
dapat dikontrol dengan mudah hanya dengan mengontrol fraksi atom Fe dan Pt yang menyusun
material, dan ini dicapaai hanya dengan mengubah konsentrasi prekursor pada saat sintesis.
Untuk FePt yang disintesis pada fase cair, koersivitas maupun kristalinitas dapat diubah dengan
melakukan anealing pada suhu berbeda pada partikel yang baru disintesis. Sun dkk meramalkan
bahwa magnetiksasi nanopartikel FePt hingga lebih dari sepuluh tahun.
2.4 Metode Spray
Spray adalah pembangkitan droplet-droplet kecil dari medium fase cair. Contoh spray
yang paling kita kenal adalah parfum, hair spray, cat pilox, obat ati nyamuk cair, paint brush, dan
sebagainya. Ukuran droplet yang dihasilkan bergantung pada berbagai faktor seperti viskositas
cairan, tegangan peemukaan cairan, ukuran lubang tempat droplet keluar, dan sebagainya.
Cara menghasilkan droplet spray juga bermacam-macam. Salah satu yang cukup
sederhana adalah mengalirkan udara berkecapatan tinggi di ujung sebuah pipa berlubang kecil di
mana ujung lain pipa tersebut tercelup di dalam zat cair. Tekanan yang kecil pada ujung yang
dikenai udara yang mengalir meyebabkan zat cair dalam wadah terdorong naik menuju ujung
pipa yang dikenai aliran udara. Ketika sampai di ujung pita, aliran udara yang kencang

mengebabkan zat cair terurai menjadi butir-butir kecil dan terbawa bersama aliran udara.
Cara lain menghasilkan droplet adalah mengetarkan zar cair menggunakan gelombang
ultrasonik. Cara menghasilkan spray semacam ini banyak dipakai dalam dunia kedokteran untuk
memasukkan obat ke dalam tubuh pasien lewat sistem pernapasan. Larutan obat digetarkan
dengan gelombang ultrasonik sehingga membentuk droplet-droplet yang beterbangan di sekitar
permukaan zat cair. Pasien menghirup udara di permukaan obat melalui selang yang salah satu
ujungnya terhubung ke hidung sehingga droplet yang mengandung obat tersebut masuk ke dalam
sistem pernapasan.
Spray Pirolisis.
Akhir-akhir ini metode spray banyak digunakan untuk membuat material dalam bentuk
partikel berukuran mikrometer dan submikrometer. Proses yang berlangsung adalah melakukan
reaksi pirolisis pada droplet yang dihasilkan spray. Pirolisis adalah reaksi kimia pada suhu
tinggi. Jika yang dispray adalah larutan prekursor yang dapat bereaksi pada suhu tinggi maka
dengan metode spray kita dapat mebuat partikel dengan cepat. Proses pembentukan partikel
hanya berlangsung dalam beberapa detik. Metode semacam ini sering disebut spray pirolisis.
Spray pirolisis dilakukan pada sebuah reaktor yang terdiri dari pembangkit droplet yang
dikenal pula dengan nama nebulizer atau atomizer, reaktor berbentuk tabung, dan penampung
partikel. Skema reaktor spray pirolisis tampak pada Gbr 3.24. Tabung yang digunakan dalam
reaktor harus dari bahan yang bisa tahan hingga suhu mendekati 1000 oC. Contoh bahan tersebut
adalah alumina, quartz, dan bisa juga stainless steel.
Droplet yang dihasilkan dialirkan masuk ke dalam tabung yang telah diset pada suhu tinggi
menggunakan carrier gas (gas pembawa). Jika tidak dikehendaki adanya reaksi antara prekursor
dengan gas pembawa maka pilih gas pembawa yang inert seperti nitrogen atau argon. Karena
ukuran droplet yang kecil maka dengan segera pelarut menguap habis ketika baru masuk di
sekitar ujung depan tabung reaktor. Yang tersisa adalah material prekursor dalam bentuk padatan
yang tetap mengalir bersama carrier gas. Karena berada dalam ruang bersuhu tinggi maka terjadi
reaksi pirolisis pada partikel dan sebelum meninggalkan tabung reaktor telah terbentuk partikel
hasil reaksi yang diharapkan. Partikel yang dihasilkan dikumpulkan pada kolektor partikel.

Gambar 8 Skema reaktor spray pirolisis


Filter expansion spray pyrolisis.
Ukuran partikel yang dihasilkan dengan metode spray pirolisis sangat bergantung pada
ukuran droplet. Ukuran droplet yang dihasilkan dengan berbagai macam spray biasanya beberapa
mikrometer hingga puluhan mikrometer. Dengan ukuran tersebut biasanya ukuran partikel yang
dihasilkan minimal berorde submikrometer. Sangat sulir mensintesis partikel dengan ukuran
kurang dari 100 nm dengan metode spray pirolisis.
Agar kita dapat menghasilkan partikel yang lebih kecil maka ukuran partikel harus dapat
direduksi lebih lanjut. Salah satu metode membuat droplet dengan ukuran lebih kecil adalah
menggunakan gelas berpori yang dihubungkan dengan tekanan rendah. Metode ini disebut filter
expansion spray pyrolisis.
Droplet yang dihasilkan dari spray diarahkan ke filter gelas yang mengandung pori-pori yang
berukuran kecil. Di permukaan atas filter gelas terbentuk lapisan tipis zat cair. Tekanan rendah di
bawah menyebabakan lapisan zat cair turun melalui pori-pori gelas dan keluar di sisi bawah
gelas dengan ukuran yang sangat kecil. Partikel yang baru saja keluar ditarik ke arah filter meluai

sebuah tabung reaktor bersuhu tinggi yang dihubungan dengan filter penyaring partikel. Suhu
reaktor diatur sehingga begitu sampai filter kolektor, droplet sudah berubah menjadi partikel
akhir.
Salt assited spray pyrolsis
Metode ini adalah metode spray pirolisis biasa dengan memberikan perlakuan akhir pada
partikel yang dihasilkan untuk mendapatkan partikel yang lebih kecil. Cara yang ditempuh
adalah menambahkan garam dengan konsentrasi sangat tinggi ke dalam prekursor yang akan
dispray. Garam yang ditambahkan adalah garam yang tidak berekasi dengan prekursor. Di dalam
droplet yang dihasilkan terkandung prekursor dan garam. Saat reaksi pirolisis berlangsung garam
berperan sebagai medium pemisah partikel-partikel kecil yang terbentuk sehingga tidak
bersentuha membentuk partikel besar (ukuran mikrometer). Secara singkat dapat dikatakan
bahwa yang keluar dari reaktor adalah partikel-partikel kecil yang terdistribusi dalam matriks
garam. Setelah partikel dikumpulkan para kolektor, partikel kemudian dicuci berkali-kali dengan
pembersih ultrasonik disertai sentrifugasi. Tujuannya adalah agar garam terlarut dan partikelpartikel kecil terlepas dari matriks garam.
Pembuatan Partikel Berporos dengan Spray Pyrolisis.
Di samping digunakan untuk membuat partikel padatan, metode spray pirolisis juga dapat
digunakan untuk membuat partikel berporos. Caranya adalah menambahkan koloid polimer ke
dalam prekursor yang akan dispray. Akibatnya, droplet yang dihasilkan disamping mengandung
prekursor juga mengandung partikel-partikel polimer. Tabung reaktor minimal harus dibagi atas
dua daerah pemanasan. Daerah pemanasan pertama diset pada suhu yang tidak terlalu tinggi,
sekedar untuk menguapkan pelarut sehingga didapatikan prekuros dalam bentuk padat yang di
dalamnya terdapat partikel-partikel polimer. Daerah pemanasan kedua dimaksudkan untuk
melakukan reaksi pirolisis dan mendekomposisi polimer. Setelah polimer terdekomposisi, lokasi
yang semula ditempati polimer menjadi poros. Gambar 26 adalah ilustrasi proses pembentukan
partikel berporos.
Flame Spray Pyrolsis
Proses pembakaran merupakan salah satu proses sintesis nanopartikel yang sering
digunakan. Pada reaktor pembakaran ini, energi dari pembakaran digunakan untuk memicu
reaksi kimia untuk memulai penciptaan grup-grup partikel yang berikutnya berkembang menjadi
nanopartikel melalui proses penumbuhan dari permukaan dan juga penggumpalan serta
penggabungan pada suhu yang tinggi. Pada umumnya, ada dua cara yang biasa digunakan untuk
menghasilkan nanopartikel yaitu flame spray pyrolysis dan flame spray hydrolysis.

2.5 Kolloid Templating


Material dengan struktur periodik tiga dimensi menarik minat peneliti baik teoretis maupun
ekperimentasis dalam decade terakhir. Material ini potensial digunakan untuk membuah kristal
fotonik, katalis berkemapuan tinggi, pelapisan canggih dan sejumlah aplikasi lainnya.

Gambar 9 Skema peralatan koloidal templating


Penggunaan bola-bola silika dan polistiren latex sebagai material awal pembuatan material
berporos dengan struktur tiga dimensi sangatlah menarik. Salah satu contoh dilaporkan di sini.
Metode yang digunakan adalah dip coating koloid sambil dilakukan pemanasan. Prekursor
dibuat dengan mencampurkan koloid polistiren latex dengan koloid silika dengan perbandingan
yang sesuai. Agar dapat berperan sebagai kristal fotonik, periode struktur harus mendekati
panjang gelombang cahaya, yaitu beberapa ratus nanometer. Oleh karena itu, koloid polistiren
dengan ukuran atikel beberapa ratus nanometer harus digunakan. Ukuran partikel koloid silica
yang digunakan lebih baik di bawah 20 nm. Makin kecil ukuran partikel silica maka makin baik
hasil yang diperoleh.
Potongan silikon wafer atau kaca dicuci bersih dengan etanol dan air distilasi di dalam
pencuci ultrasonic. Substrat kemudian dicelupkan ke dalam prekuros kemudian ditarik perlahanlahan dengan laju sekitar 1 sampai 10 mm/jam. Heater dipertahan pada suhu sekitar 60 oC.

Pemansan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dimaksudkan untuk menyediakan waktu yang
cukup bagi patikel polistiren untuk melakukan self-oragnisasi sehingga terbentk penysunan yang
teratur. Setelah proses dip coating selesai, sample dipanaskan pada suhu 400 oC sekitar 5 menit
untuk mendekomposisi partikel polistrirten. Skema peralatan yang digunakan tampak pada Gbr
9.
2.6 Nanosphere Lithography
Nanosphere lithography (NSL) yang diawali dengan deposisi material pada masker kristal
koloid yang terorganisasi (self-organized) telah menarik banyak perhatian peneliti untuk array
nanopartikel pada permukaan datar. NSL adalah cara fabrikasi yang ideal untuk menghailkan
penyusunan yang teratur dan mendekati homogen nanopartikel di mana ukuran, bentuk, maupun
periodisitas dapat dikonrrol dengan mudah. Ukuran dot dapat ditempuh dengan mengontrol lawa
aktu deposisi, jarak antar dot diatur dengan menggunakan partikel koloid yang berbeda ukuran,
dan jenis material yang dibuat dikontrol dengan mengantur jenis material sumber. Metode ini
juga sangat bersih karena berlangsung dalam lingkungan vakum atau mndekati vakum.
Salah satu metode NSL yang sekaligus dapat menghasikan tiga macam struktur yaitu
caking yang tersusun secara teratur, partikel yang tersusun secara teratur, atau poros yang
tersesun secara teratur akan dibhas di sini. Bentuk akhir dari struktur yang dibuat bergantung
pada post treatment yang dilakukan. Metode ini memanfatkan templating koloid dan sputtering
lama (over sputtering).
Beberapa microliter koloid polistiren encer diteretkan di atas permukaan waver silicon. Mulamula waver dicuci dengn etanol dan air distilasi di dalam pencuci ultrasonic beberapa puluh
menit untuk menghilangkan ktotra yang melengket di permukaan. Tetesan koloid dikeringkan
pasa suhu sekitar 40 oC hingga seluruh cairan mnguap yang diikuti pengeringan pada suhu
sekitar 100 oC selama kurang lebih 10 menit untuk mengikat partikel-patle secara kuat.
Pengeringan pertama pada suhu rendah dilakukan untuk mmberikan waktu yang ckup bagi
partikel koloid melakukan self- organisasi sehingga membetuk penyusunan yang teratur. Setelah
itu ampel ditempatkan dalam ion sputter dan dideposisi selama beberapa menit untuk memberuk
lpisan logam yang cukup para permukaan partikel. Jenis target pada sputter menentukan jenis
material yang akan dibuat. Kemudian sample dipanaskan pada suhu di atas suhu dekomposisi
polistriren. Mekanisme sintesis tampak pada Gbr 10.
Pemasanan pada suhu di atas suhu dekoposisi polistriren tetapi di bawah titik leleh
logam pelapis menghasilkan cakang yang tersusun secara teratur. Pemanasan di atas titik
leleh logam menghasilkan nanopartkel yang tersusun secara teratur. Contoh foto SEM sampel
yang dibuat tampak pada Gbr 11.

Gambar 10 Proses pembuatan cangkang dan partikel logam yang teroganisasi.

Gambar 11 (a) cangkang dan (b) partikel logam yang teroganisasi yang dibuat dengan metode
koloidal templating dan over sputtering.

Referensi
[1] W. Budiawan, A. S. Vioktalamo, M. Abdullah, dan Khairurrijal, J. Sains Materi Indonesia
(Edisi Khusus),
180
(2006).
[2] W. Budiawan, A. S. Vioktalamo, M. Abdullah, dan Khairurrijal, Pertemuan Ilmiah Iptek
Bahan 2006 (Serpong, 18-19 Juli 2006).
[3] W. Budiawan, M. Abdullah, and Khairurrijal, Proc. Int. Conf. Mathematics and Natural
Sciences (Bandung 29-30 November 2006) pp. 1069-1072.
[4] L. Gradon, S. Janeczko, M. Abdullah, F. Iskandar, and K. Okuyama, AIChE J. 50, 2583
(2004).
[5] F. Iskandar, M. Abdullah, H. Yoden, and K. Okuyama, J. Appl. Phys. 93, 9237 (2003).
[6] F. Iskandar, M. Abdullah, H. Yoden, and K. Okuyama, Virt. J. Nanoscale Sci. & Technol. 7,
no. 22, June 2 (2003).
[7] F. Iskandar, M. Abdullah, H. Yoden, and K. Okuyama, J.Sol-Gel Sci. Technol. 29, 41 (2004).
[8] F. Iskandar, M. Abdullah, and K. Okuyama, in Encyclopedia of Nanoscience and
Nanotechnology (HS.Nalwa, Ed.); American Scientific Publishers, vol.8, 259 (2004).
[9] F. Iskandar, Mikrajuddin, and K. Okuyama, Nano Lett. 1, 231 (2001).
[10] F. Iskandar, Mikrajuddin, and K. Okuyama, Nano Lett. 2, 389 (2002).
[11] Y. Itoh, M. Abdullah, and K. Okuyama, J. Mater. Res. 19, 1077 (2004).
[12] Y. Itoh, T. Ogi, M. Abdullah, F. Iskandar, K. Okuyama, and Y. Azuma, J. Cryst. Growth
281, 234 (2005).
[13] T. Iwaki, Y. Kakihara, T. Toda, M. Abdullah, and K. Okuyama, J. Appl. Phys. 94, 6807
(2003).
[14] M. Abdullah and Khairurrijal, Proc. 3rd Kentingan Physics Forum (Solo, 24 September
2005), pp. 69-70.
[15] M. Abdullah and K. Okuyama, Proc. ITB Eng. Sci. 35B, 81 (2003).
[16] M. Abdullah and K. Okuyama, Proc. ITB Eng. Sci. 36B,140 (2004).
[17] M. Abdullah dan F. Iskandar, Pros. Seminar MIPA IV-ITB 2004, Bandung, Indonesia, 67 Oktober 2004, pp. 243-247.
[18] M. Abdullah, C. Panatarani, T.-O. Kim and K. Okuyama, J. Alloys Comp. 377, 298
(2004).
[19] M. Abdullah, F. Iskandar, S. Shibamoto, T. Ogi and K. Okuyama, Acta Materialia 52,
5151 (2004).
[20] M. Abdullah, F. Iskandar, and K. Okuyama, Proc. ITB Eng. Sci. 36B, 125 (2004).
[21] M. Abdullah, I. W. Lenggoro, B. Xia, and K. Okuyama, J. Ceram. Soc. Jpn. 113, 97
(2005).
[22] M. Abdullah, I. W. Lenggoro, F. G. Shi, and K. Okuyama, Proceeding 47th Meeting of
Japan Academic of Science, Kyoto University, Japan, 29 30 October 2003, pp. 199-200).
[23] M. Abdullah, I. W. Lenggoro, K. Okuyama, and F. G. Shi, J. Phys. Chem. B 107, 1957
(2003).
[24] M. Abdullah, I. W. Lenggoro, K. Okuyama, and S. Taya, J. Non-Crystalline Sol. 351,

697 (2005).
M. Abdullah, I. W. Lenggoro, and K. Okuyama, in Encyclopedia of Nanoscience and
Nanotechnology (HS.Nalwa, Ed.); American Scientific Publishers, vol.8, 731 (2004).
[26] M. Abdullah, ITSF Seminar on Science and Technology Jakarta, February 7, 2007
[27] M. Abdullah, Khairurrijal, A. Waris, W. Sutrisno, I. Nurhasanah, and A. S. Vioktalamo,
Powder Technol. 183, 297 (2008).
[28] M. Abdullah, Khairurrijal, F. Iskandar and K. Okuyama, in Nanocrystalline Materials:
Their Synthesis-Structure-Property Relationships and Applications (S.C. Tjong Ed.),
Elsevier, 275 (2006).
[29] M. Abdullah, Media Fisika 2, 39 (2003).
[30] M. Abdullah, Prosiding Simposium Mahasiswa Fisika Nasional ITS-Surabaya (2005).
[31] M. Abdullah, REAKTOR 7, 47 (2003).
[32] M. Abdullah, S. Shibamoto, and K. Okuyama, Opt. Mater. 26, 95 (2004).
[33] M. Abdullah, T. Morimoto, and K. Okuyama, Adv. Func. Mater. 13, 800 (2003).
[34] Mikrajuddin, F. Iskandar, K. Okuyama, and F.G. Shi, J. Appl. Phys. 89, 6431 (2001).
[35] Mikrajuddin, F. Iskandar, and K. Okuyama, Adv. Mater. 14, 930 (2002).
[36] Mikrajuddin, F. Iskandar, and K. Okuyama, Int. Symp. Nanoparticles: Aerosols and
Materials, Pusan, Korea, July 5-6 (2001).
[37] Mikrajuddin, F.G. Shi, and K. Okuyama, J. Electrochem. Soc. 147, 3157 (2000).
[38] Mikrajuddin, Ferry Iskandar, and Khairuddin, INTEGRAL 8, 19 (2003).
[39] Mikrajuddin, Ferry Iskandar, and Kikou Okuyama, 2nd Kentingan Physics Forum, UNS,
Surakarta, July 28 (2003).
[40] Mikrajuddin, I. W. Lenggoro, K. Okuyama, and F.G. Shi, J. Electrochem. Soc. 149, H107
(2002).
[41] Mikrajuddin, J. Matematika & Sains 8, 1 (2003).
[42] Mikrajuddin, Proc. ITB Sains & Teknologi 35A, 71 (2003).
[43] L. Marlina, M. Abdullah, Khairurrijal, W. Budiawan, and I. Sriyanti, 2007 Conference on
Solid State Ionics (Serpong, 1-3 August 2007).
[44] L. Marlina, M. Abdullah, dan Khairurrijal, The 3rd National Seminar on Chemistry and
Chemical Education, Bandung April 11, 2007
[45] I. Nurhasanah, Khairurrijal, M. Abdullah, M. Budiman, and Sukirno, Int. Conf.
Mathematics and Natural Sciences (Bandung 29-30 November 2006) pp. 988-990
[46] I. Nurhasanah, Khairurrijal, M. Abdullah, M. Budiman, and Sukirno, 2007 Conference on
Solid State Ionics (Serpong, 1-3 August 2007).
[47] I. Nurhasanah, M. Abdullah, and Khairurrijal, Int. Conf. Neutron and X-Ray Scattering
(Bandung, 29-31 July 2007).
[48] K. Okuyama, I. W. Lenggoro, and M. Abdullah, 2004 International Conference for
Particle Technology (Partech2004), Nuremberg, Germany, March 17 (2004).
[50]
K. Okuyama, I. W. Lenggoro, and M. Abdullah, 2nd Asian Particle Technology
Symposium, Penang, Malaysia, December 17-19 (2003). Okuyama, K., M. Abdullah, F.
Iskandar, and I. W. Lenggoro, Adv. Powder Technol. 17, 587 (2006)
[51]
I. Sriyanti, M. Abdullah, Khairurrijal, and L. Marlina, 2007 Conference on Solid State
Ionics (Serpong, 1-3 August 2007).
[52]
I. Sriyanti, M. Abdullah, dan Khairurrijal, 3rd National Seminar on Chemistry and
Chemical Education, Bandung April 11, 2007
[53]
A.S. Vioktalamo, M. Abdullah, W. Budiawan, and Khairurrijal, 1st Int.l Conf. Advanced

Materials and Practical Nanotechnology Serpong-Banten (2006).


[54]
A.S. Vioktalamo, M. Abdullah, dan S.Z. Bisri, Pros. Seminar Nasional Kimia Fisik dan
Anorganik (2006).
[55]
M. Abdullah, Khairurrijal, A. R. Marully, Liherlinah, dan M. Sanny, J. Nano Saintek. 1,
1 (2008).
[56]
M. Abdullah dan Khairurrijal, J. Nano Saintek. 1, 12 (2008).
[57]
Liherlinah, M. Sanny, A. R. Marully, M. Abdullah dan Khairurrijal, J. Nano Saintek. 1,
23 (2008).
M. Abdullah, Khairurrijal, I. Nurhasanah, I. Sriyanti, dan A. R. Marully, J. Nano Saintek. In
press

Anda mungkin juga menyukai