OLEH
KELOMPOK C :
KADEK SISKA PARAMESWARI (G1B017022)
M. HENDRY AKBAR A (G1B017036)
NURLAILI (G1B017044)
SALSA RIZKIKA AULIA (G1B017054)
Gel adalah zat yang memiliki pori yang semirigid yang terdiri atas jaringan
kontinu dalam tiga dimensi, dimana gel dapat terbentuk dari rantai polimer.
Interaksinya adalah memiliki sifat kovalen dan irreversible. Proses sol-gel digunakan
sebagai template untuk mendapatkan morfologi permukaan dalam skala mikro dan
skala nano.
Metode sol-gel melalui proses seperti hidrolisis, polimerisasi, pembentukan gel,
kondensasi, pengeringan, dan densifikasi. Prinsip dasar metode ini pembentukan
larutan prekursor dari senyawa yang diharapkan dengan menggunakan pelarut organik,
terjadinya polimerisasi larutan, terbentuknya, dan dibutuhkan proses pengeringan dan
kalsinasi gel untuk menghilangkan senyawa organik serta membentuk material
anorganik berupa oksida. Proses sol-gel memiliki dua metode alkoksida merupakan
proses sol-gel yang menggunakan logam alkoksida sebagai prekursor, sedangkan
metode koloid adalah teknik sol-gel menggunakan prekursor selain logam alkoksida,
misalnya nitrat, karboksilat, asetil asetonat, dan klorida.
Proses sol-gel terdiri atas reaksi hidrolisis dan kondensasi. Olation adalah
kondensasi dimana jembatan hidroksil terbentuk antara dua pusat logam. Untuk
logam-logam jenuh, olation terjadi melalui substitusi nukleofilik gugus hidroksil untuk
gugus air pada logam. Oxolation adalah reaksi kondensasi pada pembentukan
jembatan oxo. Oxolation diuapkan ketika pusat logam yang digabungkan tidak jenuh.
Oxolation merupakan adisi nukleofilik yang menghasilkan polyhedral pada ujung
(edge) atau wajah (face).
Ada tujuh tahap dalam pembuatan material sol-gel, yaitu
a. Mixing
Mixing merupakan kunci utama untuk menghasilkan butiran yang memiliki ukuran
dan komposisi yang seragam dalam koloid sol. Jika alkoksida digunakan selama
pencampuran (mixing), akan terhidrolisis menghasilkan silika terhidrat.
b. Casting
Pada tahap ini larutan yang memiliki viskositas rendah dengan mudah dapat
tercetak membentuk monolit. Selama proses casting diperlukan kehati-hatian untuk
mencegah gel mengalami kerusakan.
c. Gelating
Sol akan bereaksi dan menghasilkan gelation. Pada titik tersebut sol akan
mendukung tegangan yang tidak terlalu lama dan sol akan berubah menjadi sebuah
gel
d. Aging
Aging dari gel disebut juga dengan syneresis. Syneresis merupakan proses
pemisahan cairan dari gel melalui solidifikasi. Aging menentukan ukuran pori rata-
rata dan densitas monolith yang dihasilkan.
e. Drying
Mengeringkan gel (drying) adalah proses untuk menguapkan pelarut dan air dari
strukturnya.
f. Dehidration (stabilization)
Tegangan pada monolith dapat berkurang dengan cara pelarut yang ada
dikeluarkan dalam keadaan gas yang lebih banyak daripada cairan sehingga
didapatkan monolith kering yang bersifat sangat reaktif karena masih adanya
ikatan silanol pada pori.
g. Densification
Densifikasi merupakan langkah terakhir untuk mengahasilkan material dimana
densitas materialnya harus lebih tinggi.
Bagan Proses Sol-Gel (Brinker, 1996)
Prekursor, pelarut, suhu, dan zat aditif merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
proses sol-gel.
Ada delapan kelebihan metode sol-gel, diantaranya:
a. Homogenitas produk yanga tinggi.
b. Kemurnian produk yang tinggi, karena prekursor alkoksida organologam dapat
dimurni-kan melalui proses distilasi atau rekristalisasi.
c. Suhu yang digunakan relatif rendah.
d. Kehilangan bahan akibat penguapan dapat diperkecil.
e. Pengaturan porositas dengan cara memanaskan pada temperatur tertentu.
f. Mampu menghasilkan material glass dalam bentuk non-amorphous dengan cara
pendinginan dari fasa cair.
g. Kristalinitas lebih bagus daripada metode kionvensional dalam menghasilkan
keramik
h. Menghasilkan material novel.
Adapun kelemahan metode ini yakni membutuhkan prekursor yang relatif mahal,
waktu pemprosesan relatif lama, terbentuknya sisa hidroksil dan karbon, terjadi
penyusutan yang besar dalam pemprosesan, menggunakan pelarut organik yang
bersifat toksik, dan sukar untuk mendapatkan produk yang bebas dari keretakan pada
waktu pengeringan.
Aplikasi Metode Sol-Gel
a. Novel Glasses
Novel glasses dibuat dari prekursor gel dengan tiga cara, yaitu: melelehkan gel
yang didapatkan dari powder, sintering atau memanaskan gel untuk
menghilangkan impuritas organik, dan perlakuan panas untuk menghasilkan
monolith.
b. Fiber
Fiber menggunakan kondisi hidrolisis yang tepat. Fiber kontiniu dapat dihasilkan
dari larutan logam alkoksida dan dikonversikan menjadi serat kaca (glass fiber)
dengan memanaskan, misalnya ZrO2-SiO2 atau Na2O-ZrO2-SiO2.
c. Abrasive
Proses crushed yaitu suatu proses mengeringkan gel dan ukuran powdernya
didapatkan. Abrasive partikel Al2O3 dengan dispersi yang seragam dengan
partikel ZrO2 dan ukuran partikelnya sangat bagus yaitu < 300 nm. Partikel
abrasive itu memiliki sifat grinding superior bila dibandingkan dengan abrasiv
Al2O3 yang disintering.
d. Thin Film dan Coating
Lapisan tipis atau coating didapatkan dari sol yang dilapiskan pada substrat dengan
menggunakan berbagai metode sehingga didapatkan lapisan dengan ketebalan
yang rendah dan kehomogenan yang tinggi.
Metode Kopresipitasi
Proses kopresipitasi melibatkan kation logam dari medium tertentu diendapkan
secara bersama dalam bentuk hidroksida, karbonat, oksalat atau sitrat. Endapan
dikalsinasi pada temperatur tertentu sehingga menghasilkan produk dalam bentuk
bubuk. Proses co-precipitation melibatkan kontrol pH, temperatur, kecepatan
pengadukan dalam pembentukan produk.
Kelebihan proses co-precipitation ada dua, yaitu pencampuran homogen dari
endapan reaktan mengurangi suhu reaksi dan prosesnya sederhana untuk mensintesis
bubuk oksida logam. Selain kelebihan tersebut, proses co-precipitation memiliki tiga
kelemahan, yaitu diantaranya : proses ini tidak tepat untuk pembuatan material yang
tingkat kemurniannya tinggi, metode ini tidak berjalan dengan baik bila reaktan yang
digunakan berbeda kelarutannya, dan tidak memiliki kondisi sintesis yang universal
dalam pembentukan beberapa oksida logam.
Aplikasinya:
Menurut Mairoza pada Sintesis Nanopartikel Fe3O4 dari Batuan Besi Menggunakan
Asam Laurat sebagai Zat Aditif Sintesis nanopartikel magnetit dengan metode
kopresipitasi diharapkan memiliki sifat monodispersif. Sifat monodispersif artinya
partikel magnetit terdistribusi secara merata atau seragam, yakni dengan penambahan
asam laurat sebagai zat aditif.
Metode Hidrotermal
Metode hidrotermal adalah proses pemanasan pelarut air. Teknik hidrotermal
melibatkan pemanasan reaktan dalam wadah tertutup (autoclave) menggunakan air.
Kondisi dimana tekanan meningkat di atas tekanan atmosfer dikenal sebagai kondisi
hidrotermal. Sintesis hidrotermal secara umum didefinisikan sebagai sintesis kristal
atau pertumbuhan kristal pada temperatur dan tekanan tinggi. Sintesis hidrotermal
biasanya dilakukan pada suhu di bawah 300 ℃.
Sintesis hidrotermal banyak diaplikasikan untuk pembuatan oksida. Sintesis
oksida logam pada kondisi hidrotermal dapat terjadi dengan dua tahap. Tahap pertama
yaitu hidrolisis dari larutan garam menghasilkan logam hidroksida. Selama tahap
kedua hidroksida akan terhidrasi menghasilkan oksida logam yang diinginkan. Laju
reaksinya adalah sebagai fungsi temperatur, konstanta dielektrik pelarut. Pada kasus
penggunaan pelarut menggunakan larutan berair (aqueous) telah dikembangkan
metode hydrothermal. Metode hidrotermal digunakan untuk ekstraksi mineral, sintesis
material geologi, sintesis material novel dan pertumbuhan kristal, deposisi larutan
film.
Dalam sintesis hidrotermal, penggunaan air sangat efektif untuk mendapatkan
oksida logam yang berbentuk powder atau bubuk yang bagus. Pada kondisi
hidrotermal air berperan sebagai medium transmisi tekanan dan sebagai pelarut untuk
prekursor. Ada tiga kelebihan metode hidrotermal, yaitu
a. terbentuk powder secara langsung dari larutan,
b. ukuran partikel dan bentuknya dapat dikontrol dengan menggunakan material awal
dan kondisi hidrotermal yang berbeda, dan
c. kereaktifan bubuk yang dihasilkan tinggi.
Selain kelebihan itu, metode hidrotermal juga memiliki kelemahan. Ada tiga
kelemahan metode hidrotermal, yaitu
a. solubilitas material awal harus diketahui,
b. slurry hidrothermal bersifat korosif, dan
c. penggunaan bejana tekanan yang tinggi akan berbahaya jika terjadi kecelakaan.
Aplikasinya:
Menurut Kurniawan dan Rilda, metode ini digunakan pada Sintesis Senyawa
Zno/Kitosan Dengan Menambahkan Surfaktan CTAB yang berfungsi sebagai
senyawa aditif untuk menghomogenkan distribusi partikel agar tersebar merata
sehingga dapat meningkatkan kinerja dari ZnO sebagai katalis dengan metoda
hidrotermal.
Metode Solvotermal
Prinsip dasar metode itu adalah pertumbuhan kristal berdasarkan kelarutan bahan
dalam pelarut di bawah kondisi tekanan yang tinggi. Metode solvothermal merupakan
teknik sintesis material anorganik dengan pemanasan pelarut, pelarut yang digunakan
biasanya alkohol. Sintesis solvothermal terjadi pada atau di atas titik superkritik
pelarut. Metode solvothermal merupakan metode yang digunakan untuk mensintesis
material novel. Metode tersebut digunakan untuk membuat material dalam skala mikro
dan nano dengan morfologi yang berbeda.
Reaksi solvothermal pada umumnya dipengaruhi oleh parameter kimia yakni sifat
reagen dan pelarut. Dan parameter termodinamika berupa suhu dan tekanan. Pemilihan
komposisi pelarut mengakibatkan berkembangnya material alloy, oksida, nitrida, dan
sulfida.
Ada dua tipe parameter yang dilibatkan dalam reaksi solvothermal, yaitu
1. Parameter Kimia
Komposisi kimia dari prekursor harus cocok dengan material target untuk
mengontrol bentuk nanokristalin. Pemilihan pelarut berpengaruh terhadap material
target. Mekanisme reaksi selama proses solvothermal bergantung pada sifat fisika-
kimia pelarut.
2. Parameter Termodinamika
Parameter termodinamika meliputi temperatur, tekanan, dan waktu reaksi. Reaksi
solvothermal dikembangkan pada kondisi suhu < 400 ℃.
Reaksi dalam Metode Solvothermal
Ada lima reaksi yang dilibatkan dalam metode solvothermal. Kelima reaksi yang
dimaksud, yaitu oksidasi-reduksi, hidrolisis, thermolisis, pembentukan kompleks, dan
reaksi metathesis.
Aplikasinya:
Ada enam aplikasi utama proses solvothermal, yaitu: Sintesis material novel (material
yang didesain dengan struktur dan sifat yang spesifik), pembuatan material fungsional
(rute dalam sintesis kimia), pertumbuhan kristal pada temperatur rendah, pembuatan
mikrokristalin dan nanokristalin, sintering pada temperatur rendah dalam pembentukan
keramik dari struktur metastabil, material amorf, dan deposisi lapisan tipis pada
temperatur rendah. Menurut Nurherdiana dan ediati , pada Sintesis Zr-BDC (UiO-66)
melalui Metode Solvotermal dimana reaksi langsung pada kondisi solvotermal
digunakan untuk mensintesis Zr-BDC dan Co-Zr-BDC dengan penambahan Co(II)
untuk meningkatkan kristalinitasnya, ukuran mikropori, luas permukaan spesifik, dan
stabilitas termal
B. Metode kering
Metode Metalurgi Serbuk
Metalurgi serbuk merupakan salah satu teknik produksi dengan menggunakan
serbuk sebagai material awal sebelum proses pembentukan. Prinsip ini adalah
memadatkan serbuk logam menjadi bentuk yang dinginkan dan kemudian
memanaskannya di bawah temperatur leleh. Sehingga partikel-partikel logam memadu
karena mekanisme transportasi massa akibat difusi atom antar permukaan partikel.
Metode metalurgi serbuk memberikan kontrol yang teliti terhadap komposisi dan
penggunaan campuran yang tidak dapat difabrikasi dengan proses lain. Sebagai ukuran
ditentukan oleh cetakan dan penyelesaian akhir (finishing touch). Proses metalurgi
serbuk merupakan proses pembuatan produk dengan menggunakan bahan dasar
dengan bentuk serbuk yang kemudian di sinter yaitu proses konsolidasi serbuk pada
temperatur tinggi yang di dalamnya termasuk juga proses penekanan atau kompaksi.
Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses manufaktur
yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan serbuk secara
bersamaan dan dikompaksi dalam cetakan, dan selanjutnya disinter di dalam furnace
(tungku pemanas). Langkah-langkah yang harus dilalui dalam metalurgi serbuk, antara
lain:
1. Preparasi material
2. Pencampuran (mixing)
3. Penekanan (kompaksi)
4. Pemanasan (sintering)
Proses pemanasan yang dilakukan harus berada di bawah titik leleh serbuk
material yang digunakan. Setiap proses dalam pembuatan metalurgi serbuk sangat
mempengaruhi kualitas akhir produk yang dihasilkan. Material komposit yang
dihasilkan dari proses metalurgi serbuk adalah komposit isotropik, yaitu komposit
yang mempunyai penguat (filler) dalam klasifikasi partikulet.
Keuntungan proses metalurgi serbuk, antara lain:
Mampu melakukan kontrol kualitas dan kuantitas material
Mempunyai presisi yang tinggi
Selama pemrosesan menggunakan suhu yang rendah
Kecepatan produk tinggi
Sangat ekonomis karena tidak ada material yang terbuang selama pemrosesan
Keterbatasan metalurgi serbuk, antara lain:
Biaya pembuatan yang mahal dan terkadang serbuk sulit penyimpanannya
Dimensi yang sulit tidak memungkinkan, karena selama penekanan serbuk logam
tidakmampu mengalir ke ruang cetakan
Sulit untuk mendapatkan kepadatan yang merata
Proses metalurgi serbuk untuk aplikasi magnetik yang dalam hal ini adalah untuk
memproduksi material magnetic lunak (soft magnetic materials) untuk aplikasi arus
DC pada peralatan elektronik juga untuk magnet permanent. Dalam beberapa tetapi
tidak berarti semua bagian dari aplikasi yang ada diproduksi dengan proses metalurgi
serbuk karena metode ini dapat menghasilkan bentuk akhir dengan proses tambahan
seperti machining dan grinding minimal pada satu waktu untuk mendapatkan sifat
magnet yang diinginkan
Apa perbedaan menggunakan metode dip – coating dengan metode spin – coating ?
JAWAB :
Dip coating adalah suatu proses yang digunakan untuk pelapisan, misalnya bahan
semikonduktor. Pada proses pelapisan ini, biasanya di bagi menjadi beberapa langkah.
Perendaman (immersion), dimana substrat ini direndam dalam larutan bahan lapisan
pada kecepatan konstan. Kemudian Start-up, dimana substrat telah berada di dalam
larutan untuk sementara waktu dan mulai ditarik ke atas. Kecepatan menentukan
ketebalan lapisan (penarikan lebih cepat memberikan bahan pelapis yang lebih tebal).
Pengeringan, dimana kelebihan cairan akan mengalir dari permukaan. Penguapan
(evaporation), dimana pelarut yang menguap dari cair, membentuk lapisan tipis. Pada
proses dip coating ini, kecepatan alat sangat berpengaruh pada tiap langkah yang
dilalui. Untuk itu, perlu diperhatikan dalam pengontrolan kecepatan gerak alat agar
hasil pelapisan bahan semikonduktor mencapai hasil yang sesuai dengan kebutuhan.
Spin coating dapat diartikan sebagai pembentukan lapisan melalui proses pemutaran
(spin). Bahan yang akan dibentuk lapisan dibuat dalam bentuk larutan (gel) kemudian
diteteskan di atas suatu substrat yang disimpan di atas piringan yang dapat berputar,
karena adanya gaya sentripetal ketika piringan berputar, maka bahan tersebut dapat
tertarik ke pinggir substrat dan tersebar merata. Selain untuk penumbuhan bahan
semikonduktor, teknik spin coating ini juga dapat digunakan untuk mendeposisi
lapisan tipis bahan lainnya seperti bahan polimer maupun bahan keramik oksida.
1. Sebutkan contoh material yang dapat disintesis dengan menggunakan proses sol gel,
kopresipitasi, metode hidrotermal, dan metode solvothermal.
2. Coba jelaskan bagaimana prinsif utama dari masing masing metode tersebut diatas.
3. Metode yang digunakan dalam menghasilkan nanopartikel silika ?
4. Sebut dan jelaskan salah satu factor yang mempengaruhi sintesis?
5. Sebutkan alat yang digunakan sebagai karakterisasi nanopartikel perak yang anda
ketahui?
6. Apa perbedaan menggunakan metode dip – coating dengan metode spin – coating ?
7. Identifikasilah prekursor, pelarut, dan aditif dari jurnal Sintesis Nano Kristalin Komposit
Alumina-Zirkonia Dengan Template Pulp Oryza Sativa Melalui Metode Kalsinasi
Prekursor !
Jawab:
1. Untuk co-presipitasi untuk mensintesis bubuk oksida logam seperti Sintesis Fe3O4 dari
Batuan Besi, Sintesis hidrotermal banyak diaplikasikan untuk pembuatan oksida,yakni
sintesis oksida logam seperti sintesis senyawa Zno/Kitosan, material novel, sintesis
material geologi dsb. Untuk solvothermal yakni digunakan pada sintesis material
anorganik salah satunya sintesis material novel (material yang didesain dengan struktur
dan sifat yang spesifik), sintesis Zr-BDC dan Co-Zr-BDC. D an untuk metode sol gel
contohnya pada sintesis novel glasses seperti CaO-SiO2, Na2O-ZrO2-SiO2 dengan
kandungan ZrO2 yang tinggi.
2. Prinsip dasar sol-gel adalah pembentukan larutan prekursor dari senyawa yang
diharapkan dengan menggunakan pelarut organik, terjadinya polimerisasi larutan,
terbentuknya, dan dibutuhkan proses pengeringan dan kalsinasi gel untuk menghilangkan
senyawa organik serta membentuk material anorganik berupa oksida. Metode tersebut
banyak diaplikasikan dalam bidang pembuatan komposit, keramik, polimer, lensa kontak,
dan serat (fiber). Metode itu mampu menghasilkan bahan yang halus, seragam (uniform),
homogen serta kemurniannya tinggi. Prinsip dasar metode solvothermal seperti
pertumbuhan kristal berdasarkan kelarutan bahan dalam pelarut di bawah kondisi tekanan
yang tinggi, dimana teknik sintesis material anorganik dengan pemanasan pelarut seperti
alcohol. Teknik hidrotermal melibatkan pemanasan reaktan dalam wadah tertutup
(autoclave) menggunakan air. Dalam wadah tertutup, tekanan meningkat dan air tetap
sebagai cairan, dimana sintesis hidrotermal secara umum didefinisikan sebagai sintesis
kristal atau pertumbuhan kristal pada temperatur dan tekanan tinggi. Sedangkan proses
co-precipitasi melibatkan kation logam dari medium tertentu diendapkan secara bersama
dalam bentuk hidroksida, karbonat, oksalat atau sitrat
3. Metode sol-gel, hal ini dikarenakan karena pada proses berlangsungnya pada suhu yang
rendah, prosesnya yang lebih mudah serta menghasilkan produk dengan kemurnian dan
kehomogenan yang tinggi.
4. Salah satu faktor yang berpengaruh pada kuantitas hasil reaksi (produk) adalah suhu
reaksi. Suhu berpengaruh pada kesetimbangan kimia. Menurut prinsip Le Chatelier, bila
sistem kesetimbangan diganggu, maka kesetimbangan akan berpindah untuk melawan
perubahan yang diterapkan. Apabila suhu sistem kesetimbangan dinaikkan, maka
kesetimbangan akan bergeser ke arah yang menyebabkan absorbs kalor. Oleh karena itu
untuk mengetahui adanya pengaruh suhu reaksi terhadap kuantitas hasil reaksi perlu
dilakukan penelitian khususnya sintesis asetil klorida dari asam asetat dan tionil klorida
pada suhu yang divariasi.
5. Nanopartikel perak dikarakterisasi menggunakan Spektofotometer UV-Vis, PSA dan
SEM.
6. Dip coating adalah suatu proses yang digunakan untuk pelapisan, misalnya bahan
semikonduktor. Pada proses pelapisan ini, biasanya di bagi menjadi beberapa langkah.
Perendaman (immersion), dimana substrat ini direndam dalam larutan bahan lapisan pada
kecepatan konstan. Kemudian Start-up, dimana substrat telah berada di dalam larutan
untuk sementara waktu dan mulai ditarik ke atas. Kecepatan menentukan ketebalan
lapisan (penarikan lebih cepat memberikan bahan pelapis yang lebih tebal). Pengeringan,
dimana kelebihan cairan akan mengalir dari permukaan. Penguapan (evaporation),
dimana pelarut yang menguap dari cair, membentuk lapisan tipis. Pada proses dip coating
ini, kecepatan alat sangat berpengaruh pada tiap langkah yang dilalui. Untuk itu, perlu
diperhatikan dalam pengontrolan kecepatan gerak alat agar hasil pelapisan bahan
semikonduktor mencapai hasil yang sesuai dengan kebutuhan.
Sedangkan Spin coating diartikan sebagai pembentukan lapisan melalui
proses pemutaran (spin). Bahan yang akan dibentuk lapisan dibuat dalam bentuk
larutan (gel) kemudian diteteskan di atas suatu substrat yang disimpan di atas
piringan yang dapat berputar, karena adanya gaya sentripetal ketika piringan
berputar, maka bahan tersebut dapat tertarik ke pinggir substrat dan tersebar
merata. Selain untuk penumbuhan bahan semikonduktor, teknik spin coating ini
juga dapat digunakan untuk mendeposisi lapisan tipis bahan lainnya seperti
bahan polimer maupun bahan keramik oksida.
7. Precursor : Alumina-Zirkonia
Alumina (Al2O3) merupakan salah satu material oksida yang memiliki sifat serta
karakteristik mekanik dan stabilitas termal yang baik. Sementara zirkonia (ZrO2)
merupakan material oksida yang penting dalam berbagai aplikasi, seperti penggunaannya
dalam keramik refaktori dan material tahan abrasi. Selain itu, zirconia yang memiliki
luas area besar dapat digunakan sebagai katalis, sensor gas dan solid oxide fuel cell.
Komposit alumina zirkonia dengan alumina sebagai matrik sering dikenal dengan istilah
zirconia toughened alumina (ZTA). Penambahan zirkonia kedalam matrik alumina sangat
berperan dalam meningkatkan dan memperbaiki sifat mekanik alumina. Sementara
gabungan dari kedua material tersebut memiliki keuntungan dalam penggunaan alumina
yang murah serta zirconia yang memiliki kekuatan (strength) yang tinggi. Seperti telah
diketahui, peningkatan kekuatan dan ketangguhan (thoughness) dari ZTA sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah ukuran partikel, sifat dasar dari
partikel ZrO2, dan distribusinya didalam matriks, di mana dalam hal ini sangat
tergantung sekali kepada proses sintesis komposit ZTA. Kekuatan dan ketangguhan dari
alumina dapat diperbaiki dan ditingkatkan dengan menambahkan sebanyak 10-20 vol%
fasa metastabil tetragonal (t) zirkonia, dimana fasa tersebut dapat dengan mudah
bertransformasi ke dalam fasa yang lebih stabil, yaitu monoklinik (m) zirkonia. Biasanya
hal itu terjadi apabila terdapat suatu patahan (crack) dalam struktur matriks alumina, dan
zirkonia yang berada pada daerah patahan tersebut akan bertransformasi dari fasa
tetragonal ke fasa monoklinik yang mengakibatkan ekspansi volume sebesar 3%.
Penambahan volume tersebut akan mengakibatkan tegangan tekan (compressive stresses)
di dalam struktur matriks alumina yang dapat mendorong timbulnya patahan yang lebih
besar yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketangguhan dari material. Oleh karena itu
mempertahankan fasa dari tetragonal zirkonia di dalam matriks alumina sangat penting
untuk menjaga kekerasan dan ketangguhan komposit ZTA.
Pelarut : Ethanol dan Isopropanol
Isopropil alkohol adalah nama popular dari senyawa kimia dengan rumusan molekul
C 3 H 8 O atauC3 H 7 OH . Senyawa ini merupakan senyawa tak berwarna, mudah terbakar
dengan bau menyengat. Senyawa ini merupakan alcohol sekunder yang paling sederhana,
di mana atom karbon yang mengikat gugus alcohol juga mengikat 2 atom karbon lain.
Merupakan isomer struktur dari 1-propanol.
Etanol merupakan salah satu jenis alcohol yang memiliki titik didih dan titik leleh
berturut-turut 78℃ dan 114℃. Etanol memiliki rumus molekul C 2 H 5 OH dan sering
disingkat menjadi EtOH.
Zat aditif : Pulp Oryza Sativa (limbah merang padi)
Oryza sativa memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi. Selulosa merupakan
biopolymer alami yang dapat digunakan sebagai bahan bioplastik.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu Mairoza dan Astuti . 2016. Sintesis Nanopartikel Fe3o4 Dari Batuan Besi Menggunakan
Asam
Fitria, W.K dan Ratna, E. 2016. Penambahan Urea Pada Sintesis Zr-BDC (UiO-66) melalui
Metode Solvothermal. JURNAL SAINS DAN SENI ITS, 5(1) : 44-47
Huda, Asrofi Khoirul. 2015. Penerapan Spin Coating untuk Pembuatan Lapisan Tipis dengan
MMA. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Mikrajuddin Abdullah, Yudistira Virgus, Nirmin, dan Khairurrijal. 2008. Sintesis Nanomaterial.
Jurnal Nanosains & Nanoteknologi, 1(2):33-57
Nanda Saridewi, Syukri Arief, Admin Alif. 2015. Sintesis Nanomaterial Mangan Oksida dengan
Metode Bebas Pelarut. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kimia, 1(2) : 117-123
Nasriadi, D dan Arniah, D. 2017. Sintesis N-p-Metilbenzil-p-Kumaramida dari Asam p-
Kumarat. Al Kimia, 5(2):154-160
Sileikaite, A.P, Igoris, P., Judita, J., Algimantas, G.A. 2006. Analysis of Silver Nanoparticles
Produced by Chemical Reduction of Silver Salt Solution. Journal Material Science, 12(4):
1392-1320
Sherly Kasuma Warda Ningsih. 2016. Sintesis Anorganik. Penerbit Unp Press: Padang.
Silvi Kurniawan, Yetria Rilda, Dan Syukri Arief. 2013. Efek Penambahan Surfaktan CTAB Pada
Sintesis Senyawa Zno/Kitosan dan Karakterisasinya. Jurnal Kimia Unand . 2(4): 75-79.
Sutrisno. 2001. Fisika Dasar Gelombang dan Optik. Bandung : ITB Bandung.
Silvana Dwi Nurherdiana Dan Ratna Ediati. 2015. Penambahan Co(Ii) Pada Sintesis Zr-Bdc
(Uio-66) Melalui Metode Solvotermal. Jurnal Sains Dan Seni Pomits. 2(1): 1-4.