Anda di halaman 1dari 25

ISSN 1979-0880

Jurnal Nanosains & Nanoteknologi


Vol. 1 No.2, Juli 2008

Review : Sintesis Nanomaterial


Mikrajuddin Abdullah(a), Yudistira Virgus, Nirmin, dan Khairurrijal
Laboratorium Sintesis dan Fungsionalisasi Nanomaterial
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung
Jalan Ganeca 10 Bandung 40132, Indonesia
(a)
E-mail:din@fi.itb.ac.id
Diterima Editor
Diputuskan Publikasi

:
:

17 April 2008
17 Mei 2008

Abstrak
Pada paper ini akan direview beberapa metode sintesis material nanostruktur yang meliputi nanopartikel, nanotube, dan
komposit nanopartikel
Kata Kunci: nanopartikel, carbon nanotube, komposit nanopartikel, sintesis.

1. Pendahuluan
keunggulan nanopartikel dibandingkan dengan partikel
sejenis dalam keadaan bulk. Para peneliti juga percaya
bahwa kita dapat mengontrol perubahan-perubahan
tersebut ke arah yang diinginkan.
Contoh sederhana bagaimana sifat partikel berubah
jika ukurannya direduksi ke skala nanometer dijumpai
pada titanium dioxide atau titania (TiO2). Dibandingkan
dengan titania ukuran bulk, titania ukuran nano tidak
hanya transparant, tetapi juga sangat efektif untuk
menghalangi radiasi ultraviolet. Karena itu nanopartikel
titania banyak digunakan sebagai tabir surya (sunscreen).
Titania bukan skala nano, walaupun juga menyerap
ultraviolet, namun tidak transparan. Titania berukuran
besar berwarna putih susu dan banyak digunakan sebagai
bahan pemutih pada kosmetik.
Sintesis nanopartikel dapat dilakukan dalam fasa
padat, cair, maupun gas. Proses sintesis pun dapat
berlangsung secara fisika atau kimia. Proses sintesis
secara fisika tidak melibatkan reaksi kimia. Yang terjadi
hanya pemecahan material besar menjadi material
berukuran nanometer, atau pengabungan material
berukuran sangat kecil, seperti kluster, menjadi partikel
berukuran nanometer tanpa mengubah sifat bahan. Proses
sintesis secara kimia melibatkan reaksi kimia dari
sejumlah material awal (precursor) sehingga dihasilkan
material lain yang berukuran nanometer. Contohnya
adalah pembentukan nanopartikel garam dengan
mereaksikan asam dan basa yang bersesuaian.
Secara umum, sintesis nanopartikel akan masuk
dalam dua kelompok besar. Gambar 1 menjelaskan dua
pendekatan besar dalam mensintesis nanopartikel. Cara
pertama adalah memecah partikel berukuran besar
menjadi partikel berukuran nanometer. Pendekatan ini
kadang disebut pendekatan top-down. Pendekatan kedua
adalah memulai dari atom-atom atau molekul-molekul
atau kluster-kluster yang diassembli membentuk partikel

Pada saat ini, pengembangan nanoteknologi terus


dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun
dari dunia industri. Semua peneliti seolah berlomba untuk
mewujudkan karya baru dalam dunia nanoteknologi.
Salah satu bidang yang menarik minat banyak peneliti
adalah pengembangan metode sintesis nanopartikel.
Nanopartikel dapat terjadi secara alamiah ataupun melalui
proses sintesis oleh manusia. Sintesis nanopartikel
bermakna pembuatan partikel dengan ukuran yang kurang
dari 100 nm dan sekaligus mengubah sifat atau fungsinya.
Orang umumnya ingin memahami lebih mendalam
mengapa nanopartikel dapat memiliki sifat atau fungsi
yang berbeda dari material sejenis dalam ukuran besar
(bulk). Dua hal utama yang membuat nanopartikel
berbeda dengan material sejenis dalam ukuran besar
yaitu: (a) karena ukurannya yang kecil, nanopartikel
memiliki nilai perbandingan antara luas permukaan dan
volume yang lebih besar jika dibandingkan dengan
partikel sejenis dalam ukuran besar. Ini membuat
nanopartikel bersifat lebih reaktif. Reaktivitas material
ditentukan oleh atom-atom di permukaan, karena hanya
atom-atom tersebut yang bersentuhan langsung dengan
material lain; (b) ketika ukuran partikel menuju orde
nanometer, maka hukum fisika yang berlaku lebih
didominasi oleh hukum-hukum fisika kuantum.
Sifat-sifat yang berubah pada nanopartikel
biasanya berkaitan dengan fenomena-fenomena berikut
ini. Pertama adalah fenomena kuntum sebagai akibat
keterbatasan ruang gerak elektron dan pembawa muatan
lainnya dalam partikel. Fenomena ini berimbas pada
beberapa sifat material seperti perubahan warna yang
dipancarkan,
transparansi,
kekuatan
mekanik,
konduktivitas listrik, dan magnetisasi. Kedua adalah
perubahan rasio jumlah atom yang menempati permukaan
terhadap jumlah total atom. Fenomena ini berimbas pada
perubahan titik didih, titik beku, dan reaktivitas kimia.
Perubahan-perubahan tersebut diharapkan dapat menjadi

33

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

berkuran nanometer yang dikehendaki. Pendekatan ini


disebut bottom-up.

bulk

Top-down:
dipecah

nanopartikel

Bottom-up:
digabung, assembli

atom/kluster

Gambar 1 Dua pendekatan utama sintesis nanopartikel:


top-down dan bottom-up
2. Metode Sintesis Nanomaterial
Banyak metode sintesis nanopartikel yang dibahas
para peneliti seluruh dunia, mulai dari yang sangat
sederhana sampai yang sangat rumit. Dalam review kali
ini kita akan membahas beberapa metode sederhana
sintesis nanopartikel.
2.1 Pemanasan Sederhana dalam Larutan Polimer
Metode ini termasuk metode yang sangat
sederhana dalam membuat partikel berukuran beberapa
puluh nanometer hingga beberapa ratus nanometer.
Umumnya, sintesis nanopartikel membutuhkan waktu
yang sangat lama, beberapa jam hingga puluhan jam.
Metode pemanasan dalam larutan polimer hanya
berlangsung beberapa puluh menit dan tidak diperlukan
peralatan yang terlalu mahal. Merode ini juga dengan

34

mudah dapat discale up untuk membuat partikel dalam


jumlah besar bagi kebutuhan industri. Kita telah
menggunakan metode ini untuk membuat sejumlah
partikel oksida seperti yttria yang didop dengan europium
(material pemancar cahaya merah untuk kebutuhan
display), yttrium-gadolonium aluminium garnet yang
didop cerium (pemancar cahaya biru-kuning), galium
nitrida (pemancar cahaya biru), yttria yang didop
gadolonium (pemancar ultraviolet), seng oksida
(pemancar cahaya hijau-kuning), oksida seng-tembagaaluminium sebagai katalis pengubah metanol dan air
menjadi hidrogen, dan ceria yang didop neodimium yang
berpotensi bagi pengembang sel bahan bakar. Metode ini
hanya membutuhkan sebuah oven yang dapat beroperasi
pada suhu pemanasan di atas suhu dekomposisi polimer.
Suhu operasi di atas 500 oC sudah cukup untuk
mendekomposisi sejumlah polimer.
Secara sederhana, prinsip kerja metode ini adalah
mencampurkan larutan logam nitrat di dalam air dengan
larutan polimer dengan berat molekul tinggi (high
molecular weight polymer, HMWP). Kedua larutan
dicampur dan diaduk secara merata disertai pemanasan
sehingga kandungan air hampir habis dan diperoleh
larutan kental polimer. Di dalam larutan tersebut
diperkirakan ion-ion logam menempel secara merata pada
rantai polimer. Larutan polimer kemudian ditempatkan
dalam krusibel alumina dan dipanaskan pada suhu di atas
suhu dekomposisi polimer. Suhu pemanasan dinaikkan
secara perlahan-lahan. Keberadaan polimer menghindari
pertemuan antar partikel yang terbentuk melalui proses
nukleasi sehingga tidak terjadi agglomerasi. Ketika
polimer telah terdekomposisi kita dapatkan partikelpartikel yang hampir terpisah satu dengan lainnya. Secara
sederhana diagram alir pembuatan partikel dengan metode
tersebut tampak pada Gbr. 2
Logam
nitrat

PEG

Air

Campur
T 100 oC

Pemanasan
T > 600 oC

Nanopartikel
oksida

Gambar 2 Diagram alir pembuatan nanopartikel dengan


metode pemanasan dalam larutan polimer.
Contoh aplikasi metode ini adalah pada pembuatan
partikel cerium dioksida (ceria) yang didop dengan

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

neodimium (CeO2:Nd). Material ini merupakan elektrolit


padat yang sangat potensial untuk aplikasi sel bahan bakar
(fuel cell). Cerium nitrat hexahydrate, Ce(NO3)36H2O,
dan neodymium nitrate hexahydrate, Nd(NO3)36H2O,
dengan perbandingan molaritas yang sesuai dilarutkan
dalam de-ionized water. Polyethylene glycol, H(OCH2CH2)nH dan disingkat PEG, dalam jumlah yang cukup
ditambahkan ke dalam larutan disertai pengadukan hingga
diperoleh larutan jernih. Larutan kemudian dipanaskan
pada suhu di atas 100 oC hingga menjadi kental yang
kemudian dilanjutkan dengan pemanasan di atas suhu
dekomposisi PEG beberapa puluh menit di dalam oven
sehingga dihasilkan partikel dengan ukuran beberapa
puluh nanometer hingga ratusan nanometer. Ukuran
partikel dikontrol dengan mengatur konsentrasi PEG,
mengatur suhu pemanasan, dan mengatur lama waktu
pemanasan dalam oven.
Gambar 3(a) adalah contoh foto SEM partikel
CeO2:Nd yang dihasilkan dengan pemanaskan pada suhu
800 oC. Ukuran grain yang diperoleh adalah puluhan
nanometer hingga submikron. Dengan menggunakan
metode Scherrer didapat ukuran kristallin sekitar 54 nm.
Nanopartikel lain yang telah dibuat dengan metode
tersebut oleh penulis meliputi Y2O3:Eu, Y2O3:Gd,
(Gd,Y)2Al5O12:Ce, Cu/ZnO/Al2O3, dan Ga2O3. Foto SEM
sebagian partikel tersebut tampak pada Gbr 3.3(a) (d).
Pada prinsipnya hampir semua oksida logam dengan
ukuran di bawah mikrometer dapat dibuat dengan metode
pemanasan sederhana dalam larutan polimer dengan
menggunakan prekursor nitrat dari logam yang
bersangkutan.

1 m

600 nm

35

1 m

1 m

Gambar 3 Foto SEM sejumlah nanopartikel yang dibuat


dengan metode pemanasan sederhana dalam larutan
polimer: (a) CeO2:Nd, (b) Y2O3:Eu, (c) ZnO, dan (d)
(Gd,Y)2Al5O12:Ce.
2.2 Kolloid
Nanopartikel semikonduktor dapat dipersiapkan
dengan cara sintesis kimiawi dalam larutan homogen.
Sintesis material dalam bentuk kolloid sebenarnya sudah
lama dilakukan orang, jauh sebelum konsep
nanoteknologi dikenal orang. Sejumlah kolloid dari
nanopartikel dengan ukuran diameter antara 3 50 nm
telah berhasil dibuat. Jenis koloid tersebut mencakup
material logam mulia (Au, Ag, Pt, Pd, dan Cu),
semikonduktor (Si, Ge, III-V, II-VI, dan oksida logam),
isolator (mika, SiO2, sejumlah keramik, polimer), dan
material magnetik (Fe2O3, Ni, Co, Fe, FePt).
Namun, ketertarikan pada nanoteknologi memaksa
peneliti untuk memiliki kemampuan mengontrol ukuran
partikel koloid yang dihasilkan. Hal ini dilatarbelakangi
oleh adanya sifat material yang bergantung pada ukuran.
Usaha ke arah ini ditempuh dengan melakukan deaktivasi
permukaan partikel koloid yang telah dibuat begitu
ukuran sudah mencapai nilai yang dinginkan. Jika tidak
dideaktivasi maka ukuran partikel koloid biasanya akan
terus bertambah selama masih ada sisa atom-atom
prekursor di dalam larutan tersebut. Salah satu cara
deaktivasi yang banyak dilakukan adalah menggunakan
surfactant. Molekul surfaktan akan menempel pada
permukan koloid yang dibuat dan melindungi permukaan
tersebut dari pertambahan atom precursor lebih lanjut
meskipun di dalam koloid masih ada atom-atom precursor
yang belum bereaksi. Gambar 4 adalah ilustrasi

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

bagaimana membuat koloid dengan ukuran partikel


tertentu menggunakan surfaktan.

36

partikel lebih lanjut, juga menghindari penggumapan


partikel membentuk aglomerasi yang lebih besar sehingga
koloid emas tetap stabil dalam jangka waktu yang lama.

Prekursor dicampur

Partikel Au 2 nm

Partikel Au 4 nm

Gambar 5 Alkanthiol teradsorpsi di permukaan partikel


emas karena atom sulfida suka pada atom emas.
Surfaktan

Partikel terbentuk,
surfaktan dimasukkan

Surfaktan melindungi
permukaan partikel

Berikut ini akan dijelaskan sejumlah metode


sederhana untuk mensintesis koloid dari nanopartikel.
Cadmium Sulfida (CdS)
Reaksi kimia biasanya berjalan efektif pada
kondisi keasaman (pH) tertentu. Pada pH yang sesuai,
reaksi kimia berlangsung cepat sedangkan pada pH yang
tidak sesuai reaksi kimia hampir tidak berlangsung atau
berlangsung sangat lambat. Dengan sifat ini kita pun
dapat mengontrol ukuran partikel koloid melalui
pengontrolan pH larutan. Mula-mula pH diatur sehingga
reaksi berlangsung dan nanopartikel mulai terbentuk.
Begitu ukuran yang dikehendaki tercapai, pH diubah
seketika sehingga reaksi hampir tidak berlangsung dan
ukuran partikel menjadi hampir konstan.
Nanopartikel dari logam sulfida dapat disentesis
melalui reaksi garam logam yang larut dalam air dengan
H2S atau Na2S. Setelah nanopartikel terbentuk, senyawa
penetral natrium metafosfat ditambahkan untuk
menghentikan reaksi pertumbuhan ukuran partikel lebih
lanjut. Sebagai contoh, nanopartikel cadmium sulfida,
CdS, dapat disintesis dengan cara mencampurkan
Cd(ClO4) dengan larutan Na2S. Reaksi tersebut
berlangsung menurut persaman
Cd(ClO4)2 + Na2S = CdS + 2NaClO4

Gambar 4 Contoh membuat nanopartikel koloid dengan


menggunakan surfaktan.
Untuk koloid emas, surfaktan yang biasa
digunakan adalah alkanthiol, yaitu alkena dengan gugus
fungsional thiol (-SH). Rumus umum alkantiol adalah
CnH2n+1-SH. Atom sulfida pada alkantiol suka
menempel pada permukaan emas sehingga teradsorpsi di
permukaan emas membentuk lapisan tipis tidak aktif,
seperti diilustrasikan pada Gbr 5. Kehadiran lapisan
tersebut disamping menghentikan pertumbuhan ukuran

(1)

Pertumbuhan nanopartikel CdS pada reaksi di atas


dihentikan dengan cara menaikan pH larutan secara
mendadak. Dengan cara tersebut, tidak terjadi
pertumbuhan ukuran partikel secara berkelanjutan
sehingga hasil akhir yang diperoleh adalah partikel
berukuran nanometer. Jika reaksi tidak dihentikan maka
hasil akhirnya adalah CdS dalam ukuran besar (bukan
nanometer).

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

37

Partikel Titanium Dioksida (TiO2) dan Nanorod


Partikel koloid dari oksida logam dapat dihasilkan
dengan cara hidrolisis dari garam tertentu. Sebagai contoh,
nanopartikel TiO2 dapat dihasilkan pada hidrolisis
titanium tetraklorida menurut persamaan reaksi
TiCl4 + 2H2O = TiO2 + 4HCl

(2)

Pembentukan nanopartikel TiO2 melalui reaksi di atas


diilustrasikan pada Gbr 6.

OH-

pemanasan berlangsung sebagai berikut. Sampel dijaga


pada suhu 100 oC selama 8-10 jam dengan tujuan untuk
menguapkan seluruh air yang ada pada sampel. Untuk
pembuatan TiO2 fase anatase, sampel dipanaskan hingga
suhu 400 atau 500 oC dengan laju 2,5 oC/menit dan dijaga
pada suhu ini selama 2 jam. Sedangkan untuk pembuatan
TiO2 fase rutile, sampel dipanaskan secara cepat hingga
mencapai suhu 700 oC untuk menghindari pembentukan
anatase yang biasanaya ada pada fasa suhu yang rendah.
Lalu sampel ini dijaga pada suhu tersebut selama 2 jam
yang kemudian dibiarkan mendingin hingga kembali ke
suhu kamar.

TiCl4

Koloid TiO2

Gambar 7 Hasil SEM dari template AAM dari atas. Iset


adalah penampang samping.

Cara lain membuat koloid TiO2 sebagai berikut.


Titanium tetraisopropoxide (TTIP), acetylacetone
(ACAC), air deionized dan etil alkohol (EtOH) dicampur
dengan berbagai rasio molaritas, misalnya 1:1:3:20,
1:3:40:70, atau 1:1:275:86. TTIP dilarutkan pada etanol
dengan air dan ACAC. Larutan tersebut kemudian secara
perlahan ditambahkan kepada larutan TTIP/EtOH untuk
membentuk sol-TiO2. Larutan campuran tersebut lalu
diaduk selama 2 jam pada suhu kamar.
Pembentukan nanorod TiO2 dilakukan dengan cara
sol filling (pemasukkan sol ke lubang berpori) dan
heating-sol-gel-templates (pemanasan template untuk
material sol-gel). Template yang digunakan dapat berupa
anodic alumunim berpori dengan ketebalan beberapa
puluh mikrometer dan diamter poros beberapa ratus
nanometer. Pertama, membran anodic alumunium
(AAMs) dipanaskan di dalam etanol pada suhu 75-77 oC
selama 10 menit. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
hydrophilicity (daya ikat) dari pori-pori alumunium
dengan sol-TiO2. Gambar 7 adalah contoh foto SEM
nanorod template untuk membuat nanorod TiO2.
Kemudian template ini dicelupkan ke dalam
larutan sol-TiO2 (pada suhu ruang atau suhu 80 oC)
dengan waktu pencelupan beberapa puluh menit. Setelah
itu, hasilnya dikeringkan pada suhu ruang selama 24 jam.
Hasil ini lalu diletakkan pada ruang pemanas. Proses

Intensitas (sembarang)

Gambar 6 Skematik pembentukan nanopartikel TiO2


dengan menggunakan metode hidrolisis garam.

20

30

40
50
60
2 (derajat)

70

80

Gambar 8 XRD dari nanorod TiO2 yang di-anneal pada


suhu (a) 400 oC, (b) 500 oC, (c) 700 oC.
Kemudian template ini dicelupkan ke dalam
larutan sol-TiO2 (pada suhu ruang atau suhu 80 oC)
dengan waktu pencelupan beberapa puluh menit. Setelah
itu, hasilnya dikeringkan pada suhu ruang selama 24 jam.
Hasil ini lalu diletakkan pada ruang pemanas. Proses
pemanasan berlangsung sebagai berikut. Sampel dijaga
pada suhu 100 oC selama 8-10 jam dengan tujuan untuk
menguapkan seluruh air yang ada pada sampel. Untuk
pembuatan TiO2 fase anatase, sampel dipanaskan hingga
suhu 400 atau 500 oC dengan laju 2,5 oC/menit dan dijaga

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

pada suhu ini selama 2 jam. Sedangkan untuk pembuatan


TiO2 fase rutile, sampel dipanaskan secara cepat hingga
mencapai suhu 700 oC untuk menghindari pembentukan
anatase yang biasanaya ada pada fasa suhu yang rendah.
Lalu sampel ini dijaga pada suhu tersebut selama 2 jam
yang kemudian dibiarkan mendingin hingga kembali ke
suhu kamar.
Gambar 8 memperlihatkan pola difraksi sinar-X
yang memperlihatkan fasa anatase dan rutile untuk
sampel yang dipanaskan pada suhu berbeda.
Zinc oxide (ZnO)
ZnO memperlihatkan sifat-sifat optic, akustik, dan
kelistrikan yang menarik dan memiliki sejumlah potensi
aplikasi dalam bidang elektronik, optoelektronik, dan
sensor. Sebagai semikonduktor dengan lebar celah pita
energi besar, ZnO sangat potensial diaplikasi sebagai
elektroda transparan dalam teknologi fotovoltaik, piranti
elektroluminisens, dan material untuk piranti pemancar
ultraviolet.
Dari sejumlah metode sintesis ZnO nanopartikel,
metode sol-gel merupakan salah satu metode yang dikenal
luas. Metode ini relatif sederhana dan menghasilkan
koloid ZnO dengan ukuran partikel sekitar 3 nm dalam
waktu beberapa jam. Zinc acetate dihidrat, ZnAc22H2O,
dimasukkan ke dalam etanol hingga konsentrasi 0,1 M.
Zinc acetate yang berbentuk bubuk sulit melarut dalam
etanol. Dispersan tersebut dimasukkan dalam perangkat
distilasi kemudian dipanaskan pada suhu sekitar 78 - 80
o
C (titik didih etanol) disertai pengadukan dengan
magnetic stirrer. Lama-lama bubuk ZnAc22H2O melarut
dalam etanol. Distilasi dilakukan hingga volum yang
tersisa dalam flask sekitar 60% volum mula-mula.
Kondensat yang dihasilkan dengan volum sekitar 40%
tidak digunakan. Litium hidroksida hidrat, LiOHH2O,
dimasukkan ke dalam etanol yang volumnya sama dengan
volum kondensat hasil distlasi yang tidak terpakai (sama
dengan 40% volum awal etanol sebelum distilasi) hinga
tercapai konsentrasi 0,35 M lalu diaduk dengan magnetic
stirrer hingga melarut sempurna. Kedua larutan kemudian
dicampur sambil diaduk di dalam wadah yang diletakkan
dalam lingkungan es sehingga suhunya tidk terlalu tinggi.
Suhu yang rendah tersebut dimaksudkan untuk
menghindari pertumbuhan ukuran patikel yang cepat.
Hasil dari pencampuran adalah koloid ZnO yang
transparan. Jika ditempatkan di bawah lampu UV dengan
panjang gelombang 254 nm atau 365 nm maka koloid
memancarkan cahaya lumininisens hijau kebiruan. Lampu
UV yang digunakan adalah lampu untuk mengecek
keaslian uang kertas yang digunakan para kasir bank.
Lampu tersebut dapat dibeli di toko-toko listrik besar.
Jika ditunggu beberapa lama maka warna koloid berubah
menjadi hijau kekuningan. Gambar skematik proses
lengkap tampak pada Gbr 9.
Gambar 10(a) adalah warna koloid ZnO sebelum
disinari UV, 10(b) adalah koloid ZnO ketika disinari
dengan UV. Jika tidak disinari UV tampak koloid berupa
larutan transparan. Jika disinari UV tampak koloid
memancarkan warna hijau kekuningan. Gambar 10(c)

38

adalah foto TEM nanapartikel koloid yang dibuat. Ukuran


partikel koloid sekitar 4 nm.

80 oC
3 jam

(CH3COO)2Zn.2H2O

LiOHH2O

Koloid ZnO

Gambar 9 Skema pembuatan ZnO koloid

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

menghasilkan pembentukan nanopartikel yang stabil


walaupun hingga berbulan-bulan.
Hasil dari XRD dapat dilihat pada Gbr 11. di
bawah. Nanopartikel hasil sintesis ini memiliki bentuk
kristal yang baik berupa kubus. Ukuran rata-rata kristalin
yang diprediksi berdasarkan lembar puncak difraksi
sekitar 3,95 nm.

111

Intensitas (sembarang)

39

220
311

20

30

40

50

60

70

2 (derajat)

Gambar 11 Pola difraksi sinar-X nanopartikel CdSe.


Bentuk dari nanopartikel ini dapat dilihat hasilnya
dengan menggunakan TEM. Contoh gambar yang
dihasilkan oleh TEM ini dapat dilihat pada Gbr 12.
Bentuk sferis dan ukuran rata-rata sebesar 5 nm cocok
dengan data yang didapat dengan analisis XRD.

Gambar 10 (a) koloid ZnO jika tidak disinari UV, dan (b)
koloid ZnO ketika disinari UV, dan (c) foto TEM kolid
ZnO.
Cadmium selenide (CdSe)
CdSe adalah material semikonduktor yang
memancarkan luminisens. Dalam ukuran nanometer,
spektrum luminisens yang dipancarkan partikel
bergantung pada ukuran partikel. Dengan demikian,
pengontrolan ukuran partikel menjadi sangat penting agar
diperoleh spektrum luminisens yang diharapkan. Salah
satu contoh sintesis CdSe nanopartikel dijelaskan secara
ringkas sebagai berikut.
CdSO4.2.5H2O dilarutkan di dalam 1 L air
deionisasi sampai pada konsentrasi 2 mM. Larutan ini lalu
diletakkan pada 2 L tabung reaksi dan diputar dengan
kecepatan 200 rpm. Ketika sedang diputar, 18 mmol 1thioglycerol ditambahkan ke larutan dan diputar lagi
selama 5 menit. Lalu amonium sulfida (30 mmol)
ditambahkan secara cepat pada keadaan lingkungan yang
tetap agar tercipta nanopartikel CdSe. Metoda ini

20 nm
Gambar 12 Contoh foto TEM nanopartikel nanopartikel
CdSe.
Partikel Magnetik
Monolithic ultra-porous (suatu batu dengan porosporos yang kecil) dan campuran material magnetik yang
sangat ringan dapat diperoleh dengan cara menyebarkan
poros-poros dari silica yang dibentuk dengan proses solgel, yang diawali dengan garam logam anhydrous lalu
diikuti oleh pengeringan pada tekanan yang sangat tinggi.

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

40

[1,58 mmol (0,54 g)] dilarutkan di dalam 3 ml 1,2dichlorobenzene (DCB) yang mengandung 0,6 mmol(0,2
ml) asam oleic dan 1,1 mmol (0,34 ml) dioctylamine serta
diaduk selama 15 menit. Struktur kristal dari bahan ini
lalu dikarakterisasi dengan difraksi sinar-X dan TEM.
Sifat magnetik dari bahan ini lalu dipelajari dengan
SQUID (Superconducting Quantum Interface Device).
Pada karakterisasi ini, yang diukur dari bahan tersebut
adalah ZFC (Zero Field Cooled) magnetisasi bahan.
Gambar 13 adalah pola difraksi sinar-X dan ZFC dari
nanopartikel cobalt.
Nanopartikel Co-Au Core-Shell (teras-kulit)
Intensitas

(a)
Intensitas

Setelah itu, dilakukan analisis sinar-X dan didapat logam


Ni, besi oksida dan Ni-besi dalam bentuk kristal.
Silika basah disiapkan melalui proses hidrolisis
dan kondensasi tetraethoxysilane (TEOS) dengan 2 jenis
asam-basa sebagai katalisator proses sol-gel (katalisnya
adalah hidroklorik dan ammonia). Pada tahap pertama,
pra-polimerisasi dari TEOS didapat melalui reaksi dari
TEOS dengan air dan asam katalis (HCl 1 M) pada
larutan etanol.
Setelah dibiarkan pada suhu 25 oC selama 1 bulan,
didapat cairan yang viskositasnya tinggi. Pada tahap
kedua, 0,05 M larutan NH3 ditambahkan kepada sol asam.
Setelah 48 jam, gel dari sampel matriks diperoleh. Lalu,
cairan yang mengandung pori-pori dari gel silica diganti
dengan etanol. Dua sampel didapat dengan cara
menyebarkan gel silica melalui larutan alcohol yang
supersaturasi (anhydrous Ni(II) acetylacetonate atau
anhydrous Fe(II) acetylacetonate). Pengeringan dilakukan
pada proses penyebaran ini. Proses pengeringan ini terjadi
pada suhu 260 oC dan tekanan 131 bar. Setelah 3 jam,
tekanan dikurangi secara perlahan. Aerogel yang didapat
dibiarkan mendingin secara perlahan sampai suhunya
sama dengan suhu kamar.

40

fcc-Au

Intensitas (sembarang)

221

-Co

311

45
2

50

55

Momen (sembarang)

40

0,2

50

60
2

M (emu/g)

310

Magnetization (emu/g)

40

35

50

(b)
FC

70

80

T=5K
-10000

10000

Medan (Oe)

ZFC

H = 20 G
0,02
0

10

Suhu (K)

100

1000

Gambar 13 (a) Hasil dari difraksi sinar-X dan (b) ZFC


magnetisasi dari nanopartikel cobalt.
Nanopartikel cobalt
Nanopartikel cobalt disintesis dengan cara
dekomposisi yang cepat dari material prekursor
(organometallic) pada larutan yang mengandung
surfaktan pada lingkungan berisi argon. Cobalt carbonyl

50

100

150 200 250


Suhu (K)

300 350

Gambar 14 (a) Hasil dari difraksi sinar-X dan (b) ZFC


magnetisasi dari nanopartikel Co-Au. Inset merupakan 5
K histerisis yang menunjukkan sifat feromagnetik dari
bahan tersebut pada suhu rendah.
Nanopartikel yang belum jadi dapat dijadikan
sebagai inti dari nanopartikel yang akan dibuat. Cobalt
dijadikan sebagai inti sedangkan Au sebagai kulit dari
nanopartikel tersebut. Larutan prekursor teras cobalt [0,5
ml (3 mmol/ml)] dicampur dengan 5 ml toluene dan
diberi semburan gas argon selama 30 menit. Kemudian
larutan 0,01 g HAuCl4, 0,25 ml oleylamine dan 3 ml
toluene dimasukkan ke larutan tersebut pada suhu 85 oC.
Setelah terjadi reaksi, larutan dijaga pada suhu tersebut
selama 1 jam. Nanopartikel core-shell terbentuk dengan

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

ukuran inti 6 nm dan ukuran kulit 1,5 nm. Karakterisasi


dari nanopartikel ini dilakukan dengan cara yang sama
dengan nanopartikel sebelumnya. Gambar 14 adalah pola
difraksi sinar-X dan ZFC dari nanopartikel Co-Au
Reverse Micelle
Cara lain membuat partikel koloid dengan ukuran
nanometer adalah metode reverse micelles. Micelle
adalah partikel koloid berongga yang umumnya berupa
material organik yang terbentuk secara spontan (self
asembli) seperti diilustrasikan pada Gbr 15. Dengan cara
sonifikasi (getaran dengan gelombang bunyi), kation (ion
positif) dipaksa masuk ke dalam rongga micelle (lihat Gbr
16).

Gambar 15 Contoh micelle.

Gambar 16 Sonifikasi memaksa masuk kation ke dalam


rongga micelle.
Kemudian anion (ion negatif) dibuat dalam larutan
yang mengandung micelle. Anion dibiarkan berdifusi ke
dalam rongga micelle yang telah mengandung ion positif

41

melaui selaput micelle (lihat ilustrasi pada Gbr 3.20).


Rongga micelle jauh lebih permeabel bagi anion
dibandingkan dengan kation, sehingga secara efektif yang
teramati hanya aliran anion dari luar masuk ke dalam
rongga micelle tanpa disertai aliran kation dari rongga
micelle ke luar. Hal ini dapat dilakukan dengan memiliki
material micelle yang tepat. Contonhnya material yang
menghasilkan permeabilitas anion sekitar 100 kali lebih
tinggi daripada kation. Anion yang mengalir masuk
bereaksi dengan kation yang ada dalam rongga micelle
membentuk partikel padatan yang ukurannya dibatasi oleh
ukuran micelle. Membran micelle juga menjadi pembatas
pertumbuhan ukuran partikel lebih lanjut dan menjadi
pelindung partikel dari aglomerasi.

Gambar 17 Difusi anion masuk ke dalam micelle.


Penyusunan Kristal Besar
Nanopartikel semikonduktor yang berukuran lebih
besar dapat disintesis dengan cara menambahkan molekul
lain kepada nanopartikel awal yang berukuran lebih kecil
dan distabilkan dengan ligand organik pada larutan koloid.
Sebagai contoh, telah ditemukan bahwa ukuran dari
kumpulan nanopartikel CdS yang dilapisi dengan ion-ion
thiophenolate dapat membesar jika logam sulfide
ditambahkan ke larutan tersebut.
Pembuatan polimer dari bahan inorganik diketahui
dapat
diaplikasikan
kepada
sintesis
kumpulan
nanopartikel semikonduktor yang cukup besar. Sebagai
contoh
dari
kumpulan
nanopartikel
pyramid
[Cd20S13(SC6H5)22]8- mengandung 55 atom cadmium dan
sulfur,
kumpulan
nanopartikel
pyramid
[Cd10S4(SC6H5)16]4- mengandung 33 atom cadmium dan
sulfur. Jika ditambahkan ion sulfida lima kepada kedua
kumpulan nanopartikel tadi, maka kedua kumpulan
nanopartikel akan bergabung dan membentuk kumpulan
nanopartikel yang lebih besar. Hal ini dapat diilustarikan
pada Gbr. 18.

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

42

0,7 nm

mengghindari penggunaan material beracun seperti


phosphine atau arsine. Nanocrystal InAs dan InP dapat
disintesis melaui reaksi InX3 (X = Cl, Br, I) dengan
As(SiMe3)3 atau P(SiMe3)3.
Koloid semikonduktor InP dapat disintesis melalui
reaksi berikut ini pada suhu antara 150 oC hingga 280 oC
menurut persamaan
InCl3 + [(CH3)3Si]3P = InP + 3(CH3)3SiCl

1 nm

Gambar 18 Penggabungan 2 kumpulan nanopartikel


menjadi suatu kumpulan naopartikel yang lebih besar.
Struktur pyramid dari [Cd20S13(SC6H5)22]8- telah
dikonfirmasi kebenarannya melalui analisis X-ray.
Penambahan terus ion sulfida dapat menghasilkan
kumpulan partikel tetrahedral Cd32S14(SC6H5)36 yang
mengandung 82 atom cadmium dan sulfur.
Kolloid Lain
Nanokristal Zn3P2 dan Cd3P2 dapat disintesis
dengan menginjeksikan phosphine (PH3) ke dalam larutan
yang mengandung garam logam. Pengontrolan ukuran
partikel dilakukan dengan menvariasi konsentrasi
phosphine dan suhu reaksi. Efek ukuran kuantum diamati
dengan jelas pada sample Zn3P2 dan Cd3P2 seperti
ditunjukan oleh warna material yang dihasilkan. Cd3P2
bulk berwarna hitam sedangkan larutan yang mengandung
nanokristal Cd3P2 (diamater sekitar 1,5 nm) tidak
berwarna.
Nanopartikel CdSe dapat disintesis dari larutan
yang mengandung dimethylcadmium (CH3)2Cd (di dalam
tri-n-occtylphosphine TOP) dan trin-octylphosphine
selenide (TOPSe) di dalam tri-n-octylphosphine oxide
(TOPO) panas pada rentang suhu antara 120300 oC.
Reaksi ini menghasilkan nanokrsital CdSe yang dicanteli
TOPO. Ukuran partikel dipengaruhi secara dominan oleh
suhu reaksi, di mana partikel yang lebih besar dihasilkan
pada suhu yang lebih tinggi.
Nanopartikel semikonduktor golongan III-V dapat
dibuat melaui reaksi padatan natrium pnictides dengan
halida golongan III pada suhu tinggi dan dalam wadah
tertutup. Nanopartikel GaP dan GaAs dapat dibuat dengan
menggunakan gallium (golongan III) halida dan (Na/K)3E
dengan E = P atau As. Metode ini lebih aman karena

(3)

Amine atau tri-n-octylphosphine (TOP), atau tri-noctylphosphine oxide (TOPO) digunakan sebagai sebagai
stabilizer untuk menghindari penggumpalan InP. Ukuran
partikel berkisar antara 2,2 sampai 6 nm, bergantung pada
stabilizer yang digunakan. Lebar celah pita energi InP
ukuran bulk adalah 1.35 eV sedangkan nanokristal InP
menghasilkan nilai band gap antara 1.7 eV to 2.4 eV.
Nanokristal InAs juga dibuat dengan metode yang sama
dengan mereaksikan As[(CH3)3Si]3 dan InCl3.
Nanopartikel cobalt dapat dibuat dengan pirolisis
cepat dari prekursor organik Co(CO)8 di dalam atmosfer
argon dan dengan kehadiran surfaktan organik seperti
asam oleic dan asam trioctylphosphonic. Bentuk partikel
yang dihasilkan dapat berupa bola, kubus, atau bentuk
pentagon dengan ukuran antara 3 17 nm, bergantung
pada jenis stabuilizer yang digunakan.
Nanopartikel CdTe dapat dibuat dengan mereaksi
Na2Te dengan CdI2 dalam metanol pada suhu 78 oC.
Diamater partikel yang dibuat berkisar antara 2,2 2,5
nm. Nanostructur CoxCu1-x dapat disintesis dengan
mereduksi larutan cobalt dan cupric chloride dalam air
dengan natrium borohydride. Natrium borohydride dapat
digunakan untuk mereduksi tembaga klorida di dalam
tetrahydrofuran (THF) untuk membuat nanopartikel Cu.
2.3 Metode Polyol
Proses polyol adalah cara lain menghasilkan
partikel logam seperti Cu, Ni, dan Co dalam ukuran
nanometer dalam medium bukan air. Dalam metode ini
precursor seperti logam oksida, logam nitrat, dan logam
asestat dilarutkan atau dicampur secara homogen dengan
ethylene glycol atau diethylene glycol kemudian direflux
pada suhu antara 180 - 194 oC. Selama reaksi tersebut,
precursor direduksi membentuk partikel logam yang
kemudian mengendap di dalam larutan. Partikel CoxCu100x (4 x 49 at%) dapat disintesis dengan mereaksi cobalt
acetate tetrahydrate dan copper acetate hydrate di dalam
ethylene glycol. Campuran kemudian direflux pada suhu
180190 oC selama 2 jam. Partikel yang dihasilkan
mengendap di dalam larutan yang kemudian dikumpulkan
dan dikeringkan. Bubuk nanocrystalline Ni25Cu75 dapat
dibuat dengan mereduksi nikel dan tembaga asetat di
dalam ethylene glycol.
Berikut ini adalah contoh sintesis nanopartiel FePt
dengan metode polyol. Material yang digunakan adaalah
ethylene glycol, ferric acetyl acetonate atau Fe(acac)3, bisacetyl acetonate platinum atau Pt(acac)2, N,N-dimetyl
aminoethoxy ethanol atau (CH3)2N(CH2CH2O)3H dan
sodium hydroxyde atau NaOH. Sintesis diawali dengan
membuat prekursor Fe dengan cara melarutkan 369 mg

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

Fe(acac)3, 33 ml sodium hydroxide 0,5 N, dan 1,0 g


dimethylaminoethyleneoxide di dalam 200 mL ethylene
glycol. Larutan tersebut dipanaskan pada suhu 160 oC
dalam lingkungan argon tekanan atmosfer. Larutan lain
berupa prekursor platina dibuat dengan melarutkan 238
mg Pt(acac)2, 17 mL NaOH, dan 0,5 g amine di dalam
100 mL ethylene glycol dan dipanaskan pada suhu 120 oC
juga di dalam lingkunan argon tekanan atmosfer. Kedua
larutan kemudian dicampur disertai dengan pengadukan
yang cepat sehingga tercampur secara merata. Warna
tampak berubah dari abu-abu menjadi hitam ketika suhu
dinaikkan hingga 180 oC. Campuran dipertahankan dalam
kondisi pengadukan pada suhu 198 oC selama sekitar 2
jam. Untuk menghindari penggumpalan partikel FePt,
sedikit NaOH apat ditambahkan sebagai stabilisator.
NaOH akan mereduksi logam acetylacetonate sehingga
ketersediatan prekursor Fe dan Pt dalam campuran
berkurang. Lebih lanjut, permukaan nanopartikel dapat
dideaktivasi dengan mengadsaorpsi material pelindung
sehingga membentuk lapisan tipis. Untuk maksud ini
material yang dapat digunakan aadalah N,N-dimethyl
aminoethoxy ethanol.
Gambar 19 adalah skema pembuatan nanopartikel
FePt dengan metode polyol. Gambar 20 adalah contoh
foto TEM partikel yang dibuat. Ukuran partikel yang
dibuat sekitar 2 3 nm dan hampir seragaam
(monodisperse).
Fe(acac)33- , Pt(acac)22NaOH, aliran gas Ar

Pelarut:
ethylene
glycol
Suhu 180 oC

Fe/Pt

N,N-Dimethyl
aminoethoxyethanol

Gambar 19 Skema pembuatan nanopartikel FePt dengan


metode polyol.

43

10 nm

Gambar 20 Foto TEM partikel FePt yang dibuat.


FePt memiliki potensi besar pada pengembangan
madia penyimpanan data berkapasitas ultra. Untuk
merealisasikan media penyimpanan data dengan kapasitas
yang lebih tinggi dari yang ada sekarang, ukuran kristallin
material magnetik yang digunakan harus direduksi ke
orde nanometer. Namun, partikel magnetik dengan ukuran
yang sangat kecil tersebut sangat mudah menghasilkan
fluktuasi termal pada momen magnetik di permukaannya.
Karena stabilitas termal adalah parameter yang sangat
penting, partikel magnetik yang memiliki isotropi
magnetik yang besar seperti Co, FePt, CoPt, dan ferriteBa merupakan contoh yang terbaik untuk tujuan tersebut.
Dalam pembuatan media perekam data, sejumlah
partikel digabung membentuk satu grup yang berfungsi
sebagai penyimpan satu bit data. Kualitas perekaman data
yang bermutu dapat dicapai jika interarksi aantar grup
dapat direduksi. Film tipis magnetik yang mengandung
grup partikel yang berukuran sangat kecil, koesivitas
tinggi, magnetisasi rendah, dan kopling magnetic
exchange yang kecil antar gorup terdekat sangat
diperlukan bagi pengembangan media perekam magnetik
dengan kerapatan ultra. Diprediksi bahwa dengan
mengunakan nanopartikel magnetik yang berukuran
sekitar 3 nm (yang hanya mengandung ratusan atom)
maka dapat dibuat media perekam dengan kerapatan 1
Tb/in2, dengan menyusun partikel-partikel tersebut secara
teratur.
Nanopartikel FePt merupakan kandidat yang baik
bagi pengembangan media perekanan dengan kerapatan
ultra. Secara kimiawi material ini sangat stabil dan
memiliki anisotropi magnetokristallin yang tinggi (~ 6.6
J/cm3) yang memungkinkan tercapainya stabilitas termal
hingga ukuran partikel sekecil 3 nm. Telah dilaporkan
bahwa koersivitas pada suhu kamar dapat mencapai 9 kOe
dan menjadi dua kali lebih besar pada suhu yang sangat
rendah. Koersivitas dapat dikontrol dengan mudah hanya
dengan mengontrol fraksi atom Fe dan Pt yang menyusun

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

material, dan ini dicapaai hanya dengan mengubah


konsentrasi prekursor pada saat sintesis. Untuk FePt yang
disintesis pada fase cair, koersivitas maupun kristalinitas
dapat diubah dengan melakukan anealing pada suhu
berbeda pada partikel yang baru disintesis. Sun dkk
meramalkan bahwa magnetiksasi nanopartikel FePt
hingga lebih dari sepuluh tahun.
2.4 Metode Spray
Spray adalah pembangkitan droplet-droplet kecil
dari medium fase cair. Contoh spray yang paling kita
kenal adalah parfum, hair spray, cat pilox, obat ati
nyamuk cair, paint brush, dan sebagainya. Ukuran droplet
yang dihasilkan bergantung pada berbagai faktor seperti
viskositas cairan, tegangan peemukaan cairan, ukuran
lubang tempat droplet keluar, dan sebagainya.
Cara menghasilkan droplet spray juga bermacammacam. Salah satu yang cukup sederhana adalah
mengalirkan udara berkecapatan tinggi di ujung sebuah
pipa berlubang kecil di mana ujung lain pipa tersebut
tercelup di dalam zat cair. Tekanan yang kecil pada ujung
yang dikenai udara yang mengalir meyebabkan zat cair
dalam wadah terdorong naik menuju ujung pipa yang
dikenai aliran udara. Ketika sampai di ujung pita, aliran
udara yang kencang mengebabkan zat cair terurai menjadi
butir-butir kecil dan terbawa bersama aliran udara.
Cara
lain
menghasilkan
droplet
adalah
mengetarkan zar cair menggunakan gelombang ultrasonik.
Cara menghasilkan spray semacam ini banyak dipakai
dalam dunia kedokteran untuk memasukkan obat ke
dalam tubuh pasien lewat sistem pernapasan. Larutan obat
digetarkan dengan gelombang ultrasonik sehingga
membentuk droplet-droplet yang beterbangan di sekitar
permukaan zat cair. Pasien menghirup udara di
permukaan obat melalui selang yang salah satu ujungnya
terhubung ke hidung sehingga droplet yang mengandung
obat tersebut masuk ke dalam sistem pernapasan.
Spray Pirolisis.
Akhir-akhir ini metode spray banyak digunakan
untuk membuat material dalam bentuk partikel berukuran
mikrometer dan submikrometer. Proses yang berlangsung
adalah melakukan reaksi pirolisis pada droplet yang
dihasilkan spray. Pirolisis adalah reaksi kimia pada suhu
tinggi. Jika yang dispray adalah larutan prekursor yang
dapat bereaksi pada suhu tinggi maka dengan metode
spray kita dapat mebuat partikel dengan cepat. Proses
pembentukan partikel hanya berlangsung dalam beberapa
detik. Metode semacam ini sering disebut spray pirolisis.
Spray pirolisis dilakukan pada sebuah reaktor yang
terdiri dari pembangkit droplet yang dikenal pula dengan
nama nebulizer atau atomizer, reaktor berbentuk tabung,
dan penampung partikel. Skema reaktor spray pirolisis
tampak pada Gbr 3.24. Tabung yang digunakan dalam
reaktor harus dari bahan yang bisa tahan hingga suhu
mendekati 1000 oC. Contoh bahan tersebut adalah
alumina, quartz, dan bisa juga stainless steel.
Droplet yang dihasilkan dialirkan masuk ke dalam
tabung yang telah diset pada suhu tinggi menggunakan
carrier gas (gas pembawa). Jika tidak dikehendaki adanya

44

reaksi antara prekursor dengan gas pembawa maka pilih


gas pembawa yang inert seperti nitrogen atau argon.
Karena ukuran droplet yang kecil maka dengan segera
pelarut menguap habis ketika baru masuk di sekitar ujung
depan tabung reaktor. Yang tersisa adalah material
prekursor dalam bentuk padatan yang tetap mengalir
bersama carrier gas. Karena berada dalam ruang bersuhu
tinggi maka terjadi reaksi pirolisis pada partikel dan
sebelum meninggalkan tabung reaktor telah terbentuk
partikel hasil reaksi yang diharapkan. Partikel yang
dihasilkan dikumpulkan pada kolektor partikel.
Aliran keluar

Trap
Furnace
Patikel
padatan

Pengontrol
suhu
Larutan
menguap

Droplet
Memasuki
reaktor

Droplet
Gas
Pembawa
(gas inert)
Ultrasonic
nebulizer

Larutan
Prekursor

Gambar 21 Skema reaktor spray pirolisis


Ada sejumlah keuntungan membuat partikel
dengan metode spray pirolisis, seperti: (a) Ukuran partikel
yang dihasilkan dapat dikontrol dengan mudah melalui
pengontrolan konsentrasi larutan. Ukuran droplet yang
dihasilkan atomizer hampir tidak dipengaruhi oleh
konsentrasi larutan yang digunakan selama konsentrasi

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

45

tersebut belum mengubah secara signifikan tegangan


permukaan maupun viskositas larutan. Makin kecil
konsentrasi larutan maka makin sedikit jumlah zat terlarut
dalam droplet yang menyebabkan makin kecil ukuran
partikel yang dihasilkan; (b) Partikel yang dihasilkan
sangat bulat. Bentuk droplet yang dihasilkan spray selalu
bulat, karena bentuk ini memiliki energi paling kecil.
Dengan asumsi bahwa atom-atom pelarut menguap secara
homogen di semua bagian permukaan droplet maka
selama proses mengecilnya ukuran droplet akibat
penguapan pelarut, bentuk droplet tetap bulat. Pada
akhirnya, bentuk akhir partikel yang dihasilkan pun bulat;
(c) Jika konsentrasi droplet tidak terlalu tinggi maka
setelah terbentuknya partikel, konsentrasi partikel di
dalam aliran gas juga tidak tinggi. Peluang terjadinya
tumbukan yang membuat partikel menyatu sangat kecil.
Akibatnya tidak terjadi aglomerasi pada partikel yang
dihasilkan.
Kristalitas partikel yang dihasilkan dapat dikontro
dengan dua cara: (a) Mengontrol suhu reaktor. Makin
tinggi suhu reaktor maka makin tinggi kristalinitas
partikel yang dihasilkan; (b) Mengontrol laju aliran
carrier gas. Laju aliran cariier gas menentukan berapa
lama partikel berada di dalam reaktor. Makin kecil laju
aliran gas maka makin lama partikel berada di dalam
reaktor. Secara kasar berlaku.
[Waktu dalam reaktor] 1/[laju aliran gas]

(5)

Makin lama partikel berada dalam reaktor maka makin


lama proses pemanasan yang dialami partikel. Akibatnya
makin baik kristalinitas partikel. Gambar 22 adalah
contoh partikel Y2O3-ZrO2 yang dibuat dengan metode
spray pirolisis. Ukuran rata-rata partikel sekitar ratusan
mm.

(TTIP) digunakan sebagai pemulai reaksi dan helium


sebagai carrier gas pembawa. Laju aliran gas oksigen
diatur, namun tekanan dan suhu pada tabung reaksi dijaga
tetap 10 mbar dan 1000 oC. Bubuk titania yang berbentuk
kristal diukur besarnya dengan menggunakan metoda
Scherrer dengan menggunakan difraktometer sinar-X dari
partikel yang dikumpulkan pada batang quartz yang tipis
yang diletakkan pada pusat tabung reaksi secara
horizontal. Pada percobaan ini sendiri, ukuran partikelnya
belum diketahui berapa besarnya.
Filter expansion spray pyrolisis.
Ukuran partikel yang dihasilkan dengan metode
spray pirolisis sangat bergantung pada ukuran droplet.
Ukuran droplet yang dihasilkan dengan berbagai macam
spray biasanya beberapa mikrometer hingga puluhan
mikrometer. Dengan ukuran tersebut biasanya ukuran
partikel yang dihasilkan minimal berorde submikrometer.
Sangat sulir mensintesis partikel dengan ukuran kurang
dari 100 nm dengan metode spray pirolisis.
Agar kita dapat menghasilkan partikel yang lebih kecil
maka ukuran partikel harus dapat direduksi lebih lanjut.
Salah satu metode membuat droplet dengan ukuran lebih
kecil adalah menggunakan gelas berpori yang
dihubungkan dengan tekanan rendah. Metode ini disebut
filter expansion spray pyrolisis.
Droplet yang dihasilkan dari spray diarahkan ke
filter gelas yang mengandung pori-pori yang berukuran
kecil. Di permukaan atas filter gelas terbentuk lapisan
tipis zat cair. Tekanan rendah di bawah menyebabakan
lapisan zat cair turun melalui pori-pori gelas dan keluar di
sisi bawah gelas dengan ukuran yang sangat kecil.
Partikel yang baru saja keluar ditarik ke arah filter meluai
sebuah tabung reaktor bersuhu tinggi yang dihubungan
dengan filter penyaring partikel. Suhu reaktor diatur
sehingga begitu sampai filter kolektor, droplet sudah
berubah menjadi partikel akhir.

(a) 700 oC

5nm

Gambar 22 Contoh partikel Y2O3-ZrO2 yang dibuat


dengan metode spray pirolisis.
Contoh lain adalah sintesis nanopartikel TiO2.
Pada sintesis ini digunakan titanium-tetra-isopropoxide

20nm

D = 8.9 nm

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

(b) 900 C
o

5nm

(b) 1100 oC

46

D = 10.3 nm

20nm

dihasilkan untuk mendapatkan partikel yang lebih kecil.


Cara yang ditempuh adalah menambahkan garam dengan
konsentrasi sangat tinggi ke dalam prekursor yang akan
dispray. Garam yang ditambahkan adalah garam yang
tidak berekasi dengan prekursor. Di dalam droplet yang
dihasilkan terkandung prekursor dan garam. Saat reaksi
pirolisis berlangsung garam berperan sebagai medium
pemisah partikel-partikel kecil yang terbentuk sehingga
tidak bersentuha membentuk partikel besar (ukuran
mikrometer). Secara singkat dapat dikatakan bahwa yang
keluar dari reaktor adalah partikel-partikel kecil yang
terdistribusi dalam matriks garam. Setelah partikel
dikumpulkan para kolektor, partikel kemudian dicuci
berkali-kali dengan pembersih ultrasonik disertai
sentrifugasi. Tujuannya adalah agar garam terlarut dan
partikel-partikel kecil terlepas dari matriks garam. Proses
pembentukan tersebut dapat diilustrasi pada Gbr 24.
Gambar 25 adalah contoh partikel yang dibuat dengan
metode ini. Berdasarkan foto TEM, ukuran rata-rata
partikel yang dihasilkan sekitar 10 nm.

D = 14.0 nm

Droplet
prekursor

nanocrystal
garam

20nm

5nm

pencucian

Gambar 23 Contoh partikel ITO yang disintesis dengan


metode filter expansion spray pyrolisis pada berbagai
suhu reaktor: (a) 700 oC, (b) 900 oC, dan (c) 1100 oC.
Gambar 23 adalah contoh partikel indium tin oxide
(ITO) yang dibuat dengan metode filter expansion spray
pyrolisis pada berbagai suhu reaktor. Nanopartikel ITO
disintesis dari larutan indium chloride tetrahdrate,
InCl34H2O dan tin chloride pentahydrate, SnCl45H2O,
dengan total konsentrasi sekitar 0,5 mol/L. Reaktor diset
pada suhu 700 - 1100 oC dan tekanan 40 Torr.
Nanopartikel ITO dihasilkan dengan diameter rata-rata
sekitar 9 sampai 14 nm, dan diemeter tersebut bergantung
pada suhu reaktor. Semakin tinggi suhu pada proses
sintesis maka ukuran nanopartikel akan semakin besar.
Salt assited spray pyrolsis
Metode ini adalah metode spray pirolisis biasa
dengan memberikan perlakuan akhir pada partikel yang

pengeringan

partikel
submikron

nanopartikel

Gambar 24 Skema pembentukan nanopartikel dengan


metode salt assited spray pyrolsis. Bagian atas adalah
metode spray pirolisis konvensional dan bagian bawah
adalah metode salt asssted spray pyrolisis.

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

47

Partikel yang keluar


dari reaktor

Gambar 27 adalah contoh partikel berporos yang


dihasilkan dengan metode ini.
Porositas partikel yang dihasilkan (fraksi volum
poros) dikontrol dengan mengatur perbandingan
konsentrasi partikel polimer terhadap konsentrasi
prekursor. Makin tinggi konsentrasi polimer maka makin
tinggi porositas partikel yang dihasilkan. Ukuran poros
dikontrol dengang menggunakan partikel polimer yang
berukuran berbeda-beda.
Heater
Exhaust

Reaksi pada
suhu tinggi

Furnace

Dicuci/sentrifuge
beberapa kali

Pengeringan
pada suhu rendah

Nanopartikel

Gambar 25 Gambar kiri adalah foto SEM partikel yang


dihasilkan dari reaktor spray. Ukuran partikel lebih dari 1
mm. Gambar kanan adalah foto TEM partikel setelah
partikel pada gambar kiri dicuci dan disentrifuge beberapa
kali.
Pembuatan Partikel Berporos dengan Spray Pyrolisis.
Di samping digunakan untuk membuat partikel
padatan, metode spray pirolisis juga dapat digunakan
untuk membuat partikel berporos. Caranya adalah
menambahkan koloid polimer ke dalam prekursor yang
akan dispray. Akibatnya, droplet yang dihasilkan
disamping mengandung prekursor juga mengandung
partikel-partikel polimer. Tabung reaktor minimal harus
dibagi atas dua daerah pemanasan. Daerah pemanasan
pertama diset pada suhu yang tidak terlalu tinggi, sekedar
untuk menguapkan pelarut sehingga didapatikan prekuros
dalam bentuk padat yang di dalamnya terdapat partikelpartikel polimer. Daerah pemanasan kedua dimaksudkan
untuk melakukan reaksi pirolisis dan mendekomposisi
polimer. Setelah polimer terdekomposisi, lokasi yang
semula ditempati polimer menjadi poros. Gambar 26
adalah ilustrasi proses pembentukan partikel berporos.

spray
Gas
pembawa
Nebulizer
utrasonic

Prekursor
dan koloid

Gambar 26 Ilustrasi proses pembentukan partikel


berporos
Carbon Nanotube
Di sini kita akan membahas salah satu metode
sederhana membuat carbon nanotube, yaitu dengan
metode spray pirolisis. Dengan metode spray pirolisis,
carbon nanotubes dapat dibuat pada suhu relative rendah,
sekitar 800 oC. Proses sintesis mencakup spray ferrocene
[Fe(C5H5)2] dan benzene (C6H6) dalam reactor spray
melalui sebuah tabung gelas quartz menggunakan argon
sebagai gas pembawa. Ferrocene berperan sebagai katalist
yang memungkinkan penyusunan molekul-molekul

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

48

benzene menjadi CNT. Fraksi ferrocene kurang dari 5%


berat. Skema reaksi pembentukan CNT diperlihatkan
pada Gbr. 27. Reaktor yang digunakan sama dengan
reactor spray pirolisis pada Gbr. 21. Panjang reactor
(tabung gelas) sekitar 1 meter dengan diameter dalam
sekitar 1 mm. Aliran gas pembawa sekitar 2 liter/menit.

keperluan analisis, sample yang terbentuk didispersi


dalam etnaol dan ditempatkan dalam beberapa menit di
dalam ultrasonic bath (pencuci ultrasonic).

10 m

ferrocene

Gambar 27 Contoh partikel berporos (zirconia) yang


dihasilkan dengan metode spray.

Fe

benzene

2 m

Gambar 29 Contoh foto SEM CNT dalam perbesaran


berbeda.
Gambar 29 adalah contoh foto SEM CNT yang
dibuat pada suhu reaktor 800 oC. Ukuran dameter CNT
yang dibuat sekitar 20 100 nm dengan panjang beberapa
puluh nanometer. Suhu reactor sangat mempengaruhi
pembentukan CNT. Pada suhu di bawah 750 oC hamper
tidan ada CNT yang terbentuk. Pada suhu 800 oC,
terbentuk CNT yang cukup panjang, selanjutnya
peningkatan suhu di atas 800 oC meningkatkan diameter
CNT.
Carbon nanotube

Gambar 28 Skema reaksi pembentukan carbon nanotube.


CNT terbentuk pada dinding quartz gelas. Sintesis
dilakukan selama beberapa puluh menit. CNT dikeluarkan
dengan mendrong menggunakan batang kecil. Untuk

Flame Spray Pyrolsis


Proses pembakaran merupakan salah satu proses
sintesis nanopartikel yang sering digunakan. Pada reaktor
pembakaran ini, energi dari pembakaran digunakan untuk
memicu reaksi kimia untuk memulai penciptaan grupgrup partikel yang berikutnya berkembang menjadi
nanopartikel melalui proses penumbuhan dari permukaan
dan juga penggumpalan serta penggabungan pada suhu

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

yang tinggi. Pada umumnya, ada dua cara yang biasa


digunakan untuk menghasilkan nanopartikel yaitu flame
spray pyrolysis dan flame spray hydrolysis.
Flame spray pyrolysis adalah suatu proses
pembakaran dengan diawali pada fasa gas. Pada sintesis
nanopartikel Al2O3, bubuk alumunium klorida yang
bersifat anhydrous diuapkan dan dimasukkan melalui gas
inert ke dalam pembakaran oxy-ethylene. Proses
pembakaran ini terjadi pada suhu 2000 oC dimana garam
alumunium klorida berdekomposisi menjadi hidrogen
klorida (HCl) dan alumunium oksida (Al2O3). Cara ini
dapat menghasilkan ukuran partikel Al2O3 sebesar 10-30
nm dan menjadi 40-70 nm ketika dilakukan kalsinasi.
Pada Gbr 30 ditunjukkan hasil TEM partikel Al2O3 yang
dihasilkan dengan metode flame spray pyrolsis: (a)
nanopartikel yng basru saja terbentuk, dan (b)
nanopartikel Al2O3 yang dikalsinasi
a

49

Metode flame spray hydrolysis menggunakan


cairan sebagai zat untuk memulai prosesnya. Zat cairan
ini dilalui pada suntikan yang dipompa lalu ukurannya
diperkecil menjadi seperti atom dengan menggunakan
oksigen dan menghasilkan spray yang halus. Hasil
penguapan dan pembakaran dimulai oleh cincin api yang
kecil yang muncul dari pusat nosel. Proses pembakaran
akan menguapkan cairannya dan reaksi pada fasa gas
akan terjadi setelahnya. Kondensasi dari uap air akan
menghasilkan partikel berukuran nano yang akan tercipta
di ruangan (chamber). Nanopartikel cerium oksida (CeO2)
akan dihasilkan pada proses ini. Gambar 31 menunjukkan
hasil TEM partikel CeO2 yang dibuat dengan metode
flame spray hydrolysis.

Gambar 31 Partikel CeO2 yang dibuat dengan metode


flame spray hydrolisis: (a) partikel yang baru dibuat dan
(b) partikel yang dikalsinasi.
Gambar 30. (a) Nanopartikel Al2O3. yang baru saja dibuat,
dan (b) nanopartikel Al2O3 yang dikalsinasi.

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

50

Spray Drying Komposit ZnO-silica


Spray drying adalah metode spray yang tidak
melibatkan reaksi kimia pada prekursor. Yang terjadi
adalah penguapan pelarut sehingga didapatkan partikel
padatan. Jenis material yang dihasilkan sama dengan jenis
material dalam prekursor tanpa terjadi perubahan kimiawi.
Contoh spray drying adalah pembentukan partikel
berukuran besar dengan dimulai dari kolloid. Koloid
mula-mula dispray sehingga terbentuk droplet yang
mengandung partikel-partikel koloid. Saat melewati
reaktor, zar cair menguap dan droplet-droplet
menggumpal menjadi partikel besar berukuran beberapa
mikrometer atau submikrometer. Suhu pembuatan tidak
terlalu tinggi karena sekedar untuk menguapkan pelarut.
Gambar 32 adalah ilustrasi pembentukan partikel
komposit dari koloid.
Heater

Exhaust

Furnace

Pengeringan

baru yang memperlihatkan puncak spektrum luminisens


pana panjang gelombang di bawah 500 nm
memperlihatkan gejala pergeseran merah (red shift)
sebagai akibat pertumbuhan ukuran partikel secara terus
menerus di dalam koloid. Setelah disimpan sekitar 5 hari,
puncak luminisens bergeser ke panjang gelombang sekitar
560 nm. Dalam aplikasi, transformasi ini haris dihindari.
Salah satu cara menghindri pertumbuha ukuran
nanopartikel ZnO yang telah disintesis dengan metode
sol-gel adalah melokasilisasi nanopartikel dalam matriks
host padatan. Salah satu yang munkin adalah nanopartikel
SiO2. Kolloid ZnO yang dibuat dengan metode sol-gel
dengan segera dicampur dengan koloid silica dengan
perbandingan yang sesuai sambil dilakukan pendadukan
selama sekitar 10 menit. Konsentrasi total campuran
diatur dengan menambahkan etanol di dalamnya.
Konsentrasi total campuran akan menentukan ukuran
akhir partikel komposit yang dihasilkan. Sebanyak sekitar
100 mL campuran koloid dimasukkan ke dalam nebulizer
pada peralatan spray drying. Reaktor spray diset pada
suhu sekitar 450 oC. Gas nitrogen digunakan sebagai gas
pembawa karena bersifat inert dengan laju aliran sekitar 2
L/menit. Partikel komposit yang dihasilkan ditangkap
pada wadah penampung yang dipanaskan pada suhu 200
o
C untuk menghindari kondensasi air pada sampel.
Gambar 33 adalah contoh foto SEM sampel yang
dibuat. Tampak partikel komposit yang berukuran
submikromter sampak micrometer. Partikel tersebut
mengandung nanopoatikel ZnO yang terselip antara
partikel-partikel silica. Karena terkurung dalam matriks
padatan maka tidak ada lagi peluang ZnO untuk saling
bertemu dan membentuk agglomerasi partkel yang lebih
besar. Ukuran ZnO menjadi tetap dan ada akhirnya
mempertahankan sifat luminisens.

Spray

Gas
pembawa
Nebulizer
utrasonic

Partikel
koloid A
Partikel
koloid B

Gambar 32 ilustrasi pembentukan partikel-komposit.


Masalah yang muncul dengan kolid ZnO yang
dibuat dengan metode sol-gel adalah pergeseran warna
luminisens karena pertumbuhan ukuran partikel. Koloid

1,5 m
Gambar 33 Komposit partikel yang
nanopartikel silica dan nanopartikel ZnO.

mengandung

Spray Drying Partikel Silika yang Mengandung


Nanoporos
Metode spray drying dapat digunakan juga untuk
membuat partikel berukuran beberapa micrometer yang
menganung poros yang berkurang nanometer. Inti dari
metode ini sangat sederhana. Kolloid silica dan colloid

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

51

polimer yang masing-masing berukuran nanometer dan


terdispersi dalam mediam cair yang sama dicampur secara
homogen. Campuran tersebut kemudian ditempatkan
dalam atomizer seperti eultasonik nebulizer sehingga
terbentuk droplet cairang yang mengandung dua jenis
nanopartikel tersebut. Droplet yang terbentuk dibawa
dengan gas pembawa ke bagian reactor yang bersuhu
sekitar 200 oC untuk menguapkan cairan sehingga
diperoleh partikel besar yang tersusun oleh dua macam
patikel nanometer. Ukuran partikel besar dapat dikontrol
dengan mudah dengan mengontrol konsentrasi
nanopartikel di dalam campuran. Partikel besar yang
terbentuk kemudian melewati reactor yang bersuhu cukup
tinggi, yaitu di atas suhu dekomposisi polimer sehingga
partikel polimer tedekomposisi. Lokasi partikel polimer
menjadi kosong sehingga diperoleh partikel besar yang
mengandung poros berukuran nanometer. Ukuran poros
dengan mudah dapat dikontrol melalui penggunaan
partikel polimer dengan diameter yang berbeda-beda.
Gambar 34 adalah ilustrasi pembentukan partikel dengan
poros ukuran nanometer.
Heater

Exhaust
c

Furnace

Pengeringan pada
suhu tinggi

Pengeringan pada
suhu rendah

Spray

Gambar 35 Partikel dengan poros ukuran nanometer yang


diperoleh dengan menggunakan perbandingan konsentrasi
silica dan polistiren: (a) terlalu besar, (b) terlalu kecil, (c)
perbandingan yang tepat. (d) gambar permukaan partikel
yang dimabil dengan perbesar yang lebih besar.

Gas
pembawa
Nebulizer
utrasonic

Silika
Polistiren

Gambar 34 Ilustrasi pembentukan partikel dengan poros


ukuran nanometer.

Gambar 35 adalah contoh partikel berporos yang


dihasilkan dengan menggunakan nanopartikel silica
(SiO2) dan polistriren latex. Suhu reactor untuk
mendekomposisi polistiren sekitar 450 oC. Gas pembawa
yang digunakan adalah nitrogen dengan laju aliran 1
L/menit. Gambar 35(a) diperoleh dengan menggunakan
konsentrasi polistriren yang terlampau sedikit. Gambar

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

52

35(b) diperoleh dengan mengunakan polistriren dengan


konsenrasi yang terlalu banyak. Gambar 35(c) adalah
partikel
yang
diperoleh
dengan
menggunakan
perbandingan konsentrasi polistiren dan silica yang tepat.
Gambar 33(d) adalah gambar permukan partikel yang
diambil dengan perbesaran yang tinggi. Tampak pada
gmbar bahwa poros tersusun secara teratur dalam
konfigurasi heksagonal. Ini menunjukan bahwa selama
proses pengeringan menjadi partikel bersar terjadi selforganizasi partikel polistiren membentuk susunan
heksagonal.
Pirolisis Galiun Nitrida
Ga(NO3)nH2O

sumber cahaya putih dalam struktur LUCOLED


(luminescence conversion LED).
Salah satu cara membuah logam hidrida adalah
mentransfoemasi oksida logam ke bentuk nitride di bawah
airan ammonia. Reaksi kimia tranformasi tersebut adalah
Ga2O3 + 2NH3 2GaN + 3H2O

Agar reaksi transformasi berlangsung cepat maka


penggunaan material awal dalam bentuk nanopartikel
gallium oksida sangat diperlukan. Dan hasil akhir pun
akan berbentuk nanopartikel GaN. Luas permukan yang
besar
serta
kedalaman
penetrasi
yang
kecil
memungkinkan proses nitridasi dalam waktu yang singkat.

Air ultramurni
Pencampuran
pada suhu kamar

(6)

MFC
Ar/N2

Udara
Pencampuran
pada suhu kamar

NH3(aq)

NH3
valve
Prekursor
500 1000 oC,
1- 10 min
di udara

Temperature controller

Sampel

Nanopartikel galium oksida


exhaust

500 1000 oC,


1- 10 min
di udara+NH3
Nanopartikel galium nitrida

Furnace listrik
Reaktor dari tabung quartz

bubbler

Gambar 36 Diagram alir pembentikan nanopartikel GaN.


Galium nitride (GaN) dan sejumlah matrial
semikonduktor dengan lebar celah energi besar sangat
potensial untuk diaplikasikan sebagai piranti pemancar
cahaya biru, ungu, dan ultraungu dan pada piranti
elektronik berdaya tinggi. LED yang berbasis GaN
memperlihatkan umur pakai (life time) yang sangat lama
dan daya pancaran yang lebih tingi daripada LED yang
telah dikenal sebelumnya. Kombinasi LED biru dari GaN
serta YAG:Ce mempunyai peluang untuk pengembangan

Gambar 37 Bentuk reaktor yang digunakan untuk


membuat GaN.
Salah satu cara mebuat gallium oksida dengan
ukuran nanometer dalam waktu cepat adalah memanaskan
gallium nitrat. Namun, hasil yang diperoleh adalah
gallium oksida ukuran mikrometer. Untuk mendapatkan
gallium oksida ukuran nanometer, ammonia ditambahkan
ke dalam prekusror. Ammonia akan membantu

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

memecahkan mikropartikel gallium oksida menjadi


partikel berukuran nanometer. Gallium nitrate
(Ga(NO3)3nH2O dilarutkan dalam air ultra murni dengan
konsentrasi total Ga sekitar 0,5 mol/L. Ammonia dengan
konsentrasi sekitar 5 mol/L ditambahkan ke dalam larutan
gallium nitrat sehingga dihasilkan larutan yang transparan.
Prekursor tersebut kemudian ditempatkan dalam tabung
reactor quartz dan dipanaskan alam aliran udara pada
suhu antara 800 1100 oC. Untuk mengkonversi gallium
oksida menjadi gallium nitride, campuran ammonia dan
argon dialirkan di atas sample pada suh sekitar 800 oC.
Lama waktu pengaliran antra 1 hingga 8 jam. Diagral alir
lengkap sintesis tampak pada Gbr 36. Dan bentuk reaktor
yang digunakan digmbarkan secara skematik pada Gbr 37.

53

konsentrasi NH3(aq)/Ga(NO)3 = 1 tampak pda Gbr 38(a).


Foto TEM nanopatikel GaN yang dinitridasi pada suhu
800 oC tampak pada Gbr 38(b). Partikel GaN yang
dihasilkan memperlihatkan puncak luminesens pada
panjang gelombang sekitar 360 nm.
2.5 Kolloid Templating
Material dengan struktur periodik tiga dimensi
menarik minat peneliti baik teoretis maupun
ekperimentasis dalam decade terakhir. Material ini
potensial digunakan untuk membuah kristal fotonik,
katalis berkemapuan tinggi, pelapisan canggih dan
sejumlah aplikasi lainnya.
Motor

Heater

(a)

Precursor

Kristal koloid
struktur 3D

(b)

Substrat
(glass atau wafer Si)

Poros struktur 3D

Proses
annealing

Gambar 39 Skema peralatan koloidal templating

Gambar 38 (a) Foto SEM dan (b) TEM naopartikel GaN

dibuat

Contoh foto SEM partikel gallium oksida yang


pada suhu 800 oC dengan perbandingan

Penggunaan bola-bola silika dan polistiren latex


sebagai material awal pembuatan material berporos
dengan struktur tiga dimensi sangatlah menarik. Salah
satu contoh dilaporkan di sini. Metode yang digunakan
adalah dip coating koloid sambil dilakukan pemanasan.
Prekursor dibuat dengan mencampurkan koloid polistiren
latex dengan koloid silika dengan perbandingan yang
sesuai. Agar dapat berperan sebagai kristal fotonik,
periode struktur harus mendekati panjang gelombang
cahaya, yaitu beberapa ratus nanometer. Oleh karena itu,
koloid polistiren dengan ukuran atikel beberapa ratus
nanometer harus digunakan. Ukuran partikel koloid silica
yang digunakan lebih baik di bawah 20 nm. Makin kecil

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

54

ukuran partikel silica maka makin baik hasil yang


diperoleh.
Potongan silikon wafer atau kaca dicuci bersih
dengan etanol dan air distilasi di dalam pencuci ultrasonic.
Substrat kemudian dicelupkan ke dalam prekuros
kemudian ditarik perlahan-lahan dengan laju sekitar 1
sampai 10 mm/jam. Heater dipertahan pada suhu sekitar
60 oC. Pemansan pada suhu yang tidak terlalu tinggi
dimaksudkan untuk menyediakan waktu yang cukup bagi
patikel polistiren untuk melakukan self-oragnisasi
sehingga terbentk penysunan yang teratur. Setelah proses
dip coating selesai, sample dipanaskan pada suhu 400 oC
sekitar 5 menit untuk mendekomposisi partikel
polistrirten. Skema peralatan yang digunakan tampak
pada Gbr 39.
Gambar 40 adalah foto SEM sample yang dibuat
menggunakan koloid polistriren dengan ukuran patikel
178 nm dan koliod silica dengan ukuran partikel 5 nm.
Gambar 40(a) dan 40(b) dilihat dari atas dengan
perbesaran yang berbeda dan gambar 40(c) dan 40(d)
dilihat dengan sudut kemiringan tertentu. Gambar 40(e)
menunjukan bahwa film yang dibuat memiliki keteraturan
pada daerah yang sangat luas. Gambar 40(f) adalah
patahan film yang menunjukkan bahwa keteraturan tidak
hanya terjadi di permukaan film tetapi juga di alam film.

300 nm

a
500 nm

300 nm

b
2 m

2 m

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

55

2 m
Gambar 40 Foto SEM film yang mengandung poros yang
tersusun secara terorganisasi yang dibuat menggunakan
koloid polistriren dengan ukuran patikel 178 nm dan
koliod silica dengan ukuran partikel 5 nm, (a) (b)
dilihat dari atas dengan perbesaran berbeda, (d) (e)
dilihat dari samping dengan perbesaran berbeda, (e)
tampak atas dengan perbesaran kecil, dan (f) tempat
patahan film.

waktu yang ckup bagi partikel koloid melakukan selforganisasi sehingga membetuk penyusunan yang teratur.
Setelah itu ampel ditempatkan dalam ion sputter dan
dideposisi selama beberapa menit untuk memberuk lpisan
logam yang cukup para permukaan partikel. Jenis target
pada sputter menentukan jenis material yang akan dibuat.
Kemudian sample dipanaskan pada suhu di atas suhu
dekomposisi polistriren. Mekanisme sintesis tampak pada
Gbr 41.
Pemasanan pada suhu di atas suhu dekoposisi
polistriren tetapi di bawah titik leleh logam pelapis
menghasilkan cakang yang tersusun secara teratur.
Pemanasan di atas titik leleh logam menghasilkan
nanopartkel yang tersusun secara teratur. Contoh foto
SEM sampel yang dibuat tampak pada Gbr 42.

Droplet koloid

Wafer Si

2.6 Nanosphere Lithography


Nanosphere lithography (NSL) yang diawali
dengan deposisi material pada masker kristal koloid yang
terorganisasi (self-organized) telah menarik banyak
perhatian peneliti untuk array nanopartikel pada
permukaan datar. NSL adalah cara fabrikasi yang ideal
untuk menghailkan penyusunan yang teratur dan
mendekati homogen nanopartikel di mana ukuran, bentuk,
maupun periodisitas dapat dikonrrol dengan mudah.
Ukuran dot dapat ditempuh dengan mengontrol lawa aktu
deposisi, jarak antar dot diatur dengan menggunakan
partikel koloid yang berbeda ukuran, dan jenis material
yang dibuat dikontrol dengan mengantur jenis material
sumber. Metode ini juga sangat bersih karena berlangsung
dalam lingkungan vakum atau mndekati vakum.
Salah satu metode NSL yang sekaligus dapat
menghasikan tiga macam struktur yaitu caking yang
tersusun secara teratur, partikel yang tersusun secara
teratur, atau poros yang tersesun secara teratur akan
dibhas di sini. Bentuk akhir dari struktur yang dibuat
bergantung pada post treatment yang dilakukan. Metode
ini memanfatkan templating koloid dan sputtering lama
(over sputtering).
Beberapa microliter koloid polistiren encer
diteretkan di atas permukaan waver silicon. Mula-mula
waver dicuci dengn etanol dan air distilasi di dalam
pencuci ultrasonic beberapa puluh menit untuk
menghilangkan ktotra yang melengket di permukaan.
Tetesan koloid dikeringkan pasa suhu sekitar 40 oC
hingga seluruh cairan mnguap yang diikuti pengeringan
pada suhu sekitar 100 oC selama kurang lebih 10 menit
untuk mengikat partikel-patle secara kuat. Pengeringan
pertama pada suhu rendah dilakukan untuk mmberikan

Pengeringan
Bola polistiren

Sputtering

(a) Pemanasan suhu menengah

Cangkang yang terorganisasi

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

56

(b) Pemansan suhu tinggi

Cangkang mrlrlah
dan jatuh

Partikel yang terorganisasi


Gambar 41 Proses pembuatan cangkang dan partikel
logam yang teroganisasi.

300 nm

2 m
Gambar 42 (a) cangkang dan (b) partikel logam yang
teroganisasi yang dibuat dengan metode koloidal
templating dan over sputtering.
Referensi
[1] W. Budiawan, A. S. Vioktalamo, M. Abdullah, dan

Khairurrijal, J. Sains Materi Indonesia (Edisi Khusus),


180 (2006).
[2] W. Budiawan, A. S. Vioktalamo, M. Abdullah, dan
Khairurrijal, Pertemuan Ilmiah Iptek Bahan 2006
(Serpong, 18-19 Juli 2006).
[3] W. Budiawan, M. Abdullah, and Khairurrijal, Proc.
Int. Conf. Mathematics and Natural Sciences
(Bandung 29-30 November 2006) pp. 1069-1072.
[4] L. Gradon, S. Janeczko, M. Abdullah, F. Iskandar,
and K. Okuyama, AIChE J. 50, 2583 (2004).
[5] F. Iskandar, M. Abdullah, H. Yoden, and K.
Okuyama, J. Appl. Phys. 93, 9237 (2003).
[6] F. Iskandar, M. Abdullah, H. Yoden, and K.
Okuyama, Virt. J. Nanoscale Sci. & Technol. 7, no.
22, June 2 (2003).
[7] F. Iskandar, M. Abdullah, H. Yoden, and K.
Okuyama, J.Sol-Gel Sci. Technol. 29, 41 (2004).
[8] F. Iskandar, M. Abdullah, and K. Okuyama, in
Encyclopedia of Nanoscience and Nanotechnology
(HS.Nalwa, Ed.); American Scientific Publishers,
vol.8, 259 (2004).
[9] F. Iskandar, Mikrajuddin, and K. Okuyama, Nano
Lett. 1, 231 (2001).
[10] F. Iskandar, Mikrajuddin, and K. Okuyama, Nano
Lett. 2, 389 (2002).
[11] Y. Itoh, M. Abdullah, and K. Okuyama, J. Mater. Res.
19, 1077 (2004).
[12] Y. Itoh, T. Ogi, M. Abdullah, F. Iskandar, K.
Okuyama, and Y. Azuma, J. Cryst. Growth 281, 234
(2005).
[13] T. Iwaki, Y. Kakihara, T. Toda, M. Abdullah, and K.
Okuyama, J. Appl. Phys. 94, 6807 (2003).
[14] M. Abdullah and Khairurrijal, Proc. 3rd Kentingan
Physics Forum (Solo, 24 September 2005), pp. 69-70.
[15] M. Abdullah and K. Okuyama, Proc. ITB Eng. Sci.
35B, 81 (2003).
[16] M. Abdullah and K. Okuyama, Proc. ITB Eng. Sci.
36B,140 (2004).
[17] M. Abdullah dan F. Iskandar, Pros. Seminar MIPA
IV-ITB 2004, Bandung, Indonesia, 6-7 Oktober 2004,
pp. 243-247.
[18] M. Abdullah, C. Panatarani, T.-O. Kim and K.
Okuyama, J. Alloys Comp. 377, 298 (2004).
[19] M. Abdullah, F. Iskandar, S. Shibamoto, T. Ogi and
K. Okuyama, Acta Materialia 52, 5151 (2004).
[20] M. Abdullah, F. Iskandar, and K. Okuyama, Proc.
ITB Eng. Sci. 36B, 125 (2004).
[21] M. Abdullah, I. W. Lenggoro, B. Xia, and K.
Okuyama, J. Ceram. Soc. Jpn. 113, 97 (2005).
[22] M. Abdullah, I. W. Lenggoro, F. G. Shi, and K.
Okuyama, Proceeding 47th Meeting of Japan
Academic of Science, Kyoto University, Japan, 29 30 October 2003, pp. 199-200).
[23] M. Abdullah, I. W. Lenggoro, K. Okuyama, and F. G.
Shi, J. Phys. Chem. B 107, 1957 (2003).
[24] M. Abdullah, I. W. Lenggoro, K. Okuyama, and S.
Taya, J. Non-Crystalline Sol. 351, 697 (2005).
[25] M. Abdullah, I. W. Lenggoro, and K. Okuyama, in
Encyclopedia of Nanoscience and Nanotechnology
(HS.Nalwa, Ed.); American Scientific Publishers,

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 2, Jul 2008

vol.8, 731 (2004).


[26] M. Abdullah, ITSF Seminar on Science and
Technology Jakarta, February 7, 2007
[27] M. Abdullah, Khairurrijal, A. Waris, W. Sutrisno, I.
Nurhasanah, and A. S. Vioktalamo, Powder Technol.
183, 297 (2008).
[28] M. Abdullah, Khairurrijal, F. Iskandar and K.
Okuyama, in Nanocrystalline Materials: Their
Synthesis-Structure-Property
Relationships
and
Applications (S.C. Tjong Ed.), Elsevier, 275 (2006).
[29] M. Abdullah, Media Fisika 2, 39 (2003).
[30] M. Abdullah, Prosiding Simposium Mahasiswa
Fisika Nasional ITS-Surabaya (2005).
[31] M. Abdullah, REAKTOR 7, 47 (2003).
[32] M. Abdullah, S. Shibamoto, and K. Okuyama, Opt.
Mater. 26, 95 (2004).
[33] M. Abdullah, T. Morimoto, and K. Okuyama, Adv.
Func. Mater. 13, 800 (2003).
[34] Mikrajuddin, F. Iskandar, K. Okuyama, and F.G. Shi,
J. Appl. Phys. 89, 6431 (2001).
[35] Mikrajuddin, F. Iskandar, and K. Okuyama, Adv.
Mater. 14, 930 (2002).
[36] Mikrajuddin, F. Iskandar, and K. Okuyama, Int.
Symp. Nanoparticles: Aerosols and Materials, Pusan,
Korea, July 5-6 (2001).
[37] Mikrajuddin, F.G. Shi, and K. Okuyama, J.
Electrochem. Soc. 147, 3157 (2000).
[38] Mikrajuddin, Ferry Iskandar, and Khairuddin,
INTEGRAL 8, 19 (2003).
[39] Mikrajuddin, Ferry Iskandar, and Kikou Okuyama,
2nd Kentingan Physics Forum, UNS, Surakarta, July
28 (2003).
[40] Mikrajuddin, I. W. Lenggoro, K. Okuyama, and F.G.
Shi, J. Electrochem. Soc. 149, H107 (2002).
[41] Mikrajuddin, J. Matematika & Sains 8, 1 (2003).
[42] Mikrajuddin, Proc. ITB Sains & Teknologi 35A, 71
(2003).
[43] L. Marlina, M. Abdullah, Khairurrijal, W. Budiawan,
and I. Sriyanti, 2007 Conference on Solid State Ionics
(Serpong, 1-3 August 2007).
[44] L. Marlina, M. Abdullah, dan Khairurrijal, The 3rd
National Seminar on Chemistry and Chemical
Education, Bandung April 11, 2007
[45] I. Nurhasanah, Khairurrijal, M. Abdullah, M.
Budiman, and Sukirno, Int. Conf. Mathematics and
Natural Sciences (Bandung 29-30 November 2006)
pp. 988-990
[46] I. Nurhasanah, Khairurrijal, M. Abdullah, M.
Budiman, and Sukirno, 2007 Conference on Solid
State Ionics (Serpong, 1-3 August 2007).
[47] I. Nurhasanah, M. Abdullah, and Khairurrijal, Int.
Conf. Neutron and X-Ray Scattering (Bandung, 2931 July 2007).
[48] K. Okuyama, I. W. Lenggoro, and M. Abdullah, 2004
International Conference for Particle Technology
(Partech2004), Nuremberg, Germany, March 17
(2004).
[49] K. Okuyama, I. W. Lenggoro, and M. Abdullah, 2nd
Asian Particle Technology Symposium, Penang,
Malaysia, December 17-19 (2003).

57

[50] Okuyama, K., M. Abdullah, F. Iskandar, and I. W.


Lenggoro, Adv. Powder Technol. 17, 587 (2006)
[51] I. Sriyanti, M. Abdullah, Khairurrijal, and L. Marlina,
2007 Conference on Solid State Ionics (Serpong, 1-3
August 2007).
[52] I. Sriyanti, M. Abdullah, dan Khairurrijal, 3rd
National Seminar on Chemistry and Chemical
Education, Bandung April 11, 2007
[53] A.S. Vioktalamo, M. Abdullah, W. Budiawan, and
Khairurrijal, 1st Int.l Conf. Advanced Materials and
Practical Nanotechnology Serpong-Banten (2006).
[54] A.S. Vioktalamo, M. Abdullah, dan S.Z. Bisri, Pros.
Seminar Nasional Kimia Fisik dan Anorganik (2006).
[55] M. Abdullah, Khairurrijal, A. R. Marully, Liherlinah,
dan M. Sanny, J. Nano Saintek. 1, 1 (2008).
[56] M. Abdullah dan Khairurrijal, J. Nano Saintek. 1, 12
(2008).
[57] Liherlinah, M. Sanny, A. R. Marully, M. Abdullah
dan Khairurrijal, J. Nano Saintek. 1, 23 (2008).
[58] M. Abdullah, Khairurrijal, I. Nurhasanah, I. Sriyanti,
dan A. R. Marully, J. Nano Saintek. In press

Anda mungkin juga menyukai